Anda di halaman 1dari 3

Ar-Rahn

Gadai Syariah

Ar – Rahn atau gadai merupakan jaminan yang diberikan oleh orang yang berhutang berupa benda
layak jual untuk sewaktu-waktu bisa dipakai untuk menutupi seluruh atau Sebagian dari hutang yang
diambilnya sebagai pengganti nilai piutang apabila si penghutang tidak mampu membayar sisa
hutangnya, dan si kreditur bisa menjual barang gadai tersebut. Dalam surat al Baqarah ayat 283
gadai diperbolehkan dalam islam.

Ar rahn memiliki empat rukun, diantaranya:

1. Adanya lafaz atau pernyataan adanya perjanjian gadai

2. Adanya pemberi dan penerima gadai

3. Adanya barang yang digadaikan

4. Adanya hutang

Keempat rukun diatas merupakan hal-hal yang wajib adanya dalam ar-rahn. Tentunya ar-rahn
memiliki syarat dalam masa berlakunya, yakni:

1. Orang yang mekakukan gadai harus baligh dan berakal

2. Rahn tidak boleh dikaitkan dengan syarat tertentu atau dikaitkan dengan masa yang akan datang

3. Agunan itu busa dijual dan nilainya seimbang dengan utang

4. Agunan itu bernilai harta dan bisa dimanfaatkan

5. Agunan itu jelas dan tertentu

6. Agunan itu milik sah debitor

7. Agunan itu tidak terkait dengan hak orang lain

8. Agunan itu harta yang utuk tidak bertebaran dalam beberapa tempat

9. Agunan itu bisa diserahkan baik materinya maupun manfaatnya

Tentu dalam suatu transaksi memiliki hukum atau aturan yang melandasi. Hal ini sama dengan ar-
rahn atau gadai, yakni Biaya pemeiliharaan dan manfaat barang yang digadaikan adalah milik orang
yang menggadaikan dan murtahin tidak boleh mengambil manfaat dari barang gadaian tersebut.
Namun terdapat pengecualian jika barang tersebut merupakan barang yang dapat menghasilkan
manfaat, maka pihak murtahin dapat mengambil manfaat tersebut apabila ia memberi nafkah pada
barang tersebut. Terdapat berbagai macam pandangan akan hukum gadai menurut para ulama,
diantaranya :

1. Ulama hanafiyah, berpendapat bahwa rahin tidak boleh memanfaatkan barang gadaian tanpa
seizin murtahin.
2. Ulama malikiyah, berpendapat bahwa apabila murtahin mengizinkan rahin untuk memanfaatkan
barang gadaian maka akad menjadi batal, adpun murtahin boleh memanfaatkan barang gadaian
sekedarnya itupus tas tanggungan rahin.

3. Ulama syafiiyah, berpendapat bahwa rahin diperbolehkan untuk memanfaatkan marhun, jika
tidak menyebabkan marhun berkurang tidak perlu minta izin, akan tetapi bila marhun berkurang
harus meminta izin murtahin.

Adapula ketentuan-ketentuan yang diciptakan apabila rusak atau hilangnya barang gadai,
diantarnya:

1. Jika barang tersebut rusak atau hilang namun karena tidak disengaja maka pihak murtahin tidak
menanggung resiko apapun

2. jika barang tersebut rusak atau hilang akibat dari kelalaian pihak muntahir maka para ulama telah
bersepakat bahwa muntahirlah yang menanggung resiko atas rusaknya barang tersebut

berakhirnya akad dalam gadai dapat dikatakan apabila:

1. rahn diserahkan kepada pemiliknya

2. hutang dibayarkan semuanya

3. penjualan rahn secara paksa oleh hakim

4. pembebasan hutang oleh murtahin

5. rahin meninggal dunia

6. rahn rusak atau sirna

7. pemindahan rahn kepada pihak lain baik berupa hadiah, hibah atau shadaqah

Pertanyaan

1. Gadai akan berakhir Ketika hutang sudah dilunasi atau karena pembebasan bank (murtahin
memutuskan untuk menyedekahkan) Konsep: taawun (mentoleransi)

2. Tidak adanya unsur bunga didalamnya, gadai Syariah pure berisi untuk penjaminan

3. Semisal, hutang tidak dibayar dan ahli waris tidak ditinggalkan harta apapun oleh sang mayit,
hutang tersebut sudah dianggap lunas. Terkecuali dengan menggadai barang yang berharga seperti
cincin kawin, rumah, dll.

Anda mungkin juga menyukai