PENDAHULUAN
1
I.3. TUJUAN
Adapun Tujuan Umum dari pembuatan makalah ini yaitu:
1. Untuk mengetahui apa itu penggadaian syariah.
2. Untuk mengetahui kapan dan mengapa lahirnya penggadaian syariah.
3. Untuk mengetahui bagaimana sistem operasional penggadaian syariah.
4. Untuk mengetahui apa yang menjadi landasan konsep Rahn.
5. Untuk menegtahui bagaimana teknik transaksi Rahn.
6. Untuk mengetahui apa saja yang menjadi barang jaminan dalam
penggadaian syariah.
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
II.2. LAHIRNYA PEGADAIAN SYARIAH
Berdiri pada bulan Januari 2003 tempatnya di Jakarta dengan Unit
Layanan Gadai Syariah (ULGS) Cabang Dewi Sartika. Kemudian berlanjut
dikota-kota lainnya seperti Surabaya, Semarang, Makasar, Surakarta, dan
Yogyakarta pada tahun 2003 hingga September 2003. Masih pada tahun
yang sama pula empat kantor cabang penggadaian di Aceh menjadi
pegadaian syariah.
Badan lembaga ini bersifat mandiri dan tidak terpengaruh secara
langsung oleh gejolak moneter baik dalam negeri maupun internasional.
Badan ini telah disesuaikan agar tidak menyimpang dari ketentuan yang
berlaku di dalamnya dan akan memperkaya khasanah lembaga keuangan
Indonesia.
Operasionalisme pengadaian pra fatwa MUI tanggal 16 desember
2003 tentang bunga bank telah sesuai dengan konsep syariah. Adapun
beberapa pihak yang menepis anggapan itu. Setelah melalui beberapa kajian
yang cukup panjang, akhirnya disusunlah sebuah konsep pendirian Unit
Layanan Gadai Syariah sebagai langkah awal adanya devisi khusus yang
menangani kegiatan usaha syariah. Sebuah konsep ini mengacu pada sistem
administrasi modern, yaitu asas rasionalitas, efisiensi dan efektivitas yang
diselaraskan dengan nilai Islam dan yang mempunyai bisnis mandiri ynag
secara struktural terpisah pengolahannya dari usaha gadai konvensional.
Penggadaian syariah mempunyai fungsi dalam beroperasi yaitu yang
dijalankan oleh kantor-kantor cabang pegadaian syariah/Unit Layanan
Gadai Syariah (ULGS) sebagai satu unit sebuah organisasi dibawah
pembinaan divisi usaha lain perum pegadaian.
4
bergerak sebagai jaminan lalu uang pinjaman dapat diperoleh dalam waktu
yang tidak relatif lama (kurang lebihnya 15 menit). Sedangkan untuk
melunasi pinjaman, nasabah cukup dengan menyerahkan sejumlah uang dan
surat bukti rahn saja dengan waktu proses yang singkat.
5
Dan landasan ini diperkuat dengan fatwa Dewan Syariah Nasional
(DSN) No. 25/DSN-MUI/III/2002 tanggal 26 Juni 2002 yang menyatakan
bahwa pinjaman dengan menggadaikan barang sebagai jaminan utang dalam
bentuk rahn diperbolehkan dengan ketentuan sebagai berikut :
II.4.1. Ketentuan Umum Rahn
1. Murtahin (penerima barang) mempunyai hak untuk
menahan marhun (barang) sampai semua utangrahin (yang
menyerahkan barang) dilunasi.
2. Marhun dan manfaatnya tetap menjadi milik rahin.
3. Pemeliharaan dan penyimpanan marhun pada dasarnya menjadi
kewajiban rahin, namun dapat juga
dilakukan murtahin, sedangkan biaya dan pemeliharaan
penyimpanan tetap menjadi kewajiban rahin.
4. Besar biaya administrasi dan penyimpanan marhun tidak boleh
ditentukan berdasrkan jumlah pinjaman.
5. Penjualan marhun:
Apabila jatuh tempo, murtahin harus memperingatkan rahin
untuk segera melunasi utangnya.
Apabila rahin tetap tidak melunasi utangnya, maka marhun
dijual paksa / dieksekusi.
Hasil penjualan marhun dugunakan untuk melunasi utang,
biaya pemeliharaan dan penyimpanan yang belum dibayar
serta biaya penjualan.
Kelebihan hasil penjualan menjadi milik rahin dan
kekurangannya menjadi kewajiban rahn.
6
2. Barang-barang yang tidak boleh digadaikan, kecuali tanaman
dan buah-buahan dipohon yang belum masak karena penjualan
kedua barang tersebut haram, diperbolehkan digadaikan.
3. Jika jatuh tempo gadai telah habis, maka murtahin meminta
rahin melunasi hutangnya.
4. Rahn adalah amanah ditangan murtahin.
5. Rahn boleh dititipkan kepada orang yang bisa dipercayai
selain murtahin, sebab yang terpenting dari rahn adalah
panjangan, dan itu biasa dilakukan oleh orang yang biasa
dipercaya.
6. Jika rahin mensyaratkan rahn tidak dijual ketika utang telah
jatuh tempo, maka rahn menjadi batal.
7. Jika rahin bertengkar dengan murtahin mengenai besarnya
utang, maka ucapan yang diterima adalah ucapan rahin dengan
sumpah, kecuali jika murtahin bisa mendatangkan barang bukti.
8. Jika murtahin mengklaim mengembalikan rahn dan rahin tidak
mengakuinya, maka ucapan yang diterima adalah
ucapan rahin dengan sumpah kecuali jika murtahin dapat
mendatangkan barang bukti yang menguatkan klaimnya.
9. Murtahin berhak menaiki rahn yang bisa dinaiki dan
memerah rahn yang bisa diperah sesuai denga besarnya biaya
yang dikeluarkan untuk rahn tersebut.
10. Hasil rahn seperti anak dari rahn (jika rahn berbentuh hewan),
panen (berbentuk tanaman), dan lain sebagainya menjadi
milik rahin.
11. Jika murtahin mengeluarkan biaya untuk rahn tanpa meminta
izin kepada rahin, maka iatidak boleh meminta rahin mengganti
biaya yang telah dikeluarkannya untuk rahn tersebut.
7
12. Jika rumah yang digadaikan mengalami kerusakan,
kemudian murtahin memperbaikinya tanpa seizin rahin, maka
tidak apa-apa jika ia meminta penggantian biaya yang telah
dikeluarkan untuk perbaikan rumah tersebut, kecuali
jika rahn berupa alat seperti kayu dan bata tidak bisa dicabut,
maka ia boleh meminta oenggantian kepada rahin.
13. Jika rahin meninggal dunia atau bangkrut, maka murtahin lebih
berhak atas rahn daripada semua kreditur.
8
Ijab kabul/serah terima.
Ketentuan Syariah, yaitu :
Pelaku, harus cakap hukum dan baligh
Objek yang digadaikan (marhun)
a. Barang gadai (marhun)
b. Dapat dijual dan nilainya seimbang
c. Harus bernilai dan dapat dimanfaatkan
d. Harus jelas dan dapat ditentukan secara spesifik
e. Tidak terkait dengan orang lain (dalam hal kepemilikan)
f. Utang (marhun bih), nilai utang harus jelas demikian juga jatuh
temponya
Ijab kabul, adalah pernyataan dan ekspresi saling rida/rela diantara
pihak-pihak pelaku akad yang dilakukan secra
verbal,tertulis,melalui korespondensi atau menggunakan cara-cara
komunikasi modern.
2. Akad Ijarah.
Ialah akad pemindahan hak guna atas barang dan atas jasa melaui
pembayaran upah sewa tanpa diikutu dengan pemindahan kepemilikan
atas barangnya sendiri. Rukun dari akad transaksi tersebut meliputi :
Orang yang berakad: yang berutang (rahin) dan yang berpiutang
(murtahin),
Sighat (ijab qabul),
Harta yang di-Rahn-kan (marhun),
Pinjaman (marhun bih).
Adapun mekanisme operasional pegadaian syariah gambarannya sebagai
berikut : melalui akad rahn,nasabah menyerahkan barang bergerak dan
kemudian pegadaian menyimpan barang bergerak dan kemudian pegadaian
menyimpan serta merawatnya di tempat yang telah disediakan oleh
penggadaian. Dan pegadaian syariah dibenarkan untuk mengenakan biaya
9
sewa kepada nasabah sesuai jumlah yang disepakati oleh kedua belah pihak.
Maka, penggadaian syariah akan memperoleh keuntungan dari bea sewa
tempat yang dipungut dan bukan tambahan berupa bunga atau sewa modal
yang diperhitungkan dari uang pinjaman. Sehingga, disini dikatakan proses
pinjam meminjam uang hanya sebagai “lipstick” yang akan menarik minat
konsumen untuk menyimpan barangnya di pegadaian.
Ketentuan atau persyaratan yang menyertai akad tersebut meliputi :
1. Akad . akad tidak mengandung syarat fasik/batil
seperti murtahin mensyaratkan barang jaminan yang dapat
dimanfaatkan tanpa batas.
2. Marhun bih (pinjaman). Pinjaman merupakan hak yang wajib
dikembalikan kepada murtahindan bisa dilunasi dengan barang yang di-
rahn-kan tersebut serta pinjama itu jelas dan tertentu.
3. Marhun (barang yang di-rahn-kan). Marhun bisa dijual dan nilainya
seimbang dengan pinjaman, memiliki nilai, jelas ukurannya, milik sah
penuh rahin, tidak terkait dengan hak orang lain, dan bisa diserahkan
baik materi maupun manfaatnya.
4. Jumlah maksimin dana rahn dan nilai likuidasi barang yang di-rahn-
kan serta jangka wakturahn ditetapkan dalam prosedur.
5. Rahin dibebani jasa manajemen atas barang berupa: biaya, asuransi,
biaya penyimpanan, biaya keamanan, dan biaya pengelolaan serta
administrasi.
Kita dapat memperoleh layanan dari penggadaian syariah, masyarakat
cukup hanya menyerahkan harta geraknya (emas, berlian, kendaraan, dan
lain-lain) untuk dititipkan disertai dengan tanda pengenal. Taksiran barang
ditentukan berdasarkan nilai intrinsik dan harga pasar yang telah ditetapkan
oleh Perum Penggadaian dan maksimum uang pinjaman yang dapat
diberikan adalah sebesar 90% dari nilai taksiran barang.
Setelah selesai tahapan diatas, pegadaian syariah dan nasabah melakukan
akad dengan kesepakatan :
10
a. Jangka waktu penyimpanan barang dan pinjaman ditetapkan selama
maksimum empat bulan.
b. Nasabah bersedia membayar jasa simpan sebesar Rp.90 (sembilan
puluh rupiah) dari keliatan taksiran Rp 10.000 per 10 hari yang di bayar
bersamaan pada saat melunasi pinjmain.
c. Membayar biaya administrasi yang besarnya ditetapkan oleh
penggadaian pada saat pencaraian uang pinjaman. Dalam hal ini,
nasabah diberikan kelonggaran untuk :
Melakukan penebusan barang/pelunasan pinjamin kapan pun
sebelum jangka waktu empat bulan.
Mengangsur uang pinjamin dengan membayar terlebih dahulu jasa
simpan yang sudah berjalan ditambah beaadministrasi.
Hanya membayar jasa simpanannya terlebih dahulu jika pada satu
jatuh tempo nasabah belum mampu melunasi pinjaman uangnya.
Hak dan Kewajiban pihak Penerima Gadai :
1. Hak Murtahin ( Penerima Gadai )
a. Pemegang gadai berhak menjual marhun apabila rahin tidak dapat
memenuhi kewajibannya pada saat jatuh tempo.
b. Pemegang gadai berhak mendapatkan penggantian biaya yang telah
dikeluarkan untuk menjaga keselamatan marhun.
c. Selama pinjaman belun dilunasi, pemegang gadai berhak menahan
barang gadai yang diserahkan oleh pemberi gadai (nasabah/rahin).
2. Kewajiban Penerima Gadai
a. Penerima gadai bertanggung jawab atas hilangnya atau merosotnya
barang gadainya yang diakibatkan oleh kelalaiannya.
b. Penerima gadai tidak boleh menggunakan barang gadai untuk
kepentingan sendiri.
c. Penerima gadai wajib memberitahukan kepada pemberi gadai
sebelum diadakan pelelangan barang gadai.
3. Hak dan Kewajiban Rahin (Pemberi Gadai)
a. Hak pemberi gadai :
11
Pemberi gadai berhak mendapatkan barang gadainya kembali
setelah ia mampu melunasi semua pinjamannya.
Pemberi gadai berhak menuntut ganti rugi dan kerusakan dan
jika hilangnya barang gadai, apabila itu disebabkan akibat
kelalaian gadai.
Pemberi gadai berhak menerima sisa dari hasil penjualan
barang gadai setelah dikurangi biaya pinjaman dan biaya-biaya
lainnya.
b. Kewajiban pemberi gadai :
Pemberi gadai wajib melunasi pinjaman yang telah
diterimannya dalam waktu yang telah ditentukan.
Pemberi gadai wajib merelakan penjualan atas barang gadai
miliknya, apabila dalam waktu yang telah ditentuka pemberi
gadai tidak dapat melunasinya.
12
nasabah tidak dapat mengembalikan pinjamannya maka barang
jaminan akan dilelang sebagai penggantinya.
13
BAB III
PENUTUP
III.1. KESIMPULAN
Pegadaian adalah lembaga yang mendasarkan diri pada hukum
gadai. Dalam menjalankan usahanya.Pegadaian syariah atau Pegadaian
Islam adalah suatu sistem pergadaian yang dikembangkan berdasarkan
syariah (hukum) islam.
Dan memberikan keamanan bagi semua penabung dan pemegang
deposito bahwa dananya tidak akan hilang begitu saja jika nasabah
peminjam ingkar janji karena ada suatu aset atau barang yang dipegang oleh
bank.
Barang yang digunakan sebagai jaminan utang atau gadai dalam
proses pegadaian adalah barang yang memiliki nilai ekonomis.resiko yang
didapatkan dalam proses pegadaian adalah penurunan nilai aset yang
ditahan atau rusaknya barang yang digadaikan.
14
Berdasarkan urain di atas sebagai Mahasiswa kami tidak luput dari
kesalahan dalam penyampaian, baik secara penulisan maupun penyajian.
Oleh karena itu kami mengharapkan saran dan kritik yang membangun
agarkami dapat belajar menganalisa dan memperbaiki kesalahan kami
pada kesempatan mendatang.
Kami mengharapkan agar dapat ditingkatkannya kemampuan atau
skill dalam analisis tersebut, serta ditingkatkan pengatahuan tentang
Pegadaian Syariah lewat buku, web, dan media internet lainnya.
DAFTAR PUSTAKA
15