Anda di halaman 1dari 2

Nama: Nastwa Alodia Putri Ananta

NIM: 1860406232090
Kelas: MKS-2B

GADAI

Pengertian
Gadai dalam bahasa Arab disebut rahn. Secara bahasa (lughatan), rahn berarti tetap dan lestari.
Secara terminologi, rahn didefinisikan oleh ulama fikih sebagai Menjadikan materi (barang)
sebagai jaminan utang yang dapat dijadikan sebagai pembayar utang apabila orang yang
berutang Tidak bisa mengembalikan utangnya.

Landasan Hukum
Gadai hukumnya boleh menurut Alquran, Sunnah, serta ijma’ Ulama. Seperti firman Allah
dalam Al Qur ‘an surat Al Baqarah Ayat 83, yang memiliki arti “(Ingatlah) ketika Kami
mengambil perjanjian dari Bani Israil, “Janganlah kamu menyembah selain Allah, dan berbuat
baiklah kepada kedua orang tua, kerabat, anak-anak yatim, dan orang-orang miskin. Selain itu,
bertutur katalah yang baik kepada manusia, laksanakanlah salat, dan tunaikanlah zakat.” Akan
tetapi, kamu berpaling(mengingkarinya), kecuali sebagian kecil darimu, dan kamu (masih
menjadi) pembangkang.”

Rukun Rahn
1. Orang yang menggadaikan(rahin)
2. Yang meminta gadai (murtahin)
3. Barang yang digadaikan(marhún/rahn)
4. Utang (marhün bih)
5. Ucapan shighah ijab dan qabul

Syarat Rahn
1. Harus bisa diperjualbelikan
2. Harus berupa harta yang bernilai
3. Marhun harus bisa dimanfaatkan secara syariah, tidak berupa barang haram
4. Harus diketahui keadaan fisiknya
5. Harus dimiliki oleh ráhn,setidaknya harus atas izin pemiliknya

Status Gadai
Status barang gadai terbentuk saat terjadinya akad atau kontrak utang piutang yang dibarengi
dengan penyerahan jaminan. Mayoritas ulama berpendapat bahwa gadai itu berkaitan dengan
keseluruhan hak barang Yang digadaikan dan bagian lainnya. Namun, sebagian ahli fikih
berpendapat bahwa barang yang masih tetap berada di tangan penerima gadai hanya
sebagiannya saja, yaitu sebesar hak yang belum dilunasi.
Operasional Barang Gadai
1. Barang gadai (rahn) harus berada di tangan murtahin dan bukan di tangan rahin
2. Jika tempo gadai telah habis maka murtahin meminta rahn melunasi utangnya.
3. Gadai (rahn) boleh dititipkan kepada orang yang bisa dipercaya selain mustahin, sebab
yang terpenting dari rahn adalah dijaga
4. Hasil rahn seperti anak dari rahn (jika rahn berbentuk hewan), panen (jika rahn
berbentuk tanaman), dan lain sebagainya, menjadi milik rahin
5. Jika rahin meninggal dunia atau bangkrut, Murtahin lebih berhak atas rahn daripada
semua kreditur. Jika tempo pembayaran utang telah jatuh, Ia menjual rahn yang ada
padanya dan ia mengambil piutangnya dari hasil penjualan rahn tersebut

Pemanfaatan Barang Gadai


Gadai bertujuan untuk meminta kepercayaan dan menjamin utang, bukan untuk mencari
keuntungan. Terdapat perbedaan pendapat di antara ulama mengenai apakah pemegang gadai
boleh memanfaatkan barang jaminan tanpa izin dari penggadai.
1. Ulama Hanafiyah dan Syafi'iyah berpendapat bahwa pemegang gadai tidak berhak
memanfaatkan barang gadaian. Akan tetapi, menurut Syafi’iyyah, penggadai berhak
mendapat keuntungan dari barang tanggungannya.
2. Ulama Malikiyah memberikan toleransi kepada penerima gadai untuk memanfaatkan
barang gadai selama hal itu tidak dijadikan syarat dalam transaksi.
3. Ulama Hanabilah berpendapat bahwa pemegang gadai boleh memanfaatkan barang
gadaian sesuai dengan biaya yang telah dikeluarkan, tergantung pada jenis barang yang
digadaikan.
4. Ulama Mazhab Hambali berpendapat bahwa pemegang agunan tidak boleh
memanfaatkannya jika agunan tersebut bukan berupa hewan atau sesuatu yang tidak
memerlukan biaya pemeliharaan.

Penjualan Barang Gadai Setelah Jatuh Tempo


Karena merupakan jaminan atas utang yang jika jatuh tempo penggadai tidak bisa melunasi
utangnya tetapi bisa diambilkan dari barang gadaian tersebut, pelunasan melalu penjualan
barang gadai haruslah sesuai dengan besarnya tanggungan yang harus dipakai oleh peminjam
(rahin). Artinya, jika setelah barang tersebut terjual ternyata harganya melebihi tanggungan
penggadai maka selebihnya adalah menjadi hak peminjam (rahin).

Rusak dan Berakhirnya Barang Gadai


Akad gadai berakhir dengan hal-hal berikut ini.
1. Barang telah diserahkan kembali kepada pemiliknya (râhin)
2. Râhin telah membayar utangnya
3. Pembebasan utang dengan cara apa pun
4. Pembatalan oleh murtahin, meskipun tidak ada persetujuan dari pihak râhin
5. Rusaknya barang gadai bukan karena tindakan murtahin
6. Dijual dengan perintah hakim atas
7. Memanfaatkan barang gadai dengan cara menyewakan, hibah, atau hadiah,baik dari
pihak râhin maupun murtahin.

Anda mungkin juga menyukai