Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH RAHN (GADAI)

Disusun untuk : memenuhi tugas

Mata kuliah : Fiqih

Dosen pengampu : Yudi Arianto, M.HI.

Disusun oleh :

1. Dwi safitri
2. Fadhilatul khoiriyah
3. Zulfatus syari’ah

KELAS E SEMESTER 3

FAKULTAS TARBIYAH

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

INSTITUT AGAMA ISLAM NAHDHOTUL ULAMA’(IAINU)

TUBAN
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah yang telah memberikan Rahmat, Taufik, Hidayah-Nya sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah fiqih ini dengan tepat waktu. Karena tanpa pertolongan dari-Nya kami tidak
akan dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik. Sholawat serta salam tetap tercurahkan kepada
baginda Nabi Muhammad SAW karena beliaulah yang telah membimbing kita dari zaman Jahiliyah
menuju zaman yang terang benderang yakni Addinul islam wal iman dan yang kita harapkan syafaatnya
di hari Akhir kelak.

Selanjutnya penulis berterima kasih kepada semua pihak yang telah membantu menyelesaikan
makalah fiqih ini dengan judul” Rahn(gadai)” khususnya kepada dosen pengampu mata kuliah fiqih
bapak Yudi Arianto,M.HI. yang telah membimbing kami dalam pembuatan makalah ini dan teman-
teman sekalian.

Penulis menyadari dalam pembuatan makalah ini masih banyak kekurangan baik itu dalam hal
penulisan, isi,maupun yang lainnya. Maka dari itu, kami mengharapkan kritik dan saran dari pembaca
yang bersifat membangun untuk perbaikan makalah ini.

Demikianlah yang dapat kami sampaikan, Semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua khususnya
mahasiswa-mahasiswi Institut agama islam nahdhotul ulama’ Tuban dan umumnya bagi para
pembaca.

Tuban, 31 oktober 2020

penulis
DAFTAR ISI

Kata pengantar………………………………………………………………………………….

Daftar isi………………………………………………………………………………………..

BAB 1 PENDAHULUAN

A.Latar belakang………………………………………………………………………………..

B.Rumusan masalah………………………………………………………………………….

C.Tujuan penulisan………………………………………………………………………

BAB II PEMBAHASAN

Pengertian Rahn……………………………………………………………………………..

Dasar hukum Rahn…………………………………………………………………………...

Syarat dan rukun Rahn………………………………………………………………………..

Akibat hukum rahn terhadap marhun(harta yang digadaikan)………………………………..

Fatwa DSN tentang Rahn……………………………………………………………………...

Praktek Rahn dalam perbankan syari’ah ………………………………………………………

BAB III PENUTUP

A.Kesimpulan…………………………………………………………………………………..

B. Saran…………………………………………………………………………………………

DAFTAR PUSTAKA................................................................................................................
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Islam adalah agama yang paling sempurna karena membahas semua sisi kehidupan baik itu
dalam hal ibadah maupun mu’amalah. Setiap orang pasti berinteraksi dengan manusia lainnya untuk
saling memenuhi kebutuhannya. Karena itulah sangat perlu sekali mengetahui aturan islam dalam
seluruh sisi kehidupan kita sehari-hari, khususnya dalam hal hutang-piutang.

Hutang piutang terkadang tidak dapat di hindari, sehingga orang terdesak untuk meminta
jaminan benda atau barang berharga dalam meminjamkan hartanya. Dalam hal jual beli memang
sangatlah beragam, bermacam-macam cara untuk mencari uang dan salah satunya adalah dengan cara
Rahn(gadai). Para ulama’ berpendapat bahwa gadai boleh dilakukan dan tidak termasuk riba jika
memenuhi syarat dan rukunnya. Akan tetapi banyak sekali orang yang melalaikan masalah tersebut
sehingga tidak sedikit dari mereka yang melakukan gadai asal-asalan tanpa mengetahui dasar hukum
gadai tersebut. Maka dari itu penulis ingin menjelaskan segala ketentuan yang terdapat dalam gadai baik
itu rukun,syarat,dasar hukum,dan lain sebagainya.

B. Rumusan masalah

Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka rumusan masalah yang diajukan sebagai
berikut:

1. Bagaimana pengertian Rahn(gadai)?


2. Bagaimana dasar hukum Rahn(gadai)?
3. Bagaimana syarat dan rukun Rahn(gadai)?
4. Bagaimana Akibat hukum rahn terhadap marhun(harta yang digadaikan?
5. Bagaimana fatwa DSN tentang Rahn(gadai)?
6. Bagaimana praktek Rahn dalam perbankan syari’ah?

C. Tujuan penulisan
Berdsarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan penulisan yang diajukan adalah sebagai
berikut:
1. Untuk mengetahui pengertian Rahn(gadai)
2. Untuk mengetahui dasar hukum Rahn(gadai)
3. Untuk mengetahui syarat dan rukun Rahn(gadai)
4. Untuk mengetahui Akibat hukum rahn terhadap marhun(harta yang digadaikan
5. Untuk mengetahui fatwa DSN tentang Rahn(gadai)
6. Untuk mengetahui praktek Rahn dalam perbankan syari’ah

BAB II

PEMBAHASAN

A.pengertian Rahn (gadai)

Menurut bahasa Rahn berarti al-tsubut dan al-habs yaitu penetapan dan penahanan. Ada pula
1
yang menjelaskan bahwa Rahn adalah terkurung atau terjerat. Sedangkan dalam pengertian istilah
adalah menyandera sejumlah harta yang diserahkan sebagai jaminan, secara hak dan dapat diambil
kembali sejumlah harta yang diserahkan sebagai jaminan, secara hak dan dapat diambil kembali
sejumlah harta dimaksud sesudah ditebus.2. ada pula istilah syara’ yang menyebutkan bahwa Rahn
adalah

‫َج ُع ٌل َع ْي ٍن ماَلِيَّ ٍة َوثِ ْيقَ ٍة بِ َد ْي ٍن‬

“menjadikan zat suatu benda sebagai jaminan hutang”3

Barang yang dapat digadaikan yaitu barang bergerak, seperti barang-barang perhiasan,
elektronik, peralatan rumah tangga, mesin, tekstil, dan lain lain. Adapun barang-barang yang tidak dapat
digadaikan adalah barang milik pemerintah, surat berharga, hewan dan tanaman, bahan makanan, dan

1
Lihat kifayat al-akhyar hlm.261,lihat pula Idris Ahtllad,fiqh al- syafi’iyah.hlm.59.
2
Zainuddin ali, hukum gadai syari’ah (Jakarta;sinar grafika,2008).hlm.1
3
Lihat Muhammad khatib al-syarbini,dalam al-iqna’ fi hal Al fazhAhli syuja’.Dar al-ihya’ al-kutub al-Arabiyah
Indonesia,ttp.tth.hlm.23.
benda yang mudah busuk,benda-benda yang kotor, benda-benda yang untuk menguasai dan
memindahkannya dari satu tempat ketempat lainnya memerlukan izin, barang yang karena ukurannya
yang besar, barang yang tidak tetap harganya4.

B. Dasar hukum Rahn(gadai)

Boleh tidaknya transaksi gadai menurut islam diatur dalam Al-qur’an, sunnah dan ijtihad.

1. Firman Allah SWT


a. QS.Al-ma’idah ayat 283:
ٌ ٌ ‫ضة‬
َ ‫سفَ ٍر َولَ ْم تَ ِجد ُْوا كاَتِبا ً فَ ِرهاَنٌ َم ْقبُ ْو‬
َ ‫َواِنْ ُك ْنتُ ْم عَل َى‬
“dan apabila kalian dalam perjalanan sedangkan kalian tidak memeperoleh seorang juru tulis,
maka hendaklah ada barang tanggungan yang di pegang”
b. QS. Al-isra’ ayat 34:
ْ ‫َواَ ْوفُ ْوابا ِ ْل َع ْه ِد اِنَّ ا ْل َع ْه َد كاَنَ َم‬
‫سؤ ُْو َل‬
“dan tunaikanlah janji-janji itu, sesungguhnya janji itu akan di mintai pertanggungjawaban”
2. Hadis nabi SAW.
a. Hadis Nabi riwayat al-Syafi’i, al-Daraquthni dan Ibnu Majah dari Abu Hurairah, Nabi Saw
bersabda:
ُ‫ق ال َرهْنُ ِم ْن صا َ ِحبِ ِه الَّ ِذيْ َرهَنَهُ لَهُ ُغ ْن ُمهُ َو َعلَي ِه ُغرْ ُمه‬
ُ ُ‫الَيَ ْغل‬
"tidak terlepas kepemilikan barang gadai dari pemilik yang menggadaikannya.ia memperoleh
manfaaat dan menanggung resikonya”.
3. Kaidah fiqih
َ ‫ت ْا ِالبا َ َحةُ اِالَّ اَنْ يَ ُد َّل َدلِ ْي ٌل عَل َى ت َْح ِر ْي ِمها‬
ِ َ‫في ا ْل ُم َعا َمال‬ ْ َ ‫اَلاْل‬
ِ ‫ص ُل‬
"pada dasarnya, semua bentuk muamalah boleh di lakukan kecuali ada dalil yang
mengharamkannya”

C. Syarat dan Rukun Rahn (gadai)

1. Rukun Rahn

Gadai atau pinjaman dengan jaminan suatu benda mempunyai beberapa rukun sebagai berikut:

4
Ibid,hlm. 2.
a. Akad ijab dan Kabul, seperti seseorang berkata,”aku gadaikan mejaku ini dengan harga Rp.
10.000,00” dan yang satu lagi berkata,”aku terima gadai mejamu seharga Rp.10.000,00” atau
bisa pula dilakukan selain dengan kata-kata,seperti dengan surat,isyarat,atau yang lainnya.
b. Aqid, yaitu orang yang menggadaikan (rahin) dan yang menerima gadai (murtahin). Adapun
syarat bagi yang berakad adalah ahli tasharuf, yaitu mampu membelajakan harta dan dalam
hal ini memahami persoalan-persoalan yang berkaitan dengan gadai.
c. Barang yang dijadikan jaminan(marhun), syarat barang yang dijadikan jaminan adalah
keadaan barang itu tidak rusak sebelum janji hutang harus dibayar.
d. Ada hutang(marhun bih),disyaratkan keadaan hutang telah tetap.

2. syarat-syarat Rahn

Dalam pemahaman madzab syafi’i, ketetapan mengenai syarat-syarat sah gadai adalah sebagai
berikut:

a. Syarat luzum (tetap), yaitu syarat serah terima barang gadaian. Jadi, bila barang gadaian itu
belum diterima oleh penerima gadai, maka bagi pemberi gadai masih berhak menarik kembali
perjanjiannya.
b. Syarat sah gadai,yaitu:
1) Syarat yang berhubungan dengan akad. Hal ini hendaknya jangan di kaitkan dengan syarat
yang tidak sesuai dengan akad itu sendiri, karena yang demikian itu akan membatalkan akad
gadai.
2) Syarat yang berhubungan dengan para pihak, misalnya kedua belah pihak sudah cakap dalam
bertindak baligh, berakal sehat dan tidak dalam pengampuan.
c. Syarat yang berhubungan dengan barang gadai adalah sebagai berikut:
1) Barang gadaian itu harus hak milik sempurna.
2) Barang gadaian itu harus benda yang tahan lama.
3) Barang gadaian itu harus benda yang suci.
4) Barang gadaian itu harus bermanfaat dan bernilai menurut pandangan syara’.
d. Syarat yang berhubungan dengan marhun bih, yaitu:
1) Gadai itu harus disebabkan hutang yang pasti.
2) Hutangnya sudah tetap seketika atau masa yang akan datang.
3) Hutang itu sudah diketahui benda, jumlah, dan sifat-sifatnya.5

D.Akibat hukum Rahn terhadap barang yang di gadaikan.

1) biaya barang gadaian di tanggung oleh pegadai

Menurut pendapat malik dan as-syafi’i pembiayaan barang gadaian di tanggung oleh
pegadai/rahin, mulai makannya,pakaiannya, tempat tinggal atau penyimpanannya,
pejaganya,pengawetannya,hingga apa saja yang memerlukan pembiayaan. Alasannya, pembiayaan
tersebut adalah bagian dari nafkah terhadapnya, dan barang tersebut tetap berstatus sebagai miliknya.

2) Apabila penggadai mengeluarkan biaya, ada dua kemungkinan:


a) Dengan niat sedekah, maka tidak ada hak meminta ganti tentunya.
b) Dengan niat meminta kembali, ini pun ada beberapa macam:
 Dalam kedaan mungkin untuk meminta izin lantas ia tidak memintanya, maka ia
tidak boleh meminta ganti rugi karena ini adalah kesalahannya.
 Dalam keadaan mungkin untuk meminta izin dan ia memintanya, maka boleh
meminta gani rugi karena dia dsini ibarat wakil pemilik barang.
 Dalam keadaan tidak mungkin meminta izin karena halangan tertentu yang
diterima secara syar’i, maka ia boleh meminta ganti rugi karena dia mengeluarkan
biaya demi menjaga haknya, bahkan ia telah berbuat baik kepada pegadai.
3) Murtahin memanfaatkan barang gadaian.
Barang gadaian dibagi mejadi dua keadaan:
a) Barang yang tidak membutuhkan biaya, seperti rumah, dan perhiasan. Barang jenis ini
tidak boleh dimanfaatkan tanpa seizin pegadai/rahin.
b) Barang yang membutuhkan biaya,maka sama dengan sebelumnya. Lain halnya apabila
dalam bentuk hewan yang menghasilkan susu dan hewan yang dapat di
tunggangi.sebagian ulama’ membolehkan pengambilan manfaat dari susu dan
punggungnya walaupun tanpa seizing pegadai/rahin, selama dia mengeluarkan biaya
makan hewan tersebut, maka ia daoat memanfaatkan seukuran biayanya.pendapat lain
tidak boleh memanfaatkan barang gadaian tersebut.
4) Rahin memanfaatkan barang gadaian.

5
Muslim Ibrahim abdurrauf,Nadhariyah al-iqalah fi al-fiqh al-mukarran,(Mesir:jami’ah al- Azhar,1983),hlm.328-329
Ibnu Qudamah rahimahullah mengatakan,”tidak boleh bagi pegadai memanfaatkan barang
gadaiannya dan tidak boleh bertransaksi atasnya, baik menyewakan, meminjamkan, atau selain
keduanya tanpa keridhaan murtahin”. akan tetapi, apabila pegadai diberi izin oleh murtahin
untuk memanfaatkannya,hal ini diperbolehkan.
As-syafi’i rahimahullah mengatakan bahwa barang siapa menggadaikan hewan yang dapat
diperah dan ditunggangi, ia tidak dihalangi untk memerah susunya dan menungganginya.
Namun, tentu pemanfaatan tersebut tidak bermudharat terhadap barang gadaian.
5) Hasil dari Rahn
Umumnya, seluruh perkembangan dan hasil dari rahn menjadi barang gadaian ditangan
pemegang barang gadaian tersebut,seperti pokoknya. Apabila dibutuhkan untuk dijual maka
dijual bersama pokoknya,baik hasil yang berkembang itu bersambung dengan pokoknya seperti
kegemukan atau kepintaran maupun yang tepisah seperti penghasilan ketrampilan,upah,anak,
buah,susu, dll
6) Apabila Rahn.rusak/mati.
Apabila terjadi kerusakan pada sebagian barang gadaian, yang masih tersisa tetap menjadi
barang gadaian sebagai jaminan atas seluruh hutangnya. Namun kerusakan selama dalam
penggadai ada dua kemungkinan:
a) Kerusakan tersebut karena kesengajaan penggadai atau kelalaiannya, maka dia yang
menanggungnnya.
b) Apabila rusak tanpa kesengajaan atau kelalaiannya, ia tidak wajib mengganti.kerusakan
ini jika terjadi pada harta pegadai/rahin.

E.Fatwa DSN tentang Rahn

1) bahwa pinjaman dengan menggadaikan barang sebagai jaminan hutang dalam bentuk Rahn di
perbolehkan dengan ketentuan sebagai berikut:

a) murtahin (penerima barang) mempunyai hak untuk menahan marhun (barang) sampai semua hutang
Rahin (yang menyerahkan barang) di lunasi.

b) marhun dan manfaatnya tetap menjadi milik Rahin. Pada prinsipnya, marhun tidak boleh
dimanfaatkan oleh murtahin kecuali seizin Rahin, dengan tidak mengurangi nilai marhun dan
pemanfaatannya itu sekedar pengganti biaya pemeliharaan dan perawatannya.
c) pemeliharaan dan penyimpanan marhun pada dasarnya menjadi kewajiban Rahin, namun dapat di
lakukan juga oleh Murtahin, sedangkan biaya dan pemeliharaan penyimpanan tetap menjadi kewajiban
Rahin.

d) besar biaya pemeliharaan dan penyimpanan marhun tidak boleh di tentukan berdasarkan jumlah
pinjaman.

2) penjualan marhun:

a) apabila jatuh tempo, murtahin harus memperingatkan rahin untuk segera melunasi hutangnya.

b) apabila rahin tetap tidak dapat melunasi hutangnya, maka marhun di jual paksa / di eksekusi melalui
lelang sesuai syari’ah.

c) hasil penjualan marhun di gunakan untuk melunasi hutang, biaya pemeliharaan dan penyimpanan
yag belum di bayar serta biaya penjualan.

d) kelebihan hasil penjualan menjadi milik rahin dan kekurangannya menjadi kewajiban Rahin.

3) ketentuan lain:

1) jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika terjadi perselisihan di antara kedua
belah pihak, maka penyelesaiannya di lakukan melalui Badan Arbitrase Syari’ah setelah tidak tercapai
kesepakatan melalui musyawarah.

E. Praktek Rahn dalam perbankan syari’ah

Kontrak Rahn dalam perbankan di aplikasikan dalam dua hal berikut ini:

1) Sebagai produk pelengkap.


Rahn di pakai sebagai produk pelengkap, artinya sebagai akad tambahan (jaminan) terhadap
produk lain, seperti dalam pembiayaan bai’al murabahah. Bank dapat menahan barang nasabah
sebagai konskuensi akad tersebut.
2) Sebagai produk tersendiri.
Dari benrapa Negara islam termasuk di antaranya adalah malaysia, akad Rahn telah dipakai
sebagai alternative dari pegadaian konvensional. Bedanya dengan pegadaian biasa, dalam Rahn,
nasabah tidak di kenakan bunga, yang di pungit dari nasabah adalah biaya penitipan,
pemeliharaan, penjagaan, serta penaksiran.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
1) Rahn adalah menyandera sejumlah harta yang diserahkan sebagai jaminan, secara hak dan dapat
diambil kembali sejumlah harta yang diserahkan sebagai jaminan, secara hak dan dapat diambil
kembali sejumlah harta dimaksud sesudah ditebus.
2) Dasar hukum Rahn yaitu terdapat pada QS. Al-maidah ayat 283 dan QS. Al-isra’ ayat 34
3) Rukun dan syarat Rahn
1) rukun Rahn :
- adanya ijab qabul
- adanya aqid (orang yang berakad)
- adanya harta/barang
- adanya hutang
2) syarat rahn :
- Barang gadaian itu harus hak milik sempurna.
- Barang gadaian itu harus benda yang tahan lama.
- Barang gadaian itu harus benda yang suci.
-Barang gadaian itu harus bermanfaat dan bernilai menurut pandangan syara’.

4) akibat hukum rahn terhadap barang yang digadaikan yaitu biaya barang gadaian di tanggung
oleh pegadai.

5) fatwa DSN tentang Rahn : bahwa pinjaman dengan menggadaikan barang sebagai jaminan
hutang dalam bentuk Rahn di perbolehkan.
6) praktek Rahn dalam perbankan syari’ah : sebagai produk pelengkap dan sebagai produk
tersendiri.

B.Saran.

Demikianlah uraian penjelasan tentang Rahn semoga bermanfaat bagi kita semua. Tentumya dalam
makalah ini terdapat banyak kekurangan.maka dari itu kami meminta kritik dan saran yang bersifat
membangun dari para pembaca demi kesempurnaan makalah ini di masa yang akan datang.

DAFTAR PUSTAKA

Suhendi,Hendi.2019.Fiqh Muamalah,Depok: PT Raja grafindo.

Surya Hariman,Siregar. 2019, Fiqih Muamalah, Bandung:PT Remaja Rosdakarya.

Sabiq sayyid, 2019,Fiqhsunnah, Bandung:PT Al-ma’arif

Anda mungkin juga menyukai