KELAS XI
KEAGAMAAN
O
L
E
H
SHIDQIYAH SYAFRIDAH, S. Ag
NIP. 19790518 200501 2 00 5
A. KEPEMILIKAN
1. Pengertian
Kepemilikan adalah penguasaan seseorang terhadap suatu benda dan dibenarkan oleh syariat
untuk memanfaatkan benda tersebut.
Seseorang yang mendapatkan harta dengan cara yang dilegalkan syariat maka harta tersebut
terkhusus kepadanya, boleh dimanfaatkan dan ditasarufkan kecuali orang-orang yang dibekukan
tasarufnya seperti anak kecil dan orang gila.
Adapun tasaruf wali anak kecil dan wakil (dalam transaksi wakālah) terhadap suatu barang
bukan atas nama kepemilikan, namun atas nama pergantian (niyābah) yang dilegalkan syariat
“ Wahai Nabi! Sesungguhnya Kami telah menghalalkan bagimu istri-istrimu yang telah engkau
berikan maskawinnya dan hamba sahaya yang engkau miliki, termasuk apa yang engkau peroleh
dalam peperangan yang dikaruniakan Allah untukmu, (QS. Al-Ahzāb [33] : 50)
3. Sebab-sebab kepemilikan
a. Ihrajul mubahat / Istīlā’ ‘Alā Al-Mubāḥ
Yaitu kepemilikan seseorang terhadap barang yang belum pernah dimiliki oleh
seseorang dan tidak ada larangan syariat untuk memilikinya. Seperti penangkapan ikan di
laut, mengambil air dari sumber dan berburu hewan di hutan.
Syarat-syarat kepemilikan dengan cara istīlā‟ „alā al-mubāḥ ada dua:
Belum pernah ada yang memiliki.
Kesengajaan untuk memiliki. Jika tidak ada kesengajaan maka tidak berkonsekuensi
kepemilikan. Seperti burung yang masuk ke kamar seseorang.
b. Al ‘uqud
Yaitu kepemilikan seseorang terhadap barang dengan cara transaksi. Seperti transaksi
hibah (pemberian), bai‟ (jual beli), i‟ārah (pinjam meminjam) dan yang lain.
c. Al khalafiyah
Yaitu kepemilikan seseorang terhadap barang dengan cara pergantian. Baik berupa
pergantian orang yang dikenal dengan istilah warisan, atau berupa pergantian barang yang
dikenal dengan istilah ganti rugi (taḍmīn). Khalafiyyah ada dua macam:
Warisan
Yaitu proses pemindahan kepemilikan secara otomatis dengan hukum syariat dari
seseorang kepada ahli waris atas harta warisan yang ditinggalkan.
Ganti Rugi (Taḍmīn)
Yaitu kewajiban ganti rugi atas barang, yang dibebankan kepada seseorang yang
merusak barang orang lain.
d. Attawalludu minal mamluk
Yaitu kepemilikan seseorang terhadap barang hasil dari apa yang dimiliki. Seperti buah
dari pohon yang dimiliki, anak sapi dari sapi yang dimiliki dan susu kambing dari kambing
yang dimiliki.
B. AKAD
1. Pengertian akad
Yaitu transaksi atau ījāb dan qabūl dengan cara yang dilegalkan syariat dan berkonsekuensi
terhadap barang yang menjadi obyek akad. Sehingga mengecualikan cara yang tidak dilegalkan
syariat seperti kesepakatan untuk membunuh seseorang, maka tidak dinamakan akad.
2. Dasar hukum
ٰٓيَاُّيَها اَّلِذ ْيَن ٰا َم ُنْٓو ا َاْو ُفْو ا ِباْلُع ُقْو ِۗد
“Hai orang-orang yang beriman, penuhilah aqad-aqad itu”.(QS. Al-Māidah [5] : 1)
3. Rukun akad
‘Aqid yaitu dua orang atau lebih yang melakukan akad
Ma’qud ‘alaihi yaitu barang yang diakadkan
Sighat Yaitu ījāb dan qabūl yang menunjukkan keinginan pelaku akad untuk
melangsungkan akad baik dengan cara ucapan, pekerjaan (mu‟āṭāh), isyarat
dan tulisan.
4. Tujuan akad
Yaitu tujuan pelaku akad untuk melangsungkan akad. Tujuan akad akan berbeda dalam
setiap akad. Seperti:
Akad Bai‟, tujuan akad : memindah kepemilikan barang kepada pembeli dengan alat
pembayaran.
Akad Ijārah, tujuan akad : memindah kepemilikan manfaat barang kepada penyewa
dengan alat pembayaran.
Akad Hibah, tujuan akad : memindah kepemilikan barang tanpa imbalan.
5. Macam-Macam Akad
Macam –macam akad berdasarkan boleh digagalkan atau tidak ada dua:
a. Akad Lāzim
Yaitu akad yang tidak boleh digagalkan secara sepihak tanpa ada sebab yang
menuntut untuk menggagalkan akad seperti ada cacat dalam obyek akad. Akad lāzim
tidak bisa batal sebab meninggalnya salah satu atau kedua pelaku akad. Seperti akad
ijārah (persewaan) dan akad hibah (pemberian) setelah barang diterima mauhūb lah
(pihak penerima).
b. Akad Jā’iz
Yaitu akad yang boleh digagalkan oleh pelaku akad. Seperti akad wakālah (transaksi
perwakilan) atau akad wadī‟ah (transaksi penitipan barang). Akad jā‟iz berbeda dengan
akad lāzim, yakni jika salah satu pelaku akad meninggal maka berkonsekuensi
membatalkan akad.
Secara detail, ada tiga macam:
Lāzim dari kedua pelaku akad.
Jā‟iz dari kedua pelaku akad.
Lāzim dari satu pihak dan jā‟iz dari pihak lain.
b. Akad Tabarru’
Yaitu akad yang didalamnya tidak terdapat imbalan („iwaḍ). Seperti akad hibah
(transaksi pemberian). Akad tabarru‟ ada lima:
- Wasiat
- „Itqun (memerdekakan budak)
- Hibah (pemberian)
- Wakaf
- Ibāḥaḥ (perizinan untuk menggunakan barang). Seperti perizinan untuk meminum susu
kambing kepada fakir miskin. Maka pihak yang mendapatkan izin tidak berhak
mentasarufkan layaknya pemilik barang. Hanya boleh sebatas meminum, tidak boleh
memberikan atau menjual pada orang lain.
Macam-macam akad berdasarkan terpenuhi rukun dan tidaknya terbagi menjadi dua:
a. Akad Ṣaḥīḥ
Yaitu akad yang terpenuhi semua rukun dan syaratnya. Akad yang ṣaḥīḥ akan
berkonsekuensi sebagaimana tujuan akad. Seperti konsekuensi berupa pemindahan kepemilikan
barang terhadap pembeli dan pemindahan kepemilikan alat pembayaran terhadap penjual dalam
transaksi jual beli, atau konsekuensi berupa pemindahan kepemilikan hak pemanfaatan barang
terhadap pihak penyewa dan pemindahan kepemilikan alat pembayaran (ongkos sewa) terhadap
pihak yang menyewakan dalam transaksi persewaan.
b. Akad Fāsid
Yaitu akad yang tidak terpenuhi semua rukun dan syaratnya. Seperti pelaku akad adalah
orang gila atau anak kecil. Kebalikan dari akad ṣaḥīh, akad fāsid tidak berkonsekuensi apapun.
Maka transaksi jual beli yang dilakukan orang gila atau anak kecil tidak berkonsekuensi
pemindahan kepemilikan. Dalam arti, barang tetap milik penjual dan alat pembayaran tetap milik
pembeli.
Macam-macam akad berdasarkan adanya batas waktu yang ditentukan atau tidak terbagi menjadi
dua:
1) Akad Mu’aqqat
Yaitu akad yang disyaratkan harus ada penyebutan batas waktu. Seperti akad
ijārah (transaksi persewaan) dan akad musāqāh (transaksi pengairan). Sehingga tidak
sah jika jenis transaksi ini dilakukan tanpa ada penyebutan batas waktu.
2) Akad Muṭlaq
Yaitu akad yang tidak diharuskan ada penyebutan batas waktu. Artinya,
penyebutan batas waktu dalam transaksi ini tidak menjadi rukun bahkan jika ada
penyebutan batas waktu akan menyebabkan transaksi tidak sah. Seperti akad nikah dan
akad wakaf. Jika dalam transaksi ada penyebutan batas waktu seperti “saya nikahkan
Ahmad dengan Fatimah dengan batas waktu satu tahun” maka akad nikah batal.
Berbeda dengan akad mu‟aqqat, karena penyebutan batas waktu dalam akad mu‟aqqat
menjadi rukun.
Yaitu proses pengolahan lahan mati yang secara hukum berkonsekuensi menjadi milik
pengolah. Batas pengolahan lahan mati adalah sesuai dengan tujuan yang diinginkan pengolah.
Jika yang diinginkan adalah merubah lahan mati menjadi rumah, maka yang harus dilakukan
pengolah untuk berstatus sebagai pemilik lahan tersebut adalah membuat pagar, memasang
pintu, memasang atap atau yang lain sekiranya sudah tidak layak dikatakan sebagai lahan mati
lagi.
Meletakkan batu di sekitar lahan mati tidak bisa mewakili proses iḥyā‟ul mawāt. Tapi
hanya sekadar pemberian batas (taḥajjur) yang tidak berkonsekuensi kepemilikan.
Lahan yang sudah diklaim pemerintah baik secara keseluruhan atau sebagian tidak bisa
dimiliki dengan cara iḥyā‟ul mawāt tanpa ada izin dari pemerintah. Lahan yang tidak diketahui
apakah pernah dimiliki di era islamiyah atau di era jahiliyah ada dua pendapat:
Menurut Imam Romli; tidak bisa dimiliki dengan proses iḥyā‟ul mawāt.
Menurut Imam Ibn Hajar; bisa dimiliki sebagaimana lahan mati.
Apakah proses iḥyā‟ul mawāt harus ada izin dari imam? Dalam hal ini ada dua
pendapat:
Menurut Imam Abu Hanifah dan mażhab Maliki; harus ada izin dari imam.
Berdasarkan sabda Rasulullah Saw.:
“Tidak ada bagi seseorang kecuali apa yang direlakan oleh imamnya”. (HR. Ṭabrani)
Jika imam tidak memberi izin maka tidak ada kerelaan dari imam yang berkonsekuensi
lahan mati tidak bisa dimiliki.
Menurut mażhab Syafi‟i dan mażhab Hanbali; tidak harus ada izin dari imam.
Berdasarkan sabda Rasulullah Saw.:
“Barang siapa membuka lahan mati, maka menjadi miliknya,dan akar yang zalim
(keluar pagar) tidak memiliki hak”. (HR. Bukhari)
Hadis ini menetapkan kepemilikan kepada muḥyī tanpa persyaratan izin dari imam dan
karena iḥyā‟ul mawāt adalah perkara yang legal secara hukum sehingga lahan mati boleh
dimiliki oleh seseorang tanpa ada izin dari imam sebagaimana seseorang boleh memiliki hewan
buruan tanpa izin imam.
Menurut mażhab maliki proses iḥyā‟ul mawāt bisa dilakukan dengan salah satu dari
tujuh hal:
Membuat sumber air, jika penyebab lahan mati karena tidak ada air.
Membuang air, jika penyebab lahan mati karena tergenang air.
Membuat bangunan.
Menanam pohon.
Bercocok tanam.
Menebang pohon.
Meratakan lahan dengan cara menghancurkan batu-batu yang besar
UJI KOMPETENSI
BAB II
JUAL BELI, KHIAR, SALAM DAN HAJRU
1. JUAL BELI
A. Pengertian
Menurut bahasa jual beli berasal dari kata ( َبْيًعا- )َباَع – َيِبِيُعartinya tukar menukar sesuatu
dengan sesuatu, menurut istilah jual beli adalah suatu transaksi tukar menukar barang atau harta yang
mengakibatkan pemindahan hak milik sesuai dengan Syarat dan Rukun tertentu.
“ Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. ( QS Al-Baqarah [2]: 275)
Sabda Rosululloh
2) Membeli barang yang sudah dibeli atau dalam proses tawaran orang lain. Sabda Nabi
SAW :
)َالَبْيَع َبْع ُضُك ْم َعَلى َبْيِع َبْع ٍض (متفق عليه
“Janganlah seseorang menjual sesuatu yang telah dibeli orang lain” (Muttafaq Alaih).
3) Jual beli barang untuk ditimbun supaya dapat dijual dengan harga mahal dikemudian
hari, padahal masyarakat membutuhkannya saat itu. Sabda Rasulullah SAW :
... َو َالَتَعاَو ُنْو َعَلى اِال ِمْث َو اْلُعْد َو اِن... “Dan
jangan tolong menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran”(QS. Al Maidah: 2).
)َنَه ى الَنُّيِب َص َّلى اهللُ َعَلْيِه َو َس َّلَم َعْن َبْيِع الَغَر ِر (رواه مسلم
“Nabi melarang memperjual belikan barang yang mengandung tipuan”(HR. Muslim).
ۖ ٰٓي َاُّي َه ا اَّلِذ ْي َن ٰا َم ُنْو ا اَل َت ْأُك ُلوا الِّر ٰب ٓو ا َاْض َع اًفا ُّم ٰض َع َفًة
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat
ganda”(QS. Ali Imran: 130).
7) Menjual anggur krpada penjual khamr
8) Jual beli pada saat adzan jum’ah ( menurut ulama’ Maliki)
3) Menjual belikan barang yang baru dibeli sebelum diserah terimakan kepada pembelinya,
sabda Nabi SAW. :
... )َالَتِبَعَّن َش ْيئًااْش َتَر ْيَتُه َح ىَّت َتْق ِبْض ُه (رواه امحد والبيهقى
“Janganlah kamu menjual sesuatu yang kamu beli sebelum kamu terima”(HR. Ahmad
dan Al Baihaqy).
4) Menjual buah-buahan yang belum nyata buahnya, Sabda Nabi SAW. dari Ibnu Umar ra.
)َيْبُد اصَالُحَه ا (متفق عليه َنَه ى َر ُسْو ُل اهللِ َص َلى اهلل َعَلْيِه َو َس َّلَم َعْن َبْيِع الِّثَم اِر َح ىَّت
“Nabi SAW. Telah melarang menjual buah-buah yang belum tampak manfaatnya”
(Muttafaq Alaih).
5) Jual beli barang najis, seperti khamr, babi, bangkai dan darah
Tugas analisa
Nama :
Kelas :
No absen :
2. KHIYAR
A. Pengertian
Khiyar menurut bahasa artinya memilih yang terbaik, sedangkan menurut istilah khiyar ialah :
memilih antara melangsungkan akad jual beli atau membatalkan atas dasar pertimbangan yang matang
dari pihak penjual dan pembeli
B. Macam-Macam Khiyar
Khiyar ada 3 macam, yaitu :
1. Khiyar Majlis, artinya memilih untuk melangsungkan atau membatalkan akad jual beli sebelum
keduannya berpisah dari tempat akad. Sabda Rasulullah SAW. :
)اْلَبِّيَع اِن ِب اْلِخ َياِرَم اَلْم َيَتَفَّر َقا (رواه البخرى والمسلم
“Dua orang yang berjual beli boleh memilih (meneruskan atau mengurungkan) jual belinya selama
keduanya belum berpisah” (HR. Bukhari dan Muslim).
Masa khiyār majlis akan berakhir dengan salah satu antara saling memilih (takhāyur) atau
berpisah (tafarruq).
Takhāyur
Takhāyur adalah keputusan pelaku transaksi antara memilih melangsungkan
atau mengurungkan transaksi ketika keduanya masih berada dalam majlis akad. Jika
pelaku transaksi telah menjatuhkan salah satu pilihan, maka hak khiyārnya telah
berakhir walaupun keduanya belum berpisah (tafarruq) dari majlis akad.
Apabila ada perbedaan pilihan antara kedua pelaku transaksi, seperti satu pihak
memilih melangsungkan transaksi sedangkan yang lain memilih mengurungkannya,
maka yang dimenangkan adalah pihak yang mengurungkan transaksi.
Tafarruq
Tafarruq adalah terjadinya perpisahan antara kedua atau salah satu pelaku
transaksi dari majlis akad. Batasan tafarruq merujuk pada „urf (umumnya) karena
tidak ada batasan secara syar‟ī maupun lugowī. Jika salah satu pelaku transaksi keluar
dari majlis akad maka masa khiyar telah berakhir walaupun keduanya belum saling
memilih (takhāyur).
2. Khiyar Syarat, yaitu khiyar yang dijadikan syarat waktu akad jual beli, artinya si pembeli atau si penjual
boleh memilih antara meneruskan atau mengurungkan jual belinya selama persyaratan itu belum
dibatalkan setelah mempertimbangkan dalam dua atau tiga hari.
)َاْنَت ِباْلِخَياِرِفى ُك ِّل ِس ْلَعٍة ِاْبَتْعَتَها َثَالَث َلَياٍل (رواه البيهقى وابنى ماجة
“Engkau boleh melakukan khiyar pada segala barang yang telah engkau beli selama tiga hari tiga
malam” (Al Baihaqi dari Ibnu Majah).
Fungsi khiyār syarat adalah perpanjangan dari khiyār majlis. Jika hak memilih dalam khiyār majlis
hanya terbatas ketika pelaku transaksi berada dalam majlis akad dan akan berakhir ketika keduanya telah
berpisah, maka dalam khiyār syarat hak memilih tersebut masih berlangsung walaupun kedua pelaku
transaksi telah berpisah sampai batas waktu yang telah disepakati.
Masa khiyār syarat telah ditentukan oleh syariat, yakni tidak boleh melebihi tiga hari tiga
malam. Pendapat ini adalah mażhab Syafii dan mażhab Hanafi. Menurut mażhab Hanbali masa khiyār
syarat sesuai dengan kesepakatan kedua pelaku transaksi walaupun melebihi tiga hari. Sedangkan
menurut mażhab Maliki masa khiyār syarat bersifat relatif sesuai dengan komoditinya. Artinya boleh
kurang dari tiga hari, boleh tiga hari dan boleh melebihi tiga hari jika komoditinya seperti rumah atau
sejenisnya.
Khiyār syarat bisa sah jika memenuhi enam syarat:
a. Menyebutkan tempo. Jika tidak disebutkan maka tidak sah.
b. Waktu yang ditentukan diketahui kedua pelaku transaksi.
c. Tidak melebihi tiga hari tiga malam (mażhab Syafi‟i).
d. Waktu tiga hari tiga malam dihitung sejak persyaratan (kesepakatan khiyār syarat), bukan dihitung
sejak pelaku transaksi berpisah.
e. Komoditi harus tidak berpotensi mengalami perubahan selama waktu yang telah ditentukan. Maka
khiyār syarat dengan batas waktu tiga hari tiga malam boleh jika komoditi berupa buku, baju atau
yang lain yang tidak mungkin mengalami perubahan selama tiga hari tiga malam. Dan tidak boleh
Jika komoditi berupa makanan seperti nasi atau yang lain yang berpotensi mengalami perubahan
selama tiga hari tiga malam. Komoditi jenis makanan hanya boleh dengan batas waktu yang tidak
berpotensi merubah keadaan komoditi seperti tiga jam.
f. Berkesinambungan. Artinya waktu yang ditentukan tidak terpisah.
3. Khiyar Aibi, yaitu memilih melangsungkan akad jual beli atau mengurungkannya bilamana terdapat
bukti cacat pada barang. Sebagaimana Hadits yang diriwayatkan dari Uqbah bin Amir Radhiyallahu
‘Anhu, ia berkata, Aku pernah mendengar Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
اْلُم ْس ِلُم َأُخ و اْلُم ْس ِلِم َو َال َيِح ُّل ِلُم ْس ِلٍم َباَع ِم ْن َأِخ يِه َبْيًعا ِفيِه َعْيٌب ِإَّال َبَّيَنُه َلُه
“Sesama muslim itu bersaudara, tidak halal bagi seorang muslim menjual barangnya kepada muslim
lain, padahal pada barang tersebut terdapat aib/cacat melainkan dia harus menjelaskan
(aib/cacat)nya itu”. (HR. Ahmad, Ibnu Majah)
Dalam khiyār ‘aib, ada empat kriteria ‘aib yang bisa menetapkan hak khiyār ‘aib:
a. Aib Qadīm;
‘Aib qadīm adalah „aib yang wujud sebelum transaksi dilaksanakan, atau setelah transaksi namun
sebelum serah-terima barang, atau setelah serah-terima barang namun merupakan akibat dari
sebab yang terjadi sebelumnya. Kriteria „aib demikian bisa menetapkan hak khiyār „aib karena
barang masih menjadi tanggung jawab penjual. Berbeda dengan aib-aib yang wujud setelah serah-
terima barang dan bukan merupakan akibat dari sebab yang terjadi sebelumnya, „aib ini tidak
dapat menetapkan hak khiyār „aib karena barang sudah menjadi tanggung jawab pembeli.
b. Aib yang mengurangi fisik;
c. Aib yang mengurangi harga pasaran;
d. Aib yang tidak umum ditemukan pada jenis barang tersebut.
Hak khiyār ‘aib bersifat otoritatif (qahrī) sebagaimana khiyār majlis. Artinya khiyār „aib ada
secara otomatis jika komoditi didapati tidak sesuai dengan tiga hal diatas. Bukan atas dasar keinginan
pribadi atau kesepakatan pelaku transaksi seperti khiyār syarat.
Hak khiyār ‘aib akan berakhir, yakni pelaku transaksi tidak memiliki hak untuk mengembalikan
komoditi dan dianggap menerima (rela) dengan kondisi komoditi apa adanya jika pelaku transaksi
tidak segera mengembalikan komditi atau komoditi telah dimanfaatkan seperti dijual, disewakan atau
dipakai.
TUGAS INDIVIDU
3. SALAM
(JUAL BELI SISTEM INDEN ATAU PESAN)
1. Pengertian Salam
Kata salam berasal dari kata at-taslîm ( )الَّتْس ِلْيمyaitu menyerahkan Kata ini semakna
dengan as-salaf ( )الَّس َلفyang bermakna memberikan sesuatu dengan mengharapkan hasil
dikemudian hari.
Menurut Istilah jual beli model salam yaitu merupakan pembelian barang yang
pembayarannya dilunasi dimuka, sedangkan penyerahan barang dilakukan di kemudian hari.
Dalam jual beli salam ini, resiko terhadap barang yang diperjualbelikan masih berada pada
penjual sampai waktu penyerahan barang. Pihak pembeli berhak untuk meneliti dan dapat
menolak barang yang akan diserahkan apabila tidak sesuai dengan spesifikasi awal yang
disepakati.
4. AL-HAJRU
(ORANG YANG DILARANG MENGELOLA /MENTASHORUFKAN HARTA)
1. Pengertian
Al-Hajr secara bahasa artinya mencegah (al-man’u), melarang atau mencekal. Orang yang
dicekal diebut al-mahjur ‘alaih.
Secara istilah para ulama berbeda pendapat. Menurut ulama Syafiiyyah dan Hanabilah bahwasannya
hajr adalah mencegah atau melarang seseorang dari melakukan transaksi /mengelola harta (tasharruf
maliyah).
2. Dasar Hukum
1. Al-qur’an
Alloh ta’ala berfirman:
َو ال ُتْؤ ُتوا الُّس َفهاَء َأْم واَلُك ُم اَّلِتي َجَعَل ُهَّللا َلُك ْم ِقيامًا
“Dan janganlah kalian serahkan kepada orang-orang yang belum sempurna akalnya, harta
(mereka yang ada dalam kekuasaan) kalian yang dijadikan Allah sebagai pokok kehidupan” (QS. An-
Nisa : 5)
Sisi pendalilannya Alloh melarang menyerahkan harta kepada orang-orang yang belum
sempurna akalnya seperti anak keil, orang gila atau orang yang bodoh (idiot) atau berkebutuhan
khusus.
َفِإن َك اَن ٱَّلِذ ى َع َلْيِه ٱْلَح ُّق َسِفيًها َأْو َضِع يًفا َأْو اَل َيْسَتِط يُع َأن ُيِم َّل ُهَو َفْلُيْمِلْل َو ِلُّي ۥُه ِبٱْلَع ْد ِل
“Jika yang berhutang itu orang yang lemah akalnya atau lemah (keadaannya) atau dia sendiri
tidak mampu mengimlakkan, maka hendaklah walinya mengimlakkan dengan jujur.” (Al-Baqarah 282)
Ayat ini memberikan tambahan bagi orang yang kondisinya lemah baik akal atau keadaannya,
karena sakit atau cacat sehingga tidak bisa mengelola harta maka tanggung jawabnya diserahkan
kepada walinya. Artinya di sini juga bahwa orang yang berhak melarang membelanjakan harta adalah
walinya atau hakim.
واْبَتُلوْا اْلَيَتاَم ى َح َّتَى ِإَذ ا َبَلُغ وْا الِّنَك اَح َفِإْن آَنْس ُتم ِّم ْنُهْم ُر ْش ًدا َفاْدَفُعوْا ِإَلْيِهْم َأْم َو اَلُهم
“Dan ujilah anak yatim itu sampai mereka cukup umur untuk kawin. Kemudian jika menurut
pendapatmu mereka telah cerdas (pandai memelihara harta), maka serahkanlah kepada mereka harta-
hartanya”
Ayat ini menjelaskan bahwa anak yatim yang belum sampai usia baligh atau faham (rusyda)
dilarang mengelola hartanya sendiri, kecuali setelah dia mencapai usia dewasa dan sudah memahami
seluk beluk pengelolaan harta. Dalil bahwa Islam sangat menjaga harta pemiliknya agar tidak jatuh ke
tangan orang lain atau hilang dengan mubadzir.
2. Hadits
( حجر على:وعن ابن كعب بن مالك عن أبيه رضي هللا عنهما أن رسول هللا صلى هللا عليه وسلم
ورجح، وأخرجه أبو داود مرسًال، وصححه الحاكم، معاذ ماله وباعه في دين كان عليه ) رواه الدارقطني
إرسال
Rasulullah Saw bersabda, “Sesungguhnya Nabi Saw menahan harta Muadz dan beliau menjual
hartanya muadz itu untuk membayar utangnya”.
Dalam sebuah riwayat bahwa Rasulullah Saw menetapkan Muadz bin Jabal sebagai orang yang
terlilit hutang dan tidak mampu melunasinya (taflis/pailit). Kemudian Rasulullah Saw melunasi hutang
Muadz bin Jabal dengan sisa hartanya. Tapi orang yang berpiutang tidak menerima seluruh
pinjamannya maka dia pun melakukan protes kepada Rasulullah Saw.
Kemudian Rasulullah Saw berkata, “Tidak ada yang dapat diberikan kepada kamu selain itu”. (HR
Daruquthni & Al-Hakim)
Berdasarkan hadits tersebut, ulama fiqih telah sepakat menyatakan bahwa seorang hakim berhak
menetapkan seseorang pailit karena tidak mampu membayar hutang-hutangnya. Dengan demikian
secara hukum terhadap sisa hartanya dan dengan sisa hartanya itu hutang itu harus dilunasi.
Imam Qodi Abu Syuja’ Ahmad bin Husain bin Ahmad Al-Asfahani rahimahulloh mengatakan bahwa
ada enam orang yang tidak diperbolehkan mengelola harta:
1. Anak kecil (Shobiy)
2. Orang gila
3. Orang bodoh atau idiot yang membuang-buang harta (tabdzir)
4. Orang bangkrut yang terlilit hutang (muflis)
5. Orang yang sakit dikhawatirkan mati.
6. Hamba sahaya yang tidak diizinkan berdagang oleh tuannya.
3. Tujuan Mahjur
Dalam kitab Mausu’ah Fiqhiyyah disebutkan bahwa hajr/larangan pengelolaan harta ini
dilakukan untuk kemaslahatan orang lain seperti orang yang bangrut (muflis) untuk membayar denda
atau sisa hartanya dicekal hartanya yang tersisa untuk pemberi hutang, atau orang yang sakit keras
untuk menjaga hak ahli waris yang akan ditinggalkan. Seorang yang sakit keras tasharrufnya dibatasi
tidak boleh lebih dari 1/3 hartanya. Dan tentu saja hajr ini tujuannya adalah untuk kemaslahatan orang
tersebut. Seperti larangan jual beli untuk orang gila ,anak kecil, dan anak yang berkebutuhan khusus
(idiot).
a. Mahjur dilakukan guna menjaga hak-hak orang lain seperti pencegahan terhadap :
Orang yang utangnya lebih banyak daripada hartanya, orang ini dilarang mengelola harta
guna menjaga hak-hak yang berpiutang.
Orang yang sakit parah, dilarang berbelanja lebih dari sepertiga hartanya guna menjaga hak-
hak ahli warisnya.
Orang yang menjaminkan hartanya dilarang membelanjakan harta yang dijaminkan tersebut.
Murtad (orang yang keluar dari Islam) dilarang mengedarkan hartanya guna menjaga hak
muslimin.
b. Mahjur dilakukan untuk menjaga hak-hak orang yang dimahjur itu sendiri, seperti :
Anak kecil dilarang membelanjakan hartanya hingga beranjak dewasa dan sudah pandai
mengelola dan mengendalikan harta.
Orang gila dilarang mengelola hartanya sebelum dia sembuh, hal ini dilakukan juga untuk
menjaga hak-haknya sendiri.
Pemboros dilarang membelanjakan hartanya sebelum dia sadar, hal ini juga untuk menjaga
hak terhadap hartanya ketika ia membutuhkan pembelanjaannya.
BAB III
MUAMALAH
Musaqoh
Mukhobaroh
Muzaro’ah
Qirod
Syirkah
Mu’amalah Suf’ah
Wakalah
Shulhu
Dloman
Kafalah
Murobahah
b. Dalil
Dalil yang mendasari legalitas musāqāh adalah sabda Rasulullah Saw.
“Sesungguhnya Rasulullah Saw. mempekerjakan penduduk Khaibar dengan upah separuh dari hasil
panen berupa buah dan tanaman”. (HR. Muslim)
“Dari Rasulullah Saw. Sesungguhnya beliau menyerahkan pohon kurma dan tanah Khaibar kepada
penduduk Yahudi Khaibar, untuk menggarapnya dengan kekayaan mereka dan Rasulullah Saw.
Mendapatkan bagian separuh hasil dari buahnya”. (HR. Muslim)
c. Hukum musaqoh
a. Hukum Musaqah
Hukum musaqah adalah mubah (boleh) sebagaimana sabda Rasulullah saw:
روا. عن ا بن عمر ان النبي صلي هللا عليه و سلم عا مل اهل خيبر بشرط ما يخرج منهامن ثمراوزرع
مسلم
.
“ Dari Ibnu Umar, “sesungguhnya nabi Saw telah memberikan kebun beliau kepada penduduk Khaibar,
agar dipelihara oleh mereka dengan perjanjian mereka akan diberi sebagian dari penghasilannya, baik
dari buah-buahan ataupun hasil pertahun (palawija)” (Riwayat Muslim)
Jika ada orang kaya memiliki sebidang kebun yang didalamnya terdapat pepohonan seperti
kurma dan anggur, dan orang tersebut tidak mampu mengairi atau merawat pohon-pohon kurma dan
anggur tersebut karena adanya suatu halangan, maka syari’ yang bijaksana (Allah) memperbolehkannya
untuk melakukan suatu akad dengan seseorang yang mau mengairi dan merawat pohon-pohon tersebut.
Dan bagi masing-masing keduanya mendapatkan bagian dari hasilnya.
d. Rukun Musaqoh
Pemilik dan penggarap kebun.
Pekerjaan dengan ketentuan yang jelas baik waktu, jenis, dan sifatnya.
Hasil yang diperoleh berupa buah, daun, kayu, atau yang lainnya. Buah, hendaknya ditentukan
bagian masing-masing (yang punya kebun dan tukang kebun) misalnya seperdua, sepertiga, atau
berapa saja asal berdasarkan kesepakatan keduanya pada waktu akad.
Akad, yaitu ijab qabul baik berbentuk perkataan maupun tulisan
1. Muzaraah
a. Pengertian Muzaro’ah
Muzaraah adalah kerjasama antara pemilik lahan dengan penggarap sedangkan benihnya dari
pemilik tanah ( menurut Imam Syafi’i). Pada umumnya kerjasama mukhabarah ini dilakukan pada
tanaman yang benihnya cukup mahal, seperti cengkeh, pala, vanili, dan lain-lain..
َع ْن ِاْبِن ُع َم َر َاَّن الَّنِبِّي َص َّلى ُهللا َع َلْيِه َو َس َّلَم َعاَم َل َأْهَل َخ ْيَبَر ِبَشْر ِط َم اَيْخ ُرُج ِم ْنَها ِم ْن َثَمٍر َاْو َز ْر ٍع
((رواه مسلم
Artinya: Dari Ibnu Umar: “Sesungguhna Nabi SAW. Telah memberikan kebun kepada
penduduk khaibar agar dipelihara oleh mereka dengan perjanjian mereka akan diberi sebagian
dari penghasilan, baik dari buah – buahan maupun dari hasil pertahun (palawija)” (H.R Muslim)
Secara ijma’ para ulama’ sepakat bahwa transaksi muzaroah adalah boleh, karena para
ulama’ terdahulu melakukan hal itu dan tidak ada seorangpun yang mengingkari.
c. Rukun muzaro’ah
Syarat khusus bagi yang melakukan transaksi sebagaimana syarat yang ada dalam akad
Syarat yang berhubungan dengan pupuk
Syarat yang berhubungan dengan hasil yang didapat dari tanah
2. Mukhabarah
a. Pengertian Mukhobaroh
Mukhabarah adalah kerjasama antara pemilik lahan dengan penggarap sedangkan
benihnya dari penggarap / pekerja (menurut Imam Syafi’i) . Pada umumnya kerjasama
muzaraah ini dilakukan pada tanaman yang benihnya relatif murah, seperti padi, jagung,
kacang, kedelai dan lain-lain.
b. Hukum mukhobaroh
Menurut mayoritas ulama’ bahwa mukhobaroh merupakan transaksi yang
diperbolehkan oleh syariat karena mukhobaroh sama dengan muzaroah.
Sedangkan menurut ulama’ Syafi’I mukhobaroh merupakan akad yang tidak syah.
Klasifikasi hukum
Akad muzāra‟ah dan mukhābarah dipersilisihkan oleh Ulama. Secara umum ada tiga pendapat:
Keduanya Sah
Pendapat pertama mengatakan bahwa muzāra‟ah dan mukhābarah adalah transaksi yang
sah. Pendapat ini dipilih oleh Imam Assubki dan Imam Annawawi yang mengikuti Ibn
Munżir. Pendapat ini bertendensi pada amaliyah sahabat Umar dan penduduk madinah.
Keduanya Tidak Sah
Pendapat kedua kebalikan dari pendapat pertama. Pendapat ini dipilih oleh Imam Syafii,
Imam Malik dan Imam Abu Hanifah.
Muzāra’ah Sah, Mukhābarah Batal
Pendapat ini adalah pendapat Imam Ahmad bin Hanbal.
III. QIRAD
a. Definisi
Qirāḍ secara bahasa merupakan kata dari lafal qarḍ yang bermakna memotong. Karena pemilik
modal seolah memberikan potongan (sebagian) hartanya untuk dikelola pihak lain dan memberikan
potongan laba yang diperoleh dari hasil pengelolaan harta. Qirāḍ juga dikenal dengan bahasa
muḍārabah, dan istilah ini adalah istilah yang masyhur di kalangan masyarakat Iraq. Sedangkan qirāḍ
menurut istilah adalah memasrahkan sejumlah harta dari pemilik modal kepada orang lain agar dikelola
dengan sistem bagi hasil sesuai kesepakatan.
Ribḥun
Ribḥun adalah laba (keuntungan) dalam akad qirāḍ. Syarat ribḥun dalam akad qirāḍ
adalah:
Laba hanya khusus untuk kedua pelaku transaksi qirāḍ (mālik dan „āmil) dan tidak
boleh ada pihak ketiga sebagai pemilik laba.
Dimiliki secara syirkah antara mālik dan „āmil. Jika laba hanya dikhususkan untuk
salah satu pihak maka tidak sah.
Laba ditentukan dengan persentase seperti mālik 50% dan āmil 50%. Tidak sah jika
ditentukan seperti mālik 3 juta dan āmil 4 juta karena laba yang dihasilkan belum
tentu mencapai nominal yang ditentukan.
Ṣīgah.
Syarat-syaratnya sama halnya dengan praktik jual beli.
IV. SYIRKAH
a. Pengertian Syirkah
Menurut bahasa syirkah artinya : persekutuan, kerjasama atau bersama-sama.
Menurut istilah syirkah adalah suatu akad dalam bentuk kerjasama antara dua orang atau
lebih dalam bidang modal atau jasa, untuk mendapatkan keuntungan.
Syirkah atau kerjasama ini sangat baik kita lakukan karena sangat banyak manfaatnya,
terutama dalam meningkatkan kesejahteraan bersama. Kerjasama itu ada yang sifatnya
antar pribadi, antar group bahkan antar Negara.
Dalam kehidupan masyarakat, senantiasa terjadi kerjasama, didorong oleh keinginan untuk
saling tolong menolong dalam hal kebaikan dan keuntungan bersama.
Firman Allah SWT. :
ۖ َو َت َع اَو ُنْو ا َع َلى اْل ِبِّر َو الَّت ْق ٰو ۖى َو اَل َت َع اَو ُنْو ا َع َلى اِاْلْث ِم َو اْلُع ْد َو اِن
Artinya : “Dan tolong menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebaikan dan taqwa, dan jangan
tolong menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran” (QS. Al Maidah : 2).
b. Macam-Macam Syirkah
Secara garis besar syirkah dibedakan menjadi dua yaitu:
b. Syirkah amlak (Syirkah kepemilikan) Syirkah amlak ini terwujud karena wasiat atau
kondisi lain yang menyebabkan kepemilikan suatu asset oleh dua orang atau lebih.
c. Syirkah uqud (Syirkah kontrak atau kesepakatan), Syirkah uqud ini terjadi karena
kesepakatan dua orang atau lebih kerjasama dalam syarikat modal untuk usaha,
keuntungan dan kerugian ditanggung bersama. Syirkah uqud dibedakan menjadi empat
macam :
Syirkah ‘inan (harta).
Syirkah harta adalah akad kerjasama dalam bidang permodalan sehingga
terkumpul sejumlah modal yang memadai untuk diniagakan supaya mendapat
keuntungan.
ِاَّن اهللَ َيُقْو ُل َاَناَثاِلُثالَّش ِر ْيَك ِنْي َم اَملْ ُخَيْن َاَح ُد َمُها: م َقاَل اهللُ َتَعاىَل.َقاَل َر ُسْو ُل اِهلل ص
)َص اِح َبُه َفِاَذاَخ اَنُه َخ ْجُت ِم ْن َبْيِنِه ا (رواه ابو داودوصححه احلاكم
َم َر
Artinya : Rasulullah SAW. bersabda : Firman Allah SWT. Saya adalah pihak
ketiga dari dua orang yang berserikat selama seorang diantaranya tidak mengkhianati
yang lain. Maka apabila berkhianat salah seorang diantara keduanya, saya keluar dari
perserikatannya itu” (HR. Abu Daud dan Hakim menshohihkannya).
Sebagian fuqaha, terutama fuqaha Irak berpendapat bahwa syirkah dagang ini
disebut juga dengan qiradh.
1. Mudharabah
a. Pengertian Mudharabah
Mudharabah adalah suatu bentuk kerjasama perniagaan di mana si pemilik modal
menyetorkan modalnya kepada pengelola dengan keuntungan akan dibagi bersama
sesuai dengan kesepakatan dari kedua belah pihak sedangkan jika mengalami kerugian
akan ditanggung oleh si pemilik modal.
b. Rukun Mudharabah
Rukun mudharabah yaitu:
- Adanya pemilik modal dan mudhorib
- Adanya modal, kerja dan keuntungan
- Adanya shighot yaitu Ijab dan Qobul
c. Macam-macam Mudharabah
Secara umum mudharabah dapat dibagi menjadi dua macam yaitu
Mudharabah muthlaqah
Dimana pemilik modal (shahibul maal) memberikan keleluasaan penuh kepada
pengelola (mudharib) untuk mempergunakan dana tersebut dalam usaha yang
dianggapnya baik dan menguntungkan. Namun pengelola tetap bertanggung jawab
untuk melakukan pengelolaan sesuai dengan praktek kebiasaan usaha normal yang
sehat.
Mudharabah muqayyadah
Dimana pemilik dana menentukan syarat dan pembatasan kepada pengelola dalam
penggunaan dana tersebut dengan jangka waktu, tempat, jenis usaha dan
sebagainya.
2. Murabahah
a. Pengertian Murabahah
Murabahah adalah transaksi penjualan barang dengan menyatakan harga perolehan dan
keuntungan (margin) yang disepakati oleh penjual dan pembeli.Pembayaran atas akad
jual beli dapat dilakukan secara tunai maupun kredit. Hal yang membedakan murabahah
dengan jual beli lainnya adalah penjual harus memberitahukan kepada pembeli harga
barang pokok yang dijualnya serta jumlah keuntungan yang diperoleh.
b. Ketentuan Murabahah
Jual beli murabahah harus dilakukan atas barang yang telah dimiliki atau hak
kepemilikan telah berada ditangan penjual.
Adanya kejelasan informasi mengenai besarnya modal (harga pembeli) dan biaya-
biaya lain yang lazim dikeluarkan dalam jual beli.
Ada informasi yang jelas tentang hubungan baik nominal maupun presentase
sehingga diketahui oleh pembeli sebagai salah satu syarat sah murabahah
Dalam sistem murabahah, penjual boleh menetapkan syarat kepada pembeli untuk
menjamin kerusakan yang tidak tampak pada barang, tetapi lebih baik syarat seperti
itu tidak ditetapkan.
Transaksi pertama (anatara penjual dan pembeli pertama) haruslah sah, jika tidak
sah maka tidak boleh jual beli secara murabahah (anatara pembeli pertama yang
menjadi penjual kedua dengan pembeli murabahah.
a. Wakalah
1. Pengertian Wakalah
Wakalah menurut bahasa artinya mewakilkan, sedangkan menurut istilah yaitu
mewakilkan atau menyerahkan pekerjaan kepada orang lain agar bertindak atas nama orang
yang mewakilkan selama batas waktu yang ditentukan.
2. Hukum Wakalah
Asal hukum wakalah adalah mubah, tetapi bisa menjadi haram bila yang dikuasakan itu
adalah pekerja yang haram atau dilarang oleh agama dan menjadi wajib kalau terpaksa harus
mewakilkan dalam pekerjaan yang dibolehkan oleh agama. Allah SWT. Berfirman:
Ayat tersebut menunjukkan kebolehan mewakilkan sesuatu pekerjaan kepada orang lain.
Rasulullah SAW. bersabda:
6. Hikmah Wakalah
a. Dapat menyelesaikan pekerjaan dengan baik dan cepat sebab tidak semua orang
mempunyai kemampuan dapat menyelesaikan pekerjaan tertentu dengan sebaik-baiknya.
Misalnya tidak setiap orang yang qurban hewan dapat menyembelih hewan qurbannya,
tidak semua orang dapat belanja sendiri dan lain-lain.
b. Saling tolong menolong diantara sesama manusia. Sebab semua manusia membutuhkan
bantuan orang lain.
c. Timbulnya saling percaya mempercayai diantara sesama manusia. Memberikan kuasa pada
orang lain merupakan bukti adanya kepercayaan pada pihak lain.
B. Shulhu
1. Pengertian Sulhu
Sulhu menurut bahasa artinya damai, sedangkan menurut istilah yaitu perjanjian
perdamaian diantara dua pihak yang berselisih.
Sulhu dapat juga diartikan perjanjian untuk menghilangkan dendam, persengketaan atau
permusuhan (memperbaiki hubungan kembali).
2. Hukum Sulhu
Hukum sulhu atau perdamaian adalah wajib, sesuai dengan ketentuan-ketentuan atau
perintah Allah SWT, didalam Al-Qur’an :
١٠ - ࣖ ِاَّن َم ا اْلُمْؤ ِم ُنْو َن ِاْخ َو ٌة َفَاْص ِلُحْو ا َب ْي َن َاَخ َو ْي ُك ْم َو اَّتُقوا َهّٰللا َلَع َّلُك ْم ُتْر َح ُمْو َن
“Sesungguhnya orang mukmin itu bersaudara, karena itu damaikanlah antara kedua
saudaramu dan bertaqwalah kepada Allah supaya kamu mendapat rahmat” (Qs. Al Hujurat :
10).
4. Macam-macam Perdamaian
Dari segi orang yang berdamai, sulhu macamnya sebagai berikut :
a. Perdamaian antar sesama muslim
b. Perdamaian antar sesama muslim dengan non muslim
c. Perdamaian antar sesama Imam dengan kaum bughat (Pemberontak yang tidak mau tunduk
kepada imam).
d. Perdamaian antara suami istri.
e. Perdamaian dalam urusan muamalah dan lain-lain.
5. Hikmah Sulhu
a. Dapat menyelesaikan perselisihan dengan sebaik-baiknya. Bila mungkin tanpa campur
tangan pihak lain.
b. Dapat meningkatkan rasa ukhuwah / persaudaraan sesama manusia.
c. Dapat menghilangkan rasa dendam, angkara murka dan perselisihan diantara sesama.
d. Menjunjung tinggi derajat dan martabat manusia untuk mewujudkan keadilan.
Allah SWT berfirman :
A. Dhaman
1. Pengertian Dhaman
Dhaman adalah suatu ikrar atau lafadz yang disampaikan berupa perkataan atau perbuatan
untuk menjamin pelunasan hutang seseorang. Dengan demikian, kewajiban membayar hutang
atau tanggungan itu berpindah dari orang yang berhutang kepada orang yang menjamin pelunasan
hutangnya.
“Penyeru-penyeru itu berkata :”Kami kehilangan piala raja dan barang siapa yang dapat
mengembalikan akan memperoleh bahan makanan (seberat) beban unta, dan akan menjamin
terhadapnya” (QS. Yusuf : 72).
َه ْل َتَر َك َش ْيًأ ؟: َيا َرُسْو َل اِهلل َص ِّل َعَلْيَه ا َقاَل: ِإَّنُه َعَلْيِه الَّص َالُة َو الَّسَالُم َأَتى َجِبَناَز ٍة َفَق اُلْو ا
: َص ُّلْو ا َعَلى َص اِح ِبُك ْم َفَق اَل: َقاَل. َثَال َثُة َدَناِنْيَر. َه ْل َعَلْيِه َدْيٌن ؟ َقاُلْو ا: َقاَل. َال: َقاُلْو ا
َأ َتا َة ِض اهللُ ْن ِّل َل ِه ا ُل اِهلل َلى ُن َف َّلى َل ِه
َو َع َدْي ُه َص َع ْي ُبْو َق َد َر َى َع ُه َص َع ْي َي َرُسْو
“Sesungguhnya ada jenazah yang dibawa kehadapan Nabi SAW. lalu para sahabat
berkata:”Ya Rasulullah kami mohon jenazah ini dishalatkan!”, Tanya Nabi: “Adakah harta
pusaka yang ditinggalkan?”, Jawab sahabat:”Tidak”,lalu Nabi Tanya lagi:”Apakah ia punya
hutang?”, jawab sahabat:”Punya, ada tiga dinar”, kemudian Nabi bersabda:” Shalatkan
temanmu itu!”, lantas Abu Qatadah ra. berkata:”Ya Rasulullah, Shalatkanlah ia dan saya
yang menjamin hutangnya!”. Kemudian Nabi SAW. menshalatkannya” (HR Bukhari)
.
3. Syarat dan Rukun Dhaman
Rukun Dhaman antara lain :
a. Penjamin (dhamin).
b. Orang yang dijamin hutangnya (madhmun ‘anhu).
c. Penagih yang mendapat jaminan (madhmun lahu).
d. Lafadz / ikrar.
Adapun syarat dhaman antara lain :
a. Syarat penjamin
1) Dewasa (baligh)
2) Berakal (tidak gila atau waras)
3) Atas kemauan sendiri (tidak terpaksa)
4) Orang yang diperbolehkan membelanjakan harta.
5) Mengetahui jumlah atau kadar hutang yang dijamin.
b. Syarat orang yang dijamin, yaitu orang yang berdasarkan hukum diperbolehkan untuk
membelanjakan harta.
c. Syarat orang yang menagih hutang, dia diketahui keberadaannya oleh orang yang
menjamin.
d. Syarat harta yang dijamin antara lain:
1) Diketahui jumlahnya
2) Diketahui ukurannya
3) Diketahui kadarnya
4) Diketahui keadaannya
5) Diketahui waktu jatuh tempo pembayaran.
e. Syarat lafadz (ikrar) yaitu dapat dimengerti yang menunjukkan adanya jaminan serta
pemindahan tanggung jawab dalam memenuhi kewajiban pelunasan hutang dan jaminan ini
tidak dibatasi oleh sesuatu, baik waktu atau keadaan tertentu.
4. Hikmah Dhaman
Hikmah dhaman sebagai berikut:
a. Munculnya rasa aman dari peminjam (penghutang).
b. Munculnya rasa lega dan tenang dari pemberi hutang
c. Terbentuknya sikap tolong menolong dan persaudaraan
d. Menjamin akan mendapat pahala dari Allah SWT.
B. Kafalah
1. Pengertian Kafalah
Kafalah menurut bahasa berarti menanggung.
Firman Allah SWT. :
Menurut istilah arti kafalah adalah menanggung atau menjamin seseorang untuk dapat
dihadirkan dalam suatu tuntutan hukum di Pengadilan pada saat dan tempat yang ditentukan.
Menurut Madzhab Hanafi dan sebagian pengikut Madzhab Hambali bahwa kafalah boleh
bersifat tanjiz, ta’liq dan boleh juga tauqit. Namun madzhab Syafi’i tidak membolehkan adanya
kafalah ta’liq.
Kafalah tanjiz adalah menanggung sesuatu yang dijelaskan keadaannya, seperti ucapan si
kafil: “Aku menjamin si anu sekarang”, Kafalah ta’liq adalah kafalah atau menjamin seseorang
yang dikaitkan dengan sesuatu keadaan bila terjadi. Misal perkataan si kafil :”Aku akan
menjamin hutang-hutangmu bila hari ini tidak turun hujan”. “maksudnya bila hujan tidak turun
aku jadi menjamin hutang-hutangmu, namun bila turun aku tidak jadi menjamin”. Sedangkan
kafalah tauqit adalah kafalah untuk menjamin terhadap sesuatu tanggungan yang dikuatkan
oleh suatu keadaan tertentu atau dipastikan dengan sungguh-sungguh bahwa dia betul-betul
akan menjamin dari suatu tanggungan itu.
4. Macam-macam Kafalah
Kafalah terbagi menjadi dua macam yaitu :
Kafalah jiwa
Kafalah jiwa dikenal pula dengan sebutan dhammul wajhi (tanggungan muka), yaitu
adanya kewajiban bagi penanggung untuk menghadirkan orang yang ditanggung
kepada yang ia janjikan tanggungan (makful lahu). Seperti ucapan :”Aku jamin
dapat mendatangkan Ahmad dalam persidangan nanti”. Ketentuan ini boleh selama
menyangkut hak manusia, namun bila sudah berkaitan dengan hak-hak Allah tidak
sah kafalah, seperti menanggung /mengganti dari had zina, mencuri dan qishas.
Kafalah harta.
Yaitu kewajiban seseorang dalam menanggung harta orang lain, yang termasuk
kafalah ini ada 2 yaitu :
- Kafalah hutang, menanggung atau membayar hutang orang yang dijamin
- Kafalah barang kewajiban seorang kafil mengembalikan barang yang sudah
hilang atau rusak dengan cara menggantinya
Kafalah harta adalah kewajiban yang harus dipenuhi kafil dalam pemenuhan berupa harta.
5. Berakhirnya Kafalah
Kafalah berakhir apabila
- kewajiban dari penanggung sudah dilaksanakan dengan baik / sudah dilunasi
- makful lahu membatalkan akad kafalah karena merelakannya, atau membebaskan
hutangnya
- Jika terjadi perdamaian
6. Hikmah Kafalah
Adapun hikmah yang dapat diambil dari kafalah adalah sebagai berikut:
a. Adanya unsur tolong menolong antar sesama manusia.
b. Orang yang dijamin (ashiil) terhindar dari perasaan malu dan tercela.
c. Makful lahu akan terhindar dari unsur penipuan.
d. Kafiil akan mendapatkan pahala dari Allah SWT. Karena telah menolong orang lain.
VIII. Syuf’ah
a. Definisi
Syuf‟ah secara bahasa adalah menjadikan sebagai hak milik atau mengumpulkan.
Sedangkan secara istilah adalah meminta secara paksa agar barang yang sudah dijual oleh patnernya
kepihak lain, supaya dijual kembali kepada pihak yang memintanya dengan harga jual yang sama.
Karena ada kepemilikan bersama antara penjual dan pihak yang meminta secara paksa.
Dari sini maka dapat diketahui bahwa syuf’ah terjadi karena adanya kepemilikan bersama.
Contoh: Bejo dan Bagong memiliki sebuah toko yang dibeli beberapa tahun lalu dengan cara
patungan. Tanpa sepengetahuan dan seizin Bejo, Bagong menjual haknya kepada Sule dengan
harga 100 juta. Dalam keadaan seperti itu Bejo memiliki hak syuf’ah yaitu ia berhak membeli
kembali bagian Bagong yang telah dijual kepada Sule meskipun secara paksa, sebesar harga jual
yaitu 100 juta, tetapi jika Bagong telah meminta izin kepada Bejo bahwa ia akan menjual bagian
dari tokonya dan Bejo memberikan izin maka Bejo tidak mempunyai hak memaksa pembeli untuk
kembali menjual kepada dirinya.
BAB IV
Hibah secara bahasa bermakna lewat, karena lewatnya sebuah pemberian dari satu tangan ke tangan
yang lain. Atau bermakna bangun, karena pelakunya terbangun untuk melakukan kebaikan. Sedangkan secara
istilah hibah adalah memberikan hak kepemilikan barang kepada orang lain ketika masih hidup tanpa adanya
imbalan. Definisi ini akan mengecualikan wasiat yang proses pemberian kepemilikan barangnya dilakukan
setelah pihak pemberi meninggal.
Pemberian kepada seseorang, tidak hanya diistilahkan dengan hibah. Adakalanya pemberian disebut dengan
sedekah atau hadiah. Perbedaan penggunaan istilah ini bergantung pada motif dari pemberian itu sendiri. Jika
motif pemberian adalah mengharapkan pahala atau karena kebutuhan penerima maka dinamakan sedekah,
seperti memberikan sedekah kepada fakir miskin (motif kebutuhan) atau orang kaya (motif mengharapkan
pahala). Jika pemberian dilandasi atas sebuah penghormatan atau apresiasi terhadap seseorang maka disebut
hadiah, seperti (ījāb dan qabūl), sedangkan dalam sedekah dan hadiah tidak disyaratkan. Sehingga tiga transaksi
ini bisa terjadi dengan lima praktik:
1. Hibah dan Sedekah; Pemberian karena mengharapkan pahala atau kebutuhan penerima besertaan dengan
ṣīgah.
2. Hibah dan Hadiah; Pemberian sebagai penghormatan besertaan dengan ṣīgah.
3. Hibah; Pemberian dengan ṣīgah tanpa motif apapun.
4. Sedekah; Pemberian karena mengharapkan pahala atau kebutuhan penerima tanpa disertai ṣīgah.
5. Hadiah; Pemberian sebagai penghormatan tanpa disertai ṣīgah.
B. Dalil
“Janganlah seseorang menganggap remeh tetangganya meskipun (hanya dengan pemberian) berupa teracak
kambing”. (HR. Bukhari Muslim)
Rukun akad hibah terdiri dari empat rukun. Yakni wāhib, mauhūb lah, mauhūb dan ṣīgah.
1. Wāhib
2. Mauhūb Lah
Mauhūb lah adalah pihak penerima. Syarat mauhūb lah adalah orang yang bisa untuk menerima
(ahli at-tamalluk) walaupun bukan orang mukallaf seperti anak kecil atau orang gila. Namun pemberian
kepada anak kecil atau orang gila, proses penerimaannya harus dilakukan oleh walinya. Maka tidak sah jika
mauhūb lah tidak memiliki kriteria ahli at-tamalluk seperti janin dan hewan.
3. Mauhūb
Ṣīgah dalam akad hibah meliputi ījāb dan qabūl yang menunjukkan pemberian dan penerimaan
barang tanpa imbalan. Ṣigah dalam akad hibah termasuk rukun, sehingga hibah tidak sah jika tanpa ṣīgah.
Berbeda dengan sedekah dan hadiah, cukup dengan penyerahan dan penerimaan dari kedua belah pihak.
Syarat ṣīgah dalam akad hibah sama dengan syarat ṣīgah dalam transaksi jual beli.
“Sesungguhnya Nabi Saw. pernah mengirimkan hadiah kepada Raja Najasyi berupa 30 uqiyah minyak
misik. Kemudian beliau berkata kepada Ummu Salamah: sesungguhnya aku mengetahui Najasyi telah
meninggal, dan aku tahu hadiah yang aku kirimkan kepadanya akan dikembalikan. Ketika hadiah itu
dikembalikan kepadaku maka hadiah itu untukmu. Maka demikianlah yang terjadi”. (HR. Hakim)
Setelah barang hibah sudah diterima pihak mauhūb lah, maka barang hibah sepenuhnya milik mauhūb
lah. Sehingga pihak pemberi tidak boleh merujuk atau menarik kembali barang hibah yang telah
diberikan. Hal ini tegas disampaikan Rasulullah Saw.:
“Orang yang menarik kembali pemberiannya sama dengan orang yang menarik kembali apa yang
dimuntahkan”. (HR. Bukhari)
Kecuali pihak penerima adalah anak dari pihak pemberi maka boleh dirujuk kembali. Berdasarkan
sabda Rasulullah Saw.:
“Tidak halal bagi seseorang yang memberikan sesuatu atau menghibahkan sesuatu lalu menariknya
kembali kecuali orangtua atas pemberian kepada anaknya”. (HR. Turmużi dan Hakim)
Adapun syarat orangtua boleh menarik kembali barang yang telah diberikan kepada anaknya ada
tiga:
- Anak yang menjadi pihak penerima berstatus merdeka. Jika berstatus budak maka barang hibah tidak
boleh ditarik kembali, sebab pemberian kepada budak adalah pemberian kepada sayyidnya
(majikannnya).
- Barang hibah berupa barang („ain), bukan berupa piutang (dain). Maka tidak boleh menarik kembali
piutang yang sudah diberikan. Seperti seorang anak punya hutang kepada orangtua sebesar Rp.
200.000, kemudian orangtua memberikan piutang itu kepada anaknya atas nama pembebasan hutang
(ibrā‟). Maka orangtua tidak boleh menarik kembali piutang yang sudah dihibahkan.
- Barang hibah masih berada dalam otoritas anak. Dalam arti barang hibah belum ditasarufkan. Jika
barang hibah sudah ditasarufkan seperti dijual, dihibahkan kepada orang lain, atau diwakafkan, maka
orangtua sudah tidak berhak menarik kembali barang hibah. Karena barang hibah sudah hilang dari
otoritas anak.
E. Macam-macam Hibah
F. Mencabut Hibah
Jumhur ulama berpendapat bahwa mencabut hibah itu hukumnya haram, kecuali hibah orang tua
terhadap anaknya, sesuai dengan sabda Rasulullah SAW. :
لَاَيِح ُّل ِلَر ُج ٍل ُم ْس ِلٍم َأْن ُيْع ِط ى َع ِط َّيًةَأْو َيَهَب ِهَبًة َفَيْر ِج ُع ِفْيَها ِإَّالاْلَو اِلِدِفْيَم اُيْع ِط ى ِلَو َلِدِه
“Tidak halal seorang muslim memberikan suatu barang kemudian ia tarik kembali, kecuali seorang
bapak kepada anaknya” (HR. Abu Dawud).
)َاْلَع اِئُد ِفى ِهَبِتِه َك اْالَك ْلِب ُيِقُئ ُثَّم َيُعْو ُد ِفى َقْيِئِه (متفق عليه
Artinya: “Orang yang menarik kembali hibahnya sebagaimana anjing yang muntah lalu dimakannya
kembali muntahnya itu” (HR. Bukhari Muslim).
1. Hikmah Hibah
Adapun hikmah hibah adalah :
a. Menumbuhkan rasa kasih sayang kepada sesama
b. Menumbuhkan sikap saling tolong menolong
c. Dapat mempererat tali silaturahmi
d. Menghindarkan diri dari berbagai malapetaka.
Hukum hadiah-menghadiahkan dari orang Islam kepada orang diluar Islam atau sebaliknya adalah
boleh karena persoalan ini termasuk sesuatu yang berhubungan dengan sesama manusia (hablum minan
naas).
َع ْن َاِبي ُهَر ْيَر َة َر ِض َي الّلُهَّم َع ْنُهَم َع ِن الَّنِبْي صلم َقاَل َلْو ُد ِع ْيُت ِإَلى ِذَر اٍع َأْو ُك َر اٍع َأَلَج ْبُت َو َلْو ُأْهِدَي
)ِاَلَّي ِذَر اٌع َأْو ُك َر اٌع َلَقِبْلُت (رواه البخارى
Artinya: “Dari Abu Hurairah, Rasulullah SAW.telah bersabda sekiranya saya diundang untuk makan
sepotong kaki binatang, undangan itu pasti saya kabulkan, begitu juga kalau potongan
kaki binatang dihadiahkan kepada saya tentu saya terima” (HR. Bukhari).
)َع َلْيُك ْم ِباْلَهَداَياَفِاَّنَهاُتوِر ُث اْلَم َو َّدَةَو ُتْذ ِهُب الَّضَغاِئَن (رواه الديلمى
Artinya: “Hendaklah kamu saling memberi hadiah, karena ia akan mewariskan kecintaan dan
menghilangkan kedengkian-kedengkian” (HR. Dailami).
3. WAKAF
1. Pengertian Wakaf
Wakaf menurut bahasa berarti “menahan” sedangkan menurut istilah wakaf yaitu memberikan suatu
benda atau harta yang dapat diambil manfaatnya untuk digunakan bagi kepentingan masyarakat menuju
keridhaan Allah SWT.
2. Hukum Wakaf
Hukum wakaf adalah sunah, hal ini didasarkan pada Al-Qur’an.
Firman Allah SWT. :
َو اْفَع ُلواالْخ َيْر َ َلَع َّلُك ْم ُتْفِلُحْو َن
“Dan berbuatlah kebajikan agar kamu beruntung”(QS. Al Hajj/22: 77).
3. Rukun Wakaf
a. Orang yang memberikan wakaf (Wakif).
b. Orang yang menerima wakaf (Maukuf lahu).
c. Barang yang yang diwakafkan (Maukuf).
d. Ikrar penyerahan (akad).
4. Syarat-syarat Wakaf
a. Orang yang memberikan wakaf berhak atas perbuatan itu dan atas dasar kehendaknya sendiri.
b. Orang yang menerima wakaf jelas, baik berupa organisasi atau perorangan.
c. Barang yang diwakafkan berwujud nyata pada saat diserahkan.
d. Jelas ikrarnya dan penyerahannya, lebih baik tertulis dalam akte notaris sehingga jelas dan tidak
akan menimbulkan masalah dari pihak keluarga yang memberikan wakaf.
5. Macam-macam Wakaf
Wakaf dibagi menjadi dua macam, yaitu :
a. Wakaf Ahly (wakaf khusus), yaitu wakaf yang khusus diperuntukkan bagi orang-orang tertentu,
seorang atau lebih, baik ada ikatan keluarga atau tidak. Misalnya wakaf yang diberikan kepada
seorang tokoh masyarakat atau orang yang dihormati.
b. Wakaf Khairy (wakaf untuk umum), yaitu wakaf yang diperuntukkan bagi kepentingan umum.
Misalnya wakaf untuk Masjid, Pondok Pesantren dan Madrasah.
7. Hikmah Wakaf
Hikmah disyari’atkannya wakaf, antara lain sebagai berikut :
a. Menanamkan sifat zuhud dan melatih menolong kepentingan orang lain.
b. Menghidupkan lembaga-lembaga sosial maupun keagamaan demi syi’ar Islam dan keunggulan
kaum muslimin.
c. Memotivasi umat Islam untuk berlomba-lomba dalam beramal karena pahala wakaf akan terus
mengalir sekalipun pemberi wakaf telah meninggal dunia.
d. Menyadarkan umat bahwa harta yang dimiliki itu ada fungsi sosial yang harus dikeluarkan.
Uji Kompetensi
A.Pilihlah salah satu jawaban yang paling benar, dengan memberi tanda silang (X) !
1. Suatu pemberian baik itu harta maupun benda miliknya kepada orang lain tanpa adanya ikatan sebagai
tanda kasih sayang merupakan pengertian dari …
a. shadaqah
b. hadiah
c. hibah
d. wakaf
e. infak
2. Menarik pemberian atau hibah yang sudah diberikan kepada orang lain hukumnya adalah …
a. boleh
b. makruh
c. wajib
d. haram
e. sunat
3. Berkut ini yang bukan termasuk hikmah hibah adalah …
a. Mendapat rahmat dari Allah
b. Terhindar dari siksa api neraka
c. Menambah ikatan silaturahmi
d. Dimudahkan dan mendapat jaminan kekayaan dari Allah
e. Dapat meringankan beban orang lain
4. Memberikan sebagian harta yang kita miliki kepada pihak lain semata-mata hanya mengharapkan pahala
dari Allah disebut …
a. wakaf
b. shadaqah
c. hibah
d. hadiah
e. ijarah
5. Memberikan sesuatu tanpa ada imbalannya karena ada unsur prestasi atau untuk memuliakan seseorang
disebut …
a. Shadaqah
b. hibah
c. hadiah
d. Infak
e. Mudharabah
6. Tidak halal bagi seseorang memberikan sesuatu pemberian, lalu meminta kembali pemberian itu,
kecuali…
a. barang habis
b. barangnya tidak nyata
c. orang tua dalam suatu pemberian kepada anaknya
d. pemberian kepada tetangga
e. pemberian kepada keluarga
7. Orang yang memberikan hibah disebut …
a. wahib
b. mauhub lahu
c. mauhub
d. ijab qabul
e. qabul
8. َتَبُّس ُم َك ِفىَو ْج ِه َأِخ ْيَك َلَك َص َد َقة
Menurut hadits diatas bahwa shadaqah bisa berupa …
a. pinjaman
b. pikiran
c. saran dan pendapat
d. senyuman
e. pertolongan
9. Hukummemberikan hadiah kepada orang laian adalah …
a. sunah
b. makruh
c. wajib
d. mubah
e. sunah muakad
10. Harta atau benda yang dapat diberikan untuk wakaf adalah....
a. Barang tersebut tidak habis dimkan usia
b. Barang tersebut mahal harganya
c. Barang tersebut dapat berkembang
d. Barang tersebut tidak mudah hilang
e. Barang tersebut milik umum
B.Jawablah pertanyaan di bawah ini !
1. Bagaimana hukum orang tua menarik kembali pemberian kepada anaknya? Jelaskan !
2. Apa hukum memberi sedekah kepada orang yang diyakini akan menggunakan uang itu dalam
kemaksiatan?
3. Ketika seseorang memberi uang Rp. 20.000 dan ia bilang “ini buat beli es”. Bolehkah uang itu
digunakan untuk membeli selain es?
4. Bolehkah merubah langgar wakaf menjadi masjid?
5. Bagaimana hukum membangun madrasah dari uang pembangunan masjid?
6. Jelaskan perbedaan shadaqah dengan hadiah !
7. إذمات ابن ادم إن قطع عمله إالمن ثالث صدقة جارية أوعلم ينتفع به أوولد صالح يدعوله
a. Tulislah kembali hadits tersebut diatas dengan baik, benar dan lengkap dengan syakalnya !
b. Jelaskan kandungan hadits tersebut !
BAB V
RIBA, BANK, QORDHI DAN ASURANSI
A. RIBA
1. Pengertian riba
Riba yang berasal dari bahasa arab, artinya tambahan (ziyadah/addition, Inggris), yang berarti:
tambahan pembayaran atas uang pokok pinjaman.
Sementra menuut Istilah riba adalah riba adalah pengambilan tambahan baik dalam transaksi jual beli,
maupun pinjam meminjam secara batil atau bertentangan dengan prinsip mua’amalat dalam Islam.
2. Dasar hukum riba
Dasar hukum Hukum melakukan riba adalah haram menurut Al-Qur’an, sunnah dan ijma’ menurut
ulama. Keharaman riba terkait dengan sistem bunga dalam jual beli yang bersifat komersial. Di dalam
melakukan transaksi atau jual beli, terdapat keuntungan atau bunga tinggi melebihi keumuman atau
batas kewajaran, sehingga merugikan pihak-pihak tertentu, sehingga identik dengan nuansa sebuah
transaksi pemerasan.
Dasar hukum pengharaman riba menurut Al-Qur’an, sunnah dan ijma’ para ulama adalah sebagai
berikut:
a. Al-Qur’an
. . . ِإَنَم ا اْلَبْيُع ِم ْثَل الِّر َبوا َو َأَح َّل ُهَّللا اْلَبْيَع َو َح َر َم الِّر َبوا
“...Sesumgguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan
mengharamkan riba.” (Q.S. Al-Baqarah: 275)
b. Sunnah Rasulullah saw.
َلَع َن َر ُسْو ُل ُهَّللا َص َّلى ُهَّللا َع َلْيِه َو َس َّلَم َاِك َل الِّر َب اَو َم ْو ِكَل ُه َو َك اِتَب ُه َو َش اِهَد ْيِه: َع ْن َج اِبٍر َر ِض َي ُهَّللا َع ْنَه َقاَل
( ُهْم َس َو اُء ) متفق عليه: َو َقاَل
. . . “Dari Jabir r.a. ia berkata, ‘Rasulullah saw. telah melaknati orang-orang yang memakan riba,
orang yang menjadi wakilnya (orang yang memberi makan hasil riba), orang yang menuliskan,
orang yang menyaksikannya, (dan selanjutnya), Nabi bersabda, mereka itu semua sama saja’.”
(H.R. Muslim)
c. Ijma’ para ulama
Para ulama sepakat bahwa seluruh umat Islam mengutuk dan mengharamkan riba. Riba adalah
salah satu usaha mencari rizki dengan cara yang tidak benar dan dibenci Allah SWT. Praktik riba
lebih mengutamakan keuntungan diri sendiri dengan mengorbankan orang lain. Riba akan
menyulitkan hidup manusia, terutama mereka yang memerlukan pertolongan. Menimbulkan
kesenjangan sosial yang semakin besar antara yang kaya dan miskin, serta dapat mengurangi rasa
kemanusiaan untuk rela membantu. Oleh karena itu Islam mengharamkan riba.
3. Macam-macam Riba
Para ulama Fikih membagi riba menjadi empat macam, yaitu:
a. Riba Fadl
Riba fadl adalah tukar menukar atau jual beli antara dua buah barang yang sama jenisnya, namun
tidak sama ukuranya yang disyaratkan oleh orang yang menukarnya, atau jual beli yang
mengandung unsur riba pada barang yang sejenis dengan adanya tambahan pada salah satu benda
tersebut. Sebagai contohnya adalah tukar-menukar emas dengan emas atau beras dengan beras, dan
ada kelebihan yang disyaratkan oleh orang yang menukarkan. Kelebihan yang disyaratkan itu
disebut riba fadl. Supaya tukar-menukar seperti ini tidak termasuk riba, maka harus ada tiga syarat
yaitu:
1) Barang yang ditukarkan tersebut harus sama.
2) Timbangan atau takarannya harus sama.
3) Serah terima pada saat itu juga.
b. Riba Nasi’ah
Riba nasi’ah yaitu mengambil keuntungan dari pinjam meminjam atau atau tukar-menukar barang
yang sejenis maupun yang tidak sejenis karena adanya keterlambatan waktu pembayaran. Menurut
ulama Hanafiyah, riba nasi’ah adalah memberikan kelebihan terhadap pembayaran dari yang
ditangguhkan, memberikan kelebihan pada benda dibanding untung pada benda yang ditakar atau
yang ditimbang yang berbeda jenis atau selain yang ditakar dan ditimbang yang sama jenisnya.
Maksudnya adalah menjual barang dengan sejenisnya, tetapi yang satu lebih banyak dengan
pembayaran diakhirkan, seperti menjual 1 kg beras dengan 1 ½ kg beras yang dibayarkan setelah
dua bulan kemudian. Kelebihan pembayaran yang disyaratkan inilah yang disebut riba nasi’ah.
َع ْن َسُمَر َةْبِن ُج ْنُد ٍب َرِض َي ُهَّللا َع ْنُه َأَّنالَّنِبَّي َص َّلى ُهَّللا َع َلْيِه َو َس َّلَم َنَهى َع ْن َبْيِع اْلَح َيَو اِن ِباْلَحَيَو اِن َنِس ْي َء ًة
“Dari Samurah bin Jundub, sesungguhnya Nabi saw telah melarang jual beli binatang yang
pembayarannya diakhirkan” (H.R Lima ahli hadist)
c. Riba Qardi
Riba qardi adalah meminjamkan sesuatu dengan syarat ada keuntungan atau tambahan dari orang
yang meminjam. Misalnya Andi meminjam uang kepada Arman sebesar Rp 500.000, kemudian
Arman mengharuskan kepada Andi untuk mengembalikan uang itu sebesar Rp. 550.000. inilah
yang disebut riba qardi.
d. Riba yad
Riba yad yaitu pengambilan keuntungan dari proses jual beli dimana sebelum terjadi serah terima
barang antara penjual dan pembeli sudah berpisah. Contohnya, orang yang membeli suatu barang
sebelum ia menerima barang tersebut dari penjual, penjual dan pembeli tersebut telah berpisah
sebelum serah terima barang itu. Jual beli ini dinamakan riba yad.
B. BANK
1. Pengertian Bank
Kata bank berasal dari bahasa Italia, banca yang berarti meja. Menurut UU Nomor 10 Tahun 1998
tentang Perbankan, yang dimaksud bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat
dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kembali kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau
bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.
2. Jenis-jenis Bank
Jenis perbankan dewasa ini dapat ditinjau dari beberapa segi, yaitu segi fungsi, kepemilikan, status, dan
cara menentukan harga atau bunga.
Fungsi bank sentral adalah sebagai bank dari pemerintah dan bank dari bank umum (banker’s
bank), sekaligus untuk mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah. Sementara tugas bank sentral
antara lain sebagai berikut:
1) Menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter.
2) Mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran.
3) Mengatur dan mengawasi bank
4) Sebagai penyedia dana terakhir (last lending resort) bagi bank umum dalam bentuk Bantuan
Likuiditas Bank Indonesia (BLBI).
c. Berdasarkan jenis atau sistem pengelolaannya, bank dapat dikelompokkan menjadi 2, yaitu:
a. Bank Konvensional (dengan sistem bunga)
Bank dengan sistem bunga (Konvensional) ada dua jenis, yaitu bank umum dan bank perkreditan
rakyat.
b. Bank Syariah (Bank dengan prinsip Bagi Hasil)
Karena belum ada kata sepakat dari para ulama tetang hukum bank konvensional sementara umat
Islam harus mengikuti perkembangan ekonomi sehingga perlu jalan keluar, maka lahirlah bank
syariah dengan prinsip bagi hasil.
Bank Syariah
Bank syariah adalah suatu bank yang dalam aktivitasnya; baik dalam penghimpunan dana
maupun dalam rangka penyaluran dananya memberikan dan mengenakan imbalan atas dasar prinsip
syariah.
a. Konsep Dasar Transaksi
1) Efisiensi, mengacu pada prinsip saling menolong untuk berikhtiar, dengan tujuan mencapai laba
sebesar mungkin dan biaya yang dikeluarkan selayaknya.
2) Keadilan, mengacu pada hubungan yang tidak menzalimi (menganiaya), saling ikhlas
mengikhlaskan antar pihak – pihak yang terlibat dengan persetujuan yang adil tentang proporsi
bagi hasil, baik untung maupun rugi.
3) Kebenaran, mengacu pada prinsip saling menawarkan bantuan dan nasehat untuk saling
meningkatkan produktivitas.
b. Produk Perbankan Syariah
1) Produk penyaluran dana
▪ Prinsip Jual Beli (Ba’i)
Transaksi jual beli dibedakanberdasar4kan bentuk pembayarannya dan waktu penyerahan
barang, seperti:
- Pembiayaan Murabahah
Murabahah adalah transaksi jual beli di mana bank menyebut jumlah keuntungannya.
Bank bertindak sebagai penjual, sementara nasabah sebagai pembeli. Harga jual adalah
harga beli bank dari pemasok ditambah keuntungan. Kedua pihak harus menyepakati
harga jual dan jangka waktu pembayaran. Harga jual dicantumkan dalam akad jual beli
dan jika telah disepakati tidak dapat berubah selama berlakunya akad. Dalam perbankan,
murabahah lazimnya dilakukan dengan cara pembayaran cicilan (bi tsaman ajil). Dalam
transaksi ini barang diserahkan segera setelah akad, sedangkan pembayaran dilakukan
secara tangguh.
- Salam
Salam adalah transaksi jual beli di mana barang yang diperjualbelikan belum ada. Dalam
praktik perbankan, ketika barang telah diserahkan kepada bank, maka bank akan
menjualnya kepada nasabah itu sendiri secara tunai atau secara angsuran. Umumnya
transaksi ini diterapkan dalam penbiayaan barang yang belum ada, seperti pembelian
komoditi dijual kembali secara tunai atau secara cicilan.
- Istishna
Produk istishna menyerupai produk salam, namun dalam istishna pembayarannya dapat
dilakukan oleh bank dalam beberapa kali (termin) pembayaran. Skim istishna dalam bank
syariah umumnya diaplikasikan pada pembiayaan manufaktur dan kontruksi. Ketentuan
umum Istishna sebagai berikut :
▪ Prinsip Sewa (Ijarah)
Transaksi ijarah dilandasi adanya perpindahan manfaat. Jadi pada dasarnya prinsip ijarah
sama saja dengan prinsip jual beli, namun perbedaanya terletak pada objek transaksinya. Bila
pada jual beli objek transaksinya adalah barang, maka pada ijarah objek transaksinya adalah
jasa.
Pada akhir masa sewa, bank dapat saja menjual barang yang disewakan kepada nasabah.
Karena itu dalam perbankan syariah dikenal dengan ijarah muntahiya nittamlik (sewa yang
diikuti dengan berpindahnya kepemilikan). Harga sewa dan harga jual disepakati pada awal
perjanjian.
▪ Prinsip Bagi Hasil (Syirkah)
Produk pembiayaan syariah yang didasarkan pada prinsip bagi hasil adalah:
- Musyarakah
Musyarakah adalah semua bentuk usaha yang melibatkan dua pihak atau lebih dimana
secara bersama – sama memadukan seluruh bentuk sumber daya baik yang berwujud
maupun tidak berwujud. Bentuk kontribusi dari pihaki yang bekerja sama dapat berupa
dana, barang perdagangan (trading asset), kewiraswastaan (entrepreneurship), keahlian
(skill), kepemilikan (property), peralatan (equipment), atau intangible asset( seperti hak
paten atau goodwill), kepercayaan/reputasi (credit worthiness) dan barang – barang
lainnya yang dapat dinilai dengan uang. Dengan merangkum seluruh kombinasi dari
bentu kontribusi masing – masing pihak dengan atau tanpa batasan waktu menjadikan
produk ini sangat fleksibel.
- Mudharabah
Mudharabah adalah bentuk kerjasama antara dua atau lebih pihak dimana pemilik modal
mempercayakan seju7mlah modal kepada pengelola dengan suatu perjanjian pembagian
keuntungan. Bentuk ini menegaskan kerjasama dengan kontribusi 100% modal dari
pemilik modal dan keahlian dari pengelola.
a. Definisi
Secara bahasa qarḍ adalah memotong. Sedangkan secara istilah qarḍ adalah memberikan
kepemilikan harta dengan sistem mengembalikan penggantinya tanpa unsur tambahan. Dengan
bahasa sederhana yaitu memberikan pinjaman hutang, sedangkan iqtirāḍ adalah istilah yang
digunakan untuk makna berhutang.
b. Hukum Qarḍ
Hukum qarḍ (memberi pinjaman hutang) yaitu:
Sunnah
Hukum asal qarḍ adalah sunnah, karena mengandung unsur membantu seseorang keluar dari
kesusahannya.
Wajib
Jika pihak penerima hutang dalam keadaan darurat, seperti kelaparan dan akan mati jika
tidak diberi pinjaman hutang.
Haram
Jika pemberi hutang yakin bahwa harta pinjaman hutang akan digunakan untuk kemaksiatan.
Makruh
Jika harta pinjaman hutang diyakini akan ditasarufkan dalam hal-hal yang
“Barang siapa menghutangkan karena Allah Swt. dua kali, maka ia mendapatkan pahala salah
satunya seandainya ia sedekahkan”. (HR. Baihaqi)
Hadis ini menjelaskan pahala orang yang menghutangkan kepada orang lain sebanyak dua kali
sama dengan pahala sedekah sebanyak satu kali. Sehingga sedekah lebih utama daripada transaksi
utang-piutang, karena dari segi pahala lebih banyak sedekah.
“Yang palin baik diantara kalian adalah yang paling baik dalam membayar hutang”. (HR.
Bukhari)
Namun jika keuntungan atau laba tersebut disebutkan dan disyaratkan di dalam akad maka
berkonsekuensi transaksi batal dan hukumnya haram. Karena setiap transaksi utang-piutang yang
memberikan keuntungan adalah riba. Sebagaimana sabda Rasulullah Saw.:
“Setiap transaksi utang-piutang yang menghasilkan keuntungan maka itu adalah riba”. (HR.
Baihaqi)
Berbeda dengan laba (keuntungan) yang disyaratkan atau disebutkan sebelum atau sesudah akad,
maka tidak berkonsekuensi haramnya akad dan tidak membatalkannya. Atau laba yang diterima
pihak pemberi hutang hanya kebetulan saja (tanpa persyaratan dari kedua belah pihak), juga tidak
haram diterima oleh pihak pemberi hutang.
“Adapun transaksi utang piutang yang menguntungkan pihak pemberi hutang hukumnya fasid
(batal) karena hadis “setiap transaksi utang-piutang yang menghasilkan laba adalah riba”. Imam
Ali Syibromulisi berkata “hal yang maklum bahwa praktik tersebut batal jika persyaratan
disebutkan ketika akad, jika kedua belah pihak sepakat atas hal tersebut tanpa ada persyaratan
dalam akad maka boleh dan tidak batal”.”
2) Halal
Pendapat kedua mengatakan boleh dan halal karena praktik yang ada antara pihak nasabah dan bank
secara fakta tidak pernah ada persyaratan menguntungkan pihak pemberi hutang. Hanya saja ada
kebiasaan menguntungkan pihak pemberi hutang tanpa diucapkan secara lisan. Sedangkan
kebiasaan seperti itu menurut mayoritas Ulama tidak dianggap persyaratan. adapun tendensi
pendapat kedua adalah kitab Asybah Wa an-Nazair:
pihak pemberi hutang, apakah kebiasaan itu dianggap sama dengan menjadikannya sebagai syarat
sehingga akad gadainya rusak? mayoritas Ulama berpendapat “Tidak diposisikan sebagai syarat,
menurut Imam al-Qaffal “Diposisikan sebagai syarat”.
3) Syubhat
menurut pendapat ketiga mengatakan syubhat (tidak jelas halal dan haramnya). Karena masih
belum jelas status dan hukumnya.
Namun untuk lebih berhati-hati, mayoritas Ulama menganjurkan mengikuti pendapat pertama yang
mengatakan haram. Karena ada maqalah Ulama “tidak berkumpul antara haram dan halal kecuali
yang haram mengalahkan yang halal”.
Uji Kompetensi
1. Tukar menukar uang seperti yang sering terjadi antara uang baru dengan uang lama. Apakah termasuk
transaksi riba? Jelaskan !
2. Jelaskan perbedaan trasaksi utang piutang yang mengandung riba dan yang tidak mengandung riba!
3. Apakah transaksi pinjam-meminjam di bank termasuk transaksi yang mengandung riba? Jelaskan !
4. Transaksi apakah yang terjadi antara pihak nasabah dan bank dalam praktik menabung uang di bank?
C. ASURANSI
1. Pengertian Asuransi
Secara umum kata asuransi berasal dari bahasa Inggris, yaitu “Insurance” yang artinya “ jaminan”.
Sedangkan menurut istilah ialah perjanjian pertanggungan bersama antara dua orang atau lebih. Pihak
yang satu akan menerima pembayaran tertentu bila terjadi suatu musibah, sedangkan pihak yang lain
(termasuk yang terkena musibah) membayar iuran yang telah ditentukan waktu dan jumlahnya.
Adapun tujuan asuransi secara umum adalah untuk kemaslahatan dan kepentingan bersama melaui
semacan iuran yang dikoordinir oleh penanggung (asuransi).
c. Subhat.
Alasan golongan yg mengatakan asuransi syubhat adalah karena tidak ada dalil yg tegas yang
menyatakan halal atau haramnya asuransi tersebut.
Pada dasarnya, dalam prinsip syariah hukum-hukum muamalah (transaksi bisnis) adalah bersifat
terbuka, artinya Allah SWT dalam Al-Qur’an hanya memberikan aturan yang bersifat garis
besarnya saja. Selebihnya adalah terbuka bagi ulama mujtahid untuk mengembangkannya melalui
pemikirannya selama tidak bertentangan dengan Al-Qur’an dan Hadits. Al-Qur’an maupun Hadits
tidak menyebutkan secara nyata apa dan bagaimana berasuransi. Namun bukan berarti bahwa
asuransi hukumnya haram, karena ternyata dalam hukum Islam memuat substansi perasuransian
secara Islami sebagai dasar operasional asuransi syariah.
D. Kesimpulan
Riba adalah pengambilan tambahan baik dalam transaksi jual beli, maupun pinjam meminjam secara
batil atau bertentangan dengan prinsip mua’amalat dalam Islam. Riba merupakan salah satu usaha
mencari rizeki dengan cara yang tidak benar dan dibenci Allah SWT.
Setidaknya ada 4 (empat) macam riba, yaitu: Qord, Fadl, Nasiah dan yad.
Hukum riba adalah haram.
Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya
kepada masyarakat dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.
Dilihat dari segi penerapannya bank terbagi menjdi dua yaitu bank konvensional dan bank syariah.
Asuransi pada umumnya adalah suatu persetujuan dimana pihak yang menjamin berjanji kepada pihak yang
dijamin untuk menerima sejumlah uang premi sebagai pengganti kerugian yang mungkin akan diderita oleh
yang dijamin karena akibat dari satu peristiwa yang belum jelas akan terjadi. Ketentuan mengenai asuransi
masuk dalam kategori objek ijtihad karena ketidakjelasan ketentuan hukumnya. Hal ini terjadi karena
memang ketentuan mengenai asuransi, baik di dalam al-qur’an maupun hadits Nabi saw termasuk para
ulama tidak banyak yang membicarakannya.
Dari berbagai keterangan di atas, dapat disimpulkan bahwa asuransi dibolehkan selama tidak bertentangan
dengan syariat Islam. Artinya, hendaknya berdasarkan asas gotong royong (ta’awun) dan perjanjian-
perjanjian yang dibuat benar-benar bersifat tolong-menolong, bukan untuk mencari laba atau keuntungan
dengan jalan yang tidak benar.
Uji Kompetensi
. . . ِإَنَم ا اْلَبْيُع ِم ْثَل الِّر َبوا َو َأَح َّل ُهَّللا اْلَبْيَع َو َح َر َم الِّر َبوا
4. Mengambil keuntungan dari transaksi tukar menukar atau jual beli antara dua buah barang yang sama
jenisnya, namun tidak sama ukuranya disebut....
a. Riba Mubayyanah
b. Riba Nasi’ah
c. Riba Qard
d. Riba Fadl
a. Riba Ijarah
5. Keuntungan yang di dapat dari pinjam meminjam atau atau tukar-menukar barang yang sejenis maupun
yang tidak sejenis karena adanya keterlambatan waktu pembayaran disebut....
a. Riba Khiyar
b. Riba Nasi’ah
c. Riba Qard
d. Riba Fadl
e. Riba Musaqah
6. Mengambil keuntungan dari transaksi meminjamkan sesuatu dengan syarat ada keuntungan atau
tambahan dari orang yang meminjam sering disebut....
a. Riba yad
b. Riba Khiyar
c. Riba Nasi’ah
d. Riba Qard
e. Riba Fadl
7. Dibawah ini yang bukan termasuk hikmah dilarangnya riba adalah....
a. Menghindari tipu daya diantara sesama manusia.
b. Melindungi harta sesama muslim agar tidak dimakan dengan batil.
c. Memotivasi orang muslim untuk menginvestasi hartanya pada usaha-usaha yang bersih dari
penipuan.
d. Menjauhkan orang muslim dari sesuatu yang menyebabkan kebinasaan.
e. Mensyukuri nikmat Allah SWT dengan cara memanfaatkan kelemahan orang lain.
8. Badan usaha yang menghimpun dana masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada
masyarakat dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak disebut....
a. Fungsi Asurnsi Islam
b. Fungsi Bank konvensional
c. Pengertian Bank Syari’ah
d. Pengertian Bank
e. Manfaat tabungan
9. Di bawah ini yang bukan termasuk tujuan bank adalah....
a. Menolong manusia dalam banyak kesulitan terutama dalam bidang ekonomi
b. Meringankan hubungan antara para pedagang dan penguhasa dengan memperlancar pemindahan
uang
c. Mengumpulkan dana dari masyarakat untuk keperluan tertentu
d. Untuk menjaga keamanan dan memberi perlindungan dari penjahat dan pencuri dengan menyimpan
di tempat yang aman
e. Untuk kepentingan dan perkembangan kepentingan, baik nasional maupun internasional dalam
seluruh bidang kehidupan.
10. Bank merupakan masalah baru dalam khazanah hukum Islam, sehingga para ulama masih
memperdebatkan. Adapun alasan ulama yang menganggap bahwa hukum bank boleh adalah....
a. Kegiatan bermuamalah kaum Muslimin dengan bank bukan merupakan perbuatan yang dilarang
b. Bank adalah keburuhan suatu negara maka keberadaan sangat dibutuhkan
c. Keberadan Bank sangat membantu masyarakat secara umum
d. Bank merupakan lembaga keuangan yang mengambil keuntungan
e. Pemberlakuan bank telah diatur oleh undang-undang
IV. Setelah kalian memahami uraian mengenai riba, bank dan asuransi silakan amati perilaku berikut
ini dan berikan komentar
I. Pilihlah salah satu jawaban yang benar dengan memberi tanda silang (X) pada huruf a, b, c, d atau e
1. Berbagai macam barang seperti sepeda, hanphone, notebook dan lain-lain yang secara hukum dapat
dimiliki dan dibenarkan untuk memanfaatkanya merupakan pengertian dari....
a. Kepemilikan manfaat
b. Ihyaul Mawat secara Istilah
c. Kepemilikan secara istilah
d. Kepemilikan Materi
e. Khalafiyah secara istilah
2. Di bawah ini yang bukan merupakan sebab-sebab kepemilikan suatu barang adalah....
a. Barang yang akan dimiliki tersebut masih umum
b. Berpindahnya kepemilikan melalui proses pewarisan
c. Berpindahnya kepemilikan melalui proses akad jual beli
d. Berpindahnya kepemilikan melalui proses Ghasab
e. Karena proses pembiakan barang yang ia miliki
3. Suatu hari Ali mengeringkan jaring ikan di tanah lapang. Dan tanpa sepengetahuan dia ada burung yang
tersangkut di dalamnya. Kemudian Muhyidin yang kebetulan lewat disitu mengambil burung tersebut. Jika
dikaitkan dengan kepemilikan maka tindakan Muhyidin adalah....
a. Salah karena ia telah mengambil barang orang lain
b. Boleh sebab burung tersebut belum ada yang memilkinya
c. Boleh tetapi harus melakukan akad jual beli dengan Imron
d. Tidak boleh karena niat dia adalah mencuri
e. Tidak boleh sebab ia harus melepaskan burung itu
4. Vita menyewa mobil pada Indri selama 1 minggu untuk dipergunakan wisata Jawa Bali. Hak dari Vita
adalah contoh dari....
a. Kepemilikan umum d. Kepemilikan penuh
b. Kepemilikan sewa beli e. Kepemilikan materi
c. Kepemilikan manfaat
5. Anisa membuka lahan baru sebagai tempat tinggal dan bercocok tanam dimana lahan tersebut belum ada
yang memiliki. Apa yang dilakukan oleh Annisa tersebut adalah ....
a. Contoh ihrazul mubahat d. Pengertian Milkiyah
b. Hukum akad `jual beli e. Pengertian Ihyaul mawat
c. Hukum menemukan barang dijalan
6. Bu Widya meminjam baju kebaya kepada tetangganya, setelah dipergunakan tiba-tiba kebaya tersebut rusak.
Sebagai orang Islam yang baik ia wajib menggantinya. Ungkapan tersebut merupakan contoh dari....
a. Khalafiyah Syakhsi an Syakhsi d. Ihyaul mawat bisarthi
b. Khalafiyah Syai’in an Syai’in e. Khalafiyah bi Syarthi
c. Hukum Khalafiyah
7. Pernyataan di bawah ini yang bukan termasuk kategori syarat ijab qabul dalam suatu akad adalah.....
a. Dilakukan dalam satu majlis atau satu tempat
b. Ucapan ijab qabul harus bersambung
c. Ijab dan qabul harus berisi tentang pemindahan hak dan tanggungjawab
d. Ijab dan qabul tidak boleh disela oleh persoalan lain
e. Orang yang melakukan sighat harus dibenarkan secara hukum
8. Fenomena jual beli yang diharamkan yang sering terjadi dimasyarakat sangatlah banyak. Di bawah ini yang
bukan termasuk alasan diharamkanya jual beli adalah.......
a. Barang tersebut najis atau mengandung unsur riba
b. Barang tersebut masih samar-samar
c. Jual beli yang mengandung tipu muslihat
d. Jual beli tersebut bersyarat
e. Dilakukan atas suka sama sama suka
9. Agar setiap transaksi jual beli menjadi sah maka syarat dan rukunya harus terpenuhi. Adapun yang bukan
termasuk syarat-syarat barang yang boleh dijual belikan adalah....
a. Barang itu suci, artinya bukan barang najis.
b. Barang itu bermanfaat walaupun najis
c. Barang itu milik sendiri walaupun hasil pencurian
d. Barang itu dapat diserah terimakan kepemilikannya.
e. Barang itu dapat diketahui jenis, ukuran, sifat dan kadarnya.
10. Melakukan transaksi jual beli terhadap sesuatu yang dipergunakan untuk untuk kegiatan maksiat, seperti
alat-alat perjudian, termasuk patung untuk pemujaan dan alat-alat lain hukumnya.....
a. Mubah tapi dilarang d. Sunnah
b. Makruh. tapi terlarang e. Subhat
c. Haram
11. Menjual anak binatang ternak yang masih dalam kandungan termasuk jual beli ….
a. jual beli yang terlarang
b. jual beli yang terlarang dan tidak sah
c. jual beli yang dibolehkan
d. jual beli yang tidak sah
e. jual beli yang belum ketahuan barangnya
23. Berikut ini yang bukan termasuk syarat yang harus dipenuhi dalam melakukan syirkah inan adalah ....
a. Modalnya harus jelas, artinya dapat dihitung dengan uang
b. Modal hendaknya dicampur sehingga tidak ada perbedaan
c. Anggotanya harus dibenarkan secara hukum
d. AD/Anggaran Rumah Tangganya dan isi perjanjiannya harus jelas
e. Apabila anggotanya beda profesi harus disamakan
24. َقاُلوا َنْفِقُد اْلَم ِلِك َوِلَم ْن َج اَء ِبِه ِح ْم ُل َبِع يٍر َو َأَنا ِبِه َز ِع يٌم
ِAyat diatas mengandung arti bahwa......
a. Pemberian bonus terhadap hasil kerja yang memuaskan
b. Memotivasi karyawan dengan cara memberikan bonus tambahan
c. Pimpinan harus memberikan upah sesuai hasil pekerjaan karyawannya
d. Setiap orang berhak atas upah yang dijanjikan
e. Aku tidak akan menjamin terhadapnya
25. Tabel di bawah ini merupakan sesuatu yang harus dipenuhi di dalam bentuk kerjasama.
1 2 3
Anggota yang berserikat Pelaku akad Islam
Pokok-pokok perjanjian Modal Milik Sendiri
Ijab qabul Ijab qabul Sighat
Pernyataan pada kolom 1 (satu) menunjukkan ....
a. Syarat syah Murabahah d. Rukun Syirkah
b. Starat wajib Musaqah e. Rukun Musaqah
c. Rukun Muzaraah