PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pengalaman krisis demi krisis yang menimpa ekonomi dunia dalam satu
abad terakhir ini seharusnya telah menyadarkan kepada kita bahwa masalah inflasi
telah berkembang menjadi persoalan yang semakin kompleks. Diawali dengan
terjadinya malapetaka yang besar (the great depressions) pada tahun 1930-an,
kemudian disusul dengan terjadinya krisis Amerika Latin pada dekade 1980-an,
akhirnya muncul kembali pada krisis moneter di Asia pada pertengahan tahun
1997-an, adalah pengalaman ekonomi dunia dengan inflasi tingginya (hyper
inflation) yang sangat merusakkan sendi-sendi ekonomi (Triono, 2006).
Secara empirik, pengaruh inflasi terhadap pertumbuhan ekonomi dapat
dilihat dari krisis tahun 1997-1998 yang mengakibatkan terganggunya sektor riil.
Krisis ini diawali dari krisis di sektor moneter (depresiasi nilai tukar rupiah
dengan dolar) yang kemudian merambat kepada semua sektor tanpa terkecuali.
Tingkat Inflasi ketika itu sebesar 77,60% yang diikuti pertumbuhan ekonomi
minus 13,20%. Adapun terganggunya sektor riil tampak pada kontraksi produksi
pada hampir seluruh sektor perekonomian. Tahun 1998, seluruh sektor dalam
perekonomian (kecuali sektor listrik, gas, dan air bersih) mengalami kontraksi.
Sektor konstruksi mengalami kontraksi terbesar yaitu 36,4%. Disusul kemudian
sektor keuangan sebesar 26,6% (Hatta, 2008).
Dalam rangka mengendalikan inflasi dan menjaga stabilnya nilai mata uang,
pemerintah dan otoritas moneter yang ada mengambil beberapa kebijakan baik
dari segi moneter, fiskal, maupun sektor riil. Dari segi moneter, bank sentral akan
menaikkan suku bunga dan pengetatan likuiditas perbankan, mengkaji efektivitas
instrumen moneter dan jalur transmisi kebijakan moneter, menentukan sasaran
akhir kebijakan moneter, mengidentifikasi variabel yang menyebabkan tekanantekanan inflasi dan memformulasikan respon kebijakan moneter.
Namun, dari paparan di atas, hakikatnya otoritas moneter hanya sebatas
menyentuh permasalahan teknis atau gejala (symptom) semata. Sebaliknya,
perpaduan kebijakan yang digunakan menimbulkan krisis bertambah parah. Solusi
yang ditawarkan oleh para ahli dalam memecahkan permasalahan inflasi dan
pengangguran secara bersamaan justru menyebabkan efek samping yang lebih
buruk dari penyakitnya itu sendiri. Ini terjadi dikarenakan obat yang diberikan
hanya sebatas menghilangkan penyakit bagian permukaan saja, sementara
penyakit bagian dalamnya masih belum disembuhkan.
Penyakit bagian dalam yang belum tersentuh oleh perpaduan kebijakan di atas
adalah terkait dengan hakikat mata uang itu sendiri dan sistem yang
melingkupinya serta penyalahgunaan dari fungsi dasar uang sebagai alat tukar
yang bertambah menjadi tidak hanya sebatas sebagai alat tukar, melainkan juga
menjadi sebuah barang (komoditas) yang turut diperdagangkan dengan imbalan
bunga (interest).
Menurut Chapra (2000), jika kita hendak melakukan pengobatan, maka tidak akan
ada pengobatan yang efektif kecuali hal itu diarahkan kepada arus utama masalah.
Contoh penyelesaian masalah yang hanya sampai kepada gejala adalah :
penyelesaian krisis ekonomi dengan hanya melihat ketidakseimbangan anggaran,
ekspansi moneter yang berlebihan, defisit neraca pembayaran yang terlalu besar,
naiknya kecendrungan proteksionis, tidak memadainya bantuan asing dan kerja
sama internasional yang tidak mencukupi dan sebagainya. Akibatnya,
penyembuhannya hanya bersifat sementara, seperti obat - obatan analgesik,
mengurangi rasa sakit hanya bersifat sementara. Beberapa saat kemudian, krisis
muncul kembali, bahkan lebih parah, mendalam dan serius.
Lebih khusus di Indonesia, tren inflasi memperlihatkan keadaan yang cukup labil
bahkan - pada satu keadaan - mencapai titik yang amat tinggi (hiperinflasi).
Misalnya pada saat menjelang jatuhnya Orde Lama yang mencapai ratusan persen,
2
atau fenomena Krisis Moneter 1997. Hal ini membuktikan bahwa pemerintah
dengan Bank Indonesia sebagai kekuatan pemegang kendali moneternya, cukup
kerepotan mengatasi masalah yang satu ini. Maka tidak sepenuhnya salah jika kita
mengatakan bahwa inflasi adalah sebuah penyakit ekonomi.
1.2 Rumusan Masalah
1.
2.
3.
3.
BAB II
3
PEMBAHASAN
A. Konsep dan Defenisi Inflasi
Inflasi merupakan salah satu masalah dalam perekonomian
yang selalu dihadapi setiap negara. Namun buruknya masalah
inflasi ini akan berbeda dari satu waktu ke waktu lainnya, dan
berbeda pula dari negara ke negara lainnya. Tingkat inflasi
biasanya digunakan sebagai sebagai ukuran untuk menunjukkan
sampai dimana buruknya permasalahan ekonomi yang dihadapi
suatu
negara
dalam
perekonomian
yang
tumbuh
Inflasi
yang
inflasi
berlaku
Islam
dalam
tidak
sesuatu
berbeda
perekonomian.
dengan
inflasi
suatu
negara
bahkan
dunia.
Kenaikan
harga
ini
Ekonomi Islam merupakan ikhtiar pencarian sistem ekonomi yang lebih baik
setelah ekonomi kapitalis gagal total. Bisa dibayangkan betapa tidak adilnya,
betapa pincangnya akibat sistem kapitalis yang berlaku sekarang ini, yang kaya
semakin kaya dan yang miskin semakin miskin. Selain itu, dalam pelaksanaannya,
ekonomi kapitalis banyak menimbulkan permasalahn. Pertama, ketidakadilan
dalam berbagai macam kegiatan yang tercermin dalam ketidakmerataan
pembagian pendaoatan masyarakat. Kedua, ketidakstabilan dari sistem ekonomi
yang ada saat ini menimbulkan berbagai gejolak dalam kegiiatannya. 1
Dalam ekonomi Islam tidak dikenal dengan inflasi, karena mata uang yang
dipakai adalah dinar dan dirham, yang mana mempunyai nilai yang stabil dan
dibenarkan oleh Islam-namun dinar dan dirham di sini adalah dalam artian yang
sebenarnya yaitu yang dalam bentuk emas maupun perak bukan dinar-dirham
yang sekedar nama. Adiwarman Karim mengatakan bahwa Syeikh An-Nabahani
(2001 : 147) memberikan beberapa alasan mengapat mata uang yang sesuai itu
adalah dengan menggunakan emas. Ketika Islam melarang praktik penimbunan
harta, Islam hanya mengkhususkan larangan tersebut untuk emas dan perak.
Padahal harta itu mencakup semua barang yang bisa dijadikan kekayaan.
1. Islam telah mengaitkan emas dan perak dengan hukum yang baku dan tidak
berubah-ubah, ketika Islam mewajibkan diyat, maka yang dijadikan sebagai
ukurannya adalah dalam bentuk emas.
2. Rasulullah SAW telah menetapkan emas dan perak sebagai mata uang dan
beliau menjadikan hanya emas dan perak sebagai standar uang.
3. Ketika Allah SWT mewajibkan zakat uang, Allah telah mewajibkan zakat
tersebut dengan nisab emas dan perak.
4. Hukum-hukum tentang pertukaran mata uang yang terjadi dalam transaksi
uang hanya dilakukan dengan emas dan perak, begitupun dengan transaksi lainnya
hanya dinyatakan dengan emas dan perak.
Penurunan nilai dinar atau dirham memang masih mungkin terjadi, yaitu
ketika nilai emas yang menopang nilai nominal dinar itu mengalami penurunan.
Diantaranya akibat ditemukannya emas dalam jumlah yang besar di suatu negara,
tapi keadaan ini kecil sekali kemungkinannya. Atau kondisi terjadinya defisit
anggaran pada pemerintahan Islam. Kondisi defisit anggaran pernah terjadi pada
zaman Rasulullah dan ini hanya terjadi satu kali yaitu sebelum perang Hunain.
Menurut para ekonom Islam, inflasi berakibat sangat buruk bagi
perekonomian negara, karena :
1. Menimbulkan gangguan terhadap fungsi uang, terutama terhadap fungsi
tabungan (nilai simpan), fungsi dari pembayaran di muka, dan fungsi dari unit
penghitungan. Orang harus melepaskan diri dari uang dan aset keuangan akibat
dari beban inflasi tersebut. Inflasi juga telah mengakibatkan terjadinya inflasi
kembali, atau dengan kata lain self feeding inflation
2. Melemahkan semangat menabung dan sikap terhadap menabung dari
masyarakat ( turunnya marginal propensity to save). Hal ini berakibat pada
menurunnya dana pembiayaan yang akan disalurkan.
3. Meningkatkan kecenderungan untuk berbelanja terutama pembelanjaan untuk
barang-barang non-primer dan barang-barang mmewah ( naiknya marginal
propensity to consume ).
4. Mengarahkan inestasi pada hal-hal yang non-produktif yaitu penumpukan
kekayaan (hoarding) seperti pada aset property yaitu tanah dan bangunan, logam
mulia, mata uang asing dengan mengorbankan inestasi ke arah produktif seperti
pertanian, industrial, perdagangan, transportasi, dan lainnya.
1. Konsep Al-Maqrizi tentang Inflasi
Taqiyuddin Abu Al-Abbas Ahmad bin Abdul Qadir Al-Husaini
lahir di Barjuwan, Kairo, pada 766 H. Keluarganya berasal dari
Maqarizah, sebuah desa yang terletak di kota Balabak. Karena
itu, ia lebih banyak dikenal dengan sebutan Al-Maqrizi. Kondisi
keluarga yang serba kecukupan membuat Al-Maqrizi kecil harus
menjalani pendidikan dengan berada di bawah tanggungan
kakeknya, Hanafi ibnu Saigh, penganut mazhab Hanafi. Al-
Barquq
mengangkat
Al-Maqrizi
sebagai
muhtasib,
dengan
berbagai
permasalahan
pasar,
Al-Malik
Nashir
Faraj
bin
Barquq
(1399-1412
M)
diri
sebagai
pegawai
pemerintah
dan
Islam.
Sebuah
fase
yang
mulai
terlihat
indikasi
berpengaruh
terhadap
corak
pemikirannya
tentang
Maqrizi
terhadap
dua
aspek
ini,
tampaknya
dilatarbelakangi oleh semakin banyaknya penyimpangan nilainilai Islam yang dilakukan oleh para kepala pemerintahan Bani
Umayyah dan selanjutnya.
2. Teori Inflasi Al-Maqrizi
Manusia adalah anak zamannya. Pernyataan ini tepat sekali
dengan apa yang dialami Al-Maqrizi. Dengan kondisi fakta
bencana kelaparan yang terjadi di Mesir, Al-Maqrizi menyatakan
bahwa peristiwa inflasi adalah sebuah fenomena alam yang
menimpa kehidupan masyarakat di seantero dunia dulu, kini,
hingga masa mendatang. Inflasi menurutnya terjadi ketika hargaharga secara umum mengalami kenaikan dan berlangsung terusmenerus. Pada saat ini, persediaan barang dan jasa mengalami
kelangkaan dan konsumen, karena sangat membutuhkannya,
harus mengeluarkan lebih banyak uang untuk sejumlah barang
dan jasa yang sama. Al-Maqrizi membahas problematika inflasi
secara lebih detail. Ia mengklasifikasikan inflasi berdasarkan
faktor penyebabnya ke dalam dua hal, yakni: (a) Inflasi yang
disebabkan oleh faktor alamiah (Natural Inflation), dan (b) Inflasi
akibat kesalahan manusia (Human Error Inflation).
a. Inflasi Alamiah (Natural Inflation)
Keadaan
rakyat untuk
yang
semakin
menekan
memburuk
pemerintah agar
tersebut
segera
10
yudikatif,
maupun
eksekutif.
Mereka
rela
untuk
memenuhi
kewajiban
finansialnya
maupun
kemewahan hidup.
Selain menyebabkan enefisiensi alokasi sumber daya dan
ekonomi biaya tinggi. Korupsi dan administrasi yang buruk jika
terus
dibiarkan
membahayakan
akan
menyebabkan
perekonomian
kanker
yang
akan
yang
amat
membawa
kekuasaan.
Akhirnya
ketika
ia
berkuasa
pun
ia
11
dalam
suatu
pemerintahan,
pengeluaran
negara
oleh
percetakannya
dimana
biasanya
percetakan
12
Maqrizi
berpendapat
bahwa
pencetakan
uang
yang
4. Adiwarman Aswar Karim , Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam, ( Jakarta: Rajawali Pers
2010), hlm 128
13
Ditandai dengan laju inflasi yang rendah (kurang dari 10% per
tahun).
kenaikan
harga
berjalan
secara
lambat,
dengan
waktu
yang
relatif
pendek
serta
mempunyai
sifat
lalu
dan
seterusnya.
perekonomian
lebih
berat
daripada
efeknya
inflasi
yang
terhadap
merayap
(creeping inflation).
ini
timbul
apabila
pemerintah
mengalami
defisit
14
5. http://en.wikipedia.org/wiki/Monetary_inflation
15
BAB III
PENUTUP
1. Simpulan
Inflasi merupakan kenaikan harga secara umum dari barang/ komoditas dan
jasa selama periode waktu tertentu. Pada initinya muncul sebagai akibat
diberlakukannaya mata uang yang nilai intrinsiknya lebih rendah dari nilai
nominalnya. Secara umum penyebab terjadinya inflasi adalah Natural inflation
yaitu inflasi yang terjadi karena sebab-sebab alamiah, yang diakibatkan oleh
turunnya penawaran agregatif dan naiknya permintaan agregatif. Dan Human
error inflation yaitu inflasi yang terjadi karena kesalahan manusia. Seperti korupsi
dan buruknya administrasi, pajak yang tinggi, dan percetakan uang berlebihan.
Untuk mengatasi inflasi maka pemerintah harus menjaga kestabilan nilai uang
dengan melakukan kebijakan moneter berupa menjaga keseimbangan antara
percetakan uang dengan trasnsaksi pada sector riil.
16
2. Saran
1.
Agar pemerintah lebih waspada dan lebih menguasai keadaan pasar sehingga
Agar masyarakat belajar tentang hal ekonomi sehingg jika adanya inflasi,
Agar masyarakat dan pemerintah berjalan selaras dan belajar dari kejadian di
masa lalu agar tidak terulang kembali, terutma dalam hal kekacauan akibat inflasi.
DAFTAR PUSTAKA
Nur Rianto Al Arif. (2010), Teori Makroekonomi Islam;Konsep, Teori, dan
Analisis, Bandung: Alfabeta
Huda, Nurul dkk. (2009). Ekonomi Makro Islam; Pendekatan Teoritis. Jakarta:
Kencana
Sukirno, Sadono, Pengantar Teori Makroekonomi, Jakarta: PT Raja Garafindo
Persada, 2002
Karim , Adiwarman Aswar. (2010). Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam. Jakarta:
Rajawali Pers
http://en.wikipedia.org/wiki/Monetary_inflation
17