Anda di halaman 1dari 26

HUTANG -

PIUTANG
Nama : Hepy Serlita
NPM : 1921010051
Kelas : HKI A / Semester 3
PENGERTIAN HUTANG - PIUTANG
Hutang piutang menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia,
yaitu uang yang dipinjamkan dari orang lain. Sedangkan
piutang mempunyai arti uang yang dipinjamkan (dapat
ditagih dari orang lain).
Pengertian hutang piutang sama dengan perjanjian pinjam
meminjam yang dijumpai dalam ketentuan Kitab Undang-
Undang Hukum Perdata Pasal 1754 yang berbunyi:
“pinjam meminjam adalah suatu perjanjian dengan mana
pihak yang satu memberikan kepada pihak yang lain suatu
jumlah barang-barang tertentu dan habis karena
pemakaian, dengan syarat bahwa yang belakangan ini akan
mengembalikan sejumlah yang sama dari macam keadaan
yang sama pula.
Lanjutan . . .

Berdasarkan definisi di atas, dapat diambil


kesimpulan bahwa piutang adalah memberikan
sesuatu kepada seseorang dengan pengembalian
yang sama. Sedangkan hutang adalah menerima
sesuatu (uang atau barang) dari seseorang dengan
perjanjian dia akan membayar atau
mengembalikan hutang tersebut dalam jumlah
yang sama. Selain itu akad dari hutang piutang
adalah akad yang bercorak ta’awun (pertolongan)
kepada pihak lain untuk memenuhi kebutuhannya.
Dasar hukum hutang - piutang

 AL-QUR’AN

Terdapat dalam firman Allah QS. Al-Hadid


ayat 11 :
“Siapakah yang mau meminjamkan kepada
Allah pinjaman yang baik, maka Allah akan
melipatgandakan (balasan) pinjaman itu
untuknya, dan dia akan memperoleh pahala
yang banyak.” (QS. Al-Hadid : 11)
 HADIST

“Dari Abu Rafi‟a ra. Bahwasannya Nabi saw


pernah meminjam seekor unta muda dari seseorang.
Ternyata beliau menerima seekor unta untuk zakat.
Kemudian Nabi saw menyuruh Abu Rafi‟i berkata,
“aku tidak menemukan kecuali yang baik dan
pilihan yang sudah berumur empat tahun.”maka
Rasulullah saw bersabda: “berikanlah kepadanya,
karena sebaik-baik manusia ialah yang paling baik
melunasi hutang.” (HR. Muslim no .880)
RUKUN HUTANG - PIUTANG
Syarkhul Islam Abi Zakaria al-Ansari
sebagaimana dikutip oleh Muhammad
Syafe’i Antonio dalam bukunya yang
berjudul Bank Syari’ah dari Teori ke
Praktek memberi penjelasan bahwa rukun
hutang piutang itu sama dengan jual beli,
yaitu:
a) Yang berhutang dan yang berpiutang;
b) Barang yang dihutangkan; dan
Lanjutan . . .

Ulama Hanafiyah berpendapat bahwa


rukun hutang piutang (‘ariyah) hanyalah
ijab dari yang meminjamkan barang,
sedangkan qabul bukan merupakan rukun
’ariyah. Menurut ulama Syafi’iyah, dalam
‘ariyah disyaratkan adanya lafazh sighat
akad yakni ucapan ijab dan qabul dari
peminjam dan yang meminjamkan barang
pada waktu transaksi sebab
memanfaatkan milik barang bergantung
Lanjutan . . .

 Secara umum, jumhur ulama fiqih


menyatakan bahwa rukun ‘ariyah ada
empat yaitu:
Mu’ir (Peminjam)
Syarat-syarat bagi mu’ir adalah:
1. Baligh;
2. Berakal;
3. Orang tersebut tidak dimahjur.
Lanjutan . . .

Musta’ir (Yang Meminjamkan)


Syarat-syarat bagi musta’ir
adalah:
1. Baligh;
2. Berakal;
3. Orang tersebut tidak dimahjur
Lanjutan . . .

Mu’ar (Barang Yang Dipinjamkan)


Syarat-syarat bagi benda yang
dihutangkan:
1. Materi yang dipinjam dapat
dimanfaatkan, maka tidak sah ‘ariyah
yang materinya tidak dapat digunakan;
2. Pemanfaatan itu diperbolehkan, maka
batal ‘ariyah yang pengambilan
manfaat materinya dibatalkan oleh
Lanjutan . . .

Sighat
Yakni sesuatu yang menunjukan kebolehan
untuk mengambil manfaat, baik dengan ucapan
maupun perbuatan).
Kalimat mengutangkan (lafazh), seperti orang
berkata “saya hutangkan benda ini kepada
kamu” dan yang menerima berkata “saya
mengaku berhutang kepada kamu (sebutkan
benda yang dipinjam)”.
SYARAT HUTANG - PIUTANG

Mu’ir berakal sehat;


Barang yang akan dipinjamkan halal,
milik sendiri, dan bukanlah barang
rusak;
Barang tersebut dapat dimanfaatkan
tanpa merusak zatnya;
Manfaat barang yang dipinjamkan itu
termasuk manfaat yang mubah
Hukum memberi kelebihan dalam membayar
hutang
 Memberikan kelebihan dalam membayar hutang ini bagian
dari sikap terpuji dalam melunasi utang. Kemudian dapat
menjadi motivasi “orang terbaik diantara kalian adalah
yang paling baik dalam melunasi utang.” Hanya saja, untuk
pelunasan utang dengan kelebihan, ada beberapa syarat
yang harus dipenuhi,
 Tidak dipersyaratkan di awal. Jika ada persyaratan di
awal, termasuk riba;
 Murni atas inisiatif dan keinginan orang yang berutang.
Jika kelebihan ini karena permintaan kreditor (pemberi
utang), termasuk riba. Karena keuntungan yang diperoleh
dari utang adalah riba
Lanjutan . . .

Tidak menjadi tradisi di masyarakat. Jika


memberi kelebihan saat pelunasan menjadi
tradisi di masyarakat, statusnya sama dengan
dipersyaratkan di depan. Sebagaimana
dinyatakan dalam kaidah “Apa yang telah
menjadi tradisi, maka dia seperti menjadi
syarat.” (al-Wajiz fi Qawaid Fiqh al-Kulliyah,
hlm. 306).
HUKUM MENUNDA MEMBAYAR HUTANG

 Ahli Fikih Muamalah, Oni Sahroni mengatakan


sebagai debitur, memiliki kewajiban untuk melunasi
utang. Jika tidak, maka dia telah berbuat zalim.
Misalnya memiliki hutang sebesar Rp 10 juta hari ini
meminjam dan berjanji bulan depan akan melunasi.
Pada saat jatuh tempo maka jika mampu harus dibayar,
namun jika tidak mampu tetapi memiliki aset dapat
menjual aset tersebut. Jika tidak melakukannya maka
dikategorikan berbuat kezaliman sesama saudara.
Lanjutan . . .

 Seperti hadist
Rasulullah Dari Abu
Hurairah, bahwa Rasulullah
bersabda: “Memperlambat pembayaran
utang yang dilakukan oleh orang kaya
merupakan perbuatan zalim. Jika salah
seorang kamu dialihkan kepada orang
yang mudah membayar utang, maka
hendaklah beralih (diterima pengalihan
tersebut)”.
(HR. Bukhari dalam Shahihnya IV/585
FAKTOR PENDORONG
MELAKUKAN HUTANG
Mereka punya kontrol diri kurang baik, sehingga mereka
harus mencari jalan cepat atau langsung untuk mendapat
keinginanan. Ini terjadi pada orang yang self-controlnya
lemah atau kurang terbentuk dengan baik.
Bagi sebagian orang, berutang bukan terjadi karena
keinginan, tetapi memang kebutuhan yang didasari oleh
kebutuhan mendesak. Misalnya, ketika sakit melanda
sementara dana cadangan tak cukup untuk berobat, atau
terjadi musibah yang membuat harta hilang atau sebagainya.
Ketika hal seperti itu terjadi, mau tak mau, utang pun harus
dilakukan; dalam kondisi seperti ini, utang justru memang
perlu dilakukan demi kehidupan.
Lanjutan . . .

 Dalam perjalanan sebuah bisnis, ada kalanya seorang pengusaha


membutuhkan tambahan modal untuk mengembangkan potensi
usahanya atau mengambil kesempatan bisnis yang muncul. Semakin
besar potensi bisnis yang dimiliki, semakin besar pula modal yang
harus dipersiapkan dan dikeluarkan. Tentu mendapatkan modal besar
tidaklah mudah, maka itu pinjaman modal adalah salah satu alternatif
utama yang bisa diambil.
Bagi yang baru saja membeli barang mahal, menjaga arus kas
merupakan sebuah tantangan terbesar dan masalah yang serius.
Apalagi jika barang yang dibeli memang benar-benar dibutuhkan
untuk kepentingan produktif. Kebutuhan itu membuat utang
menjadi pilihan yang masuk akal agar keuangan tidak berantakan.
DAMPAK NEGATIF HUTANG - PIUTANG
 Bahaya hutang yang pertama yaitu ketika orang yang
mempunyai hutang meninggal dunia maka jenazahnya tidak
akan disholati oleh tokoh-tokoh agama dan juga masyarakat.
Dalam HR Al-Bukhaari No.2289 menjelaskan bahwa
Rasulullah SAW tidak mau menshalati jenazah orang yang
mempunyai hutang kemudian belum membayarnya dan tidak
mempunyai harta peninggalan sepeserpun.
 Dosa-dosa selama hidup tidak dapat diampuni keculi hingga
orang tersebut menyelesaikan semua persoalan hutang
piutangnya. Dalam HR Muslim No.4880/1885 seseorang
bertanya kepada Rasulullah SAW bagaimana ketika ada
seseorang terbunuh di jalan Allah (mati syahid) apakah
dosanya akan terampuni, lalu Rasulullah SAW menjawab
dosanya akan terampuni apabila sabar kemudian maju dan
Lanjutan . . .

 Menurut Tsauban, Rasulullah SAW bersabda:”Barang siapa


yang meninggal dunia dalam keadaan terbebas dari tiga hal
yaitu sombong, ghuluul dan terbebas dari hutang niscaya dia
akan masuk surga.” (HR At-Tirmidzi no. 1572, Ibnu Majah no.
2412 dan yang lainnya). Sudah sangat jelas bahwa melakukan
transaksi hutang piutang sangatlah berbahaya oleh karena itu
janganlah membiasakan diri untuk melakukan hutang piutang.
 Beberapa orang yang mempunyai hutang cenderung tidak dapat
menepati janjinya untuk membayar hutang sehingga muncullah
sifat berbohong dan ingkar janji. Munculnya sifat berbohong
dan ingkar janji akan sangat membahayakan akhlaq.
Lanjutan . . .

Bahaya hutang dalam islam yang kelima yaitu


akan mendekatkan diri menuju kekufuran.
Menurut riwayat Nasa’i dan Hakim Rasulullah
SAW menyamakan perihal hutang piutang
dengan kekufuran, Naudzubillah min dalik.
Stres dapat terjadi ketika seseorang mengalami
tekanan yang berat dalam hidupnya, dalam
persoalan hutang piutang biasanya stres terjadi
ketika dirinya tidak dapat membayar hutang.
Bahkan ketika akan jatuh tempo setiap malam
susah untuk tidur memikirkan bagaimana cara
Lanjutan . . .
Orang yang mempunyai hutang pada saat belum
mempunyai uang untuk membayarnya kemungkinan untuk
berbohong akan sangat besar sehingga ketika orang
tersebut berbohong maka dapat dikatakan orang yang
munafik.
Bahaya hutang dalam islam yang terakhir yaitu urusannya
akan menggantung. Nabi Muhammad SAW bersabda ”
Jiwa seorang mukmin akan bergantung dengan hutang
yang ia miliki hingga ia melunasi semua hutangnya” (HR.
Tirmidzi). Oleh karena itu agar semua urusan dalam
kehidupan tidak menggantung hendaklah menyelesaikan
semua persoalan hutang piutang yang dimiliki.
Pemindahan hutang (hiwalah)
Al-Hawalahadalah pengalihan utang dari orang yang
berhutang kepada orang lain yang wajib
menanggungnya.
Secara sederhana, hal ini dapat di jelaskan bahwa A
(muhal) memberikan pinjaman kepada B (muhil),
sedangkan B masih mempunyai piutang kepada C
(muhal ‘alaih). Begitu B tidak mampu membayar
utangnya pada A. Ia lalu mengalihkan beban utang
tersebut pada C. Dengan demikian, C yang harus
membayar utang B kepada A, sedangkan utang C
sebelumnya pada B dianggap selesai.
Lanjutan . . .

Syarat yang harus terpenuhi untuk terjadinya sebuah


pemindahan hutang dari pihak penghutang kepada
pihak ketiga adalah sebagai berikut:
 Kerelaan dari Muhil, yakni orang yang
memindahkan hutangnya kepada orang lain telah
setuju untuk melunasi hutangnya. Karena kerelaan
dari seorang muhil merupakan syarat terjadinya
kontrak hawalah;
 Adanya persetujuan dari pemberi hutang
atau Muhtal yang haknya dialihkan kepada orang
lain;
Lanjutan . . .
 Keberadaan hutang (yang
dilimpahkan) tetap di dalam jaminan
atau dijamin pelunasannya;
 Adanya kesepakatan di antara orang
yang menanggung hutang (Muhal
alaih) dengan orang yang
mengalihkan hutang (Muhil).
TERIMA
KASIH

Anda mungkin juga menyukai