Anda di halaman 1dari 4

Nama : Ayu Lestari

Nim : 203070022

Jurusan : Hukum Ekonomi Syariah (1)

Semester :V

RAHN/GADAI

A. Pengertian Rahn/GADAI

Gadai atau al-rahn (‫ )الرهن‬secara bahasa dapat diartikan sebagai (al stubut,al habs)
yaitu penetapan dan penahanan. Istilah hukum positif di indonesia rahn adalah apa yang
disebut barang jaminan, agunan, rungguhan, cagar atau cagaran, dan tanggungan.

Al-rahn adalah menahan salah satu harta milik si peminjam atas pinjaman yang
diterimanya. Barang yang di tahan tersebut memiliki nilai ekonomis. Dengan demikian
pihak yang menahan memperoleh jaminan untuk dapat mengambil kembali seluruh atau
sebagian piutangnya. Secara sederhana dapat dijelaskan bahwa rahn adalah semacam
jaminan hutang atau gadai. Pemilik barang gadai disebut rahin dan orang yang
mengutangkan yaitu orang yang mengambil barang tersebut serta menahannya disebut
murtahin, sedangkan barang yang di gadaikan disebut rahn.

Dengan demikian gadai menurut syariat Islam berarti penahanan atau


pengekangan. Sehingga dengan adanya akad gadai menggadai, kedua belah pihak
mempunyai tanggung jawab bersama, yang punya utang bertanggung jawab melunasi
utangnya dan yang berpiutang bertanggug jawab menjamin keutuhan barang jaminannya.
Apabila utang telah dibayar maka pemahaman oleh sebab akad itu dilepas, dan
keadaannya bebas dari tanggung jawab dan kewajiban masing-masing.

B. Dasar Hukum Rahn

Gadai/rahn ialah perjanjian (akad) pinjam meminjam barang dengan menyerahkan


barang sebagai tanggungan hutang.perjanjian gadai itu dibenarkan dalam islam,
berdasarkan Q.S al baqarah ayat : 283

ً ‫ضكُمِ  بَع‬
‫ضِا‬ ُ ‫ن  اَمنَِ  بَع‬
ِ ِ‫ضةِ  ِۗ فَا‬ ِ ‫ع ٰلى   َسف َِر   َّولَمِ  تَجدُوِا  كَا تبًا  فَر ٰه‬
َ ‫ن   َّمقبُو‬ َ    ِ‫َواِ نِ كُنتُم‬

Artinya: Jika kamu dalam perjalanan (dan bermu'amalah tidak secara tunai) sedang kamu
tidak memperoleh seorang penulis, Maka hendaklah ada barang tanggungan yang
dipegang, (Q.S. Al-Baqarah: 283)
Para ulama fiqh sepakat bahwa ar-rahn boleh dilakukan dalam perjalanan dan
dalam keadaan hadir di tempat, asal barang jaminan itu bisa langsung dipegang/dikuasai
secara hukum oleh si piutang. Maksudnya, karena tidak semua barang jaminan bisa
dipegang / dikuasai oleh si pemberi piutang secara langsung, maka paling tidak ada
semacam pegangan yang dapat menjamin bahwa barang dalam status al-Marhun (menjadi
jaminan hutang). Misalnya, apabila barang jaminan itu berbentuk sebidang tanah, maka
yang dikuasai adalah surat jaminan tanah itu.

Dalam sebuah hadist dikatakan bahwa :

Dari Abu Hurairah Radhiyallahu Anhu, ia berkata, "Rasulullah Shallallahu Alaihi wa


Sallam bersabda, "Punggung hewan yang digadaikan boleh dinaiki dengan membayar dan
susu hewan yang digadaikan boleh diminum dengan membayar. Bagi orang yang menaiki
dan meminumnya wajib membayar." (HR. Al-Bukhari)

Penjelasan Kalimat:

Secara bahasa kata ar-rahn berarti menahan, sebagaimana tersebut dalam firman Allah
Ta'ala, "Setiap orang bertanggung jawab atas apa yang telah dilakukan. " Sedangkan
menurut istilah, ar-rahn berarti menjadikan suatu harta sebagai penguat hutang. Dan
selanjutnya, kata tersebut dijadikan sebagai sebutan atas barang yang digadaikan.

Dalam hadits di atas, yang dimaksud dengan pelaku yang menaiki dan meminumnya
adalah penerima gadai, berdasarkan adanya. kewajiban untuk mengganti sebagai imbalan
karena ia telah menaiki nya, walaupun hal tersebut mungkin juga dilakukan oleh orang
yang menggadaikan. Hanya saja, hal tersebut jauh dari kebenaran, karena nafkah barang
gadaian menjadi tanggungannya dan menjadi bagian dari miliknya. Dan dalam hadits
disebutkan bahwa nafkah tersebut menjadi tanggungan orang yang menaiki dan
meminum walaupun dia bukan pemilik sebenarnya, karena bagaimanapun juga nafkah
menjadi tanggungan bagi pemiliknya.

Selain Al-Qur’andanِHadits,ِgadaiِsyariahِjugaِmerujukِpadaِFatwaِDSN-
MUINo.25/DSN-MUI/III/2002 tentang gadai syariah (Ar-rhan) yang menyatakan bahwa
pinjaman dengan menggadaikan barang sebagai jaminan utang dalam bentuk Rahn
diperbolehkan dengan ketentuan sebagai berikut:

1. Ketentuan Umum
a. Murtahin (penerima barang) mempunyai hak untuk menahan Marhun (barang)
sampai semua utang Rahin (yang menyerahkan barang) dilunasi.
b. Marhun dan manfaatnya tetap menjadi milik Rahin. Pada prinsipnya Marhun
tidak boleh dimanfaatkan oleh Murtahin kecuali seizin Rahin, dengan tidak
mengurangi nilai Mahrun dan pemanfaatannya itu sekedar pengganti biaya
pemeliharaan perawatannya
c. Pemeliharaan dan penyimpanan Marhun pada dasarnya menjadi kewajiban
Rahin, namun dapat dilakukan juga oleh Murta hin, sedangkan biaya dan
pemeliharaan penyimpanan tetap menjadi kewajiban Rahin.
d. Besarnya biaya administrasi dan penyimpanan Marhun tidak boleh ditentukan
berdasarkan jumlah pinjaman.
e. Penjualan Marhun
1. Apabila jatuh tempo, Murtahin Harus memperingatkan Rahin
untuk segera melunasi utangnya.
2. Apabila Rahin tetap tidak melunasi utangnya, maka Marhun dijual
paksa/dieksekusi.
3. Hasil penjualan Marhun digunakan untuk melunasi utang, biaya
pemeliharaan dan penyimpanan yang belum dibayar serta biaya
penjualan.
4. Kelebihan hasil penjualan menjadi milik Rahin dan kekurangannya
menjadi kewajiban Rahin.
2. Ketentuan Penutup
a. Jika salah satu pihak tidak dapat menunaikan kewajibannya atau jika terjadi
perselisihan diantara kedua belah pihak, maka penyelesaiannya dilakukan
melalui B adan Arbriterase Syariah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui
musyawarah.
b. Fatwa ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dengan ketentuan jika di kemudian
hari terdapat kekeliruan akan diubah dan disempurnakan sebagai mana
mestinya.

Sedangkan Gadai menurut Kompilasi hukum ekonomi syariah yaitu 15


penguasaan barang milik peminjam oleh pemberi pinjaman sebagai jaminan.
Pengaturan mengenai gadai menurut kompilasi hukum islam yaitu sebagai
berikut:

Pasal 329

1. Akad gadai terdiri dari unsur: penerima gadai, pemberi gadai, harta gadai,
utang, dan akad.
2. Akad yang dimaksud dalam ayat (1) di atas harus dinyatakan oleh para pihak
dengan cara lisan, tulisan, atau isyarat.

Pasal 330

Para pihak yang melakukan akad gadai harus memiliki kecakapan hukum.

Pasal 331

Akad gadai sempurna bila harta gadai telah dikuasai oleh penerima gadai.

Pasal 332

1. Harta gadai harus bernilai dan dapat diserahkan-terimakan.


2. Harta gadai harus ada ketika akad dibuat.
Menurut buku 2 Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah Bab XIII tentang
Rahn pasal 343, bahwa murtahin selaku peneriman harta gadai mempunyai hak
untuk menahan marhun sampai semua utang râhin dilunasi. Oleh sebab itu,
apabila barang jaminan telah dikuasai oleh murtahin selaku pemberi utang maka
akad rahn bersifat mengikat serta tidak dapat dibatalkan secara sepihak oleh rahin.

Anda mungkin juga menyukai