Anda di halaman 1dari 7

Nama:RobiahAldawiyah

Nim:2008204172
Kelas:5D
Jurusan:Ekonomi Syariah
RESUME 10
A.Pengertian dan Status Hukum Gadai Syariah
- Pengertian pengadaian Syariah
Pegadaian Syariah adalah lembaga keuangan non bank milik pemerintah yang berhak
memberikan pembiayaan kepada masyarakat atas dasar hukum gadai yang terdapat dalam Al-
Qur’an dan Hadis serta Peraturan Perundang-Undangan yang berhubungan dengan Pegadaian
Syariah.Pegadaian Syariah merupakan Perusahaan Perseroan (Persero) Sebagaimana
disebutkan dalam Pasal 1 ayat (1) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 51 Tahun
2011 tentang Perubahan Bentuk Badan Hukum Perusahaan Umum (Perum) Pegadaian
Menjadi Perusahaan Perseroan (Persero).
Keberadaan Pegadaian Syariah di Indonesia tidak dapat dipisahkan dari keinginan
masyarakat untuk melaksanakan transaksi akad gadai berdasarkan prinsip syariah dan
kebijakan pemerintah dalam pengembangan praktik ekonomi dan lembaga keuangan yang
sesuai dengan nilai dan prinsip hukum islam
Pegadaian syariah yang dibentuk untuk menjawab tantangan kebutuhan masyarakat yang
mengharapkan adanya pelayanan pinjam meminjam yang bebas dari unsur riba, maysir, dan
gharar yang diharamkan oleh syariat islam dapat dilihat dari pembuatan serta pelaksanaan
akad gadai yang ada di pegadaian syariah. Sesuai dengan landasan konsep rahn, pada
dasarnya pegadaian syariah berjalan di atas dua akad transaksi syariah yaitu akad rahn dan
akad ijarah
Pendanaan dalam pegadaian syariah sama dengan lembaga keuangan lainnya yang
mempunyai tujuan untuk mendapatkan keuntungan, namun memiliki cara yang berbeda.
Pegadaian syariah yang merupakan Lembaga keuangan memiliki misi ganda, yaitu misi
sosial dan misi komersial, sehingga harus menerapkan prinsip operasional yang modern.
Jasa gadai yang diberikan oleh pegadaian syariah dengan pegadaian konvensional memiliki
perbedaan mendasar, dimana pegadaian konvensional memungut biaya dalam bentuk bunga
yang bersifat akumulatif dan berlipat ganda; lain halnya dengan biaya di pegadaian syariah
yang tidak berbentuk bunga, tetapi berupa biaya penitipan, pemeliharaan, penjagaan, dan
penaksiran. Singkatnya, biaya gadai syariah lebih kecil dan hanya sekali dikenakan.
Definisi ar-rahn menurut istilah syara‟ adalah, menahan sesuatu disebabkan adanya hak yang
memungkinkan hak itu bisa dipenuhi dari sesuatu tersebut. Maksudnya menjadikan al-Aini
(barang, harta yang barangnya berwujud konkrit, kebalikan dari ad-Dain atau utang) yang
memiliki nilai menurut pandangan syara‟ sebagai watsiqah (pengukuhan, jaminan) utang,
sekiranya barang itu memungkinkan untuk digunakan membayar seluruh atau sebagian utang
yang ada. Adapun sesuatu yang dijadikan watsiqah (jaminan) haruslah sesuatu yang memiliki
nilai, maka itu untuk mengecualikan al-Ain (barang) yang najis dan barang yang terkena najis
yang tidak mungkin untuk dihilangkan, karena dua bentuk al-Ain ini (yang najis dan terkena
najis yang tidak mungkin dihilangkan) tidak bisa digunakan sebagai watsiqah (jaminan)
utang.
- Landasan Hukum Pengadaian Syariah
Sebagaimana halnya institusi yang berlabel syariah, maka landasan hukum Pegadaian Syariah
juga mengacu kepada syariah Islam yang bersumber dari Al Quran dan Hadist Nabi SAW.
Terdapat tiga landasan hukum Pegadaian Syariah, yaitu Al-Quran, hadist, dan ijtihad para
ulama.
1.Al-Qur’an
Landasan hukum yang bersumber pada Al-Qur’an adalah Surat Al Baqarah ayat 283, yang
diterjemahkan sebagai berikut:
”Jika kamu dalam perjalanan (dan bermu'amalah tidak secara tunai) sedang kamu tidak
memperoleh seorang penulis,maka hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang (oleh
yang berpiutang). Akan tetapi jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, maka
hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya (hutangnya) dan hendaklah ia
bertakwa kepada Allah Tuhannya, dan janganlah kamu (para saksi) menyembunyikan
persaksian. Dan barangsiapa yang menyembunyikannya,maka sesungguhnya ia adalah orang
yang berdosa hatinya; dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.”
2. Hadist
Terdapat empat hadist yang menjadi landasan hukum Pegadaian Syariah, yaitu:
a. Aisyah berkata bahwa Rasul bersabda:Rasulullah membeli makanan dari seorang yahudi
dan meminjamkan kepadanya baju besi (HR Bukhari dan Muslim).
b. Dari Abu Hurairah r.a. Nabi SAW bersabda: Tidak terlepas kepemilikan barang gadai dari
pemilik yang menggadaikannya. Ia memperoleh manfaat dan menanggung risikonya (HR
Asy’Syafii, al Daraquthni dan Ibnu Majah).
c. Nabi Bersabda: Tunggangan (kendaraan)yang digadaikan boleh dinaiki dengan
menanggung biayanya dan hewan ternak yang digadaikan dapat diperah susunya dengan
menanggung biayanya.Bagi yang menggunakan kendaraan dan memerah susu wajib
menyediakan biaya perawatan dan pemeliharaan (HR Jamaah, kecuali Muslim dan An Nasai).
d. Dari Abi Hurairah r.a. Rasulullah bersabda:Apabila ada ternak digadaikan, maka
punggungnya boleh dinaiki (oleh yang menerima gadai),karena ia telah mengeluarkan biaya
(menjaga)nya. Apabila ternak itu digadaikan, maka air susunya yang deras boleh diminum
(oleh orang yang menerima gadai) karena ia telah mengeluarkan biaya (menjaga)nya.Kepada
orang yang naik dan minum,maka ia harus mengeluarkan biaya (perawatan)nya (HR Jemaah
kecuali Muslim dan Nasai-Bukhari).
3. Ijtihad Ulama
Ijtihad atau kesepakatan para ulama membolehkan akad Rahn (al-Zuhaili, al-Fiqh al-Islami
wa Adilatuhu, 1985). Ijtihad tersebut diperkuat dengan Fatwa Dewan
Syariah Nasional No. 25/DSN-MUI/III/2002 tanggal 26 Juni 2002 yang menyatakan bahwa
pinjaman dengan menggadaikan barang sebagai jaminan utang dalam bentuk rahn
diperbolehkan dengan ketentuan berikut:
a. Ketentuan Umum:
1. Murtahin (penerima barang)
mempunyai hak untuk menahan Marhun (barang) sampai semua utang rahin (yang
menyerahkan barang) dilunasi. Marhun dan manfaatnya tetap menjadi milik Rahin. Pada
prinsipnya marhun tidak boleh dimanfaatkan oleh murtahin kecuali Seizin Rahin, dengan
tidak mengurangi nilai marhun dan pemanfaatannya itu sekedar pengganti biaya
pemeliharaan perawatannya.
3. Pemeliharaan dan penyimpanan marhun pada dasarnya menjadi kewajiban rahin, namun
dapat dilakukan juga oleh murtahin,sedangkan biaya dan pemeliharaan penyimpanan tetap
menjadi kewajiban rahin.
4. Besar biaya administrasi dan penyimpanan marhun tidak boleh ditentukan berdasarkan
jumlah pinjaman.
5. Penjualan marhun
a) Apabila jatuh tempo, murtahin harus memperingatkan rahin untuk segera melunasi
utangnya.
b) Apabila rahin tetap tidak melunasi utangnya, maka marhun dijual paksa/dieksekusi Hasil
Penjualan Marhun digunakan untuk melunasi utang,biaya pemeliharaan dan penyimpanan
yang belum dibayar serta biaya penjualan.
d) Kelebihan hasil penjualan menjadi milik rahin dan kekurangannya menjadi kewajiban
rahin.
b. Ketentuan Penutup
1. Jika salah satu pihak tidak dapat menunaikan kewajibannya atau jika terjadi perselisihan
diantara kedua belah pihak, maka penyelesaiannya dilakukan melalui Badan Arbitrase
Syariah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah.
2. Fatwa ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dengan ketentuan jika di kemudian hari terdapat
kekeliruan akan diubah dan disempurnakan sebagai mana mestinya.
- Persamaan dan Perbedaan Pegadaian Konvensional dengan Syariah
Pegadaian konvensional dan pegadaian syariah adalah sama-sama lembaga keuangan yang
memberikan pinjaman kepada masyarakat atas dasar gadai. Dalam menjalankan usahanya
pegadaian tersebut memberikan pinjaman dengan adanya agunan atau jaminan dari
masyarakat yang berguna apabila suatu saat nasabah tidak mampu membayar utangnya, maka
pihak pegadaian boleh melakukan pelelangan atas barang tersebut dengan memberitahukan
terlebih dahulu kepada nasabah peminjam biasanya 3 hari sebelum diadakan pelelangan.
Pada prinsipnya barang jaminan yang diberikan nasabah tersebut tidak boleh diambil
manfaatnya, karena disini pegadaian hanya berkewajiban menjaga dan memelihara barang
tersebut agar tetap utuh sperti sedia kala, namun boleh juga diambil manfaatnya apabila ada
kesepakatan antara nasabah dengan pihak pegadaian.
B.Ketentuan Hukum Gadai Syariah
Transaksi gadai menurut syariah haruslah memenuhi rukun dan syarat tertentu yaitu :
1.Rukun Gadai, adanya ijab dan qabul, adanya pihak yang berakad yaitu pihak yang
menggadaikan(rahin) dan yang menerima gadai (murtahin), adanya jaminan (marhun) berupa
barang atau harta, adanya utang (marhun bih).
2.Syarat sah gadai, rahin dan murtahin dengan syarat-syarat kemampuan juga berarti
kelayakan seseorang untuk melakukan transaksi pemilikan, setiap orang yang sah melakukan
jual beli sah melakukan gadai. Sighat dengan syarat tidak boleh terkait dengan masa yang
akan datang dengan syarat-syarat tertentu. utang (marhun bih) dengan syarat harus
merupakan hak yang wajib diberikan atau diserahkan kepada pemiliknya, memungkinkan
pemanfatannya bila sesuatu yang menjadi utang itu tidak bisa dimanfaatkan maka tidak sah,
harus dikuantifikasi atau dapat dihitung jumlahnya bila tidak dapat diukur atau tidak
dikuantifikasikan, rahn itu tidak sah. Barang (marhun) dengan syarat harus bisa
diperjualbelikan, harus berupa harta yang bernilai, marhun harus bisa dimanfaatkan secara
syariah, harus diketahui keadaan fisiknya, harus dimiliki oleh rahin setidaknya harus seizing
pemiliknya.
Disamping itu, menurut Fatwa DSN MUI No. 25/DSN-MUI/III/2002 gadai syariah harus
memnuhi ketentuan umum berikut :
1.Murtahin (penerima barang) punya hak untuk menahan marhun (barang) sampai semua
utang rahin (yang menyerahkan barang) dilunasi.
2.Marhun dan manfaatnya tetap menjadi mili rahin. Pada prisipnya, marhun tidak boleh
dimanfaatkan oleh murtahin kecuali sizing rahin, dengan tidak mengurangi nilai marhun, dan
pemanfaatannya itu sekedar pengganti biaya pemeliharaan dan perawatannya.
3.Pemeliharaan dan penyimpanan marhun pada dasarnya menjadi kewajiban rahin, namun
dapat juga dilakukan oleh murtahin, sedangkan biaya dan pemeliharaan penyimpanan tetap
menjadi kewajiban rahin.
4.Besar penyimpanan dan pemeliharaan marhun tidak boleh ditentukan berdasarkan jumlah
pinjaman.
5.Penjualan marhun
a.Apabila jatuh tempo, murtahin harus memperingatkan rahin untuk segera melunasi
utangnya.
b.Apabila rahin tetap tidak bisa melunasi utangnya, maka marhun dijual paksa/dieksekusi
melalui lelang sesuai syariah.
c.Hasil penjualan marhun digunakan untuk melunasi utang, biaya pemeliharaan dan
penyimpanan yang belum dibayar serta biaya penjualan.
d.Kelebihan hasil penjualan menjadi milik rahin dan kekurangannya menjadi kewajiban rahin.
C.Perkembangan Pegadaian Syariah
Keberadaan pegadaian syariah pada awalnya didorong oleh berkembangnya lembaga
keuangan syariah. Disamping itu,masyarakat Indonesia yang menjadi nasabah pegadaian
kebanyakan umat Islam, sehingga dengan keberadaan pegadaian syariah ini, maka akan
memperluas pangsa pasar pegadaian dan nasabah akan merasa aman, dikarenakan
transaksinya sesuai dengan syariat Islam. Berarti pinjaman yang diterapkan adalah pinjaman
tanpa bunga dan halal.Pegadaian syariah merupakan hasil kerjasama Perum Pegadaian
dengan BMI (Bank Muamalat Indonesia) pada bulan Mei 2002.
Kerjasama ini ditujukan untuk membangun sinergi atau potensi yang dimiliki bersama untuk
mengembangkan gadai syariah. Secara bersama BMI dan Perum Pegadaian akan
mengupayakan implementasi sosialisasi dan penyediaan sarana gadai syariah kepada
masyarakat.
Dalam usaha penyaluran uang pinjaman sebagai kegiatan utamanya, pegadaian syariah
sampai saat ini telah memiliki 22 kantor cabang di 9 kantor wilayah dilingkup jangkauan
yang masih terbatas.
Keberadaan pegadaian syariah ini, diharapkan mampu mengelola usahanya dengan cara lebih
professional, tanpa meninggalkan ciri khusus dan misinya, yaitu pinjaman atas dasar hukum
gadai syariah dengan pasar sasaran adala masyarakat golongan sosial ekonomi lemah (kecil)
dan dengan cara mudah, cepat, aman dan hemat sesuai dengan mottonya “Mengatasi Masalah
sesuai Syariah”
D.Tujuan dan Manfaat Pegadaian Syariah
Sifat usaha pegadaian pada prinsipnya menyediakan pelayanan bagi kemanfaatan umum, dan
sekaligus memupuk keuntungan berdasarkan prinsip pengelolalan. Oleh karena itu, pegadaian
memiliki tujuan sebagai berikut:
1. Turut melaksanakan dan menunjang pelaksanakan kebijakan dan program pemerintah
dibidang ekonomi dan pembangunan nasional pada umumnya melalui penyaluran
uang pinjaman/pembiayaan atas dasar hukum gadai.
2. Untuk mengatasi agar masyarakat yang sedang membutuhkan uang, tidak jatuh
ketangan para pelepas uang atau tukang ijon,atau tukang rentenir yang bunganya
relatif tinggi.
3. Mencegah praktik pegadaian gelap dan pinjaman yang tidak wajar
Kemudian dalam PP RI No.103 tahun 2000, tujuan perum pegadaian dipertegas, yaitu
meningkatkan kesejahteraan masyarakat,terutama golongan menengah kebawah, melalui
penyediaan dana atas dasar hukum gadai. Juga menjadi penyedia jasa di bidang keuangan
lainnya. Berdasarkan ketentuan perundang-undangan yang berlaku, serta menghindari
masyarakat dari gadai gelap, praktik riba,dan pinjaman yang tidak wajar lainnya.
Sedangkan fungsi pokok pegadaian menurut Usman adalah sebagai berikut:
1. Mengelola penyaluran uang pinjaman atas dasar hukum gadai dengan cara mudah. cepat,
aman, dan hemat.
2. Menciptakan dan mengembangkan usaha-usaha lain yang menguntungkan bagi lembaga
Pegadaian maupun masyarakat.
3. Mengelola keuangan, perlengkapan, kepegawaian, dan diklat
4. Mengelola organisasi, tata kerja, tata laksana pegadaian dan
5. Melakukan penelitian dan pengembangan, serta mengawasi pengelolaan Pegadaian.
E.Kegiatan Usaha Pegadaian Syariah
Usaha pokok pegadaian adalah usaha peminjaman uang dengan sistem gadai. Akan tetapi,
pegadaian juga memiliki usaha-usaha yang lain.
Dalam buku Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya (2018) karya Kasmir, dijelaskan
beberapa usaha lain yang dilakukan oleh pegadaian, yaitu:
- Melayani jasa taksiran
Jasa taksiran adalah jasa yang diberikan pegadaian kepada masyarakat yang ingin menaksir
berapa nilai riil barang-barang berharga yang dimilikinya. Jasa ini berguna bagi masyarakat
yang ingin menjual barang-barang berharganya atau hanya sekedar ingin mengetahui jumlah
kekayaannya.
- Melayani jasa titipan barang
Jasa titipan barang adalah jasa yang diberikan pegadaian kepada masyarakat yang ingin
menitipkan barang-barang berharganya. Jasa ini diberikan untuk memberikan rasa aman
kepada pemiliknya, terutama bagi orang-orang yang akan meninggalkan rumah dalam kurun
waktu yang lama.
- Memberikan kredit
Kredit diberikan terutama bagi karyawan yang memiliki penghasilan tetap. Pembayaran
pinjaman dilakukan dengan memotong gaji peminjam secara bulanan. Ikut serta dalam usaha
tertentu bekerja sama dengan pihak ketiga Misalnya dalam hal pembangunan perkantoran
atau pembangunan lainnya dengan sistem Build, Operate, and Transfer (BOT).
F.Sumber Pendanaan Pengadaian Syariah
Pegadaian sebagai lembaga keuangan tidak diperkenankan menghimpun dana secara
langsung dari masyarakat dalam bentuk simpanan, misalnya giro, deposito, dan tabungan.
Untuk memenuhi kebutuhan dananya, perum pegadaian memiliki sumber-sumber dana
sebagai berikut:
1. Modal sendiri
2. Penyertaan modal pemerintah
3. Pinjaman jangka pendek dari perbankan
4. Pinjaman jangka panjang yang berasal dari Kredit Lunak Bank Indonesia
5. Dari masyarakat melalui penerbitan obligasi.
Aspek syariah tidak hanya terkait pada bagian operasionalnya saja, pembiayaan kegiatan dan
pendanaan bagi nasabah, harus diperoleh dari sumber yang benar-benar terbebas dari unsur
riba.Dalam hal ini, seluruh kegiatan pegadaian syariah termasuk dana yang kemudian
disalurkan kepada nasabah, murni berasal dari modal sendiri ditambah dana pihak ketiga dari
sumber yang dapat dipertanggungjawabkan. Pegadaian telah melakukan kerja sama dengan
Bank Muamalat sebagai fundernya, ke depan pegadaian juga akan melakukan kerja sama
dengan lembaga keuangan syariah lain untuk memback up modal kerja.

Anda mungkin juga menyukai