Anda di halaman 1dari 8

HUKUM MEMBAYAR HUTANG PIUTANG DALAM PERSPEKTIF EKONOMI

ISLAM

Rufita laily suryanti


224105010025

Perbankan Syariah, Fakultas Ekonomi Dan Bisnis Islam, Universitas Islam Negeri
KH Achmad Siddiq Jember

Abtract

The practice of debt transactions as one aspect of fulfilling one's life through social
interaction. A transaction full of privileges and goodness promised by the doer (creditor) of
Allah. The practice of debt as we know it, aside from having a positive side through the
principle of helping each other, is often the starting point for disputes and hostility among
humans. This will be evident when, in practice, humans ignore some of the basic principles
that form the framework for legalizing the practice of helping each other; namely honesty.

Keywords : Payment Law, Accounts Payable, Islamic Economics.

Intisari

Praktik transaksi utang piutang sebagai salah satu aspek dari memenuhi kehidupan seseorang
melalui interaksi sosial. Sebuah transaksi yang penuh dengan keistimewaan dan kebaikan
yang dijanjikan Allah pelaku (kreditur). Praktek hutang yang kita kenal, di samping memiliki
sisi positif melalui prinsip tolong bantu, tapi seringkali itu juga menjadi titik awal
perselisihan dan permusuhan di antara mereka manusia. Ini akan menjadi bukti ketika dalam
prakteknya, manusia mengabaikan beberapa prinsip dasar yang membentuk kerangka kerja
untuk melegalkan praktik tolong-menolong; yaitu kejujuran.
Kata kunci : Hukum Bayar, Hutang Piutang, Ekonomi Islam.

A. Pendahuluan
Kecenderungan terhadap hubungan sosial merupakan bukti bahwa manusia adalah

makhluk yang lemah, tidak mampu bertahan hidup tanpa bantuan dan peran orang lain dalam

hidupnya. Ini tentu saja berlaku untuk semua yang termasuk dalam pemeliharaan. Allah SWT

menciptakan banyak peluang. Dalam mengamankan penghidupan para pembantu di antara

1
mereka, terdapat praktik hukum hutang sebagai bagian dari pemenuhan kebutuhan hidup

melalui interaksi sosial. Tindakan keistimewaan dan sikap yang dijanjikan Tuhan adalah

untuk kreditur (debitur).

Hutang piutang merupakan salah satu bentuk pengembangan berbagai kegiatan ekonomi

yang cocok bagi masyarakat. Sebagai kegiatan ekonomi kolektif, hutang dapat

mempengaruhi semua bidang kehidupan masyarakat kuno dan modern. dan dari sudut

pandang ini, hutang dan kredit yang ada yang diketahui orang di bumi, ketika mereka

mengikat satu orang ke orang lain, memiliki aspek sosial yang sangat tinggi.

Menurut pemahaman Islam, hutang adalah akad (transaksi keuangan) yang mengandung

nilai ta'awun (pertolongan). Jadi bisa disebut bakti sosial, tapi juga memiliki nilai tersendiri

dari sudut pandang Islam. Hutang dan penerima manfaat juga memiliki nilai yang sangat

besar, terutama bantuan timbal balik kepada orang yang tidak mampu atau miskin secara

finansial: keinginannya begitu baik sehingga tujuan pembayaran hutang menjadi keharusan,

terlepas dari perusahaan mana yang komersial dan nirlaba.

Terlebih dari itu, hutang piutang adalah suatu transaksi yang harus diselesaikan. Dalam

artian orang yang melakukan hutang piutang (berhutang) harus membayarkan kepada orang

yang memberi hutang. Di dalam Islam pun hutang harus dibayarkan meski yang

bersangkutan telah meninggal dunia, dan hutang dapat di bayar melalui ahli warisnya, ini

menunjukkan bahwa begitu dahsyat esensi dari hutang piutang dalam agama Islam.

Berdasarkan uraian di atas, dalam jurnal singkat ini penulis ingin memaparkan sederhana

mengenai “hukum membayar hutang piutang dalam perspektif ekonomi islam”.

B. Metode Penelitian

Pada penelitian ini, penulis menggunakan metode tinjauan literatur yang merupakan

metode pengumpulan data dengan cara meneliti buku-buku, dokumen, Al-Qur’an, jurnal,

2
artikel yang berhubungan dengan masalah yang peneliti angkat, lalu data tersebut peneliti

olah menjadi sebuah penelitian.

C. Hasil dan Pembahasan

1. Pengertian Hutang Piutang

Hutang disebut Al-Qardh dalam bahasa Arab, Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy

menjelaskan bahwa Qardh adalah akad antara salah satu dari dua orang yang bersepakat

untuk mengambil apa yang dimilikinya dari orang lain dan habis seperti minyak. dengan

mobil untuk dikembalikan nanti. Dalam KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia), penerima

diartikan sebagai uang yang dipinjam dan dipinjamkan kepada orang lain.

Secara etimologi, Al-Qard berarti Al-Qath'u, yang berarti (potongan). Dengan demikian,

Al-Qardh dapat diartikan sebagai harta yang diberikan kepada debitur karena harta yang

diberikan merupakan bagian dari harta debitur (orang yang memberikan hutang). (Agustinar

& Rini, 2017)

Abu Al-Kasim mengatakan bahwa “dayn” artinya utang atau berutang dan “qardh”

adalah apa yang dibayarkan kepada orang lain dari harta dengan syarat dikembalikan.

Sedangkan menurut Al-Mu'jam Al-Wasid, kata “dayn” adalah hutang yang ditangguhkan.

Dan "qardh" berarti bahwa Anda memberikan harta kepada orang lain dan mengharapkan

imbalan. (Abdul Aziz & Ramdansyah, 2016)

Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa qardh diartikan sebagai perjanjian atau

transaksi antara dua pihak. Dalam hal ini, qardh adalah perbuatan memberi kepada pihak lain

sesuatu yang harus dikembalikan kemudian, bukan sesuatu yang menjadi milik yang

diberikan.

3
2. Dasar Hukum Membayar Hutang

Hukum berhutang pada umumnya diperbolehkan menurut hukum Islam. Bahkan orang

yang memberikan hutang atau pinjaman kepada orang lain yang sangat membutuhkan adalah

hal yang dihargai dan didorong karena memiliki imbalan. Pada saat yang sama, hukum

membayar hutang dalam Islam adalah wajib, dan pembayarannya tidak dapat ditunda jika

tunjangan sudah jatuh tempo. Karena orang yang memiliki hutang, tetapi tidak berniat

membayarnya, menerima dosa.

Seperti yang dijelaskan dalam hadits Nabi Muhammad SAW:

‫ َم ْن َأَخ َذ َأْم َو اَل الَّناِس ُيِرْيُد ِاْتاَل َفَهاَأْتَلَفُه ُهَّللا‬: ‫َو َقاَل َص َّلى ُهَّللا َع َلْيِه َو َس َّلَم‬.

“Yang artinya: Rasulullah SAW bersabda: Barangsiapa mengambil harta orang dengan

tujuan ingin merusak (tidak mau membayar), niscaya Allah akan merusaknya.” (HR.

Bukhari).

Hadist ini menjelaskan bahwa, membayar hutang adalah hukumnya wajib. Bahkan

hukum membayar hutang wajib meskipun yang berhutang telah meninggal dunia, dan

akan menjadi tidak wajib apabila yang bersangkutan telah mengikhlaskan hutangnya

terhadap orang yang sudah meninggat tersebut. Dan tidak boleh seorang muslim

melarikan diri dengan maksud tidak membayaar hutangnya, perbuatan demikian sama

artinya dengan memakan hak orang lain.

Ini diperkuat dengan firman Allah SWT dalam Alquran:

‫َو اَل َتْأُك ُلوا َأْم َو اَلُك م َبْيَنُك م ِباْلَباِط ِل َو ُتْد ُلوا ِبَها ِإَلى اْلُح َّك اِم ِلَتْأُك ُلوا َفِر‌يًقا ِّم ْن َأْم َو اِل الَّناِس ِباِإْل ْثِم َو َأنُتْم َتْع َلُم وَن‬

“yang artinya: Dan janganlah sebagian kamu memakan harta sebagian yang lain di

antara kamu dengan jalan yang bathil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta

itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta benda

4
orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui”. (Alquran surat

Al Baqarah ayat 188).

3. Rukun Dan Syarat Berhutang

a. Rukun hutang

1). ‘Aqid

Dalam aqid baik pemberi pinjaman maupun peminjam harus orang yang berwenang

membuat tasarfur atau memiliki ahliyatul ada'. Oleh karena itu, qardh tidak sah jika

dilakukan oleh anak di bawah umur atau orang gila.

2). Ma’qul ‘alaih

Rukun utang adalah sebagai berikut: Harta berupa harta yang dimiliki olehnya,

artinya harta yang sama jenisnya tidak jauh berbeda satu sama lain, sehingga

menimbulkan perbedaan nilai, seperti B. Uang, barang yang dapat ditukar, ditimbang,

barang yang dapat diinvestasikan dan, jika dihitung, utang harus dalam bentuk barang,

tidak ada hutang hukum manfaat (jasa), hutang adalah properti yang dikenal, yaitu.

diketahui jumlah dan jenisnya.

3). Shighat (ijab qabul)

Akad dalam hutang adalah akad kepemilikan. Oleh karena itu, akad ini hanya dapat

dilakukan oleh orang yang cakap secara hukum dan hanya dengan ijab dan qabul, seperti

akad jual beli dan hibah.

b. Syarat hutang

H.Moh.Anwar memaparkan bahwa syaraat dari hutang piutang adalah sebagai berikut:

a. Hukum berutang dengan ijab dan qabul

b. Debitur menjadi milik debitur

c. Debitur harus mengembalikan klaim dalam waktu yang telah ditentukan dengan

barang atau harga yang serupa.

5
d. Debitur pinjaman berhak menegurnya jika dianggap penting.

e. Yang untung wajib memberi waktu jika tidak bisa membayar hutang

f. Disunnahkan bagi orang yang terlilit hutang untuk melepaskan sebagian atau seluruh

hutangnya yang tidak dapat ditagih. (Ratnasari, 2019)

4. Hutang Dalam Perspektif Ekonomi Islam

Ekonomi Islam mempelajari aktivitas atau perilaku manusia secara nyata dan empiris

baik produksi, distribusi maupun konsumsi berdasarkan hukum Islam yang bersumber

dari Al-Qur'an dan Hadits dengan tujuan mencapai kebahagiaan di dunia dan di akhirat.

Prinsip-prinsip ekonomi Islam adalah:

a. Sumber daya dipandang sebagai perintah dari Tuhan kepada manusia, sehingga

penggunaannya di akhirat harus diperhatikan. Akibatnya, masyarakat harus

memanfaatkannya untuk kegiatan yang bermanfaat bagi diri sendiri dan orang

lain.

b. Hak milik pribadi diakui dalam batas-batas tertentu dalam kaitannya dengan

kepentingan masyarakat. Dan tidak mengakui keuntungan ilegal.

c. Bekerja adalah pendorong utama kegiatan ekonomi Islam dan Islam mendorong

manusia untuk bekerja dan berjuang dengan berbagai cara untuk memperoleh

materi/harta selama mereka mematuhi aturan yang ditetapkan. Allah SWT

menjamin hal ini bahwa Allah telah menetapkan rezeki dari setiap makhluk yang

diciptakan-Nya.

d. Kekayaan ini tidak hanya menjadi milik segelintir orang kaya, tetapi harus

berfungsi sebagai kapital produktif yang menaikkan tingkat produk nasional dan

meningkatkan kekayaan rakyat.

6
e. Islam menjamin milik bersama dan penggunaannya adalah untuk kebaikan rakyat.

Prinsip ini didasarkan pada Sunnah Nabi, yang menurutnya manusia memiliki hak

yang sama atas air, padang rumput, dan api.

f. Seorang Muslim harus berserah diri kepada Allah dan Hari Akhir. Karena kondisi

ini menjauhkan seorang muslim dari hal-hal yang berkaitan dengan maisir, gharar

dan usaha yang sia-sia, melewati batas dll.

g. Islam melarang riba dalam segala bentuknya. (Marina Zulfa & Kasniah, 2022)

D. Kesimpulan

Berdasarkan penelitian dan pembahasan tentang hukum pembayaran hutang di

atas dari sudut pandang ekonomi Islam bahwa hukum pembayaran hutang adalah

boleh sedangkan hukum pembayaran hutang adalah wajib. Hutang Dagang

merupakan salah satu bentuk pengembangan berbagai kegiatan ekonomi yang cocok

bagi masyarakat. Sebagai kegiatan ekonomi kolektif, hutang dapat mempengaruhi

semua bidang kehidupan masyarakat kuno dan modern.

Tinjauan hukum ekonomi Islam tentang hutang dan praktik kredit diperbolehkan

karena termasuk dalam sistem utang dalam Perjanjian Tabarru, yang diartikan sebagai

perjanjian saling mendukung yang bertujuan untuk mengurangi beban orang lain,

tetapi dalam ekonomi Islam itu adalah itu. seseorang yang berhutang tidak boleh

dimanfaatkan, karena ketika seseorang mengambil keuntungan darinya, itu adalah

riba.

7
E. Daftar Pustaka

Abdul Aziz & Ramdansyah. (2016). Esensi Utang Dalam Konsep Ekonomi Islam. 1,

4, 125–135.

Agustinar, & Rini, N. (2017). Tinjauan Hukum Islam Terhadap Pembayaran Hutang

Piutang Dengan Penambahan Dari Hasil Panen Padi. Al Muamalat Jurnal

Hukum Ekonomi Syariah, 2(2), 35–51.

Marina Zulfa, & Kasniah. (2022). Sistem Hutang Piutang Dibayar Hasil Tani Di

Tinjau Dari Perspektif Ekonomi Islam. Syarikat: Jurnal Rumpun Ekonomi

Syariah, 5(1), 87–97. https://doi.org/10.25299/syarikat.2022.vol5(1).9896

Ratnasari, E. (2019). Praktik Hutang Piutang Perspektif Ekonomi Islam (Studi Kasus

Desa Girikelopo Mulyo). In Progress in Retinal and Eye Research (Vol. 561,

Issue 3).

Anda mungkin juga menyukai