SH MH
GADAI SYARIAH
Dr.Elsi Kartika Sari, SH MH
DASAR HUKUM
1. Peraturan Mahkamah Agung No. 2 Tahun 2008 tentang Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah (Pasal
329-369).
2. Q S Al Baqarah Ayat 283, “ Jika kamu dalam perjalanan sedang kamu tidak memperoleh seorang
penulis, maka hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang (oleh yang berpiutang).” Menurut
ayat yang tertera diatas, bahwasannya Al-Qur’an memperbolehkan adanya hukum akad gadai,
dengan mengecualikan jika adanya unsur riba yang terdapat didalamnya. Ayat tersebut menyebutkan
“barang tanggungan yang dapat dijadikan sebagai pegangan (oleh yang menguntungkan)”. Dalam
dunia financial, barang tanggungan bisa dikenal sebagai jaminan atau objek pegadaian.
3. Hadist R. Anas ra, “Rasulullah saw. pernah membeli makanan dari seorang Yahudi dengan cara
menangguhkan pembayarannya, lalu beliau menyerahkan baju besi beliau sebagai jaminan”. Dari
hadits diatas dapat dipahami, bahwa bermuamallah dibenarkan juga bila dilakukan dengan orang
yang non muslim dan juga harus barang jaminan, agar tidak ada kekhawatiran bagi yang memberikan
pinjaman atau hutang.
4. Ijma’ Ulama Berkaitan dengan pembolehan perjanjian gadai ini, jumhur ulama juga berpendapat
boleh dan mereka tidak pernah berselisih pendapat mengenai hal ini. Jumhur ulama berpendapat
bahwa disyari’atkan pada waktu tidak bepergian maupun pada waktu bepergian, berdasarkan kepada
perbuatan Rasulullah Saw dalam hadits di atas
Dr. Elsi Kartika Sari. SH MH
• Gadai dalam bahasa Arab disebut Rahn. Rahn menurut bahasa adalah jaminan hutang, gadaian, seperti juga dinamai
Al-Habsu, artinya penahanan.
• Menurut syara’ artinya akad yang objeknya menahan harga terhadap sesuatu hak yang mungkin diperoleh bayaran
yang sempurna darinya.
• Adapun para Imam Madzhab mengartikan kata Gadai (rahn) sebagaiberikut:
1. Menurut Imam Hanafi, gadai atau rahn adalah: Rahn (gadai) adalah menjadikan benda yang memiliki nilai harta
dalam pandangan syara’ sebagai jaminan untuk utang, dengan ketentuan dimungkinkan untuk mengambil semua
utang, atau mengambil sebagiannya dari benda (jaminan) tersebut.
2. Menurut Imam Syafi’iyah, definisi gadai (rahn) sebagai berikut: Gadai adalah menjadikan suatu benda sebagai
jaminan untuk utang, di mana utang tersebut bisa dilunasi (dibayar) dari benda (jaminan) tersebut ketika
pelunasannya mengalami kesulitan.
3. Hanabilah memberikan definisi rahn sebagai berikut: Gadai adalah harta yang dijadikan sebagai jaminan untuk
utang yang bisa dilunasi dari harganya, apabila terjadi kesulitan dalam pengembaliannya dari orang yang berutang.
4. Malikiyah memberikan definisi gadai (rahn) sebagai berikut: Rahn adalah sesuatu yang bernilai harta yang diambil
dari pemiliknya sebagai jaminan untuk utang yang tetap (mengikat) atau menjadi tetap.
• Dari beberapa pengertian di atas dapat kita ambil kesimpulan bahwa pengertian rahn adalah menahan harta salah
satu milik si peminjam atas pinjaman yang diterimanya, secara sederhana dapat dijelaskan bahwa rahn adalah
semacam jaminan utang atau gadai.
• Pasal 329 KHES, Rahn/gadai adalah penguasaan barang milik peminjam oleh pemberi pinjamn sebagai jaminan.
Dr. Elsi Kartika Sari. SH MH
1. Murtahin (penerima barang) mempunyai hak untuk menahan barang sampai semua utang rahin
(yang menyerahkan barang) dilunasi.
2. Marhun dan manfaatnya tetap menjadi milik rahin/debitor, pada prinsip marhun tidak boleh
dimanfaatkan oleh murtahin kecuali seizin rahin dengan ridak mengurangi nilai marhun adan
pemanfaatannya sekedar pengganti biaya pemeliharaan perawatannya.
3. Pemeliharan dan penyimpanan marhun pada dasarnya menjadi kewajiban rahin namun dapat
dilakukan juga oleh murtahin, sedangkan biaya dan pemeliharaan penyimpanan tetap menjadi
kewajiban rahin.
4. Besar biaya adminsitrasi dan penyimpanan marhun tidak boleh ditentukan berdasarkan jumlah
pinjaman.
5. Penjualan marhun
a. Apabila jatuh tempo murtahin harus mempringatkan rahin untuk segera melunasi hutangnya,
b. Apabila rahin tetap tidak melunasi hutangnya maka marhun tetap dijual paksa atau dieksekusi,
c. Hasil penjualan digunakan untuk melunasi hutang, biaya pemeliharaan dan penyimpanan yang
belum dibayar serta biaya penjualan.
d. Kelebihan hasil penjualan menjadi milik rahin dan kekurangan menjadi kewajiban rahin.
Dr. Elsi Kartika Sari. SH MH
• Secara umum barang gadai harus memenuhi beberapa syarat, antara lain:
a. Harus diperjual belikan,
b. Harus berupa harta yang bernilai,
c. Marhun harus bisa dimanfaatkan secara syariah,
d. Harus diketahui keadaan fisiknya, maka piutang tidak sah untuk digadaikan harus
berupa barang yang diterima secara langsung,
e. Harus dimiliki oleh Rahin (peminjam atau penggadai) setidaknya harus seizin
pemiliknya.
• Di atur dalam Pasal 342 Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah, Rahn Harta Pinjaman:
a. Seseorang boleh menggadaikan harta pinjaman dengan seizin pihak yang
meminjamkannya.
b. Apabila pemilik harta tersebut di atas memberi izin tanpa syarat apapun, maka
peminjam boleh menggadaikannya dengan cara apapun.
c. Apabila pemilik harta tersebut di atas memberi izin dengan syarat, maka peminjam
tidak boleh menggadaikan harta tersebut kecuali sesuai dengan persyaratan yang
telah disepakati.
Dr. Elsi Kartika Sari. SH MH
1. Akad Al-Qardhul Hasan, akad ini dilakukan pada kasus nasabah yang ingin menggadaikan
barangnya untuk kebutuhan konsumtif. Dengan demikian nasabah (rahin) akan memberikan
biaya upah atau fee kepada pegadaian atau murtahuin yang telah menjaga atau mewarat
barang gadai (marhun).
2. Akad Al-Mudharabah, akad dilakukan untuk nasabah yang menggadaikan jaminanya untuk
menambah modal usaha (pembiayaan ivestasi dan modal kerja) dengan demikian rahin akan
memberikan bagi hasil berdasarkan keuntungan kepada murtahin sesuai kesepakatan, sampai
modal yang dipinjam terlunasi.
3. Akad Bai Al-Muqayadah, akad ini dpat dilakukan jika rahin yangmenginginkan menggadaikan
barangnya untuk keperluan produkif, artinya dalammenggadakan, rahin tersebutmenginginkan
modal kerja berupa pembelian barang, sedangkan barang jaminan yangdapatdijaminkan untuk
akad ini adalah barang-barang yang dapat dimanfaatkan atautidak dapat dimanfaatkan oleh
rahun atau murtahun. Dengan demikian, murtahin akan memberikan barang yang sesuai
dengan keinginan rahin atau rahin akan memberikan mark up kepada murtahin sesuai dengan
kesepakatan pada saat akad berlangsung sampai batas waktu yang telah ditentukan.
Dr. Elsi Kartika Sari. SH MH
• Berdasarkan syariah Islam apabila jangka waktu telah ditentukan dalam perjanjian
untuk pembayaran utang telah terlewati maka si berutang/Rahin berkewajiban
untuk membayar utang, seandainya si berutang/Rahin tidak mempunyai
kemampuan dan kemauan untuk mengembalikan pinjaman, hendaklah ia
memberikan izin kepada pemegang gadai /Murtahin untuk menjual barang gadai,
jika tidak diberikan oleh Rahin, maka Murtahin dapat meminta pertolongan Hakim
untuk memaksa Rahin untuk melunasi utangnya/memberi izin kepada Murtahin
untuk menjual barang gadai.
• Apabila Murtahin telah mejual barang gadai dan ternyata ada kelebihan dari yang
seharusnya dibayar oleh Rahin, maka kelebihan tersebut harus diberikan kepada
rahin, sebaliknya sekalipun barang gadai telah dijual dan ternyata belum dapat
melunasi utang Rahin, maka Rahin gadai masih mempunyai kewajiban untuk
membayar kekurangannya
• .
Dr. Elsi Kartika Sari. SH MH
1. Apabila telah jatuh tempo, pemberi gadai dapat mewakilkan kepada penerima gadai atau penyimpan
atau pihak ketiga untuk menjual harta gadainya.
2. Apabila jatuh tempo, penerima gadai harus memperingatkan pemberi gadai untuk segera melunasi
utangnya.
3. Apabila pemberi gadai tidak dapat melunasi utangnya maka harta gadai dijual paksa melalui lelang
syariah. Hasil penjualan harta gadai digunakan melunasi utang, biaya penyimpan dan pemeliharaan
yang belum dibayar serta biaya penjualan.
4. Kelebihan hasil penjualan menjadi milik pemberi gadai dan kekuarangannya menjadi kewajiban pembei
gadai.
5. Jika pemberi gadai tidak diketahui keberadaannya, maka penrima gadai boleh mengajukan kepada
Pengadilan agar pengadilan menetapkan bahwa penerima gadai boleh menjual harta gadai untuk
melunasi utang pemberi gadai.
6. Jika penerima gadai tidak menyimpan dan atau memelihara harta gadai sesuai dengan akad, maka
pemberi gadai dapat menuntut ganti rugi.
7. Apabila harta gadai rusak karena kelalaiannya, penerima gadai harus mengganti harta gadai.
8. Jika yang merusak harta gadai adalah pihak ketiga, maka yang bersangkutan harus menggantinnya.
9. Penyimpan harta gadai harus mengganti kerugian jika harta gadai itu rusak kareba kelalaiannya.
Dr. Elsi Kartika Sari. SH MH
• PERSAMAAN
1. Hak gadai atas pinjaman uang,
2. Adanya jaminan sebagai jaminan utang,
3. Tidak boleh mengambil manfaat barang yang digadaikan,
4. Biaya barang yang digadaikan ditanggung oleh para pemberi gadai,
5. Apabila batas waktu pinjaman uang habis, barang yang digadaikan boleh dijual atau dilelang.
• PERBEDAAN
I. Rahn dalam Hukum Islam dilakukan secara suka rela atas dasar tolong menolong, sedangkan
Gadai menurut Hukum Perdata, disamping berprinsip tolong menolong juga menarik
keuntungan dengan cara menarik bunga atau sewa modal,
II. Dalam Hukum Perdata, hak gadai hanya berlaku pada benda yang bergerak, sedangkan dalam
Hukum Islam, rahn berlaku pada seluruh benda baik yang bergerak maupun yang tidak
bergerak,
III. Dalam Rahn tidak ada istilah bunga,
IV. Gadai menurut Hukum Perdata dilaksanakan melalui suatu lembaga yang di Indonesia disebut
Perum Pegadaian, Rahm menurut islam dapat dilaksanakan tanpa lembaga,