Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH

Perkembangan pendidikan Islam pada Masa Kemunduran

Disusun Guna Memenuhi Tugas

Mata Kuliah : Sejarah Pendidikan Islam

Dosen : Ummidlatus Salamah. S.S, M.Pd

Disusun Oleh :

1. Badriatul Muniroh
2. Fadhilatul Khoiriyah

SEMESTER 3 E

FAKULTAS TARBIYAH

PRODI PENDIDIKAN AGAMA

ISLAM

INSTITUT AGAMA ISLAM NAHDLATUL ULAMA’ (IAINU) TUBAN


KATA PENGANTAR

Assalamu ‘alaikum Wr. Wb.

Segala puji bagi Allah SWT Tuhan semesta alam yang telah memberikan taufiq,
hidayah, serta inayah-Nya kepada penyusun, sehingga penyusun dapat menyelesaikan tugas
makalah tanpa adanya hambatan yang diluar kemampuan.

Sholawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada Baginda Nabi Muhammad
SAW, yang telah membawa mu’jizat Al-Qur’an, yang dengannya bisa kita peroleh petunjuk
dan segala ilmu, serta membimbing kita dari zaman kegelapan menuju zaman terang
benderang yakni Addinul Islam.

Selanjutnya kami mengucapkan terima kasih kepada Ibu Ummidlatus Salamah S.S,
M.Pd selaku dosen pengampu mata kuliah Sejarah Pendidikan Islam serta rekan-rekan yang
telah bersedia meluangkan waktu membantu dalam penyelesaian makalah ini.

Akhirul kalam, bahwa dibalik kekurangan penyusunan tugas ini, kami berharap
pembaca kiranya bersedia memberikan masukan dan tambahan pengetahuan, sebagai
penyempurna pengetahuan kami. Semoga dengan disusunnya makalah ini, memberikan
manfaat serta hikmah bagi kami penyusun dan pembaca yang budiman.

Wassalamu ‘alaikum Wr. Wb.

Tuban, 17 November 2020

Penyusun

i
DAFTAR ISI

Kata Pengantar.........................................................................................................................i

Daftar Isi...................................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN

1. Latar Belakang.....................................................................................................................1

2. Rumusan Masalah................................................................................................................1

3. Tujuan...................................................................................................................................1

BAB II PEMBAHASAN

A. Sejarah Perkembangan Pendidikan Islam pada Masa Kemunduran dan Sebab - Sebab
Terjadinya Kemunduran.........................................................................................................3

B. Peralihan secara Drastis Pusat - pusat Pendidikan dan Kebudayaan dari Dunia Islam ke
Eropa........................................................................................................................................7

BAB III PENUTUPAN

Kesimpulan…........................................................................................................................10

DAFTAR RUJUKAN............................................................................................................11
BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Sejak lahirnya agama Islam, lahirlah pendidikan dan pengajaran
Islam. Pendidikan dan pengajaran Islam itu terus tumbuh dan berkembang
pada masa khalifah khulafaur rasyidin dan masa Umaiyah. Pada
permulaan masa Abbasiyah pendidikan dan pengajaran berkembang
dengan sangat hebatnya di seluruh negeri Islam sehingga lahir sekolah-
sekolah yang tidak terhitung banyaknya dan tersebar dari kota sampai ke
desa-desa. Anak-anak dan pemuda-pemuda berlomba-lomba menuntut
ilmu pengetahuan, melawat ke pusat pendidikan, meninggalkan kampung
halamannya, karena cinta akan Ilmu pengetahuan. Pada masa Abbasiyah
ini juga berdiri perpustakaan dan akademi. Perpustakaan pada masa ini
lebih merupakan sebuah universitas, karena di samping terdapat kitab-
kitab di sana orang juga dapat membaca, menulis, dan berdiskusi.1
Perkembangan lembaga pendidikan ini mencerminkan terjadinya
perkembangan dan kemajuan yang tidak ada tandingannya di kala itu.
Kemajuan politik berjalan seiring dengan kemajuan peradaban dan
kebudayaan sehingga Islam mencapai masa keemasan kejayaan dan
kegemilangan.2 Setelah umat Islam mencapai kejayaannya lebih kurang
tujuh abad (abad VII M. sampai abad XIII M.) para ahli sejarah
menyebutnya dengan masa periode kemajuan, periode klasik dan
sebagainya, maka hukum sejarahpun berlaku. Sesuatu yang sampai pada
puncaknya akan memperlihatkan grafiknya yang menurun.
2. Rumusan Masalah

1
Jurji Zaidan, Tarikh at – Tamddun al – islami Jilid 3 Kairo : al Hilal hlm 207
2
Drs. Badri Yatim, M.A, Sejarah Peradaban Islam Jakarta : Rajawali Press hlm 35- 39
1
1. Bagaimana Sejarah Perkembangan Pendidikan Islam pada Masa
Kemunduran dan Sebab – Sebab Terjadinya Kemunduran
2. Bagaimana Peralihan secara Drastis Pusat – Pusat Pendidikan dan
Kebudayaan dari Dunia Islam ke Eropa
3. Tujuan
1. Untuk mengetahui Sejarah Perkembanga Pendidikan Islam pada Masa
Kemunduran dan Sebab – Sebab Terjadinya Kemunduran
2. Untuk mengetahui Peralihan secara Drastis Pusat – Pusat Pendidikan
dan Kebudayaan dari Dunia Islam ke Eropa
BAB II

PEMBAHASAN

A. Sejarah Perkembangan Pendidikan Islam pada Masa


Kemunduran dan Sebab – Sebab Terjadinya Kemunduran
1). Sejarah Perkembangan Pendidikan Islam Pada Masa
Kemunduran
Sepanjang sejarah, sejak awal dalam pemikiran Islam terlihat dua
pola yang saling berlomba mengembangkan diri dan mempunyai
pengaruh besar dalam pengembangan pola pendidikan umat Islam.
Dari pemikiran pola yang bersifat tradisional yang selalu
mendasarkan diri kepada wahyu, yang kemudian berkembang
menjadi pola pemikiran sufistis dan mengembangkan pola
pendidikan sufi. Pola pendidikan ini sangat memperhatikan aspek-
aspek batiniah dan akhlak atau budipekerti manusia. Sedangkan dari
pola pemikiran yang rasional, yang mementingkan akal pikiran
menimbulkan pola pendidikan empiris rasional. Pola pendidikan
kedua ini memperhatikan pendidikan intelektual dan penguasaan
material.
Pada masa jayanya pendidikan islam, kedua pola pendidikan
tersebut menghiasi dunia islam, sebagai dua pola yang berpadu dan
saling melengkapi. Setelah pola pemikiran rasional yang diambilalih
perkembangannya oleh dunia barat (eropa) dan dunia islam pun
meninggalkan pola pemikiran tersebut, maka dalam dunia islam
tinggal pola pemikiran sufistis,yang sifatnya memang sangat
memperhatikan kehidupan batin, sehingga mengabaikan
perkembangan budaya islam yang bersifat material. Pola pendidikan
yang dikembangkanpun tidak lagi menghasilkan perkembangan
budaya islam yang bersifat material. Dari aspek inilah dikatakan
pendidikan dan kebudayaan islam mengalami kemunduran, atau
setidak-tidaknya dapat dikatakan pendidikan islam mengalami
kemandegan.
2). Sebab – Sebab Terjadinya Kemunduran
Menurut Ibnu Taimiyah latar belakang timbulnya kemunduran
pendidikan islam dikarnakan, 1) Membudayakan khurafat
dikalangan muslim, 2) Di tutupnya pintu Ijtihad, 3) Terpecahnya
umat islam. Faktor utama kemunduran umat islam ialah kebodohan,
kekurangan pengetahuan, kerusakan budi pekerti para pemimpin
mereka, sifat penakut dan pengecut sesudah mereka terkenal
menjadi umat yang pemberani dan tidak takut mati3
M.M Sharif dalam bukunya Muslim Thought, mengungkapkan
gejala kemunduran pendidikan islam dan kebudayaan islam tersebut
sebagai berikut.”…telah kita saksikan bahwa pemikiran islam telah
melaksanakan satu kemajuan yang hebat dalam jangka waktu yang
terletak diantara abad ke VIII M dan abad ke XIII, kemudian kita
memperhatikan hasil-hasil yang diberikan kaum muslimin kepada
eropa, sebagai satu perbekalan yang matang untuk menjadi dasar
pokok dalam mengadakan pembangkitan eropa (renaissance)”.
Selanjutnya diunggkapkan oleh M.M Sharif, bahwa pemikiran islam
menurun setelah abad ke XIII M dan terus melemah sampai abad ke
XVII M. Diantara sebab-sebab melemahnya pikiran islam tersebut
antara lain dilukiskannya sebagai berikut ;
1. Telah berlebihan filsafat islam (yang bercorak sufistis) yang
dimasukan olel Al-Ghazali dalam alam islami di timur, dan
berkelebihan pula Ibnu Rusyd dalam memasukan filsafat islamnya
(yang bercorak rasionalistis) kedalam dunia islam di barat. Al-
Ghazali dengan filsafat islamnya menuju kearah bidang rohania
hingga meghilang ia kedalam mega alam tasawuf, sedangkan Ibnu
Rusyd dengan filsafatnya yang menuju arah bertentangan dengan

3
Harun Asrohah, OP,Cit, hlm 65-69
Al-Ghazali. Maka Ibnu Rusyd dengan filsafatnya menuju kejurang
materialisme. Al-Ghazali mendapat sukses di timur, hingga
pendapat-pendapatnya merupakan suatu aliran yang terpenting, Ibnu
Rusyd mendapatkan sukses di barat hingga pikiran-pikirannya
menjadi pimpinan yang penting bagi alam pikiran barat.
2. Umat islam terutama para pemerintahnya (khalifah, sultan, amir-
amir) melalaikan ilmu pengetahuan dan kebudayaan, dan tidak
memberi kesempatan untuk berkembang. Kalau pada mulanya para
pejabat pemerintahan sangat memperhatikan perkembangan ilmu
pengetahuan dengan memberikan penghargaan yang tinggi kepada
para ahli ilmu pengetahuan, maka pada masa menurun dan
melemahnya kehidupan umat islam ini para ahli ilmu pengetahuan
umumnya terlibat dalam urusan-urusan pemerintahan sehingga
melupakan pengembangan ilmu pengetahuan.
3. Terjadinya pemberontakan-pemberontakan yang dibarengi
dengan serangan dari luar, sehingga menimbulkan kehancuran-
kehancuran yang mengkibatkan berhentinya kegiatan-kegiatan
pengembangan ilmu pengetahuan dan kebudayaan di dunia islam.
Sementara itu obor pikiran islam berpindah tangan ke tangan kaum
masehi yang mereka ini telah mengikuti jejak kaum muslinin yang
menggunakan buah hasil pikiran yang mereka capai dari pikiran
islam tersebut.
Dengan semakin ditinggalkanya pendidikan intelektual maka
semakin statis perkembangan budaya islam, karena daya intelektual
generasi penerus tidak mampu mengadakan kreasi-kreasi budaya
baru, bahkan telah menyebabkan ketidak mampuan untuk mengatasi
permasalahan-permasalahan baru yang dihadapi sebagai akibat dari
perubahan dan perkembengan zaman.
Ketidakmampuan intelektual tersebut merealisasi dalam kenyataan
bahwa pintu ijtihad telah tertutup dan terjadilah kebekuan
intelektual secara total. Dalam hal ini Fahzur Rahman, dalam
bukunya islam menjelaskan tentang gejala-gejala kemunduran /
kemacetan intelektual islam ini sebagai berikut;
Penutupan pintu ijtihad (yakni pemikiran yang orisinil dan bebas)
selama abad ke 4 H/10 M dan 5 H/11 M. telah membawa kepada
kemacetan umum dalam ilmu hukum dan ilmu intelektual,
khususnya yang pertama. Ilmu-ilmu intelektual yakni teologi dan
pemikiran keagaman, sangat mengalami kemunduran dan menjadi
miskin karena pengucilan mereka yang disengaja dari
intelektualisme yang sekuler dan karena kemunduran yang disebut
terakhir ini. Khususnya filsafat dan juga pengucilannya dari bentuk-
bentuk keagamaan seperti yang dibawa oleh sufisme.
Kehancuran besar yang dialami oleh kota Bagdad dan Granada
sebagai pusat-pusat pendidikan dan kebudayaan islam menandai
runtuhnya sendi-sendi pendidikan dan kebudayaan islam.
Musnahnya lembaga-lembaga pendidikan dan semua buku-buku
ilmu pengetahuan dari kedua pusat pendidikan islam di timur dan
barat dunia islam tersebut, menyebabkan pula kemunduran
pendidikan di seluruh dunia islam, terutama dalam bidang
intelektual dan material, tetapi tidak halnya dalam kehidupan batin
dan spiritual.
Kehancuran dan kemunduran-kemunduran yang dialami oleh
umat islam terutama dalam bidang kehidupan intelektual dan
material ini, dan beralihnya secara drastic pusat-pusat kebudayaan
dari dunia islam ke eropa, menimbulkan rasa lemah dan putus asa
dari kalangan kaum muslimin. Ini telah menyebabkan mereka lalu
mencari pegangan dan sandaran kehidupan yang biasa mengarahkan
mereka. Aliran pemikiran tradisionalisme dalam islam telah
mendapatkan tempat di hati masyarakat secara meluas, mereka
kembalikan segala sesuatunya kepada Tuhan.
Dalam bidang fiqh yang terjadi adalah perkembangan taqlid buta
dikalangan umat, dengan sikap yang hidup patalitis tersebut
kehidupan mereka sangat statis, tidak ada problem-problem baru
dalam bidang fiqh. Apa yang sudah ada dalam kitab fiqh lama
dianggapnya sebagi sesuatau yang sudah baku, mantap dan benar,
dan serta harus diikuti serta dilaksanakan sebagai mana apa adanya.
Kehidupan sufi berkembang dengan sangat pesat. Keadaan yang
frustasi di kalangan umat, menyebabkan orang kembali kepada
Tuhan (bukan hanya sekedar sikap hidup yang patalitis) dalam arti
yang sebenarnya, bersatu dengan Tuhan, sebagaimana yang
diajarkan oleh para ahli sufi. Madrasah-madrasah yang ada dan
berkembang diwarnai dengan kegiatan-kegiatan sufi. Berkembang
berbagai sistem riyadha dan jalan atau cara-cara tertentu yang
dikembangkan untuk menuntun para murid yang dikenal
selanjutnya dengan istilah tariqat. Keadaan yang demikian
sebagaimana yang dilukiskan oleh Fazru Rahman.
Di madrasah-madrasah yang bergabung pada khalaqah-khalaqah
dan zawiyah-zawiyah sufi, karya-karya sufi dimasukan kedalam
kurikulum yang formal khususnya di India dimana sejak abad ke 8
H/14 H M karya-karya Al-Suhrawardi (pendiri ordo surahwardiyah)
Ibnu Al-Arabidan kemudian karya-karya jami’di ajarkan tetapi
sebagian besar pusat-pusat sufi terutama di turki kurikulum akademik
hampir semua buku-bukunya tentang sufi. Ciri khas dari fenomena
ini adalah melimpahnya pernyataan-pernyataan sufi yang taubat
setelah menemukan jalan yang benar.
Kemunduran dan kemerosotan pendidikan dan pengembangan pada
masa ini nampak jelas dan sedikitnya materi kurikulum dan mata
pelajaran pada umumnya madrasah-madrasah yang ada. Dengan telah
menyempitnya bidang-bidang ilmu pengetahuan umum dengan
tiadanya perhatian kepada ilmu-ilmu pengetahuan kealaman maka
kurikulum pada umumnya madrasah-madrasah tebatas pada ilmu-
ilmu keagamaan, ditambah dengan sedikit ilmu gramatika dan bahasa
sebagai alat yang diperlukan. Ilmu-ilmu yang murni tinggal dari tafsir
Al-Qur’an ,hadist, Fiqh (termasuk Ushul Fiqh dan Prinsip-prinsip
Hukum) dan ilmu kalam atau teologi islam.
Materi pelajaran yang sangat sederhana yang ternyata dari buku-
buku yang harus dipelajari pada suatu tingkatan (bahkan tingkatan
tertinggi sekalipun) sangat sedikit. Waktu yang diperlukan untuk
menyelesaikan studi relatif sangat singkat. Akibat lanjutnya adanya
kekurangan yang mendalamnya meteri pelajaranpun dapat
dibayangkan, hal tersebut disebabkan karena sistem pelajaran pada
masa itu sangat berorientasi pada buku-buku pelajaran dan bukan
pada pelajaran itu sendiri. Oleh karena itu yang sering terjadi
pelajaran hanya memberikan komentar-komentar atau saran-saran
terhadap buku-buku pelajaran yang dijadikan pegangan oleh guru.
Kebekuan intelektual dalam kehidupan kaum muslimin yamg
diwarnai dengan berkembangnya dengan berbagai macam aliran sufi
yang karena terlalu toleran terhadap ajaran mistik dari ajaran agama
lain, telah memunculkan berbagai macam tarikat yang menyimpang
jauh dari ajaran islam. Tarikat-tarikat tersebut dalam
perkembangannya dan dalam penerimaan masyarakat menjadi agama
yang popular. Keadaan yang demikian berlangsung selama masa
kemunduran kebudayaan dan pendidikan islam, sampai dengan abad
ke 12 H/18 M, baru pada abad pertengahan ke 12 H/18 M tersebut
disana-sini usaha untuk mengadakan pemurnian kembali ajaran-
ajaran islam, sebagai yang nampak dibagian jazirah arab oleh
Muhammad Ibnu Abdul Al-Wahab dan di India oleh Syah Waliullah
usaha pemurnian tersebut mengacu kepada dua sasaran pokok, yaitu ;
1.Mengembalikan ajaran Islam kepada unsur-unsur aslinya dengan
bersumberkan kepada Al-Qur’an dan As-Sunna, membuang segala
Bid’ah dan kurafat serta pengaruh-pengaruh dari ajaran agama lain
dan mistik dari luar yang dimasukkan oleh kaum sufi.
2. Membuka pintu ijtihad yang telah beberapa abad sebelumnya telah
dinyatakan tertutup.
Setelah beberapa abad lamanya, bagdad menjadi pusat kebudayaan,
lambing kemajuan umat islam dan pendidikan islam yaitu dari tahun 750-
1258 M, Namun masa berganti sejarah berubah, apa yang sudah dicapai
umat islam berubah dan berangsur ke arah kemunduran dan
keterbelakangannya hal ini disebabkan oleh beberapa factor, yaitu factor
internal dan eksteren4.

Faktor internal

Factor internal adalah factor kemunduran yang berasal dari dalam


pemerintahan umat islam itu sendiri, diantaranya ialah :

Konflik internal keluarga islam


Kekacauan yang terjadi dalam pemerintahan islam, dimana antara yang
satu dengan yang lain saling menghantam serta munculnya
pemberontakan diberbagai daerah, sehingga dengan demikian pecahlah
daulah islam menjadi beberapa kerajaan kecil. Akibatnya, sering
membawa kemunduran dan kehancuran pemerintahan islam itu sendiri.
Bahkan menjerumus dalam persaingan antar bangsa.5 Tidak jelasnya
system peralihan kekuasaan juga menjadi pemicu utama terjadinya
perebutan kekuasaan diantara ahli waris6
Tampilnya Dominasi Militer

Pada masa khalifah al-Mu’tasim banyak direkrut jajaran militer dari budak-
budak Turki.Dan terkadang golongan elit dari mereka diangkat menjadi
gubernur di beberapa wilayah dinasti Abbasiyah. Hal ini menjadikan
dominasi militer semakin kuat sehingga khalifah Al Mu’tasam
memindahkan pusat pemerintahan dari Baghdad ke Sammara 80 mil sebelah
utara kota Baghdad.

4
Ibid, hlm 165
5
Samsul Nizar, Sejarah Pendidikan Islam, hlm 185
6
Badri yatim, Sejarah Pendidikan Islam, (dirasah islamiyah II)
Dalam perkembangannya kemudian, militer ini secara perlahan
membangun kekuatan dalam daulah.Mereka secara perlahan mengendalikan
jalannya administrasi pemerintahan Daulah Abbasiyah.Hal ini memang
didukung dengan tampilnya khalifah-khalifah Abbasiyah yang lemah
sehingga tidak mampu mengimbangi kekuatan militer yang semakin
berkuasa.Lemahnya khalifah memberi peluang kepada tentara professional
asal Turki yang semula diangkat oleh Al Mu’tashim untuk mengambil alih
pemerintahan.Usaha mereka berhasil sehingga kekuasaan sesungguhnya
berada di tangan mereka, sementara kekuasaan bani Abbasiyah mulai pudar
dan menyebabkan kemunduran.

Di samping itu juga, terdapat peningkatan ketergantungan khalifah pada


tentara bayaran, dan ini pada gilirannya mungkin berhubungan dengan
perkembangan- perkembangan teknologi militer. Para khalifah mengetahui
msalah ini, tetapi mereka menganggap tidak mungkin ke tentara milisi yang
terdiri dari warga kota. Maka, menjadi penting bagi khalifah atau gubernur
untuk memiliki tentara yang setia pada dirinya dan membayar mereka secara
tetap. Hal ini tentu akan mengakibatkan khalifah memiliki ketergantungan
kepada tentara bayaran dalam mempertahankan kekuasaannya. Sekitar tahun
935 khalifah Abbasiyah kehilangan kekuasaannya atas seluruh wilayah
provinsi, kecuali nbeberapa daerah di sekitarBaghdad.
Permasalahan Keuangan
Dalam bidang keuangan dinasti Abbasiyah juga mengalami kemunduran
yang bersamaan dengan bidang politik.Pada periode pertama pemerintah
dinasti Abbasiyah merupakan dinasti yang kaya. Sehingga dana yang
masuk lebih banyak dari dana keluar sehingga baitulmal penuh dengan
harta. Dana yang besar diperoleh dari al kharaj (pajak hasil bumi)7
Perkembangan peradaban dan kebudayaan yang besar dari periode
pertama yang mendorong penguasa untuk bermewah-mewah. Setiap
kholifah cenderung ingin lebih mewah daripada pendahulunya., kehidupan

7
Samsul Nizar, Sejarah Pendidikan Islam.2011, hlm 186
kholifah ditiru oleh hartawan dan anak-anak pejabat, kecenderungan itu
ditambah dengan kelemahan khalifah dan factor lain yang menyebabkan
roda pemerintahan terganggu dan rakyat menjadi miskin.
Sampai pada tahun 919 uang dalam jumlah yang besar masih di kirim ke
pemerintahan pusat di Baghdad.Namun, menjadi kebiasaan untuk
mengumpulkan uang ini melalui system pemborongan pajak.Juga kadang-
kadang hak untuk mengumpulkan pajak sudah diserahkan kepada tentara
bayaran karena dianggap lebih efisien. Ketika militer tidak lagi mau
membantu khalifah dalam pemungutan pajak, maka akanmenyebabkan
pajak yang masuk ke pemerintah akan berkurang dan menyebabkan
kesulitan ekonomi bagi khalifah. Pemasukan Negara menjadi semakin
kecil.Hal ini dikarenakan banyaknya pajak yang macet, makin
menyempitnya wilayah kekuasaan dan terjadinya pemberontakan-
pemberontakan yang sangat mengganggu perekonomian. Sedangkan
pembengkakan dana keluar juga terjadi akibat kehidupan khalifah dan para
pejabat yang semakin bermewah- mewah dalam memerintah dan
banyaknya korupsi dalam bentuk pemerintahan. Semua hal itu
memperburuk keuangan masyarakat dan Daulah Abbasiyah.
Berdirinya dinasti-dinasti kecil

Berbagai hal yang terjadi di pusat pemerintahan bani Abbasiyah


memberikan pengaruh yang besar terhadap daerah-daerah kekuasaan daulah
ini.Karena pemerintahan khalifah yang lemah banyak muncul pemberontakan-
pemberontakan di berbagai daerah yang ingin membentuk dinasti-dinasti kecil
yang melepaskan diri dari bani Abbasiyah.
Ketika munculnya dinasti Tahiriyah di Khurasam yang didirikan oleh
Tahir bin Husain yang dahulunya merupakan gubernur yang ditunjuk Al
Makmun yang ingin memerdekakan diri, kemudian sesudah itu muncul dinasti
safariyah di wilayah Persia dengan pusat ekuasaan di Sijistan, dan muncul
dinasti Idrisiyah di Afrika Utara, sampai kepada dinasti Tulun, Ikhsid, dan
hamdaniyah yang semuanya ingin memerdekakan diri dari daulah Abbasiyah8
Luasnya wilayah

Luasnya wilayah yang harus dikendalikan, merupakan suatu penyebab


lambatnya penyampaian informasi dan komunikasi.Ini semua bukan tidak
dapat diatasi, tetapi suatu syarat untuk menyatukan suatu wilayah sangat luas,
ialah harus ada tingkat saling percaya yang tinggi di kalangan penguasa-
penguasa utama dan para pelaksana pemerintahan. Di dunia islam abad ke-10
kepercayaan seperti ini sudah berkurang,dan syariat tidak pernah diterpakan
dalam hubungan antara para menteri dan pejabat tinggi satu sama lain dan
kepada khalifah. Imbalan-imbalan jabatan sangat besar sekali pengaruhnya,
tetapi kesempatan untuk mendapatkan imbalan tersebut sangat kecil untuk hari
tua.Penghukuman mati, sering setelah disiksa, adalah perlakuan biasa terhadap
wazir yang telah diberhentikan, pemenjaraan, dan penyitaan adalah praktik
normal. Dalam keadaan-keadaan seperti itu hampir bisa dipastikan bahwa
setiap orang akan mencari keuntungan bagi dirinya dengan merugikan orang
lain dan akibatnyaadalah makin sulitbagi khalifah untuk memperoleh orang-
orang yang akan ditunjuk sebagai gubernur-gubernur provinsi yang dipercaya
untuk mengirim surplus yang diperoleh dari pajak.

Kekuasaan dinasti Abbasiyah tidak pernah diakui di Spanyol dan seluruh Afrika
utara kecuali Mesir yang bersifat sebentar-sebentar dan kebanyakan bersifat
nominal.Bahkan pada kenyataannya banyak daerah-daerah yang tidak dikuasai
khalifah.Secara rill daerah-daerah itu berada dalam ekuasaan gubernur-gubernur
profinsi yang bersangkutan, hubungannya dengan khalifah ditandai dengan
pembayaran upeti.
Fanatisme keagamaan

Fanatisme keagamaan berkaitan persoalan kebangsaan.Karena tidak


semua cita-cita orang Persia tidak tercapai, maka kekecewaan mendorong
orang-orang Persia mempropagandakan Zoroasterisne dan Mazdakisme
8
Samsul Nizar, Sejarah Pendidikan Islam, 2011. Hlm 187
dengan munculnya gerakan Zindik.Ini menggoda rasa keimanan para khalifah.
Pada saaat gerakan ini mu;ai tersudut pendukungnya yang belidung dalam
ajaran syi’ah, sehingga alasan syi’ah yang dianggap ekstrem yang duanggap
menyimpang dalam syi’ah kita sendiri, kedua aliran itu sering terjadi konflik
yang nmelibatkan penguasa.
Konflik yang dilataratarbelakangi agama tidak terbatas antar muslim dan
Zindig atau Ahlusunnah dengan syi’ah tetapi juga aliran-aliran dalam islam,
sehingga mu’tazilah yang cenderung rasional dituduh sebagai pembuat bid’ah
oleh golongan salaf. Perselisihan ini dipertajam oleh Al Makmun khalifah
yang ketujuh dari dinastiAbbasiyah.
Hal tersebut tampak pada pertentangan antara kalangan Mu’tazilah dan
salaf. Mu’tazilah didukung oleh khalifah Al Makmun dan menjadikan
mu’tazilah sebagai mazhab resmi Negara.Dan juga mnerapkan Al Mihnah.
Dan akhirnya mu’tazilah dibatalkan oleh kholifah yang terakhir 9
Faktor Eksternal

Selain ancaman dari dalam juga terdapat ancaman dari luar atau factor
eksternal yang menyebabkan dinasti Abbasiyah hancur. Di antara factor itu
adalah :
PerangSalib

Terjadinya perang salib yang berlangsung berapa gelombang atau


periode yang menelan banyak korban.Perang salib merupakan symbol perang
agama yang timbul atas ketidaksenangan komunitas Kristen terhadap
perkembangan Islam di eropa, orang-orang Kristen Eropa terpanggil untuk
berperang stelah Paus Urbanus II (1088-1099 M) mengeluarkan
fatwanya.Sehingga membakar semangat perlawanan orang-orang Kristen yang
berada dalam wilayah kekuasaan Islam.

Serangan tentara Mongol

9
Samsul Nizar, Sejarah Pendidikan Islam. hlm 188
13
Serangan tentara Mongol ke wilayah kekuasaan Islam adalah peristiwa
yang banyak menelan waktudan oengirbanan. Setelah perang salib, tentara
Mongol juga melakukan penyerangan ke wilayah kekuasaan Islam, gereja
gereja Kristen berasosiasi dengan orang Mongol yang sangat anti pada Islam
sehingga Mongol memporak-porandakan kota-kota yang menjai pusat
pendidikan islam.
Dalam serangan Mongol yang terjadi selama 40 hari dimulai dari bulan
Muharram sampai pertengahan safar telah memakan korban sebanyak 2 juta
jiwa. Khalifah Al Mu’tashim Billah bersama putra-putranya dibunuh tentara
mongol. Dan turut terbunuhpula guru istana khalifah Syekh Mukhyidin yusuf
bin syaikh Abi Fraj Ibnul Jauzi. Serta dibunuh juga oleh tentara Mongol
Syaikhusy-syuyukh guru dari khalifah yang bernama Shadrudin sadjar.Segala
kitab-kitab, imam-imam dan pembaca-pembaca (Qari’ul Qur’an) semuanya
disapu habis, sehingga berbulan-bulan lamanya masjid-masjid kosong.Lepas
dari 40 hari itu didapatilah Baghdad menjadi daerah yang kosong.Al
Mu’tashim (640-666 H) adalah khalifah Abbasiyah yang terakhir dan telah
dibunuh oleh kaum Mongol yang menyerang dunia Islam serta menamatkan
pemerintahan Abbasiyah.Serangan inilah yang mengakhiri zaman keemasan
Islam.
Dari berbagai pemasalahan internal yang dihadapi Daulah Abbasiyah
yang diiringi dengan serangan dari luar, mengakibatkan kehancuran-
kehancuran yang berdampak pada terhentinya kegiatan pengembangan ilmu
pengetahuan dunia islam. Sementara karya-karya pemikir islam berpindah
tangan ke kaum Masehi, mereka ini telah mengikuti jejak kaum muslimin
menggunakan hasil buah pikiran yang cenderung mareka capai dari pikiran
islam.

Tokoh-tokoh Islam pada masa kemunduran

Pada masa kemunduran pendidikan islam terdapat beberapa tokoh pada


masa itu di antaranya yaitu :
- Ilmu sejarah tercatat seperti Ibnu Khalikan, Ibnu Taghribardi dan
IbnuKhaldun
- Bidang Astronomi dikenal namaNasir Al-DinAl-Tusi.
- Bidang Matematika Abu Al-FarajAl-‘Ibry.
- Bidang Kedokteran Abu Al-Hasan’Ali Al-Nafis, penemuan susunan dan
peredaraan darah dalam paru-parumanusia.
- Dokter hewan Abd Al-Mun’inAl-Dhimyathi
- Perintis psikotrapiAl-Razi,
- Ilmu Keagamaan Pemikir reformis dalam islamIbnuTaimiyah
- Menguasai banyak ilmukeagamaanAl-Suyuthi
- Ilmu Hadits dan lain-lain Ibnu Hajar Al-‘Asqalani

Pada masa kemunduran ini banyak sekali yang pengaruh-pengaruh dari


luar maupun dari dalam yang dapat menjadikan masa ini benar lemah.Telah
berkelebihan filsafat Islam (yang bercorak sifistis) yang dimasukkan oleh Al-
Ghazali dalam alam islami di Timur, dan berkelebihan pula Ibnu Rusyd dalam
memasukkan Filsafat Islamnya (yang bercorak rasionalistis) ke dunia islam
barat. Al-ghazali dengan filsafat islamnya menuju ke jurang materialisme.
Al-Ghazali mendapat sukses di timur, hingga pendapat-pendapatnya
merupakan satu aliran yang terpenting ibnu Rusy mendapat sukses di Barat
hingga pikiran-pikirannya menjadi pimpinan yang penting bagi alam pikiran
Barat.Umat Islam, Terutama para pemerintahnya (khalifah,sultan,amir-amir)
malalaikan ilmu pengetahuan dan kebudayaan, dan tidak memberi kesempatan
untuk berkembang. Kalau pada mulanya para pejbat pemerintah sangat
memperhatikan perkembangan ilmu pengetahuan, dengan memberikan
penghargaan yang tinggi kepada para ahli Ilmu pengetahuan umumnya terlibat
dalam urusan- urusan pemerintahan,sehingga melupakan pengembangan Ilmu
pengetahuan.Terjadinya pemberontakan-pemberontakan yang di barengi
dengan serangan dari luar, sehingga menimbulkan kehancuran-kehancuran
yang mengakibatkan berhentinya kegiatan pengembangan Ilmu pengetahuan
dan kebudayaan di duniai islam.
B. Peralihan secara Drastis Pusat – Pusat Pendidikan dan
Kebudayaan dari Dunia Islam ke Eropa
Kehancuran pusat-pusat pendidikan dan kebudayaan dan
kemunduran dalam bidang intelektual dan material serta masa
selanjutnya terjadi peralihan secara drastis pusat pendidikan dan
kebudayaan dunia Islam ke Eropa, setidaknya menimbulkan rasa
lemah diri dan putus asa di kalangan masyarakat Muslimin. Keadaan
ini juga telah menyebabkan mereka untuk mencari pegangan dan
sandaran hidup yang bisa mengarahkan kehidupan mereka. Aliran
pemikiran tradisionalisme mendapat tempat di hati masyarakat secara
meluas. Mereka kembalikan segala sesuatunya kepada tuhan toh
segala sesuatunya telah dikehendaki oleh Tuhan10
Jadi di sini terlihat betapa besarnya goncangan terjadi pada diri
umat Islam. Kemundurannya tidak hanya dari segi pengetahuan,
bahkan sikap mentalnya pun mengalami goncangan dan lemah,
ditambah dengan perpindahan pusat pendidikan dan kebudayaan
Islam ke Eropa.
Peralihan secara drastis pusat-pusat pendidikan dan kebudayaan
umat Islam ke Eropa itu tidak bisa dilepaskan dari kondisi umat Islam
waktu itu dan peran umat Islam di Spanyol dalam pengembangan
ilmu dan kebudayaan, yaitu setelah ilmu pengetahuan dan
kefilsafatan (ilmu aqliah) pada Abbasiyah yang keempat (447-590
H./1055-1193 M.), berpindah ke negri Andalus. Sejak itu masuklah
Ilmu pengetahuan dan filsafat ke Andalus. Orang-orang Andalus
sangat suka mempelajari filsafat, meskipun sebagian mereka
menderita siksaan karena mempelajari filsafat itu. Maka di sana
lahirlah filosof-filosof, ibnu Bajah, ibnu Tufail, ibnu Rusyd, ibnu
Khaldun dll.11 Sehingga saat itu Andalus di bawah kekuasaan Islam
telah menjadi pusat peradaban dunia dan dari sinilah nantinya banyak

10
Zuhairini dkk, Op.Cit, hlm. 122
11
Mahmud Yunus, Op.Cit. hlm 111-112
orang Eropa belajar ilmu pengetahuan. Sampai akhirnya Islam
runtuh, dan kebudayaan Islam di bawa ke Barat (Eropa) oleh orang-
orang Barat yang belajar ke sana.
Dengan lenyapnya negara Islam di Andalus lenyap pula filsafat.
Sesudah itu filsafat tidak bangun lagi di seluruh alam Islami dan
berpindah ke negri Barat dari Andalus.12 Minat kepada filsafat dalam
umat Islam, yang mulai dengan gairah melimpah ruah berakhir
dengan frustasi. Kegiatan untuk berfilsafat menuntut iklim bebas dari
kecurigaan dan ancaman, sikap waspada terus me-nerus terhadap
campur tangan dari luar memadamkan api batin. Filsafat mampu
membuka pandangan baru serta memperbaharui sendi masyarakat,
asalkan dikerjakan dengan sabar, ikhlas dan rendah hati. Bila mana
kekuasaan tradisi atau kepentingan golongan penguasa takut akan
pembaharuan maka haluan fikiran terdampar dan ahli-ahli fikir
meninggalkan bahteranya.13
Sejak perpindahan pusat pendidikan dan kebudaya-an dari dunia
Islam ke Barat, mengakibatkan Barat pun berkembang dengan pesat.
Melihat kenyataan tersebut umat Islam semakin frustrasi. Pusat-pusat
ilmu pengetahuan yang sudah dibangun di zaman klasik dan beberapa
tambahan pusat pengetahuan dan kebudayaan sesudahnya tidak
mampu lagi memacu umatnya untuk mencapai kemajuan seperti
Mesir atau Cairo, Granada, Maraga, Maroko, Samarkand dsb. Di
samping itu, juga telah terjadi perubahan dari tujuan pendidikan
sebelumnya. Tujuan utama pendidikan waktu itu sebagaimana
dijelaskan Mahmud Yunus; penguasa-penguasa sangat
mementingkan pendidikan dan pengajaran agama sesuai dengan
aliran yang dianutnya, sehingga tujuan utama dari mendirikan
madrasah-madrasah ialah menyiarkan ilmu-ilmu agama, sedangkan
ilmu-ilmu yang lain tidak termasuk dalam kurikulumnya. Dengan

12
Ibid
13
JWM Bakker SY, Sejarah Filsafat dalam Islam, Yogyakarta Kanisius 1978 hlm 85
17
mementingkan ilmu-ilmu agama itu lenyaplah ilmu-ilmu filsafat,
bahkan juga ilmu kedokteran di dunia Islam dan berpindah ke
Barat.14
Setelah warisan filsafat dan ilmu pengetahuan lslam diterima oleh
bangsa Eropa dan umat Islam sudah tidak memperhatikannya lagi,
maka secara berangsur-angsur telah membangkitkan kekuatan Eropa
dan menimbulkan kelemahan kelemahan di kalangan umat Islam.
Secara berangsur-angsur tetapi pasti, kekuasaan umat Islam
ditundukkan oleb kekuasaan bangsa Eropa, dan terjadilah penjajahan
di manamana di seluruh wilayah yang pernah dikuasai Islam.
Eksploitasi kekayaan-kekayaan dunia Islam oleh bangsa-bangsa
Eropa semakin memperlemah kedudukan kaum muslimin dalam
segala segi kehidupannya.15
Demikianlah akhirnya dunia Islam menjadi dunia ketiga dan orang-
orang terjajah. Kemunduran Ilmu pengetahuan, runtuhnya mental
umat Islam dan ditambah dengan hancurnya peradaban umat Islam
yang berpindah ke Eropa (Barat) telah mengakibatkan umat Islam
semakin jauh ketinggalan. Meskipun setelah perpindahan kebudayaan
Islam ke Eropa masih ada pusat-pusat kebudayaan Islam tetapi itu
tidak mampu membangkitkan kembali jiwa keilmuan.

14
Mahmud Yunus, Op.Cit, hlm 119-120
15
Zuhairini dkk, OP.Cit, hlm 115-116
18
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari beberapa pemaparan diatas dapat kami simpulkan bahwa
kemunduran yang di alami dunia islam disebabkan oleh beberapa faktor, yang
secara umum dibagi menjadi dua yaitu faktor eksternal dan internal. Dari
factor eksternal diantara penyebab kemunduran pendidikan islam adalah
adanya pemberontakan dibarengi dengan serangan dari luar. Sedangkan dari
faktor internal yaitu dikarenakan umat islam terutama pemerintahannya sudah
tidak memperhatikan ilmu pengetahuan dan para ahli lebih tertarik untuk
terlibat dalam urusan politik.
Oleh karna itu keadaan umat islam terutama pada pendidikan sangat statis.
Hingga masyarakat pada saat itu lebih memilih untuk mengembalikan segala
sesuatunya pada Tuhan. Perkembangan pengetahuan pada saat ini bisa
dikatakan macet total.

19
DAFTAR RUJUKAN

Engku, Iskandar. Zubaidah, Siti. 2016, Sejarah Pendidikan Islami. Bandung: PT


Remaja Rosdakarya Offest

Hasan, Ibrahim Hasan. 1989, Sejarah dan Kebudayaan Islam. Yogyakarta : Penerbit
Kota Kembang

Khoirun Niswa, sejarah pendidikan islam,Palembang: raden fatah press, 1982


Zuhairini,Dkk, sejarah pendidikan islam, Jakarta:PT Bumi Arkasa,1994.

Samsul Nizar, sejarah pendidikan islam, Jakarta:kencana prenatal media Grup,2011.

Yatim, Badri. 1979, Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: Rajawali Pers

Zuhairini dkk. 1992, Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta

Anda mungkin juga menyukai