Ag
Dosen Institut Daarul Qur’an
Gadai/Rahn
Pengertian
dalam bahasa arab gadai diistilahkan dengan rahn dan
dapat juga dinamai al-habsu. Arti rahn adalah tetap dan lama,
sedangkan al-habsu berarti penahanan terhadap suatu barang
dengan hak sehingga dapat dijadikan sebagai pembayaran dari
barang tersebut.
Adapun menurut seorang ulama’ yaitu Imam Ibnu Qudhamah
dalam kitab al-Mughni adalah sesuatu benda yang dijadikan
kepercayaan dari suatu hutang untuk dipenuhi dari harganya,
apabila yang berhutang tidak sanggup membayarnya dari orang
yang berhutang
Dasar hukum
• Al-Qur’an
- QS. Al-Baqarah ayat 282-283.
“hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermuamalah tidak secara tunai yang ditentukan, hendaklah kamu
menulisnya…”
“jika kamu dalam perjalanan sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis, maka hendaklah ada barang
tangguangan yang dipegang (oleh yang berpiutang). Akan tetapi jika sebagian kamu dapat mempercayai sebagian
yang lain, maka hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya (hutangnya)
• As-sunnah
-Aisyah berkata bahwa Rasul bersabdan: “Rasulullah membeli makanan dari seorang Yahudi dan meminjamkan
kepadanya baju besi” (HR Bukhori & Muslim).
-Dari Abu Hurairah r.a Nabi SAW bersabda : “tidak terlepas kepemilikan barang gadai dari pemilik yang
menggadaikannya. Ia memperoleh manfaat dan menanggung risikonya” (HR Asy’Syafii, al darulquthni dan Ibnu
Majah).
2. Hukum Normatif
• a. Fatwa pertama nomor 25/DSN-MUI/III/2002 tentang Rahn
• b. Fatwa Kedua nomer 26/DSN/MUI/3/2002 Tentang Rahn Emas
Asal Mula Pegadaian
• Dlm sejarah dunia pegadaian pertama kali dilakukan di Italia
kemudian berkembang ke wilayah Eropa spt Inggris, Perancis dan
Belanda. Oleh orang VOC usaha Pegadaian dibawa ke Hindia
Belanda.
• Dizaman kemerdekaan, pemerintah RI mengambilalih usaha dinas
pegadaian dan mengubah status pegadaian menjadi PN
berdasarkan UU No. 19 Prp 1960, selanjutanya pd tgl 11 Maret
1969 berdasarkan PP No. 7 th 1969 PN menjadi Perjan, kemudian
pd tgl 10 April 1990 berdasarkan PP No. 10 th 1990 Perjan berubah
Perum s.d sekarang.
• Ijtihad
Jumhur ulama tidak pernah berselisih tentang pembolehan gadai,
mereka sepakatbahwa gadai boleh. Jumhur ulama berpendapat
bahwa disyariatkan pada waktu bepergian maupun tidak bepergian,
berargumentasi berdasarkan perbuatan Rasulullah terhadap orang
Yahudi dalam hadist diatas. Adapun untuk diperjalanan dapat dilihat
dari QSAl-Baqarah: 283.
Rukun dan Syarat Rahn
• a. Ijab qabul (sighot)
Hal ini dapat dilakukan dalam bentuk tertulis maupun lisan, asalkan didalamnya
terkandung maksud adanya perjanjian gadai.
• b. Orang yang bertransaksi (Aqid) Syarat-syarat yang harus dipenuhi bagi orang yang
bertransaksi gadai yaitu rahin (pemberi gadai) dan murtahin (penerima gadai) adalah
a) Telah dewasa
b) Berakal
c) Atas keinginan sendiri
• c. Adanya barang yang digadaikan (marhun)
Syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk barang yang akan digadaikan adalah:
a) Dapat diserahterimakan
b) Bermanfaat
c) Milik rahin
d) Jelas
e) Tidak bersatu dengan harta lain
f) Dikuasai oleh rahin
g) Harta yang tetap atau dapat dipindahkan
• d. Marhun bih (utang) Menurut ulama Hanafiyanh dan syafiiyah syarat utang yang
dapat dijadikan alas gadai adalah:
a) Berupa utang yang tetap dapat dimanfaatkan
b) Utang harus lazim pada waktu akad
c) Utang harus jelas dan diketahui oleh rahin dan murtahin.
Pemanfaatan dan Penjualan Barang Gadaian
• a. Pemanfaatan rahin atas barang yang digadaikan
Ulama hanafiyah berpendapat bahwa rahin tidak boleh memanfaatkan
barang tanpa seizin murtahin, begitu pula murtahin tidak boleh
memanfaatkannya tanpa seizin rahin. Pendapat ini sama dengan pendapat
ulama Hanabilah.
Sedangkan ulama malikiyah berpendapat bahwa jika barang yang digadaikan
sudah berada di tangan murtahin, rahin mempunyai hak memanfaatkannya.
Ulama Syafiiyah mengatak bahwa rahin dibolehkan untuk memanfaatkan
barang jika tidak menyebabkan barang tersebut berkurang, tidak perlu
meminta izin, seperti mengendarainya, menempatinya, dll. Akan tetapi jika
menyebabkan barang berkurang, seperti sawah, kebun, rahn harus
mmeminta izin pada murtahin.
• b. Pemanfaatan murtahinn atas barang gadai
Ulama Hanafiyah berpendapat bahwa murtahin tidak boleh
memanfaatkan barang gadai sebab dia hanya berhak menguasainya
dan tidak boleh memanfaatkannya.
Sedangkan ulama Malikiyah membolehkan murtahin
memanfaatkannya jika diizinkan oleh rahin atau disyaratkan ketika
akad dan barang tersebut barang yangdapat diperjualbelikan serta
ditentukan waktunya secara jelas.
Berakhirnya Akad Rahn
akad rahn akan berakhir dengan hal-hal sebagai berikut:
1) Barang telah diserahkan kembali kepada pemiliknya.
2) Rahin membayar hutangnya.
3) Dijual dengan perintah hakim atas izin rahin.
4) Pembebasan hutang dengan cara apapun, meskipun tidak ada
persetujuan dari pihak rahin.
Kegiatan pelelangan
Lelang adalah bentuk penjualan barang di depan umum kepada
penawar tertinggi.
Dalam prakteknya ada dua jenis lelang, yaitu lelang naik, atau yang
biasa disebut dutch auction, dan lelang turun. Lelang naik adalah
lelang yang awalnya membuka harga lelang dengan harga rendah,
kemudian semakin naik akhirnya diberikan pada calon pembeli.
Sedangkan lelang turun yaitu lelang yang dibuka dengan harga tinggi,
kemudian semakin turun sampai akhirnya diberikankepada calon
pembeli dengan tawaran tertinggi yang disepakati penjual, dan
biasanya ditandai dengan ketukan (lelang turun).
Menurut (Kurniawan, 2004) ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam
praktik pelelangan, hal ini dimaksudkan agar terhindar dari penyimpangan
syariah, pelanggaran hak, norma dan etika, yaitu:
a. Transaksi dilakukan oleh pihak yang cakap hukum atas dasar sukarela
(an’taradhin)
b. Objek lelang harus halal dan bermanfaat
c. Kepemilikan/kuasa penuh pada barang yang dijual
d. Kejelasan dan transparansi barang yang dilelang tanpa adanya manipulasi
e. Kesanggupan penyerahan barang dari penjual
f. Kejelasan dan kepastian harga yang disepakati tanpa berpotensi menimbulkan
perselisihan
g. Tidak menggunakan cara yabg menjurus kepada kolusi dan suap untuk
memenangkan tawaran.
Persamaan dan Perbedaan antara Rahn dan Gadai
2. Akad al-Mudharabah
Dilakukan untuk nasabah yang menggadaikan jaminannya untuk menambah modal usaha
(pembiayaan investasi dan modal kerja). Dengan demikian, rahin akan memberikan bagi hasil
(berdasarkan keuntungan) kepada murtahin sesuai dengan kesepakatan, sampai barang yang
dipinjam dilunasi.
3. Akad al-Mudharabah
Dilakukan untuk nasabah yang menggadaikan jaminannya untuk menambah modal usaha (pembiayaan investasi dan
modal kerja). Dengan demikian, rahin akan memberikan bagi hasil (berdasarkan keuntungan) kepada murtahin sesuai dengan
kesepakatan, sampai barang yang dipinjam dilunasi.
4. Akad Ijarah
Akad Ijarah adalah akad yang objeknya adalah penukaran manfaat untuk masa tertentu, yaitu pemilikan manfaat
dengan imbalan, sama dengan menjual manfaat. Dalam kontrak ini ada kebolehan untuk menggunakan manfaat atau jasa
dengan ganti berupa kompensasi.
Dalam gadai syariah, penerima gadai (murtahin) dapat menyewakan tempat penyimpanan barang (deposit box) kepada
nasabahnya. Barang titipan dapat berupa barang yang menghasilkan manfaat maupun tidak menghasilkan manfaat. Pemilik
yang menyewakan disebut muajjir (pegadaian), sementara nasabah (penyewa) disebut mustajir, dan sesuatu yang diambil
manfaatnya disebut major, sedangkan kompensasi atau balas jasa disebut ajron atau ujrah.
Persamaan dan Perbedaan Pegadaian Syariah dengan Pegadaian
Konvensional
Pegadaian Konvensional Pegadaian Syariah
Didasarkan pada Peraturan Pemerintah Nomor 103 tahun 2000 Didasarkan pada Peraturan Pemerintah Nomor 103 tahun 2000 dan Hukum Agama
Islam
Biaya administrasi berdasarkan prosentase berdasarkan golongan barang Biaya administrasi menurut ketetapan berdasarkan golongan barang
Bila lama pengembalian pinjaman lebih dari perjanjian barang gadai dilelang kepada Bilamana lama pengembalian pinjaman lebih dari akad, barang gadai nasabah dijual
masyarakat kepada masyarakat
Sewa modal dihitung dengan: Prosentase x uang pinjaman (UP) Jasa simpanan dihitung dengan: konstanta x taksiran