Anda di halaman 1dari 8

Tugas Infografis dan Resume Materi Ariyah

A. Definisi Ariyah dan Dasar Hukumnya


Ariyah berasal dari kata i’arah yang berarti meminjamkan. Sedangkan ulama
hanafiyyah dan malikiyyah medefinisikan ariyah sebagai menyerahkan kepemilikan
manfaat (suatu benda) dalam waktu tertentu tanpa imbalan. Sementara para ulama
Syafi’iyyah dan Hambalillah mendefinisikan ariyah sebagai izin menggunakan barang
yang halal yang dimanfaatkan, di mana barang tersebut tetap dengan wuhudnya tanpa
disertai imbalan. Jadi yang dimaksud dengan ‘ariyah adalah memberikan manfaat suatu
barang dari seseorang kepada orang lain secara Cuma-Cuma (gratis). Bila ada
imbalannya, hal itu tidak dapat disebut ‘Ariyah.
Dasar hukum Ariyah, yaitu
a. Q.S. al- Maidah : 5
b. Q.S. an-Nisa’ : 58

B. Rukun dan Syarat Ariyah


Rukun Ariyah menurut jumhur ulama, Ialah :
1. Adanya mu'ir atau orang yang meminjami benda tersebut.
2. Adanya musta ir atau orang yang meminjam benda tersebut.
3. Adanya mu'ar atau barang yang akan dipinjam
4. Adanya sighat (ijab kabul).
Sedangkan syarat-syarat Ariyah, ialah :
1. Yang berhubungan dengan Mu’ir (yang meminjamkan):
a. Baligh, 'Ariyah tidak sah dari anak yang masih di bawah umur, tetapi ulama
Hanafiah tidak memasukkan baligh sebagai syarat ariyah melainkan cukup
mumayyiz.
b. Berakal, 'Ariyah tidak sah apabila dilakukan oleh orang gila
c. Tidak mahjur 'alaih (di bawah (perlindungan pengawasan).
d. Orang yang meminjamkan harus pemilik atas manfaat yang akan dipinjamkan.
Dalam hal ini tidak perlu memiliki bendanya karena objek ariyah adalah manfaat,
bukan benda.

2. Yang berhubungan dengan Musta’ir (peminjam):


a. Orang yang meminjam harus jelas. Apabila peminjam tidak jelas atau samar-
samar, maka ‘ariyah hukumnya tidak sah.
b. Peminjam harus orang yang mengerti dan cakap dalam mempergunakan barang
yang dipinjam.

3. Yang berhubungan dengan Mu’ar (objek/ barang):


a. Barang tersebut bisa diambil manfaatnya, baik pada waktu sekarang maupun nanti.
b. Dapat dimanfaatkan tanpa harus merusak bentuk fisiknya atau wujudnya.
c. Barang yang dipinjamkan harus berupa barang mubah, yakni barang yang
dibolehkan untuk diambil manfaatnya menurut syara’
Yang berhubungan dengan Barang tersebut bisa diambil manfaatnya, baik pada waktu
sekarang maupun nanti. Dapat dimanfaatkan tanpa harus merusak bentuk fisiknya atau
wujudnya. Barang yang dipinjamkan harus berupa barang mubah, yakni barang yang
dibolehkan untuk diambil manfaatnya menurut syara’.

C. Ketentuan Hukum Ariyah


Ariyah atau pinjam-meminjam hukumnya bisa berubah tergantung pada kondisi
yang menyertainya. Mengenai hukum pelaksanaan ariyah di dalam syariat Islam Jumhur
ulama mazhab Hanafiyah, Malikiyah, Syafi‟iyah dan Hanabilah, mereka berpendapat
bahwa hukum asal dari ariyah adalah sunnah.

D. Perubahan Hukum Ariyah


Hukum yang berlaku pada ariyah bisa berubah tergantung pada kondisi yang
menyertainya. Bisa jadi wajib Ketika ariyah berada dalam kondisi yang mengharuskan
dilakukan dan jika tidak dilakukan akan mengakibatkan suatu kemudhorotan. Dan juga bisa
jadi haram Ketika Ariyah bisa mengakibatkan suatu kemudhorotan atau objek ariyah
dimanfaatkan untuk suatu perbuatan yang haram. Jadi ‘ariyah hukumnya dapat berubah
sesuai keadaan saat itu yang mempengaruhinya.

E. Akad Ariyah Amanah ke Dhammah


akad I'arah terkadang tertukar dengan istilah al-Qardh. Dalam hal ini dapat
dibandingkan mengenai sifat benda berharga secara syariah. Setidaknya pembagian harta
dapat dibagi menjadi harta isti'mali dan harta istilahi. Oleh karena itu untuk melihat
perbedaan antara akad I'arah dan akad qardh serta akad wadi'ah (aqd al-ida') harus
memperhatikan hak-hal sebagai berikut :
a. Akad Qardh
b. Akad Wadi'ah
c. Akad Ariyah
Orientasi dari tiga akad tersebut memiliki perbedaan dan persamaan masing-
masing. Dari segi pengembalian obyek, akad Ariyah mirip dengan akad Wadi'ah.
Sedangkan dari segi pemanfaatan obyek, akad ariyah mirip dengan akad qardh, yaitu pihak
penerima pinjaman memperoleh manfaat dari harta yang dipinjamnya.
para ulama juga menjelaskan sifat akad ariyah dengan tanggung jawab, apakah
mengganti barang pinjaman apabila barang pinjaman itu rusak atau hilang. Dalam hal ini
para ulama terdapat beragan pendapat, antara lain :
a. Ulama Hanafiah,
Berpendapat bahwa barang pinjaman merupakan amanah yang berada di bawah
kekuasaan peminjam, baik pada saat barang itu dipakai maupun tidak dipakai.
Peminjam tidak perlu mengganti atas rusaknya barang pinjaman, kecuali
kerusakan tersebut terjadi karena perbuatan peminjam yang melampui batas.
b. Ulama Malikiah
Dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu,
1. Barang pinjaman yang memungkinkan disembunyikan, seperti pakaian
dan perhiasan.
2. Barang pinjaman yang tidak mungkin disembunyikan, seperti binatang
dan kendaraan.
Peminjam wajib mengganti barang pinjaman yang rusak masuk
kategori/kelompok yang pertama, karena sulit dibuktikan, rusak atau hilangnya
barang pinjaman bukan karena kelalaiannya. Sedangkan pinjaman tidak wajib
mengganti atas rusak atau hilangnya barang pinjaman yang masuk
kategori/kelompok kedua, kecuali hilang atau rusaknya barang pinjaman karena
kelalaian.
c. Ulama Syafi'iah
Beliau berpendapat bahwa barang pinjaman bersifat dhamanah di tangan
peminjam. Oleh karena itu, peminjam wajib bertanggung jawab (pengganti dan
mengembalikan) barang pinjaman yang rusak atau hilang karena pemakaian
yang berkelebihan/melampuan batas. Sebaliknya, peminjam tidak wajib
mengganti barang pinjaman yang hilang/rusak karena penggunaan yang
diizinkan.
d. Ulama Hanabilah,
Beliau sebagaimana dijelaskan dalam kitab al-Mughni & kitab al-Qawa'id,
beliau berpendapat bahwa akad pinjaman (al-I'arah) bersifat tanggungan
(aldhaman) secara mutlak. Oleh karena itu, barang pinjaman wajib mengganti
atau membayar harganya apabila barang pinjaman itu dalan kondisi
rusak/hilang, baik atas pamaian yang tidak diizinkan maupun pemakaian yang
melampui batas.
Hukum syarat penggantian barang pinjaman yang bersifat kontraktual, anatara lain :
a. Ulama Hanafiah,
Berprndapat tentang batalnya syarat yang diwajibkan peminjam diwajibkanya
mengganti atau membayar harga atas rusak atau hilangnya barang pinjaman karena
kedudukan barang pinjaman sama barang titipan.
b. Ulama Malikian,
Bahwa pelaksanaan penggantian barang pinjaman yang rusak atau hilang
(meskipun telah diperjanjikan dalam akad) merupakan penggantian yang tidak
mendasar. Artinya, syarat yang dibuat dalam perjanjian merupakan syarat yang
harus diabaikan.
c. Ulama Syafi'ah & Hanabilah,
Bahwa mengenai bolehnya mengabaikan syarat penggantian atas rusak atau barang
pinjaman dan peminjam boleh melanggar syarat tersebut.
Pada intinya barang pinjaman yang bersifat amanah bagi peminjam. Oleh karena itu
peminjam tidak wajib mengganti barang pinjaman yang rusak atau hilang karena kelalaian.

F. Karakteristik Akad Al-‘Ariyah


Akad al-Ariyah merupakan akad yang bersifat tabarru' karena dalam akad ini pemilik
barang yang dipinjamkan tidak memperoleh imbalan atas manfaat barang pinjaman yang
diterima pihak peminjam. Para ulama berbeda pendapat, diantaranya :
a. Ulama Hanafiah & Syafi'iah sepakat bahwa akad I'arah boleh dilakukan tanpa
batas jangka waktu penggunaan barang jaminan.
b. Ulama Malikiah berpendapat bahwa pemberian pinjaman tidak boleh meminta
kembali barang yang pinjamkan, kecuali setelah peminjam mengambil
manfaatnya barang pinjaman tersebut.
c. Ulama Hanafiah menganalisis pinjaman tanah dari segi sifat akad i'arah terikat
(muqayyadah) atau tidak terikat (muthlaq). Apabila tanah yang dipinjamkan
bersifat tidak terikat (muthlaq), maka pemberi pinjaman dapat mengambil kembali
pinjaman kapan saja dan pinjaman wajib mencabut pohon yang ditanamnya
dan/atau meruntuhkan bangunanya yang didirikan di atasnya.

G. Berakhirnya Akad ‘Ariyah


Akad pinjaman dapat berakhir karena beberapa hal, antara lain :
a. Pemberi pinjaman meminta agar barang pinjaman dikembalikan
b. Peminjam mengembalikan barang pinjaman
c. Peminjam dan/atau pemberi pinjaman tidak cukup hukum
d. Meninggalnya pinjaman atau pemberi pinjaman
e. Taflis, bangkrutnya pemberi pinjaman

H. Status Baranng Pinjaman


a. Mazhab Syafi‟iyah dan Mazhab Malikiyah berpendapat pinjaman adalah
tanggungan (dhaman) untuk benda-benda yang dapat disembunyikan
b. Ulama Malikiyah, apabila peminjam memakai barang pinjaman yang mungkin
dapat dikurangi nilai barangnya peminjam menanggung kerugian dan mengganti
kerusakan barang tersebut. untuk barang yang tidak bisa disembunyikan seperti
rumah, hewan apabila rusak atau hilang pada saat dimanfaatkan, peminjam tidak
dikenakan ganti rugi. Apabila barang pinjaman hilang atau hancur, peminjam
dapat membuktikan bahwa kerusakan atau hilangnya barang tersebut di luar
kemampuannya, maka peminjam tidak harus mengganti kerusakan atau hilangnya
barang tersebut.
c. Mazhab Syafi‟iyah mengemukakan bahwa pada prinsipnya tidak ada tanggung
jawab bagi peminjam untuk menganti rugi apabila barang tersebut digunakan
sesuai izin dan ketentuan yang diatur dari pemilik barang. Namun, apabila
peminjam menggunakan barang tersebut di luar izin dan ketentuan yang diatur dari
pemiliki barang. Maka peminjam harus mengganti kehilangan ataupun kerusakan
pada barang pinjaman.

I. Pertanyaan
1. izin bertanya jika kita meminjam kendaraan kepada teman dan teman kita
meminjamkan dengan syarat bensin harus terisi penuh. bagaimana hukumnya?
= Bensin dalam hal ini merupakan barang konsumtif yang bisa habis, Ketika yang
ingin diakadkan adalah ariyah maka si peminjam harus mengebalikan bensin yang
telah digunakannya dan juga si pemilik tidak boleh mengambil keuntungan dari
ariyah tersebut. Jika ada pengambilan keuntungan maka transaksi tersebut bukanlah
ariyah
2. Apa saja larangan dalam pinjam meminjam?
= Tidak menggunakan barang pinjaman untuk suatu kemudhorotan dan juga tidak
boleh mengambil keuntungan
3. Bisa ga sih hukum pinjam meminjam menjadi hal yang wajib?
= Bisa, jika situasi dan kondisi mengharuskan dan jika tidak melakukan pinjam
meminjam maka ada suatu kemudhorotan yang terjadi
4. Hukum uang denda pada PayLater?
= Denda juga merupakan bagian dari perjanjian akad, dimana Ketika tidak ada
unsur riba didalamnya maka boleh hukumnya.
5. Apa perbedaan dari pinjam meminjam dan hutang piutang? Apa pada pinjam
meminjam juga bisa ada unsur riba'?
= ada beberapa perbedaan, pinjam meminjam memberikan manfaat dari suatu
barang namun jika utang piutang memberikan barang beserta manfaatnya. Dalam
hal ini tidak ada riba.

Anda mungkin juga menyukai