AD-DAIN, AR-RAHN,
HIWALAH dan IJARAH
( 19102020 )
Macam-macam Wadi’ah
1. Wadi’ah yad al amanah
yaitu titipan barang/harta yang dititipkan oleh pihak pertama (penitip) kepada pihak
lain (bank) untuk memelihara (disimpan) barang/uang tanpa mengelola barang/harta
tersebut
2. Wadi’ah yad al Dhammanah
Merupakan titipan barang /harta yang dititipkan oleh pihak pertama kepada pihak lain
untuk memelihara harta /barang tersebut dan pihak lain dapat memanfaatkan dengan
seizin pemiliknya dan menjamin untuk mengembalikan titipan itu secara utuh setiap
saat saat pemilik menghendakinya
Jenis Barang Titipan (wadi’ah)
Barang yang dititipkan adalah barang yang termasuk kategori :
a. Harta benda
b. Uang
c. Dokumen penting ( saham, surat perjanjian, sertifikat dan lain-lain))
d. Barang berharga ( surat wasiat, surat tanah dan lain-lain )
Mengganti Wadi’ah
Wadi’ah adalah amanat bagi orang yang dititipi, maka ia wajib menjaganya
seperti penjagaan pada umumnya dan seperti menjaga barangnya sendiri.
Orang yang dititipi (Mustaudi’)wajib mengembalikan barang titipan jika sang
pemilik/penitip memintanya. Ia juga tidak wajib mengganti barang titipan
jika ada kerusakan, kecuali karena perilaku gegabah dari mustaudi’.
Gegabah yang dilakukan mustaudi’ mengharuskan ia menggantinya jika
barang titipan itu rusak, karena hal ini berarti mustaudi’ merusak harta
orang lain
Pinjam- meminjam
( Ariyah).
Pinjam- meminjam ( Ariyah).
Pengertian Ariyah
Ariyah menurut bahasa artinya pinjaman
Ariyah menurut istilah, adalah akad berupa pemberian manfaat suatu benda
halal dari seseorang kepada orang lain tanpa ada imbalan dengan tidak
mengurangi atau merusak benda itu dan dikembalikan setelah diambil
manfaatnya
Hukum Ariyah (Pinjam Meminjam)
a. Mubah, artinya boleh, ini merupakan hukum asal dari pinjam meminjam.
b. Sunnah, artinya pinjam meminjam yang dilakukan merupakan suatu
kebutuhan akan hajatnya, lantaran dirinya tidak punya
c. Wajib, artinya pinjam meminjam yang merupakan kebutuhan yang sangat
mendesak dan kalau tidak meminjam akan menemukan suatu kerugian
d. Haram, artinya pinjam meminjam yang dipergunakan untuk kemaksiatan atau
untuk berbuat jahat, misalnya seseorang meminjam pisau untuk membunuh
Rukun Ariyah (Pinjam Meminjam)
Macam-macam Ariyah
a) Ariyah Mutlak
Yaitu pinjam meminjam barang yang dalam akadnya tidak dijelaskan persyaratan apapun atau
tidak dijelaskan penggunaannya. seperti apakah pemanfaatannya hanya untuk peminjam saja
atau dibolehkan orang lain.
b) Ariyah Muqayyad
Ariyah muqayyad adalah meminjamkan suatu barang yang dibatasi dari segi waktu dan
pemanfaatannya., baik disyaratkan pada keduanya maupun salah satunya.
Syarat pimjam meminjami
a. Syarat bagi Mu’iir “orang yang meminjamkan”
- Berhak berbuat kebaikan tanpa ada yang menghalangi.
- Barang yang dipinjamkan itu milik sendiri atau menjadi tanggung jawab orang yang
meminjamkannya.
b. Syarat bagi Musta’iir “orang yang meminjam”
- Mampu berbuat kebaikan., orang gila atau anak kecil tidak sah meminjam.
- Mampu menjaga barang yang dipinjamnya dengan baik agar tidak rusak.
- Hanya mengambil manfaat dari barang yang dipinjam.
c. Syarat bagi Musta’aar “barang yang akan dipinjamkan”
- Barang yang akan dipinjam benar-benar miliknya,
- Ada manfaatnya
- Barang itu kekal (tidak habis setelah diambil manfaatnya).
d. Syarat Batas waktu untuk mengembalikan.
Ada pendapat bahwa waktu tidak menjadi syarat perjanjian dalam pinjam meminjam,
sebab pada hakekatnya pinjam meminjam adalah tanggung jawab bersama dan saling
percaya, sehingga apabila terjadi suatu kerusakan atau keadaan yang harus mengeluarkan
biaya menjadi tanggung jawab peminjam. Berdasarkan Hadits Nabi Saw.
Artinya : “Pinjaman itu wajib dikembalikan dan orang-orang yang
menanggung sesuatu harus membayar.” (HR. Abu Daud dan Turmudzi)
e. Sighat ( lafadz ijab dan qabul) yaitu bahasa interaksi atau ucapan rela dan suka atas
pemanfaatan barang yang dipinjam.
Hak dan Kewajiban Pemberi Pinjaman dan Peminjam
a. Hak dan Kewajiban Pemberi Pinjaman ( Mu;ir)
1) Menyerahkan atau memberikan benda yang dipinjam dengan ikhlas dan suka rela
2) Barang yang dipinjam harus barang yang bersifat tetap dan memberikan manfaat yang halal
3) Tidak didasarkan atas riba
b. Hak dan Kewajiban Peminjam ( Musta’ir)
1) Harus memelihara benda pinjaman dengan rasa tanggung jawab
2) Dapat mengembalikan barang pinjaman tepat waktu
3) Biaya ditanggung peminjam, jika harus mengeluarkan biaya
4) Selama barang itu ada pada peminjam, tanggung jawab berada padanya.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pinjam meminjam
1) Pinjam meminjam harus dimanfaatkan untuk hal-hal yang baik dan tidak melanggar norma
agama. Pinjam meminjam barang untuk perbuatan maksiat hukumnya haram
2) Orang yang meminjam barang hanya boleh menggunakan barang itu sebatas yang diizinkan oleh
pemilik barang atau kurang dari batasan yang ditentukan oleh pemilik barang. Misalnya, seseorang
meminjamkan tanah dengan akad hanya diperkenankan untuk ditanami padi, maka tidak boleh
ditanami tebu.
3) Merawat barang dengan baik.
4) Jika dalam proses mengembalikan barang itu memerlukan biaya maka yang menanggung
adalah pihak peminjam.
5) Akad pinjam-meminjam boleh diputus dengan catatan tidak merugikan kedua belah pihak.
6) Akad pinjam-meminjam putus jika salah seorang dari kedua belah pihak meninggal dunia, atau gila
7) Jika terjadi perselisihan maka pengakuan yang diterima adalah pengakuannya pemberi pinjaman
dengan catatan disertai sumpah.
8) Setelah si peminjam telah mengetahui bahwa yang meminjamkan sudah memutuskan/ membatalkan
akad, maka dia tidak boleh memakai barang yang dipinjam itu.
HUTANG PIUTANG
(AD-DAIN)
Dasar Hukum
a. Al Qur’an Dalam surat al baqarah ayat 282
b. Hadits
. Rukun Hiwalah
Menurut madzhab Hanafi rukun hiwalah hanya ijab
(pernyataan yang me;lakukanHiwalah)dari Muhil (pihak
pertama) dan qabul (pernyataan menerima hiwalah dari
Muhal (pihak krdua)kepada muhal alaih (pihak ketiga).
Menurut madzhab Maliki, Syafi’i dan Hambali rukun
hiwalah ada 6
1. Muhil (orang yang mengalihkan/pihak pertama)
2. Muhal ( orang yang dihiwalahkan /orang yang
berhutang kepada Muhil)/ pihak kedua
3. Muahal alaih (orang yang meberima hiwalah)
4. Ada piutamg Muhal kepada Muhil
5. Ada piutamg Muhal alaih kepada Muhil
6.Sighat Hiwalah (ijab dari Muhil dan Kabul dari Muhal)
Jenis Hiwalah
Ditinjau dari segi Objek akad,Hiwalah dibagi menjadi 2 Jenis;
a. hiwalah al Haq yaitu apabila yang dipindahkan itu hak
menuntut hutang(pemindahan Hak)
b. Hiwalah al-Dain, yaitu apabila yang dipindahkan itu
kewajiban untuk membayar hutang (Pemindahan
hutang/kewajiban)
Ditinjau dari segi Akad, Hiwalah dibagi menjadi dua jenis;
a. Hiwalah al Muqayyadah yaitu pemindahan sebagai ganti
pembayaran hutang Muhil (pihak pertama) kepada Muhal
(pihak kedua)./ Pemindahan bersyarat.
b. Hiwalah al Muthlaqah yaitu pemindahan hutang yang
tidak ditegaskan sebagai ganti rugi terhadap
pembayarahutang Muhil (pihak pertama) kepada muhal
( Pihak kedua). Pemindahan Muthak)
Syarat Hiwalah
1. Muhil (Pihak pertama)
a. baligh dan berakal
b. Ridha (tidak dipaksa). Jika muhil dipaksa untuk melakukan hiwalah maka
tidak sah
2.Muhal (pihak kedua)
a. baligh dan berakal
b. ada persetujuan (Ridha) dari muhal terhadap muhil yang melakukan
hiwalah
3. Muhal Alaih ( Pihak ketiga)
a. Baligh dan berakal
b. Ada persetujuan (Ridha) dari muhal alaih
4. Hutang yang dialihkan
a. Sesuatu yang dialihkan itu adalah sesutu yang sudah dalam bentuk
hutang piutang yang pasti
b.Hutang muhil kepada muhal maupun muhal alaih sama dalam jumlah dan
kualitasnya ( Hiwalah al Muqayyadah).Madzhab syafi’i juga
menambahkan bahwa kedua hutang itu harus sama pada waktu jatuh
temponya, jika tidak sama maka tidak sah akad hiwalah
Konsekuensi Hiwalah
a. Kewajiban muhil kepada muhal untuk membayar hutang dengan sendirinya
menjadi terlepas (bebas).
b. Adanya hak muhal untuk menuntut pembayaran hutang kepada muhal alaih
Hikmah Hiwalah
1 ) Jaminan atas harta ketika orang yang memberi hutang kepada orang lain .
2) Membantu kebutuhan orang lain, dimana Muhil (orang yang berhutang)
akan terbantu oleh pihak ketiga (Muhal alaih). Kemudian Muhal (orang yang
menghutangi terbantu oleh pihak ketiga yang menaggung pelunasan hutang
tersebut.
IJARAH
Pengertian Ijarah
“Transaksi terhadap suatu manfaat yang dituju, tertentu,
bersifat mubah dan boleh dimanfaatkan dengan imbalan tertentu.”
Dasar Hukum Ijarah
Dasar al Qur’an sebagaimana dalam QS.Ath Thalaq ayat 6 dan Hadits
Rukun Ijarah
a) Sighat yaitu Ijab Qabul
b) Mu’jir (orang yang menyewakan )
c) Musta’jir (orang yang menyewakan)
d) Upah
e) Ma’qud alaih (manfaat yang disewakan ) yakni :
1. Ada manfaat barang yang disewakan
2. Barang yang disewakan dapat diperoleh secara hakiki dan
Syar’i.
3. Manfaat sesuatu barang yang disewakan dapat diketahui
Macam-macam Ijarah
1. Ijarah ‘ala al-manafi’,
yaitu ijarah yang objek akadnya adalah manfaat,
seperti menyewakan rumah untuk ditempati, mobil
untuk dikendarai, baju untuk dipakai, dll.
2.Ijarah ‘ala al-‘amaal ijarah,
yaitu ijarah yang objek akadnya jasa atau pekerjaan,
seperti membangun gedung atau menjahit pakaian
Hikmah Disyariatkan Upah
a. Membina ketentraman dan kebahagiaan
b. Memenuhi nafkah keluarga
c. Memenuhi hajat hidup masyarakat
d. Menolak kemungkaran
Hukum memberi upah adalah wajib. memberikan upah
sebagaimana yang telah ditentukan dalam agama
hendaklah diberikan sesegera mungkin, berdasarkan
pada
Hadits Nabi Saw :
َ َأ ْعطُ ْوا اَأْل ِج ْي َر َأجْ َرهُ قَب َْل اَ ْن يَ ِج
)ف َع َرقَهُ (رواه ابن ماجه
Artinya : “Berikanlah kepada buruh upahnya sebelum
keringatnya kering.” (HR. Ibnu Majah)