Anda di halaman 1dari 15

HUTANG

PIUTANG (AL-
QARDH)”

MTsN 4 GK | PPL Staiyo 2021


Pengertian Al-Qardh

 Pengertian Hutang Piutang Hutang piutang atau qard mempunyai istilah

lain yang disebut dengan “dain” (‫ دين‬.( Istilah “dain” (‫( دين‬ini juga sangat

terkait dengan istilah “qard” (‫( قرض‬yang menurut bahasa artinya

memutus. Menurut terminologi Fikih, bahwa akad hutang piutang adalah

memberikan sesuatu kepada seseorang dengan perjanjian bahwa dia akan

mengembalikan sesuatu yang diterimanya dalam jumlah yang sama dan

dalam jangka waktu yang disepakati


Landasan Hukum
Al-Qardh
Hukum Al-Qardh
 Hukum Hutang Piutang Hukum asal dari hutang piutang adalah mubah (boleh),
namun hukum tersebut bisa berubah sesuai situasi dan kondisi, yaitu:

a. Hukum orang yang berhutang adalah mubah (boleh) sedangkan orang yang
memberikan hutang hukumnya sunnah sebab ia termasuk orang yang menolong
sesamanya.

b. Hukum orang yang berhutang menjadi wajib dan hukum orang yang
menghutangi juga wajib, jika peminjam itu benar-benar dalam keadaan
terdesak, misalnya hutang beras bagi orang yang kelaparan

c. Hukum memberi hutang bisa menjadi haram, Misalnya memberi hutang


untuk membeli minuman keras,
Rukun dan Syarat Al-Qardh
Rukun Hutang piutang (qard) ada tiga yaitu:
1. Dua orang yang berakad (pemberi hutang dan orang yang berhutang),
 Syarat pemberi hutang antara lain merdeka, baligh, berakal sehat, dan
mumayyiz
 Syarat orang yang berhutang yakni merdeka, baligh dan berakal sehat.
2. Harta yang dihutangkan
 Harta yang dihutangkan berupa harta yang ada padanannya, seperti uang,
barang-barang yang ditakar, ditimbang atau dihitung.
 Harta yang dihutangkan diketahui kadar dan sifatnya.
3. Sighat ijab kabul Ucapan antara dua pihak yang memberi hutang dan orang yang
berhutang. Ucapan ijab misalnya “Saya menghutangimu atau memberimu hutang”
dan ucapan kabul misalnya “Saya menerima” atau “ saya ridha “ dan
sebagainya.
Ketentuan Hutang Piutang
 Hutang piutang sangat dianjurkan untuk ditulis

 Pemberi hutang tidak boleh mengambil keuntungan atau manfaat dari orang
yang berhutang.

 Melunasi hutang dengan cara yang baik dan tidak menyakitkan.

 Berhutang dengan niat baik dan akan melunasinya

 Tidak berhutang kecuali dalam keadaan darurat atau mendesak

 Jika terjadi keterlambatan karena kesulitan keuangan, hendaklah orang


yang berhutang memberitahukan kepada orang yang memberikan hutang

 Segera melunasi hutang

 Memberikan tenggang waktu kepada orang yang sedang kesulitan dalam


melunasi hutangnya setelah jatuh tempo.
Hikmah Hutang Piutang
a. Bagi orang yang berpiutang, antara lain:
 Menambah rasa syukur kepada Allah Swt. atas karunia-Nya berupa
kelapangan rezeki.
 Memupuk sikap peduli dan empati terhadap orang yang membutuhkan.
 Menumbuhkan rasa solidaritas terhadap sesama manusia.
 Mempererat tali silaturahim dan persaudaraan.
 Menambah pahala karena sebagai ladang untuk ibadah.

b. Bagi yang berhutang, antara lain:


 Menguji kesabaran dan keimanan. Kesulitan hidup menjadi berkurang.
 Beban hidup menjadi lebih ringan.
 Dapat membantu terpenuhi kebutuhan hidupnya.
 Bisa membuka lapangan usaha dengan modal uang hasil berhutang
Gadai
.

Secara etimologis berarti Subut (tetap) dan Dawam (terus menerus). Adapun
definisi Rahn secara terminologi adalah menjaga harta benda sebagai jaminan
hutang agar hutang itu dilunasi (dikembalikan) atau dibayarkan harganya jika
tidak dapat mengembalikannya atau jika dia ber.halangan untuk melunasinya.

Dasar Hukum Gadai :


Rukun gadai ada empat, yaitu:

1. Dua orang yang melakukan akad gadai (al-aqidan).

2. Barang yang digadaikan/diagunkan (al-marhun).

3. Hutang (al-marhun bih).


4. Shighat ijab dan Kabul.

Syarat-syarat gadai

1) Syarat dua pihak yang berakad, yaitu baligh, berakal dan rusyd

1. Syarat barang gadai itu berupa barang berharga yang dapat menutupi hutangnya,

2. Barang gadai tersebut adalah milik orang yang menggadaikan atau yang diziinkan baginya untuk
menjadikannya sebagai jaminan gadai.

3. Barang gadai tersebut harus diketahui ukuran, jenis dan sifatnya

4. Syarat berhubungan dengan hutang (al-marhun bih) adalah hutang yang wajib atau yang akhirnya
menjadi wajib.
Ketentuan Umum dalam Gadai

 Barang yang dapat digadaikan adalah barang yang memiliki nilai


ekonomi, agar dapat menjadi jaminan bagi pemilik uang.

 Barang gadai bukanlah sesuatu yang harus ada dalam hutang


piutang, itu hanya diadakan dengan kesepakatan kedua belah
pihak.

 Barang gadai tersebut berada di tangan pemberi hutang selama


masa perjanjian gadai
Hikmah Gadai

 Hikmah disyariatkan gadai disamping dapat memberikan manfaat atas


barang yang digadaikan juga dapat memberikan keamanan bagi rahin
(orang yang menggadaikan) dan murtahin (penerima gadai), bahwa
dananya tidak akan hilang. Karena jika rahin (penggadai) ingkar janji
dalam pembayaran hutang, maka masih ada barang/aset yang
dipegang oleh murtahin. Dari sisi rahin juga dapat memanfaatkan dana
dari hutangnya untuk usaha secara maksimal sehingga membantu roda
perekonomian menuju kesejahteraan yang lebih baik.
Pengertian Hiwalah
 Hiwalah secara bahasa artinya pindah. Menurut syara’ adalah
memindahkan hak dari tanggungan muhil (orang yang berhutang) kepada
muhal alaih (yang menerima hiwalah). Hiwalah juga bisa diartikan
pemindahan atau pengalihan hak untuk menuntut pembayaran hutang
dari satu pihak ke pihak yang lain.

 Dasar hukum Hiwalah


Syarat & Rukun Hiwalah
1. Muhil (pihak pertama)
 Baligh dan berakal
 Ridha (tidak dipaksa). Jika muhil dipaksa untuk melakukan hiwalah maka tidak sah
2. Muhal (pihak kedua)
 Baligh dan berakal.
 Ada persetujuan dari muhal terhadap muhil yang melakukan hiwalah.
3. Muhal alaih (Pihak ketiga)
 Baligh dan berakal.
 ada persetujuan (ridha) dari muhal alaih.
4. Hutang yang dialihkan
 Sesuatu yang dialihkan itu adalah sesutu yang sudah dalam bentuk hutang piutang yang pasti.
2)
 Hutang muhil kepada muhal maupun muhal alaih sama dalam jumlah dan kualitasnya (hiwalah
al-Muqayyadah). Mazhab Syafi’i juga menambahkan bahwa kedua hutang itu harus sama pada
waktu jatuh temponya, jika tidak sama maka tidak sah akad hiwalah.
Jenis & Masa Berakhirnya
Ditinjau dari segi objek akad, hiwalah dibagi menjadi dua jenis yaitu:

1) Hiwalah al-Haq yaitu apabila yang dipindahkan itu hak menuntut hutang
(pemindahan hak).

2) Hiwalah ad-Dain, yaitu apabila yang dipindahkan itu kewajiban untuk


membayar hutang (pemindahan hutang/kewajiban).

Masa Berakhirnya Hiwalah Akad hiwalah dianggap berakhir jika:

a. Salah satu pihak membatalkan akad

b. Muhal melunasi hutang yang dialihkan kepada muhal alaih.

c. Jika muhal meninggal dunia, maka muhal alaih wajib membayarkan hutangnya.

d. Muhal membebaskan muhal alaih dari kewajiban hutang yang dialihkan


Terimakasih...

Anda mungkin juga menyukai