Anda di halaman 1dari 3

Al-Qardh

(Utang Piutang)

A. Definisi Qardh
Al-Qardh secara bahasa dapat diartikan sebagai bentuk masdar yang berarti
memutus atau secara etimologi Al-Qath’I berarti memotong dan juga dapat diartikan
sebagai suatu yang diberikan dari si pemilik untuk dibayar (utang piutang), menurut
ulama malikiyah definisi qardh “Suatu penyerahan kepada orang lain namun tidak
disertai iwadh (imbalan)” objek yang dipinjam bisa berupa uang dan harta
mitsaliat.
Landasan hukum pada Qardh adalah Akad Qardh, akad ini juga disebut akad
pinjam meminjam, dalam islam hal ini diperbolehkan dengan tujuan (menolong )
orang lain, Seperti yang dijelaskan dalam Q.S. al-Baqarah : 245 dan Q.S al-Hadid : 11

َ ُ َ ُ
‫ض َو َيب ُصط َوِالي ِه تر َج ُعون‬ ُ ٰ ‫اّلل َقر ًضا َح َس ًنا َف ُي ٰضع َفه َله َاض َع ًافا َكث َية َو‬
ُ ‫اّلل َيقب‬ َٰ ‫ض‬ُ ‫َمن َذا َّال ِذي ُيقر‬
ِ ِْ ِ

Artinya : Barangsiapa meminjami Allah dengan pinjaman yang baik maka Allah
melipatgandakan ganti kepadanya dengan banyak. Allah menahan dan melapangkan (rezeki)
dan kepada-Nyalah kamu dikembalikan.”

ٌ ‫اَّلل َق ْر ًض ا َح َس ًن ا َف ُي َض اع َف ُه َل ُه َو َل ُه أَ ْج ٌر َك ر‬
‫يم‬ َ َّ ‫ض‬ُ ‫َم ْن َذ ا َّال ِذ ي ُي ْق ر‬
ِ ِ ِ
Artinya : “Siapakah yang mau meminjamkan kepada Allah pinjaman yang baik, maka Allah
akan melipat-gandakan (balasan) pinjaman itu untuknya, dan dia akan memperoleh pahala
yang banyak.”

B. Rukun dan Syarat al-Qardh


Al-Qardh sendiri terdapat 3 rukun dan syarat yakni :
a. Akid (muqridh dan muqtaridh)
i. Muqridh (pemberi pinjaman) harus memiliki sifat Ahliyat at-tabarru
yakni seorang yang mampu dan mempunyai kecakapan dalam
menggunakan hartanya secara mutlak menurut pandangan syariat.
ii. Tidak adanya unsur paksaan dari muqtaridh (peminjam ) kepada
muqridh (pemberi pinjaman) dalam memberikan bantuan berupa
hutang dan harus didasarkan keinginan sendiri dalam memberikan
pinjaman.
iii. Orang yang berhutang (muqtaridh) harus lah pribadi yang Ahliyah
mu’amalah yang berarti orang yang bersangkutan harus baligh,
berakal waras, dan tidak mahjur ( bukan orang yang oleh syariat
tidak diperkenankan mengatur sendiri hartanya karena terdapat
beberapa faktor)

b. Barang yang dipinjamkan(Qardh)


i. Barang yang akan dihutangkan harus ada akad salam ,dan juga barang yang
terdapat di akad salam juga sah di hutangkan dan juga berlaku sebaliknya
ii. Barang yang dipinjamkan (Qardh) haruslah barang yang memiliki nilai
manfaat,dan tidaklah sah jika pemanfaatan dikarenakan Qardh adalah akad
terhadap harta
c. Ijab qabul
Dalam konteks Al-Qardh ijab kabul sangat diperlukan sebagai serah terima yang
sah dan harus dapat dimengerti kedua belah pihak agar tidak menimbulkan
kesalahan di kemudian hari, Akad qardh tidak dapat dilaksanakan kecuali dengan
adanya ijab qabul seperti halnya ijab dan qabul jual beli.

C. Hukum Qardh
1. Pinjaman (al-qardhu) dimiliki dengan diterima. Maka jika muqtarid (debitur/peminjam)
telah menerimanya, ia memilikinya dan menjadi tanggungannya.
2. Pinjaman (al-qardhu) boleh sampai batas waktu tertentu, tetapi jika taksampai batas
waktu tertentu, itu lebih baik karena itu meringankan muqtaridh.
3. Jika barang yang dipinjamkan itu tetap utuh, seperti saat dipinjamkan maka dikembalikan
utuh seperti itu. Namun jika telah mengalami perubahan, kurang dan bertambah, maka
dikembalikan dengan barang lain sejenisnya jika ada, dan jika tidak ada maka dengan uang
seharga barang tersebut.
4. Jika pengembalian pinjaman (al-qardhu) tidak membutuhkan biaya transportasi, maka
boleh dibayar ditempat manapun yang diinginkan kreditur (muqridh). Jika merepotkan
maka debitur (muqtaridh) tidak harus mengembalikannya ditempat lain.
5. Kreditur (muqridh) haram mengambil manfaat dari al-qardhu dengan penambahan
jumlah pinjaman atau meminta pengembalian pinjaman yang lebih baik, atau manfaat
lainnya yang keluar dari akad pinjaman jika itu semua disyaratkan atau berdasarkan
kesepakatan kedua belah pihak. Tapi jika tambahan pengembalian pinjaman itu dalam
bentuk itikad baik debitur(muqtarid) itu tidak ada salahnya, karena Rasulullah memberi
Abu Bakr unta yang lebih baik dari unta yang dipinjamnya, dan Beliau bersabda:
“Sesungguhnya manusia yang paling baik ialah orang yang paling baik pengembalian
(ulangnya)”.(HR. Bukhariy)

D. Pengambilan Manfaat dari Qardh


1. Menurut ulama Hanafiyah dalam pendapatnya yang kuat menyatakan bahwa setiap qardh
yang mendatangkan manfaat atau keuntungan, hukumnya diharamkan jika keuntungan
tersebut disyaratkan sebelumnya.
2. Ulama Malikiyyah berpendapat bahwa muqrid tidak boleh mengambil manfaat dari harta
muqtaridh. Seperti dengan alasan muqtaridh mempunyai hutang, muqridh seenaknya
naik kendaraannya muqtaridh. Begitu pula dilarang memberi hadiah terhadap muqridh
dengan alasan mencicil hutang.
3. Ulama Syafi’i dan Hambali juga berpendapat bahwa beliau melarang qardh terhadap
sesuatu yang mendatangkan kemanfaatan. Seperti memberikan qardh agar mendapat
sesuatu yang lebih baik atau lebih banyak

Jadi kesimpulannya, empat ulama termasyhur bersepakat bahwa mengambil manfaat


dari hutang adalah dilarang dan termasuk riba. Namun, jika qardh tidak dimaksudkan untuk
mengambil yang lebih baik, maka qardh itu sendiri diperbolehkan. Dan tidak makruh bagi
muqridh untuk mengambilnya. Sebab Rasulullah sendiri pernah meminjam unta, kemudian
mengembalikannya dengan unta yang lebih baik.
E. Mempercepat Pelunasan Utang Sebelum Meninggal
Islam memang memperbolehkan seseorang untuk berhutang. Namun dalam berhutang, Islam
juga menekankan agar orang yang berhutang untuk melunasinya dalam jangka waktu yang
telah ditentukan dan tidak menunda-nundanya. Karena seseorang yang mempunyai hutang,
suatu saat nanti akan mengalami kerugian bahkan ketika dirinya telah meninggal dunia. Oleh
karena itu, harta yang ditinggalkan orang yang memiliki hutang, wajib digunakan untuk
membayar hutang-hutangnya terlebih dahulu sebelum dibagikan kepada ahli waris.

Anda mungkin juga menyukai