Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

PEGADAIAN SYARIAH

(Disusun Untuk Memenuhi Mata Kuliah Lembaga Keuangan Syariah)

Dosen pengampu: Helma Maraliza S.E.I.,M.S.Sy.

Disusun Oleh Kelompok 4:

Ahmad Faiz (2021030186)

Aulia Rahma Wati (2021030025)

Deny Ardiansyah (2021030026)

Riska Aryana (2021030261)

Rissa Dwi Ardhana (2021030132)

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN INTAN LAMPUNG

FAKULTAS SYARIAH

HUKUM EKONOMI SYARIAH


BAB I

PEMBAHASAN

A. Pengertian Pegadaian Syariah

Secara terminologi gadai adalah pinjam meminjam uang dengan menyerahkan


barang dan batas waktu (bila telah sampai waktunya tidak ditebus, barang itu menjadi
hak orang yang memberi pinjaman). 1 Gadai dalam bahasa Arab disebut Ar-Rahn,
secara etimologi rahn adalah tetap, kekal, dan jaminan.2 Begitu pula gadai dinamai al-
habsu yang artinya ”penahanan”. Seperti dikatakan Ni’matun Rahinah, artinya ”karunia
yang tetap dan lestari”.3 Untuk al-habsu sebagaimana tercantum dalam firman Allah
SWT:

َ ‫ُك ُّل نَ ْف ٍس ِۢب َما َك‬


ْ َ‫سب‬
‫ت َر ِۢه ْينَة‬

"Setiap orang bertanggung jawab atas apa yang telah dilakukannya," (QS. Al-
Muddassir 74: Ayat 38)

Adapun pengertian rahn secara terminologi didefinisikan beberapa ulama fiqih


sebagai berikut:

1. Ulama Malikiyah

”Harta yang dijadikan pemiliknya sebagai jaminan hutang yang bersifat


mengikat”

2. Ulama Hanafiyah
”Menjadikan sesuatu (barang) jaminan terhadap hak (piutang) yang mungkin
dijadikan sebagai pembayar hak (piutang) itu, baik seluruhnya maupun
sebagainnya”.

1
W. J. S. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1999),
Cet. Ke-16, Hal 286.
2
Nasrun Haroen, Fiqh Muamalah, (Jakarta: Gaya Media Pratama,2007), Cet. Ke-2, h.251.
3
Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah, deterjemahkan oleh Kamaludin, (Bandung: PT. Al Ma’arif,
1995), Cet. Ke-7, jilid 12, h. 139
3. Ulama Syafi’iyah
”Menjadikan materi (barang) sebgai jaminan utang yang dapat dijadikan
pembayar utang apabila orang yang berutang tidak bisa membayar utangnnya
itu.”

4. Ulama Hanabilah
”Harta yang dijadikan jaminan hutang dan dapat dijadikan sebgai pembayar
hutang jika penghutang gagal membayar hutangnya kepada pemiutang”.

Sedangkan menurut Sayyid Sabiq, rahn adalah menjadikan barang yang


mempunyai nilai harta menurut pandangan syara’ sebagai jaminan utang, hingga yang
bersangkutan boleh mengambil atau bisa mengambil sebagai (manfaat) barang itu”. 4

B. Dasar Hukum Pegadaian Syariah

Sebagaimana halnya institusi yang berlabel syariah, maka landasan konsep


pegadaian Syariah juga mengacu kepada syariah Islam yang bersumber dari Al Quran
dan Hadist Nabi SAW. Adapun landasan yang dipakai adalah :

1. Al-Qur'an

َ‫ضا فَ ْليُ َؤ ِۢد الَّذِۢى اؤْ ت ُ ِۢمن‬


ً ‫ض ُك ْم بَ ْع‬
ُ ‫ضة ۗ فَ ِۢا ْن ا َ ِۢمنَ بَ ْع‬ َ ‫ع ٰلى‬
َ ‫سفَ ٍر َّولَ ْم ت َِۢجد ُْوا كَا تِۢبًا فَ ِۢر ٰهن َّم ْقب ُْو‬ َ ‫َواِۢ ْن ُك ْنت ُ ْم‬
َ‫ش َها دَة َ ۗ َو َم ْن يَّ ْكت ُ ْم َها فَ ِۢا نَّهٗۤٗ ٰاثِۢم قَ ْلبُهٗ ۗ َو اللّٰهُ بِۢ َما ت َ ْع َملُ ْون‬ َّ ‫ق اللّٰهَ َربَّهٗ ۗ َو ََل ت َ ْكت ُ ُموا ال‬ ِۢ َّ ‫ا َ َما نَـت َهٗ َو ْليَت‬
ۗ‫ع ِۢليْم‬
َ

"Dan jika kamu dalam perjalanan sedang kamu tidak mendapatkan seorang penulis,
maka hendaklah ada barang jaminan yang dipegang. Tetapi, jika sebagian kamu
memercayai sebagian yang lain, hendaklah yang dipercayai itu menunaikan
amanatnya (utangnya) dan hendaklah dia bertakwa kepada Allah, Tuhannya. Dan
janganlah kamu menyembunyikan kesaksian karena barang siapa menyembunyikannya,
sungguh, hatinya kotor (berdosa). Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan."
(QS. Al-Baqarah 2: Ayat 283).

2. Hadist

4
Ibid, Sayyid Sabiq, h. 139
“Aisyah berkata bahwa Rasul bersabda : Rasulullah membeli makanan dari seorang
yahudi dan meminjamkan kepadanya baju besi” (HR Bukhari dan Muslim).

Dari Abu Hurairah r.a. Nabi SAW bersabda : Tidak terlepas kepemilikan
barang gadai dari pemilik yang menggadaikannya. Ia memperoleh manfaat dan
menanggung risikonya. (HR Asy’Syafii, al Daraquthni dan Ibnu Majah).
Nabi Bersabda : Tunggangan (kendaraan) yang digadaikan boleh dinaiki dengan
menanggung biayanya dan bintanag ternak yang digadaikan dapat diperah susunya
dengan menanggung biayanya. Bagi yang menggunakan kendaraan dan memerah susu
wajib menyediakan biaya perawatan dan pemeliharaan. (HR Jamaah, kecuali Muslim
dan An Nasai)

Dari Abi Hurairah r.a. Rasulullah bersabda : Apabila ada ternak digadaikan,
maka punggungnya boleh dinaiki ( oleh yang menerima gadai), karena ia telah
mengeluarkan biayanya. Apabila ternak itu digadaikan, maka air susunya yang deras
boleh diminum (oleh orang yang menerima gadai) karena ia telah mengeluarkan biaya
(menjaga)nya. Kepada orang yang naik dan minum, maka ia harus mengeluarkan
biaya (perawatan)nya. (HR Jemaah kecuali Muslim dan Nasai Bukhari)

Di samping itu, para ulama sepakat membolehkan akad rahn. Landasan ini
kemudian diperkuat dengan Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia
no. 25/DSNMUI/III/2002 tanggal 26 Juni 2002 yang menyatakan bahwa pinjaman
dengan menggadaikan barang sebagai jaminan utang dalam bentuk rahn diperbolehkan

3. Undang-Undang

Gadai adalah perbuatan hukum yang diatur dalam Kitab Undang-Undang


Hukum Perdata pasal 1150, yaitu perjanjian utang-piutang dengan jaminan benda
bergerak, adanya jaminan tersebut agar barang-barang yang menjadi objek jaminan itu
dapat berada dibawah kekuasaan pemegang gadai. Transaksi gadai di Indonesia
dijalankan oleh perusahaan perseroan pegadaian. Tugas pokok pegadaian adalah
memberikan pinjaman kepada masyarakat atas dasar hukum gadai. Perusahaan Umum
Pegadaian yang didirikan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1990 tentang
Pengalihan Bentuk Perusahaan Jawatan Pegadaian Menjadi Perusahaan Umum
Pegadaian, sebagaimana telah diganti dengan Peraturan Pemerintah Nomor 103 Tahun
2000 tentang Perusahaan Umum Pegadaian, perlu mengubah bentuk badan hokum
Perusahaan Umum Pegadaian menjadi Perusahaan Perseroan yang diatur dalam
Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2011 tentang Perubahan Bentuk Badan Hukum
Perum Pegadaian menjadi Perusahaan Perseroan.

C. Rukun Dan Syarat Pegadaian Syariah

Dalam menjalankan suatu pegadaian syariah, pegadaian harus memenuhi rukun


gadai syariah. Rukun gadai tersebut antara lain sebagai berikut.

1. Yang Menggadaikan (Ar-Rahin)


Adalah orang yang sudah dewasa, berakal, dapat dipercaya, dan mempunyai
barang yang akan digadaikan.
2. Yang menerima gadai (Al-Murtahin)
Adalah orang, bank, atau suatu lembaga tertentu yang mendapat kepercayaan
dari Ar-Rahin untuk memperoleh modal dengan menggunakan jaminan suatu
barang (gadai).
3. Barang yang digadaikan (Al-Marhun/rahn)
Adalah barang yang dipakai rahin untuk dipakai sebagai jaminan dalam
memperoleh utang.
4. Utang (Al-Marhun Bih)
Adalah sejumlah dana yang diberikan oleh murtahin kepada rahin atas dasar
besarnya tafsiran marhun.
5. Sighat, ijab, dan qabul
Adalah kesepakatan yang dilakukan antara rahin dan murtahin dalam
melakukan transaksi gadai.
Dalam menjalankan suatu pegadaian syariah, pegadaian harus memenuhi syarat
gadai syariah. syarat gadai tersebut antara lain sebagai berikut.

1. Rahin dan Murtahin


Para pihak yang terlibat dalam perjanjian rahn, yaitu rahin dan murtahin harus
mengikuti semua syarat berikut kemampuan, yaitu berakal sehat. Kemampuan
berarti kelayakan seseorang untuk melakukan transaksi gadai.

2. Sighat
a. Sighat tidak boleh berkaitan dengan syarat tertentu dan juga dengan suatu
waktu dimasa yang akan datang.
b. Rahn memiliki sisi pelepasan barang dan pemberian utang sama seperti
akad jual beli. Maka tidak boleh diikat dengan syarat tertentu atau dengan
suatu waktu di masa yang akan datang.

3. Marhun Bih (Utang)


a. Harus berupa hak yang wajib untuk diberikan atau diserahkan kepada
pemiliknya.
b. Memungkinkan untuk dimanfaatkan atau mempunyai manfaat. Jika
sesuatu menjadi utang tidak bisa dimanfaatkan, maka tidaklah sah.
c. Harus dikuantifikasi atau bisa dihitung jumlahnya. Jika tidak bisa diukur
atau di kualifikasi rahn tersebut tidaklah sah.
4. Al-Marhun (Barang)
Aturan pokok yang dijelaskan dalam madzab Maliki tentang masalah ini adalah,
bahwa gadai itu bisa dilakukan pada seluruh macam harga pada semua macam
jual-beli. Kecuali pada jual-beli mata uang (sharf) dan pokok modal pada salam
yang berhubungan dengan tanggungan. Karena pada sharf disyaratkan tunai
(yaitu ke-2 belah pihak saling menerima), maka tidak boleh terjadi akad gadai
padanya. Berdasarkan pendapat yang dikemukakan oleh ulama Syafi’iyah,
barang yang digadaikan itu mempunyai 3 syarat:

a. Berupa utang. Karena barang nyata tidak bisa digadaikan.


b. Menjadi tetap. Karena sebelumnya tetap tidak bisa digadaikan, seperti
halnya jika seseorang menerima gadai dengan suatu imbalan yang
dipinjam-nya. Namun Imam Malik membolehkan hal ini.
c. Mengikatnya gadai tidak sedang dalam proses penantian terjadi dan
tidak menjadi wajib, seperti halnya gadai dalam kitabah.

Pada umumnya barang yang digadai harus memenuhi beberapa syarat, yaitu
sebagai berikut.

a. Harus harta yang mempunyai nilai atau bernilai.


b. Harus dapat diperjualbelikan.
c. Marhun harus dapat dimanfaatkan secara syariah.
d. Harus dimiliki oleh rahin, kalaupun tidak harus mendapatkan izin dari
pemiliknya.
e. Harus bisa diketahui kondisi fisiknya.5
D. Perbedaan Pegadaian Konvenssional dan Pegadaian Syariah

Berikut perbedaan pegadaian konvensional dan pegadaian syariah:

a. Pegadaian Konvensional
1. Biaya administrasi berupa presentase yang didasarkan pada
golongan barang.
2. Perhitungan biaya pinjaman dihitung setiap 15 hari kemudian dan
akan naik di hari ke 16 dan juga seterusnya.
3. Bunga pinjaman pun bisa ditentukan berdasarkan jumlah pinjaman.
Jika nilai pinjaman Anda semakin besar, bunga yang dibebankan
pun akan semakin besar pula.
4. Terdapat persyaratan jika pinjaman tidak dilunasi beserta bunganya.
Biasanya barang tersebut akan dilelang kepada siapapun hingga
tanggal tertentu.
5. Dalam meminjam barang, biasanya akan dikenakan bunga sebesar
1,15 per minggu atau 2,3% per bulan. Bunga tersebut bisa menjadi
semakin naik tergantung perjanjian seberapa lama Anda akan
meminjam uang tersebut.
6. Masa penitipan gadai pada umumnya selama 4 bulan. Bisa pula
diperpanjang jika Anda membayar biaya sewa modal.

b. Pegadaian Syariah
1. Biaya administrasi berdasarkan barang
2. Perhitungan biaya pinjaman dihitung setiap 5 hari
3. Pegadaian Syariah hanya mengambil keuntungan dari upah jasa
pemeliharaan barang jaminan.
4. Bila pinjaman tidak dilunasi, barang jaminan akan dijual kepada
masyarakat
5. pegadaian Syariah menentukan besarnya pinjaman dan biaya
pemeliharaan berdasarkan taksiran emas yang digadaikan.

5
Heri Sudarsono, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah Deskripsi dan Ilustrasi,
(Yogyakarta: Ekonisia), 2007, hal. 160
6. Masa penitipan gadai pada umumnya selama 3 bulan.6
E. Operasioal Pegadaian Syariah
Operasi pegadaian syariah menggambarkan hubungan di antara nasabah dan
pegadaian. Adapun teknis pegadaian syariah adalah sebagai berikut:7

1. Nasabah menjaminkan barang kepada pegadaian syariah untuk


mendapatkan pembiayaan. Kemudian pegadaian menaksir barang jaminan
untuk dijadikan dasar dalam pemberian besaran pembiayaan yang dapat
diberikan oleh pegadaian syariah kepada nasabah
2. Pegadaian syariah dan nasabah menyetujui akad gadai; akad ini mengenai
berbagai hal, seperti kesepakatan biaya administrasi, tarif jasa simpan,
pelunasan, dan sebagainya
3. Pegadaian syariah menerima biaya-biaya administrasi dibayar di awal,
sedangkan untuk jasa simpan di saat pelunasan utang
4. Nasabah melunasi barang yang digadaikan menurut akad; pelunasan penuh,
ulang gadai, angsuran, atau tebus sebagian.

Prinsip utama barang yang digunakan untuk menjamin adalah barang yang
dihasilkan dari sumber yang sesuai dengan syariah, atau keberadaan barang tersebut di
tangan nasabah bukan karena hasil praktik riba, maysir, dan gharar. Barangbarang
tersebut antara lain seperti:

1. Barang perhiasan, seperti perhiasan yang terbuat dari intan, mutiara, emas,
perak, platina, dan sebagainya
2. Barang rumah tangga seperti perlengkapan dapur, perlengkapan makan atau
minum, perlengkapan kesehatan, perlengkapan bertaman dan sebagainya
3. Barang elektronik seperti radio, tape recorder, video player, televise, komputer
dan sebagainya
4. Kendaraan, seperti sepeda ontel, sepeda motor, mobil dan sebagainya
5. Barang-barang lain yang dianggap bernilai, seperti kain batik tulis.

6
Heri Sudarsono, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah Deskripsi dan Ilustrasi,
(Yogyakarta: Ekonisia), 2007, hal. 165
7
Heri Sudarsono, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah Deskripsi dan Ilustrasi,
(Yogyakarta: Ekonisia), 2007, hal. 178
F. Akad Pegadaian Syariah

Pada dasarnya Pegadaian Syariah berjalan di atas dua akad transaksi Syariah
yaitu.

1. Akad Rahn. Rahn yang dimaksud adalah menahan harta milik si peminjam
sebagai jaminan atas pinjaman yang diterimanya, pihak yang menahan
memperoleh jaminan untuk mengambil kembali seluruh atau sebagian
piutangnya. Dengan akad ini Pegadaian menahan barang bergerak sebagai
jaminan atas utang nasabah.
2. Akad Ijarah. Yaitu akad pemindahan hak guna atas barang dan atau jasa melalui
pembayaran upah sewa, tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan atas
barangnya sendri. Melalui akad ini dimungkinkan bagi Pegadaian untuk
menarik sewa atas penyimpanan barang bergerak milik nasabah yang telah
melakukan akad.
Rukun dari akad transaksi tersebut meliputi :
a. Orang yang berakad :
1) Yang berhutang (rahin) dan
2) Yang berpiutang (murtahin).
b. Sighat (ijab qabul)
c. Harta yang dirahnkan (marhun)
d. Pinjaman (marhun bih)

Dari landasan Syariah tersebut maka mekanisme operasional Pegadaian Syariah


dapat digambarkan sebagai berikut : Melalui akad rahn, nasabah menyerahkan barang
bergerak dan kemudian Pegadaian menyimpan dan merawatnya di tempat yang telah
disediakan oleh Pegadaian. Akibat yang timbul dari proses penyimpanan adalah
timbulnya biaya-biaya yang meliputi nilai investasi tempat penyimpanan, biaya
perawatan dan keseluruhan proses kegiatannya. Atas dasar ini dibenarkan bagi
Pegadaian mengenakan biaya sewa kepada nasabah sesuai jumlah yang disepakati oleh
kedua belah pihak. Pegadaian Syariah akan memperoleh keutungan hanya dari bea
sewa tempat yang dipungut bukan tambahan berupa bunga atau sewa modal yang
diperhitungkan dari uang pinjaman.. Sehingga di sini dapat dikatakan proses pinjam
meminjam uang hanya sebagai ‘lipstick’ yang akan menarik minat konsumen untuk
menyimpan barangnya di Pegadaian

G. Contoh Perhitungan Pegadaian Syariah

1. Biaya Administrasi
Golongan MB (Marhum Bih) Plafon MB (Marhum bih) Biaya Administrasi /SBR

A 20.000 – 150.000 1.000

B 151.000 – 500.000 3.000

C 151.000 – 1.000.000 5.000

D 1.005.000 – 5.000.000 15.000

E 5.010.000 – 10.000.000 15.000

F 10.050.000 – 20.000.000 25.000

G 20.100.000 – 50.000.000 25.000

H 50.100.000 – 200.000.000 25.000

2. Tarif Ijarah
No Jenis MB (Marhum Bih) Perhitungan Tarif

1 Emas Taksiran / Rp.10.000 x Rp.90 x


jangka waktu / 10

2 Elektronik atau alat rumah tangga lainnya Taksiran / Rp.10.000 x Rp.95 x


jangka waktu / 10

2 Kendaraan transportasi Taksiran / Rp.10.000 x Rp.100 x


jangka waktu / 10
Tarif ijarah dikenakan sebesar Rp.90,- per 10 hari masa penyimpanan untuk
setiap kelipatan taksiran perhiasan emas sebesar Rp.10.000,-. Perbedaan nilai multiplier
untuk marhum yang berbeda disebabkan karena tingkat resiko yang juga beragam.

Contoh perhitungan gadai syariah

Diketahui: Nilai taksiran perhiasan emas = Rp. 1.000.000,-

Masa pinjaman = 30 hari

Maka:

Jumlah maksimum pinjaman atau marhum bih yang dapat diterima 90% x nilai taksiran
marhum

= 90% x Rp. 1.000.000,-

= Rp. 900.000,-

Biaya administrasi yang wajib dibayarkan satu kali, pada saat akad di sepakati adalah
Rp. 5.000

Tarif ijarah

Taksiran / Rp.10.000 x Rp.90 x jangka waktu / 10

= Rp. 1.000.000 / Rp. 10.000 x Rp. 90 x 30 / 10

= Rp. 27.000

Jadi uang yang harus dibayarkan oleh rahin untuk melunasi pinjamannya setelah jatuh
tempo adalah Rp. 927.000 (pinjaman awal ditambah biaya ijarah).
BAB II

KESIMPULAN

Secara terminologi gadai adalah pinjam meminjam uang dengan menyerahkan


barang dan batas waktu (bila telah sampai waktunya tidak ditebus, barang itu menjadi
hak orang yang memberi pinjaman). Gadai dalam bahasa Arab disebut Ar-Rahn, secara
etimologi rahn adalah tetap, kekal, dan jaminan. Begitu pula gadai dinamai al-habsu
yang artinya ”penahanan”. Seperti dikatakan Ni’matun Rahinah, artinya ”karunia yang
tetap dan lestari”.

Pegadaian sebagai salah satu lembaga keuangan berfungsi memberikan kredit


kepada masyarakat atas dasar hukum gadai dengan jaminan benda bergerak dengan
prosedur pelayanan yang sangat mudah, aman dan cepat, serta tanpa syarat apapun
mengenai penggunaan dananya. Kondisi ini semakin meningkatkan peran Pegadaian
sebagai lembaga keuangan alternatif untuk menunjang pembangunan ekonomi
kerakyatan. Dalam era yang sedang berkembang saat ini, masyarakat sangat
mengharapkan agar perizinan Pergadaian diperlakukan atau diterapkan sama (equal
treatment) sebagaimana perizinan di bidang-bidang jasa keuangan lainnya. Oleh karena
itu, undang-undang warisan kolonial yang memberikan hak monopoli kepada
Pemerintah untuk mendirikan Pegadaian, yakni Staatsblad 1928 No.81 (Pandhuis
Reglement), sudah saatnya disesuaikan dan diselaraskan dengan perkembangan dan
keterbukaan ekonomi berdasarkan demokrasi ekonomi karena sudah tidak sesuai
dengan perkembangan ekonomi, hukum dan ketatanegaraan Republik Indonesia.
Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, peran Pemerintah sebagai fasilitator dan regulator
perlu ditingkatkan dan mengurangi keterlibatannya sebagai pelaku usaha.
BAB III

DAFTAR PUSTAKA

W. J. S. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1999), Cet. Ke-16,

Nasrun Haroen, Fiqh Muamalah, (Jakarta: Gaya Media Pratama,2007), Cet. Ke-2,

Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah, deterjemahkan oleh Kamaludin, (Bandung: PT. Al Ma’arif, 1995), Cet.
Ke-7, jilid 12,

Heri Sudarsono, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah Deskripsi dan Ilustrasi, (Yogyakarta:
Ekonisia), 2007,

Anda mungkin juga menyukai