Anda di halaman 1dari 49

MODUL FIQIH

KELAS XI
KEAGAMAAN

O
L
E
H

SHIDQIYAH SYAFRIDAH, S. Ag
NIP. 19790518 200501 2 00 5

MADRASAH ALIYAH NEGERI 1 JOMBANG


TAHUN PELAJARAN 2022-2023
BAB 1

KONSEP KEPEMILIKAN, AKAD DAN IHYA’ MAWAT AL ARDLI

A. KEPEMILIKAN
1. Pengertian
Kepemilikan adalah penguasaan seseorang terhadap suatu benda dan dibenarkan oleh syariat
untuk memanfaatkan benda tersebut.
Seseorang yang mendapatkan harta dengan cara yang dilegalkan syariat maka harta tersebut
terkhusus kepadanya, boleh dimanfaatkan dan ditasarufkan kecuali orang-orang yang dibekukan
tasarufnya seperti anak kecil dan orang gila.
Adapun tasaruf wali anak kecil dan wakil (dalam transaksi wakālah) terhadap suatu barang
bukan atas nama kepemilikan, namun atas nama pergantian (niyābah) yang dilegalkan syariat

2. Dasar hukum kepemilikan


‫ٰٓي اُّيَها الَّنِبُّي ِاَّنٓا َاْح َلْلَنا َلَك َاْز َو اَج َك اّٰل ِتْٓي ٰا َتْيَت ُاُجْو َر ُهَّن َو َم ا َم َلَك ْت َيِم ْيُنَك ِمَّم ٓا َاَفۤا َء ُهّٰللا َع َلْيَك‬

“ Wahai Nabi! Sesungguhnya Kami telah menghalalkan bagimu istri-istrimu yang telah engkau
berikan maskawinnya dan hamba sahaya yang engkau miliki, termasuk apa yang engkau peroleh
dalam peperangan yang dikaruniakan Allah untukmu, (QS. Al-Ahzāb [33] : 50)

3. Sebab-sebab kepemilikan
a. Ihrajul mubahat / Istīlā’ ‘Alā Al-Mubāḥ
Yaitu kepemilikan seseorang terhadap barang yang belum pernah dimiliki oleh
seseorang dan tidak ada larangan syariat untuk memilikinya. Seperti penangkapan ikan di
laut, mengambil air dari sumber dan berburu hewan di hutan.
Syarat-syarat kepemilikan dengan cara istīlā‟ „alā al-mubāḥ ada dua:
 Belum pernah ada yang memiliki.
 Kesengajaan untuk memiliki. Jika tidak ada kesengajaan maka tidak berkonsekuensi
kepemilikan. Seperti burung yang masuk ke kamar seseorang.
b. Al ‘uqud
Yaitu kepemilikan seseorang terhadap barang dengan cara transaksi. Seperti transaksi
hibah (pemberian), bai‟ (jual beli), i‟ārah (pinjam meminjam) dan yang lain.
c. Al khalafiyah
Yaitu kepemilikan seseorang terhadap barang dengan cara pergantian. Baik berupa
pergantian orang yang dikenal dengan istilah warisan, atau berupa pergantian barang yang
dikenal dengan istilah ganti rugi (taḍmīn). Khalafiyyah ada dua macam:
 Warisan
Yaitu proses pemindahan kepemilikan secara otomatis dengan hukum syariat dari
seseorang kepada ahli waris atas harta warisan yang ditinggalkan.
 Ganti Rugi (Taḍmīn)
Yaitu kewajiban ganti rugi atas barang, yang dibebankan kepada seseorang yang
merusak barang orang lain.
d. Attawalludu minal mamluk
Yaitu kepemilikan seseorang terhadap barang hasil dari apa yang dimiliki. Seperti buah
dari pohon yang dimiliki, anak sapi dari sapi yang dimiliki dan susu kambing dari kambing
yang dimiliki.

4. Macam- Macam kepemilikan


a. Kepemilikan utuh
Yaitu seseorang bisa memiliki baik secara materiil/ bendanya maupun secara
manfaatnya. Misal seseorang membeli rumah dari hasil kerjanya sendiri, maka dia bisa
memiliki rumah tersebut sekaligus memanfaatkanya.
b. Kepemilikan tidak utuh
Yaitu kepemilikan seseorang terhadap barang atau manfaatnya saja.
 Kepemilikan Barang
Kepemilikan barang adalah kepemilikan seseorang terhadap barangnya saja.
Yakni barangnya ia miliki, sedangkan manfaatnya milik orang lain. Seperti Ahmad
mempunyai rumah kemudian disewakan kepada Muhammad, maka Ahmad hanya
memiliki rumah tersebut tanpa bisa memanfaatkan rumah itu.
 Kepemilikan Manfaat
Kepemilikan manfaat adalah kepemilikan seseorang terhadap manfaatnya saja
sedangkan barangnya milik orang lain. Contoh Muhammad menyewa rumah kepada
Ahmad, maka Muhammad hanya bisa menmpati atau memanfaatkan rumah itu tanpa bisa
memiliki rumah tersebut.

Sebab-sebab kepemilikan manfaat ada empat:


 Transaksi Pinjam-Meminjam (I’ārah)
Pihak peminjam (musta‟īr) tidak boleh meminjamkan barang pinjaman kepada
orang lain. Karena transaksi i‟ārah hanya sebuah perizinan untuk menggunakan
manfaat barang. Sehingga ia tidak memiliki manfaat barang pinjaman, hanya boleh
menggunakan manfaatnya saja.
 Transaksi Persewaan (Ijārah)
Pihak penyewa boleh meminjamkan atau menyewakan barang sewaan kepada
orang lain. Karena transaksi ijārah adalah memberikan kepemilikan manfaat. Maka
manfaat barang dalam transaksi ijārah milik penyewa selama waktu yang telah
ditentukan. Namun pihak penyewa tidak boleh menjual barang sewaan karena ia
tidak memiliki barangnya, hanya memiliki manfaatnya saja.
 Transaksi Wakaf
Pihak mauqūf „alaih (penerima wakaf) boleh menggunakan barang wakaf atau
mempersilahkan orang lain untuk menggunakannya jika ada izin dari pihak wāqif
(orang yang mewakafkan barang), karena wakaf adalah memberikan kepemilikan
manfaat kepada mauqūf „alaih dengan cara pembekuan tasaruf pada fisiknya.
Sehingga mauqūf „alaih tidak boleh menjual barang wakaf. Karena ia hanya
memiliki manfaatnya saja, tidak memiliki barangnya.
 Transaksi Wasiat Manfaat
Seperti dalam contoh kepemilikan barang. Selama Yasir hidup, manfaat rumah
milik yasir sedangkan fisik rumah milik ahli waris Ahmad

Selesainya Hak Pemanfaatan Barang

Hak pemanfaatan barang dinyatakan selesai dengan tiga hal:

 Habisnya waktu yang telah disepakati dalam transaksi.


 Rusaknya barang.
 Meninggalnya pemilik barang. Artinya jika pemilik barang meninggal maka hak
pemanfaatan barang dinyatakan selesai.

B. AKAD
1. Pengertian akad
Yaitu transaksi atau ījāb dan qabūl dengan cara yang dilegalkan syariat dan berkonsekuensi
terhadap barang yang menjadi obyek akad. Sehingga mengecualikan cara yang tidak dilegalkan
syariat seperti kesepakatan untuk membunuh seseorang, maka tidak dinamakan akad.
2. Dasar hukum
‫ٰٓيَاُّيَها اَّلِذ ْيَن ٰا َم ُنْٓو ا َاْو ُفْو ا ِباْلُع ُقْو ِۗد‬
“Hai orang-orang yang beriman, penuhilah aqad-aqad itu”.(QS. Al-Māidah [5] : 1)
3. Rukun akad
 ‘Aqid yaitu dua orang atau lebih yang melakukan akad
 Ma’qud ‘alaihi yaitu barang yang diakadkan
 Sighat Yaitu ījāb dan qabūl yang menunjukkan keinginan pelaku akad untuk
melangsungkan akad baik dengan cara ucapan, pekerjaan (mu‟āṭāh), isyarat
dan tulisan.
4. Tujuan akad

Yaitu tujuan pelaku akad untuk melangsungkan akad. Tujuan akad akan berbeda dalam
setiap akad. Seperti:
 Akad Bai‟, tujuan akad : memindah kepemilikan barang kepada pembeli dengan alat
pembayaran.
 Akad Ijārah, tujuan akad : memindah kepemilikan manfaat barang kepada penyewa
dengan alat pembayaran.
 Akad Hibah, tujuan akad : memindah kepemilikan barang tanpa imbalan.

5. Macam-Macam Akad

Macam-macam akad berdasarkan obyek akad ada dua:


a. ‘Aqdun Māliyyun
Yaitu akad yang tejadi pada obyek akad berupa harta, baik kepemilikannya dengan
sistem timbal balik seperti akad bai‟ (jual beli), atau tanpa timbal balik seperti akad
hibah (pemberian) dan akad qorḍ (utang-piutang).
b. ‘Aqdun Gairu Māliyyin
Yaitu akad yang obyek akadnya tidak berupa harta seperti akad wakālah
(perwakilan).

Macam –macam akad berdasarkan boleh digagalkan atau tidak ada dua:
a. Akad Lāzim
Yaitu akad yang tidak boleh digagalkan secara sepihak tanpa ada sebab yang
menuntut untuk menggagalkan akad seperti ada cacat dalam obyek akad. Akad lāzim
tidak bisa batal sebab meninggalnya salah satu atau kedua pelaku akad. Seperti akad
ijārah (persewaan) dan akad hibah (pemberian) setelah barang diterima mauhūb lah
(pihak penerima).
b. Akad Jā’iz
Yaitu akad yang boleh digagalkan oleh pelaku akad. Seperti akad wakālah (transaksi
perwakilan) atau akad wadī‟ah (transaksi penitipan barang). Akad jā‟iz berbeda dengan
akad lāzim, yakni jika salah satu pelaku akad meninggal maka berkonsekuensi
membatalkan akad.
Secara detail, ada tiga macam:
Lāzim dari kedua pelaku akad.
Jā‟iz dari kedua pelaku akad.
Lāzim dari satu pihak dan jā‟iz dari pihak lain.

Macam-macam akad berdasarkan adanya imbalan atau tidak ada dua:


a. Akad Mu’āwaḍah
Yaitu akad yang didalamnya terdapat imbalan („iwaḍ) baik dari satu pihak atau kedua
belah pihak. Seperti akad bai‟ (transaksi jual beli), dan akad ijārah (transaksi persewaan).
Imbalan („iwaḍ) dalam transaksi jenis ini disyaratkan harus diketahui oleh kedua pelaku
akad, sehingga tidak sah jika imbalan tidak diketahui salah satu atau kedua pelaku akad.

Akad mu‟āwaḍah terbagi menjadi dua:


- Mu’āwaḍah Maḥḍah
Yaitu setiap akad yang obyek akadnya bersifat materi dari kedua belah pihak
baik secara hakiki seperti akad jual beli dan salam, atau secara hukman seperti akad
ijārah dan muḍārabah.
- Mu’āwaḍah Gairu Maḥḍah
Yaitu setiap akad yang obyek akadnya bersifat materi dari salah satu pihak
seperti akad nikah dan khulu‟ atau tidak bersifat materi dari kedua belah pihak seperti
akad hudnah (genjatan senjata) dan akad qaḍā‟ (kontrak hakim).

b. Akad Tabarru’
Yaitu akad yang didalamnya tidak terdapat imbalan („iwaḍ). Seperti akad hibah
(transaksi pemberian). Akad tabarru‟ ada lima:
- Wasiat
- „Itqun (memerdekakan budak)
- Hibah (pemberian)
- Wakaf
- Ibāḥaḥ (perizinan untuk menggunakan barang). Seperti perizinan untuk meminum susu
kambing kepada fakir miskin. Maka pihak yang mendapatkan izin tidak berhak
mentasarufkan layaknya pemilik barang. Hanya boleh sebatas meminum, tidak boleh
memberikan atau menjual pada orang lain.

Macam-macam akad berdasarkan terpenuhi rukun dan tidaknya terbagi menjadi dua:
a. Akad Ṣaḥīḥ

Yaitu akad yang terpenuhi semua rukun dan syaratnya. Akad yang ṣaḥīḥ akan
berkonsekuensi sebagaimana tujuan akad. Seperti konsekuensi berupa pemindahan kepemilikan
barang terhadap pembeli dan pemindahan kepemilikan alat pembayaran terhadap penjual dalam
transaksi jual beli, atau konsekuensi berupa pemindahan kepemilikan hak pemanfaatan barang
terhadap pihak penyewa dan pemindahan kepemilikan alat pembayaran (ongkos sewa) terhadap
pihak yang menyewakan dalam transaksi persewaan.

b. Akad Fāsid

Yaitu akad yang tidak terpenuhi semua rukun dan syaratnya. Seperti pelaku akad adalah
orang gila atau anak kecil. Kebalikan dari akad ṣaḥīh, akad fāsid tidak berkonsekuensi apapun.
Maka transaksi jual beli yang dilakukan orang gila atau anak kecil tidak berkonsekuensi
pemindahan kepemilikan. Dalam arti, barang tetap milik penjual dan alat pembayaran tetap milik
pembeli.

Macam-macam akad berdasarkan adanya batas waktu yang ditentukan atau tidak terbagi menjadi
dua:
1) Akad Mu’aqqat
Yaitu akad yang disyaratkan harus ada penyebutan batas waktu. Seperti akad
ijārah (transaksi persewaan) dan akad musāqāh (transaksi pengairan). Sehingga tidak
sah jika jenis transaksi ini dilakukan tanpa ada penyebutan batas waktu.
2) Akad Muṭlaq
Yaitu akad yang tidak diharuskan ada penyebutan batas waktu. Artinya,
penyebutan batas waktu dalam transaksi ini tidak menjadi rukun bahkan jika ada
penyebutan batas waktu akan menyebabkan transaksi tidak sah. Seperti akad nikah dan
akad wakaf. Jika dalam transaksi ada penyebutan batas waktu seperti “saya nikahkan
Ahmad dengan Fatimah dengan batas waktu satu tahun” maka akad nikah batal.
Berbeda dengan akad mu‟aqqat, karena penyebutan batas waktu dalam akad mu‟aqqat
menjadi rukun.

C. IḤYĀ’UL MAWĀT (MEMBUKA LAHAN MATI)


1. Pengertian
Secara bahasa iḥyā‟ adalah membuat sesuatu menjadi hidup. Sedangkan mawāt secara bahasa
adalah lahan yang mati.
Adapun definisi iḥyā‟ul mawāt secara istilah adalah mengolah atau menghidupkan lahan yang
mati, atau lahan yang tidak bertuan dan tidak dimanfaatkan oleh seseorang. Hukum iḥyā‟ul mawāt
adalah sunnah. Maka setiap orang Islam dianjurkan menghidupkan lahan mati baik di daerah Islam
atau di selain daerah Islam.
Menurut Imam Zarkasyi, secara umum lahan dibagi menjadi tiga:
- Mamlūkah
Yaitu lahan yang dimiliki seseorang baik dengan cara pembelian atau hasil dari
pemberian orang lain.
- Maḥbūsah
Yaitu lahan yang tidak bisa dimiliki baik karena terikat dengan kepentingan umum
seperti jalan raya dan masjid atau kepentingan individu seperti barang wakaf.
- Munfakkah
Yaitu lahan yang tidak terikat dengan kepentingan umum atau kepentingan indiidu.
Yakni lahan mati yang bisa dimiliki dengan cara iḥyā‟ul mawāt.
2. Rukun ihya’ mawat al ardli
a. Muḥyī
Yaitu orang yang melakukan iḥyā‟ul mawāt. Syarat muḥyī harus seorang muslim jika lahan
yang akan diolah berada di daerah Islam. Ini adalah pendapat mażhab Syafi‟i.
b. Muḥyā
Muḥyā adalah lahan mati yang akan diolah atau dihidupkan dengan cara proses iḥyā‟ul
mawāt. Syarat muḥyā ada dua:
- Belum pernah dimiliki seseorang di era islamiyah (setelah terutusnya nabi Muhammad
Saw.). Syarat ini meliputi dua hal, yakni belum pernah dimiliki seseorang.
- Tidak berada disekitar lahan hidup (lahan yang sudah diolah atau dihidupkan dan dimiliki
seseorang) yang disebut dengan ḥarīm.
- Berada di daerah Islam. Jika lahan mati berada di daerah non Islam, boleh dikelola jika tidak
ada larangan dari masyarakat setempat. Jika ada larangan maka tidak boleh. Ini adalah
pendapat mażhab Syafi‟i. Sedangkan mażhab selain Syafi‟i tidak membedakan lahan mati
yang berada di daerah Islam atau non Islam.
- Lahan mati yang pernah dimiliki oleh seseorang di era islamiyyah dan pemiliknya meninggal
tidak bisa dimiliki dengan proses iḥyā‟ul mawāt dan tidak berstatus lahan mati lagi, akan
tetapi kepemilikan lahan tersebut berpindah pada ahli waris. Jika ahli waris tidak ditemukan
atau tidak diketahui maka termasuk māl ḍā‟i‟ yang harus dijaga jika ada harapan untuk
mengetahui pemiliknya di kemudian hari, jika tidak ada harapan untuk mengetahui
pemiliknya maka diserahkan kepada kebijakan imam sebagai aset negara.
c. Iḥyā’

Yaitu proses pengolahan lahan mati yang secara hukum berkonsekuensi menjadi milik
pengolah. Batas pengolahan lahan mati adalah sesuai dengan tujuan yang diinginkan pengolah.
Jika yang diinginkan adalah merubah lahan mati menjadi rumah, maka yang harus dilakukan
pengolah untuk berstatus sebagai pemilik lahan tersebut adalah membuat pagar, memasang
pintu, memasang atap atau yang lain sekiranya sudah tidak layak dikatakan sebagai lahan mati
lagi.

Meletakkan batu di sekitar lahan mati tidak bisa mewakili proses iḥyā‟ul mawāt. Tapi
hanya sekadar pemberian batas (taḥajjur) yang tidak berkonsekuensi kepemilikan.

Lahan yang sudah diklaim pemerintah baik secara keseluruhan atau sebagian tidak bisa
dimiliki dengan cara iḥyā‟ul mawāt tanpa ada izin dari pemerintah. Lahan yang tidak diketahui
apakah pernah dimiliki di era islamiyah atau di era jahiliyah ada dua pendapat:

 Menurut Imam Romli; tidak bisa dimiliki dengan proses iḥyā‟ul mawāt.
 Menurut Imam Ibn Hajar; bisa dimiliki sebagaimana lahan mati.

Apakah proses iḥyā‟ul mawāt harus ada izin dari imam? Dalam hal ini ada dua
pendapat:

 Menurut Imam Abu Hanifah dan mażhab Maliki; harus ada izin dari imam.
Berdasarkan sabda Rasulullah Saw.:
“Tidak ada bagi seseorang kecuali apa yang direlakan oleh imamnya”. (HR. Ṭabrani)

Jika imam tidak memberi izin maka tidak ada kerelaan dari imam yang berkonsekuensi
lahan mati tidak bisa dimiliki.

 Menurut mażhab Syafi‟i dan mażhab Hanbali; tidak harus ada izin dari imam.
Berdasarkan sabda Rasulullah Saw.:

“Barang siapa membuka lahan mati, maka menjadi miliknya,dan akar yang zalim
(keluar pagar) tidak memiliki hak”. (HR. Bukhari)

Hadis ini menetapkan kepemilikan kepada muḥyī tanpa persyaratan izin dari imam dan
karena iḥyā‟ul mawāt adalah perkara yang legal secara hukum sehingga lahan mati boleh
dimiliki oleh seseorang tanpa ada izin dari imam sebagaimana seseorang boleh memiliki hewan
buruan tanpa izin imam.

Menurut mażhab maliki proses iḥyā‟ul mawāt bisa dilakukan dengan salah satu dari
tujuh hal:

 Membuat sumber air, jika penyebab lahan mati karena tidak ada air.
 Membuang air, jika penyebab lahan mati karena tergenang air.
 Membuat bangunan.
 Menanam pohon.
 Bercocok tanam.
 Menebang pohon.
 Meratakan lahan dengan cara menghancurkan batu-batu yang besar

UJI KOMPETENSI

1. Bagaimana hukum menangkap ikan di wilayah negara lain menurut fikih ?


2. Jika hewan peliharaan merusak barang orang lain, apa kewajiban bagi pemilik hewan menurut fikih?
3. Bagaimana hukum industri yang menghasilkan limbah dan mengakibatkan polusi pada lingkungan
sekitar?
4. Riki menjual barang yang ia curi dari ayahnya, transaksi dilakukan jam tujuh pagi hari. Setelah
penjualan barang, ia mendapat kabar bahwa ayahnya meninggal jam enam pagi hari. Sah-kah transaksi
yang dilakukan Riki yang statusnya adalah anak tunggal?
5. Siapakah yang berhak atas anak kambing yang status kambing tersebut adalah milik dua orang?

BAB II
JUAL BELI, KHIAR, SALAM DAN HAJRU

1. JUAL BELI

A. Pengertian
Menurut bahasa jual beli berasal dari kata ( ‫ َبْيًعا‬- ‫ )َباَع – َيِبِيُع‬artinya tukar menukar sesuatu
dengan sesuatu, menurut istilah jual beli adalah suatu transaksi tukar menukar barang atau harta yang
mengakibatkan pemindahan hak milik sesuai dengan Syarat dan Rukun tertentu.

B. Dalil tentang Jual beli


Firman Alloh
‫َو َاَح َّل ُهّٰللا اْلَب ْي َع َو َح َّر َم الِّر ٰب وۗا‬

“ Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. ( QS Al-Baqarah [2]: 275)

Sabda Rosululloh

)‫َاْفَض ُل ْالَك َس ِب َعَم َل الَّر ُج ِل ِبَيِدِه َو ُك ُّل َبِيٍع َم ْبُر ْو ٍر (رواهوالطرباين‬


“Pendapatan yang paling utama dari seorang adalah hasil usaha sendiri dan hasil jual
beli yang mabrur” (HR. Thabrani).

C. Hukum jual beli ada lima:


 Wajib
Seperti menjual makanan kepada orang yang akan mati jika tidak makan.
 Sunnah
Seperti menjual sesuatu yang bermanfaat jika dibarengi niat yang baik.
 Makruh
Seperti menjual setelah azan pertama shalat jumat, menjual kain kafan karena ia akan
selalu berharap ada kematian.
 Mubah
Seperti menjual peralatan rumah jika tidak dibarengi niat yang baik.
 Haram
Seperti menjual setelah azan kedua shalat jumat, menjual pedang kepada pembunuh,
menjual anggur kepada orang yang diyakini akan menjadikannya khamr. Namun praktik-
praktik ini tetap sah secara hukum waḍ‟ī.

D. Syarat dan Rukun Jual Beli

a. Rukun Jual Beli


1) Ada penjual.
2) Ada pembeli.
3) Ada barang atau harta yang diperjual belikan.
4) Ada uang atau alat bayar yang digunakan sebagai penukar barang.
5) Ada lafadz ijab qabul, yaitu sebagai bukti akan adanya kerelaan dari kedua belah pihak.
b. Syarat Barang yang Diperjual Belikan
1) Barang itu suci, artinya bukan barang najis.
2) Barang itu bermanfaat.
3) Barang itu milik sendiri atau milik orang lain yang telah mewakilkan untuk menjualnya.
4) Barang itu dapat diserah terimakan kepemilikannya.
5) Barang itu dapat diketahui jenis, ukuran, sifat dan kadarnya.
c. Syarat Penjual dan Pembeli
1) Berakal sehat, orang yang tidak sehat pikirannya atau idiot (bodoh), maka akad jual
belinya tidak sah.
2) Atas kemauan sendiri, artinya jual beli yang tidak ada unsur paksaan.
3) Sudah dewasa (Baligh), artinya akad jual beli yang dilakukan oleh anak-anak jual
belinya tidak sah, kecuali pada hal-hal yang sifatnya sederhana atau sudah menjadi adat
kebiasaan. Seperti jual beli es, permen dan lain-lain.
4) Keadaan penjual dan pembeli itu bukan orang pemboros terhadap harta, karena keadaan
mereka yang demikian itu hartanya pada dasarnya berada pada tanggung jawab walinya.
.
E. Jual Beli yangTerlarang

a. Jual beli yang sah tapi terlarang, antara lain:


1) Jual beli yang harganya diatas/dibawah harga pasar dengan cara menghadang penjual
sebelum tiba dipasar. Sabda Nabi SAW dari Ibnu Abbas ra.:
)‫َال َتَتَلُّقْو االُّر ْك َباَن (متفق عليه‬
“Janganlah kamu menghadang orang yang berangkat kepasar”(Muttafaq Alaih).

2) Membeli barang yang sudah dibeli atau dalam proses tawaran orang lain. Sabda Nabi
SAW :
)‫َالَبْيَع َبْع ُضُك ْم َعَلى َبْيِع َبْع ٍض (متفق عليه‬
“Janganlah seseorang menjual sesuatu yang telah dibeli orang lain” (Muttafaq Alaih).

3) Jual beli barang untuk ditimbun supaya dapat dijual dengan harga mahal dikemudian
hari, padahal masyarakat membutuhkannya saat itu. Sabda Rasulullah SAW :

)‫َال ْحَيَتِكُر ِاَّالَخ اِط ٌئ (رواه مسلم‬


“Tidak ada yang menahan barang kecuali orang yang durhaka (salah)” (HR. Muslim).

4) Jual beli untuk alat maksiat:


Firman Allah SWT :

... ‫َو َالَتَعاَو ُنْو َعَلى اِال ِمْث َو اْلُعْد َو اِن‬... “Dan
jangan tolong menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran”(QS. Al Maidah: 2).

5) Jual beli dengan cara menipu, sabda Nabi SAW :

)‫َنَه ى الَنُّيِب َص َّلى اهللُ َعَلْيِه َو َس َّلَم َعْن َبْيِع الَغَر ِر (رواه مسلم‬
“Nabi melarang memperjual belikan barang yang mengandung tipuan”(HR. Muslim).

6) Jual beli yang mengandung riba, Firman Allah SWT. :

ۖ ‫ٰٓي َاُّي َه ا اَّلِذ ْي َن ٰا َم ُنْو ا اَل َت ْأُك ُلوا الِّر ٰب ٓو ا َاْض َع اًفا ُّم ٰض َع َفًة‬
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat
ganda”(QS. Ali Imran: 130).
7) Menjual anggur krpada penjual khamr
8) Jual beli pada saat adzan jum’ah ( menurut ulama’ Maliki)

b. Jual beli terlarang dan tidak sah, yaitu :


1) Jual beli sperma binatang, Sabda Nabi SAW. dari Jabir ra.:

)‫َنَه ى َعْن َبْيِع ِض َر اِب اْلَف حِل (رواه مسلم والنسآء‬


“Nabi SAW. telah melarang menjual air mani binatang jantan” (HR. Muslim dan
Nasa’i).

2) Menjual anak ternak yang masih dalam kandungan induknya.


sabda Nabi SAW.dari Abu Hurairah ra.:
)‫َاَّن الَّنَّيِب َص َّلى الّلُه َعَلْيِه َو َس َّلَم َنَه ىَعْن َبْيِع اْلَم َض اِم نْي (رواه البزار‬
“Bahwa Nabi SAW. melarang menjual belikan anak ternak yang masih dalam
kandungan induknya” (HR Al Bazzar).

3) Menjual belikan barang yang baru dibeli sebelum diserah terimakan kepada pembelinya,
sabda Nabi SAW. :

... )‫َالَتِبَعَّن َش ْيئًااْش َتَر ْيَتُه َح ىَّت َتْق ِبْض ُه (رواه امحد والبيهقى‬
“Janganlah kamu menjual sesuatu yang kamu beli sebelum kamu terima”(HR. Ahmad
dan Al Baihaqy).

4) Menjual buah-buahan yang belum nyata buahnya, Sabda Nabi SAW. dari Ibnu Umar ra.

)‫َيْبُد اصَالُحَه ا (متفق عليه‬ ‫َنَه ى َر ُسْو ُل اهللِ َص َلى اهلل َعَلْيِه َو َس َّلَم َعْن َبْيِع الِّثَم اِر َح ىَّت‬
“Nabi SAW. Telah melarang menjual buah-buah yang belum tampak manfaatnya”
(Muttafaq Alaih).
5) Jual beli barang najis, seperti khamr, babi, bangkai dan darah

Tugas analisa

Nama :

Kelas :
No absen :

No. Perilaku Yang Diamati Tanggapan / Komentar Anda

1. Hadi makan diwarung soto tetapi ia


hanya membayar soto dan
miumnya saja sementara kerupuk
dan lain-lainnya tidak dibayar
padahal ia habis banyak

Pak Hasan memperlihatkan barang


jualan yang ditawar oleh pembeli
2. kalau ada sedikit robek

Pak Santo menggelapkan


keuntungan dari kerjasama yang
3. telah ia sepakati

Alisa mulai belajar wirausaha


dengan tekun agar kelak bisa
4. dijadikan modal berdagang

Heni marah-marah ketika barang


dagangannya tidak jadi dibeli oleh
5. Ulfa.

6. Mbak Welas menyuruh anaknya


yang berumur 5 tahun membeli
cabe di toko

7. Jual beli on line yang sekarang


sedang marak, syarat rukunnya
tidak terpenuhi

8. Seorang pengusaha menyuruh


seseorang untuk menjual khamr,
ganja dll , dan orang tersebut
menerima tawaran pengusaha itu

9. Disebuah toko ada tulisan “ barang


yang sudah dibeli tidak bisa
dikembalikan”

10. Seorang pemuda melakukan


transaksi jual beli yang barangnya
masih ditangan orang lain

2. KHIYAR

A. Pengertian
Khiyar menurut bahasa artinya memilih yang terbaik, sedangkan menurut istilah khiyar ialah :
memilih antara melangsungkan akad jual beli atau membatalkan atas dasar pertimbangan yang matang
dari pihak penjual dan pembeli

B. Macam-Macam Khiyar
Khiyar ada 3 macam, yaitu :
1. Khiyar Majlis, artinya memilih untuk melangsungkan atau membatalkan akad jual beli sebelum
keduannya berpisah dari tempat akad. Sabda Rasulullah SAW. :

)‫اْلَبِّيَع اِن ِب اْلِخ َياِرَم اَلْم َيَتَفَّر َقا (رواه البخرى والمسلم‬

“Dua orang yang berjual beli boleh memilih (meneruskan atau mengurungkan) jual belinya selama
keduanya belum berpisah” (HR. Bukhari dan Muslim).

Khiyār majlis bisa sah dengan lima syarat:


a. Terjadi pada akad yang bersifat murni tukar-menukar barang (mu’āwaḍah maḥḍah).
Mengecualikan akad nikah, maka dalam akad nikah tidak terjadi khiyār majlis.
b. Terjadi pada akad yang obyek akadnya berupa barang. Maka tidak terjadi khiyār majlis dalam
akad ijārah. Karena akad ijārah obyek akadnya berupa manfaat.
c. Terjadi pada akad yang bersifat lāzim dari kedua belah pihak. Mengecualikan akad kitābah.
Karena akad kitābah lāzim dari pihak majikan, jā’iz dari pihak budak.
d. Tidak terjadi pada akad yang kepemilikannya bersifat otoritatif (qahrī) seperti akad syuf‟ah.
e. Tidak terjadi pada akad yang bersifat rukhṣah (keringanan) dari syariat seperti akad ḥawālah.

Masa khiyār majlis akan berakhir dengan salah satu antara saling memilih (takhāyur) atau
berpisah (tafarruq).
 Takhāyur
Takhāyur adalah keputusan pelaku transaksi antara memilih melangsungkan
atau mengurungkan transaksi ketika keduanya masih berada dalam majlis akad. Jika
pelaku transaksi telah menjatuhkan salah satu pilihan, maka hak khiyārnya telah
berakhir walaupun keduanya belum berpisah (tafarruq) dari majlis akad.
Apabila ada perbedaan pilihan antara kedua pelaku transaksi, seperti satu pihak
memilih melangsungkan transaksi sedangkan yang lain memilih mengurungkannya,
maka yang dimenangkan adalah pihak yang mengurungkan transaksi.
 Tafarruq
Tafarruq adalah terjadinya perpisahan antara kedua atau salah satu pelaku
transaksi dari majlis akad. Batasan tafarruq merujuk pada „urf (umumnya) karena
tidak ada batasan secara syar‟ī maupun lugowī. Jika salah satu pelaku transaksi keluar
dari majlis akad maka masa khiyar telah berakhir walaupun keduanya belum saling
memilih (takhāyur).

2. Khiyar Syarat, yaitu khiyar yang dijadikan syarat waktu akad jual beli, artinya si pembeli atau si penjual
boleh memilih antara meneruskan atau mengurungkan jual belinya selama persyaratan itu belum
dibatalkan setelah mempertimbangkan dalam dua atau tiga hari.

Khiyar syarat paling lama tiga hari. Sabda Nabi SAW. :

)‫َاْنَت ِباْلِخَياِرِفى ُك ِّل ِس ْلَعٍة ِاْبَتْعَتَها َثَالَث َلَياٍل (رواه البيهقى وابنى ماجة‬
“Engkau boleh melakukan khiyar pada segala barang yang telah engkau beli selama tiga hari tiga
malam” (Al Baihaqi dari Ibnu Majah).

Fungsi khiyār syarat adalah perpanjangan dari khiyār majlis. Jika hak memilih dalam khiyār majlis
hanya terbatas ketika pelaku transaksi berada dalam majlis akad dan akan berakhir ketika keduanya telah
berpisah, maka dalam khiyār syarat hak memilih tersebut masih berlangsung walaupun kedua pelaku
transaksi telah berpisah sampai batas waktu yang telah disepakati.
Masa khiyār syarat telah ditentukan oleh syariat, yakni tidak boleh melebihi tiga hari tiga
malam. Pendapat ini adalah mażhab Syafii dan mażhab Hanafi. Menurut mażhab Hanbali masa khiyār
syarat sesuai dengan kesepakatan kedua pelaku transaksi walaupun melebihi tiga hari. Sedangkan
menurut mażhab Maliki masa khiyār syarat bersifat relatif sesuai dengan komoditinya. Artinya boleh
kurang dari tiga hari, boleh tiga hari dan boleh melebihi tiga hari jika komoditinya seperti rumah atau
sejenisnya.
Khiyār syarat bisa sah jika memenuhi enam syarat:
a. Menyebutkan tempo. Jika tidak disebutkan maka tidak sah.
b. Waktu yang ditentukan diketahui kedua pelaku transaksi.
c. Tidak melebihi tiga hari tiga malam (mażhab Syafi‟i).
d. Waktu tiga hari tiga malam dihitung sejak persyaratan (kesepakatan khiyār syarat), bukan dihitung
sejak pelaku transaksi berpisah.
e. Komoditi harus tidak berpotensi mengalami perubahan selama waktu yang telah ditentukan. Maka
khiyār syarat dengan batas waktu tiga hari tiga malam boleh jika komoditi berupa buku, baju atau
yang lain yang tidak mungkin mengalami perubahan selama tiga hari tiga malam. Dan tidak boleh
Jika komoditi berupa makanan seperti nasi atau yang lain yang berpotensi mengalami perubahan
selama tiga hari tiga malam. Komoditi jenis makanan hanya boleh dengan batas waktu yang tidak
berpotensi merubah keadaan komoditi seperti tiga jam.
f. Berkesinambungan. Artinya waktu yang ditentukan tidak terpisah.

3. Khiyar Aibi, yaitu memilih melangsungkan akad jual beli atau mengurungkannya bilamana terdapat
bukti cacat pada barang. Sebagaimana Hadits yang diriwayatkan dari Uqbah bin Amir Radhiyallahu
‘Anhu, ia berkata, Aku pernah mendengar Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

‫اْلُم ْس ِلُم َأُخ و اْلُم ْس ِلِم َو َال َيِح ُّل ِلُم ْس ِلٍم َباَع ِم ْن َأِخ يِه َبْيًعا ِفيِه َعْيٌب ِإَّال َبَّيَنُه َلُه‬
“Sesama muslim itu bersaudara, tidak halal bagi seorang muslim menjual barangnya kepada muslim
lain, padahal pada barang tersebut terdapat aib/cacat melainkan dia harus menjelaskan
(aib/cacat)nya itu”. (HR. Ahmad, Ibnu Majah)

Dalam khiyār ‘aib, ada empat kriteria ‘aib yang bisa menetapkan hak khiyār ‘aib:

a. Aib Qadīm;
‘Aib qadīm adalah „aib yang wujud sebelum transaksi dilaksanakan, atau setelah transaksi namun
sebelum serah-terima barang, atau setelah serah-terima barang namun merupakan akibat dari
sebab yang terjadi sebelumnya. Kriteria „aib demikian bisa menetapkan hak khiyār „aib karena
barang masih menjadi tanggung jawab penjual. Berbeda dengan aib-aib yang wujud setelah serah-
terima barang dan bukan merupakan akibat dari sebab yang terjadi sebelumnya, „aib ini tidak
dapat menetapkan hak khiyār „aib karena barang sudah menjadi tanggung jawab pembeli.
b. Aib yang mengurangi fisik;
c. Aib yang mengurangi harga pasaran;
d. Aib yang tidak umum ditemukan pada jenis barang tersebut.

Hak khiyār ‘aib bersifat otoritatif (qahrī) sebagaimana khiyār majlis. Artinya khiyār „aib ada
secara otomatis jika komoditi didapati tidak sesuai dengan tiga hal diatas. Bukan atas dasar keinginan
pribadi atau kesepakatan pelaku transaksi seperti khiyār syarat.

Hak khiyār ‘aib akan berakhir, yakni pelaku transaksi tidak memiliki hak untuk mengembalikan
komoditi dan dianggap menerima (rela) dengan kondisi komoditi apa adanya jika pelaku transaksi
tidak segera mengembalikan komditi atau komoditi telah dimanfaatkan seperti dijual, disewakan atau
dipakai.

TUGAS INDIVIDU

 Membuat contoh macam-macam khiyar dalam bentuk narasi

3. SALAM
(JUAL BELI SISTEM INDEN ATAU PESAN)
1. Pengertian Salam
Kata salam berasal dari kata at-taslîm (‫ )الَّتْس ِلْيم‬yaitu menyerahkan Kata ini semakna
dengan as-salaf (‫ )الَّس َلف‬yang bermakna memberikan sesuatu dengan mengharapkan hasil
dikemudian hari.
Menurut Istilah jual beli model salam yaitu merupakan pembelian barang yang
pembayarannya dilunasi dimuka, sedangkan penyerahan barang dilakukan di kemudian hari.
Dalam jual beli salam ini, resiko terhadap barang yang diperjualbelikan masih berada pada
penjual sampai waktu penyerahan barang. Pihak pembeli berhak untuk meneliti dan dapat
menolak barang yang akan diserahkan apabila tidak sesuai dengan spesifikasi awal yang
disepakati.

2. Rukun dan Syarat Jual Beli Salam


Dalam jual beli salam, terdapat rukun yang harus dipenuhi, yaitu:
a. Pembeli (muslam)
b. Penjual (muslam ilaih)
c. Modal / uang (ra’sul maal)
d. Barang (muslam fiih). Barang yang menjadi obyek transaksi harus telah terspesifikasi secara
jelas dan dapat diakui sebagai hutang.
Sedangkan syarat yang harus dipenuhi sebagai berikut:
a. Pembayaran dilakukan dimuka (kontan)
b. Dilakukan pada barang-barang yang memiliki criteria jelas
c. Penyebutan criteria barang dilakukan saat akad dilangsungkan
d. Penentuan tempo penyerahan barang pesanan
e. Barang pesanan tersedia pada saat jatuh tempo
f. Barang Pesanan Adalah Barang yang Pengadaannya Dijamin Pengusaha

4. AL-HAJRU
(ORANG YANG DILARANG MENGELOLA /MENTASHORUFKAN HARTA)
1. Pengertian

Al-Hajr secara bahasa artinya mencegah (al-man’u), melarang atau mencekal. Orang yang
dicekal diebut al-mahjur ‘alaih.
Secara istilah para ulama berbeda pendapat. Menurut ulama Syafiiyyah dan Hanabilah bahwasannya
hajr adalah mencegah atau melarang seseorang dari melakukan transaksi /mengelola harta (tasharruf
maliyah).

Adapun ulama Hanafiyyah mendefinisikan hajr adalah melarang seseorang melakukan


pengelolaan harta (tashorruf maliyah) dalam bentuk verbal (perkataan) bukan dalam bentuk perbuatan.

2. Dasar Hukum

1. Al-qur’an
Alloh ta’ala berfirman:

‫َو ال ُتْؤ ُتوا الُّس َفهاَء َأْم واَلُك ُم اَّلِتي َجَعَل ُهَّللا َلُك ْم ِقيامًا‬

“Dan janganlah kalian serahkan kepada orang-orang yang belum sempurna akalnya, harta
(mereka yang ada dalam kekuasaan) kalian yang dijadikan Allah sebagai pokok kehidupan” (QS. An-
Nisa : 5)

Sisi pendalilannya Alloh melarang menyerahkan harta kepada orang-orang yang belum
sempurna akalnya seperti anak keil, orang gila atau orang yang bodoh (idiot) atau berkebutuhan
khusus.

‫َفِإن َك اَن ٱَّلِذ ى َع َلْيِه ٱْلَح ُّق َسِفيًها َأْو َضِع يًفا َأْو اَل َيْسَتِط يُع َأن ُيِم َّل ُهَو َفْلُيْمِلْل َو ِلُّي ۥُه ِبٱْلَع ْد ِل‬
“Jika yang berhutang itu orang yang lemah akalnya atau lemah (keadaannya) atau dia sendiri
tidak mampu mengimlakkan, maka hendaklah walinya mengimlakkan dengan jujur.” (Al-Baqarah 282)

Ayat ini memberikan tambahan bagi orang yang kondisinya lemah baik akal atau keadaannya,
karena sakit atau cacat sehingga tidak bisa mengelola harta maka tanggung jawabnya diserahkan
kepada walinya. Artinya di sini juga bahwa orang yang berhak melarang membelanjakan harta adalah
walinya atau hakim.

‫واْبَتُلوْا اْلَيَتاَم ى َح َّتَى ِإَذ ا َبَلُغ وْا الِّنَك اَح َفِإْن آَنْس ُتم ِّم ْنُهْم ُر ْش ًدا َفاْدَفُعوْا ِإَلْيِهْم َأْم َو اَلُهم‬
“Dan ujilah anak yatim itu sampai mereka cukup umur untuk kawin. Kemudian jika menurut
pendapatmu mereka telah cerdas (pandai memelihara harta), maka serahkanlah kepada mereka harta-
hartanya”

Ayat ini menjelaskan bahwa anak yatim yang belum sampai usia baligh atau faham (rusyda)
dilarang mengelola hartanya sendiri, kecuali setelah dia mencapai usia dewasa dan sudah memahami
seluk beluk pengelolaan harta. Dalil bahwa Islam sangat menjaga harta pemiliknya agar tidak jatuh ke
tangan orang lain atau hilang dengan mubadzir.

2. Hadits

‫ ( حجر على‬:‫وعن ابن كعب بن مالك عن أبيه رضي هللا عنهما أن رسول هللا صلى هللا عليه وسلم‬
‫ ورجح‬،‫ وأخرجه أبو داود مرسًال‬، ‫ وصححه الحاكم‬، ‫معاذ ماله وباعه في دين كان عليه ) رواه الدارقطني‬
‫إرسال‬
Rasulullah Saw bersabda, “Sesungguhnya Nabi Saw menahan harta Muadz dan beliau menjual
hartanya muadz itu untuk membayar utangnya”.

Dalam sebuah riwayat bahwa Rasulullah Saw menetapkan Muadz bin Jabal sebagai orang yang
terlilit hutang dan tidak mampu melunasinya (taflis/pailit). Kemudian Rasulullah Saw melunasi hutang
Muadz bin Jabal dengan sisa hartanya. Tapi orang yang berpiutang tidak menerima seluruh
pinjamannya maka dia pun melakukan protes kepada Rasulullah Saw.
Kemudian Rasulullah Saw berkata, “Tidak ada yang dapat diberikan kepada kamu selain itu”. (HR
Daruquthni & Al-Hakim)
Berdasarkan hadits tersebut, ulama fiqih telah sepakat menyatakan bahwa seorang hakim berhak
menetapkan seseorang pailit karena tidak mampu membayar hutang-hutangnya. Dengan demikian
secara hukum terhadap sisa hartanya dan dengan sisa hartanya itu hutang itu harus dilunasi.
Imam Qodi Abu Syuja’ Ahmad bin Husain bin Ahmad Al-Asfahani rahimahulloh mengatakan bahwa
ada enam orang yang tidak diperbolehkan mengelola harta:
1. Anak kecil (Shobiy)
2. Orang gila
3. Orang bodoh atau idiot yang membuang-buang harta (tabdzir)
4. Orang bangkrut yang terlilit hutang (muflis)
5. Orang yang sakit dikhawatirkan mati.
6. Hamba sahaya yang tidak diizinkan berdagang oleh tuannya.

3. Tujuan Mahjur

Dalam kitab Mausu’ah Fiqhiyyah disebutkan bahwa hajr/larangan pengelolaan harta ini
dilakukan untuk kemaslahatan orang lain seperti orang yang bangrut (muflis) untuk membayar denda
atau sisa hartanya dicekal hartanya yang tersisa untuk pemberi hutang, atau orang yang sakit keras
untuk menjaga hak ahli waris yang akan ditinggalkan. Seorang yang sakit keras tasharrufnya dibatasi
tidak boleh lebih dari 1/3 hartanya. Dan tentu saja hajr ini tujuannya adalah untuk kemaslahatan orang
tersebut. Seperti larangan jual beli untuk orang gila ,anak kecil, dan anak yang berkebutuhan khusus
(idiot).

Sulaiman Rasyid dalam bukunya Fiqh Islam menjelaskan tujuan hajr:

a. Mahjur dilakukan guna menjaga hak-hak orang lain seperti pencegahan terhadap :
 Orang yang utangnya lebih banyak daripada hartanya, orang ini dilarang mengelola harta
guna menjaga hak-hak yang berpiutang.
 Orang yang sakit parah, dilarang berbelanja lebih dari sepertiga hartanya guna menjaga hak-
hak ahli warisnya.
 Orang yang menjaminkan hartanya dilarang membelanjakan harta yang dijaminkan tersebut.
 Murtad (orang yang keluar dari Islam) dilarang mengedarkan hartanya guna menjaga hak
muslimin.

b. Mahjur dilakukan untuk menjaga hak-hak orang yang dimahjur itu sendiri, seperti :
 Anak kecil dilarang membelanjakan hartanya hingga beranjak dewasa dan sudah pandai
mengelola dan mengendalikan harta.
 Orang gila dilarang mengelola hartanya sebelum dia sembuh, hal ini dilakukan juga untuk
menjaga hak-haknya sendiri.
 Pemboros dilarang membelanjakan hartanya sebelum dia sadar, hal ini juga untuk menjaga
hak terhadap hartanya ketika ia membutuhkan pembelanjaannya.

BAB III
MUAMALAH

Musaqoh

Mukhobaroh

Muzaro’ah

Qirod

Syirkah

Mu’amalah Suf’ah

Wakalah

Shulhu

Dloman

Kafalah

Murobahah

I. MUSĀQĀH (KONTRAK PENGAIRAN)


a. Definisi
Musāqāh secara bahasa adalah pengairan. Sedangkan secara istilah musāqāh adalah kerjasama
antara pemilik pohon kurma atau anggur dengan pekerja untuk memberikan pelayanan berupa
pengairan dan perawatan pohon dengan perjanjian pekerja mendapatkan bagian dari hasil panen.

b. Dalil
Dalil yang mendasari legalitas musāqāh adalah sabda Rasulullah Saw.
“Sesungguhnya Rasulullah Saw. mempekerjakan penduduk Khaibar dengan upah separuh dari hasil
panen berupa buah dan tanaman”. (HR. Muslim)

“Dari Rasulullah Saw. Sesungguhnya beliau menyerahkan pohon kurma dan tanah Khaibar kepada
penduduk Yahudi Khaibar, untuk menggarapnya dengan kekayaan mereka dan Rasulullah Saw.
Mendapatkan bagian separuh hasil dari buahnya”. (HR. Muslim)

c. Hukum musaqoh

a. Hukum Musaqah
Hukum musaqah adalah mubah (boleh) sebagaimana sabda Rasulullah saw:

‫روا‬. ‫عن ا بن عمر ان النبي صلي هللا عليه و سلم عا مل اهل خيبر بشرط ما يخرج منهامن ثمراوزرع‬
‫مسلم‬
.
“ Dari Ibnu Umar, “sesungguhnya nabi Saw telah memberikan kebun beliau kepada penduduk Khaibar,
agar dipelihara oleh mereka dengan perjanjian mereka akan diberi sebagian dari penghasilannya, baik
dari buah-buahan ataupun hasil pertahun (palawija)” (Riwayat Muslim)
Jika ada orang kaya memiliki sebidang kebun yang didalamnya terdapat pepohonan seperti
kurma dan anggur, dan orang tersebut tidak mampu mengairi atau merawat pohon-pohon kurma dan
anggur tersebut karena adanya suatu halangan, maka syari’ yang bijaksana (Allah) memperbolehkannya
untuk melakukan suatu akad dengan seseorang yang mau mengairi dan merawat pohon-pohon tersebut.
Dan bagi masing-masing keduanya mendapatkan bagian dari hasilnya.

d. Rukun Musaqoh
 Pemilik dan penggarap kebun.
 Pekerjaan dengan ketentuan yang jelas baik waktu, jenis, dan sifatnya.
 Hasil yang diperoleh berupa buah, daun, kayu, atau yang lainnya. Buah, hendaknya ditentukan
bagian masing-masing (yang punya kebun dan tukang kebun) misalnya seperdua, sepertiga, atau
berapa saja asal berdasarkan kesepakatan keduanya pada waktu akad.
 Akad, yaitu ijab qabul baik berbentuk perkataan maupun tulisan

II. MUZĀRA’AH & MUKHĀBARAH

1. Muzaraah

a. Pengertian Muzaro’ah

Muzaraah adalah kerjasama antara pemilik lahan dengan penggarap sedangkan benihnya dari
pemilik tanah ( menurut Imam Syafi’i). Pada umumnya kerjasama mukhabarah ini dilakukan pada
tanaman yang benihnya cukup mahal, seperti cengkeh, pala, vanili, dan lain-lain..

b. Hukum muzaraah adalah boleh sebagaimana hadits Rasulullah saw:

‫َع ْن ِاْبِن ُع َم َر َاَّن الَّنِبِّي َص َّلى ُهللا َع َلْيِه َو َس َّلَم َعاَم َل َأْهَل َخ ْيَبَر ِبَشْر ِط َم اَيْخ ُرُج ِم ْنَها ِم ْن َثَمٍر َاْو َز ْر ٍع‬
‫((رواه مسلم‬

Artinya: Dari Ibnu Umar: “Sesungguhna Nabi SAW. Telah memberikan kebun kepada
penduduk khaibar agar dipelihara oleh mereka dengan perjanjian mereka akan diberi sebagian
dari penghasilan, baik dari buah – buahan maupun dari hasil pertahun (palawija)” (H.R Muslim)

Secara ijma’ para ulama’ sepakat bahwa transaksi muzaroah adalah boleh, karena para
ulama’ terdahulu melakukan hal itu dan tidak ada seorangpun yang mengingkari.

c. Rukun muzaro’ah

Rukun muzar’ah sama dengan rukun akad yaitu :

 Orang yang melakukan akad , yaitu pemili tanah dan pekerja


 Sighat, yaitu ijab dan qobul
 Tanah yang dijadikan sebagai muzaroah / obyek muzaroah

d. Syarat sah muzaroah

 Syarat khusus bagi yang melakukan transaksi sebagaimana syarat yang ada dalam akad
 Syarat yang berhubungan dengan pupuk
 Syarat yang berhubungan dengan hasil yang didapat dari tanah

2. Mukhabarah
a. Pengertian Mukhobaroh
Mukhabarah adalah kerjasama antara pemilik lahan dengan penggarap sedangkan
benihnya dari penggarap / pekerja (menurut Imam Syafi’i) . Pada umumnya kerjasama
muzaraah ini dilakukan pada tanaman yang benihnya relatif murah, seperti padi, jagung,
kacang, kedelai dan lain-lain.

b. Hukum mukhobaroh
Menurut mayoritas ulama’ bahwa mukhobaroh merupakan transaksi yang
diperbolehkan oleh syariat karena mukhobaroh sama dengan muzaroah.
Sedangkan menurut ulama’ Syafi’I mukhobaroh merupakan akad yang tidak syah.

Klasifikasi hukum

Akad muzāra‟ah dan mukhābarah dipersilisihkan oleh Ulama. Secara umum ada tiga pendapat:

 Keduanya Sah
Pendapat pertama mengatakan bahwa muzāra‟ah dan mukhābarah adalah transaksi yang
sah. Pendapat ini dipilih oleh Imam Assubki dan Imam Annawawi yang mengikuti Ibn
Munżir. Pendapat ini bertendensi pada amaliyah sahabat Umar dan penduduk madinah.
 Keduanya Tidak Sah
Pendapat kedua kebalikan dari pendapat pertama. Pendapat ini dipilih oleh Imam Syafii,
Imam Malik dan Imam Abu Hanifah.
 Muzāra’ah Sah, Mukhābarah Batal
Pendapat ini adalah pendapat Imam Ahmad bin Hanbal.

III. QIRAD

a. Definisi
Qirāḍ secara bahasa merupakan kata dari lafal qarḍ yang bermakna memotong. Karena pemilik
modal seolah memberikan potongan (sebagian) hartanya untuk dikelola pihak lain dan memberikan
potongan laba yang diperoleh dari hasil pengelolaan harta. Qirāḍ juga dikenal dengan bahasa
muḍārabah, dan istilah ini adalah istilah yang masyhur di kalangan masyarakat Iraq. Sedangkan qirāḍ
menurut istilah adalah memasrahkan sejumlah harta dari pemilik modal kepada orang lain agar dikelola
dengan sistem bagi hasil sesuai kesepakatan.

b. Rukun Akad Qirāḍ


Rukun Akad Qirāḍ terdiri dari enam rukun. Yakni mālik, „āmil, māl, „amal, ribhun dan ṣīgah.
 Mālik
Mālik adalah pemilik modal (investor). Syarat mālik adalah orang yang sah untuk
memasrahkan harta kepada pengelola.
 ‘Āmil
Āmil adalah penyedia tenaga yang berperan sebagai pengelola modal. Syarat „āmil adalah
orang yang sah untuk mengelola harta atas rekomendasi dari pemilik modal. Syarat mālik dan
āmil adalah orang yang memiliki kriteria sah untuk melakukan transaksi wakālah, karena
hakikat akad qirāḍ adalah wakālah berbayar.
 Māl
Māl adalah modal yang dikelola. Syarat-syaratnya ada tiga:
- Berbentuk mata uang dinar atau dirham. Adapun modal akad Qirāḍ berupa mata
uang selain dinar dan dirham terdapat perbedaan pendapat di kalangan Ulama.
Menurut Imam Muhammad dari kalangan mażhab Hanafi hukumnya boleh sebab
termasuk alat pembayaran. Demikian juga mata uang yang berlaku saat ini.
- Diketahui jumlahnya.
- Modal harus mu‟ayyan (ditentukan).
- Modal diserahkan pada „āmil dan tidak boleh berada di pihak mālik atau yang lain.
Karena hal demikian dapat mempersulit „āmil dalam pengelolaan harta.
 ‘Amal
Āmal adalah pengelolaan modal. Syarat „āmal ada dua:
 Sistem pengelolaan harta qirāḍ disyaratkan harus dalam bentuk perdagangan.
 Perdagangan harus bersifat bebas, dalam arti tidak dibatasi dengan syarat-syarat
tertentu yang dapat mempersempit ruang gerak „āmil dan peluang mendapatkan
laba.

 Ribḥun
Ribḥun adalah laba (keuntungan) dalam akad qirāḍ. Syarat ribḥun dalam akad qirāḍ
adalah:
 Laba hanya khusus untuk kedua pelaku transaksi qirāḍ (mālik dan „āmil) dan tidak
boleh ada pihak ketiga sebagai pemilik laba.
 Dimiliki secara syirkah antara mālik dan „āmil. Jika laba hanya dikhususkan untuk
salah satu pihak maka tidak sah.
 Laba ditentukan dengan persentase seperti mālik 50% dan āmil 50%. Tidak sah jika
ditentukan seperti mālik 3 juta dan āmil 4 juta karena laba yang dihasilkan belum
tentu mencapai nominal yang ditentukan.
 Ṣīgah.
Syarat-syaratnya sama halnya dengan praktik jual beli.

IV. SYIRKAH
a. Pengertian Syirkah
Menurut bahasa syirkah artinya : persekutuan, kerjasama atau bersama-sama.
Menurut istilah syirkah adalah suatu akad dalam bentuk kerjasama antara dua orang atau
lebih dalam bidang modal atau jasa, untuk mendapatkan keuntungan.
Syirkah atau kerjasama ini sangat baik kita lakukan karena sangat banyak manfaatnya,
terutama dalam meningkatkan kesejahteraan bersama. Kerjasama itu ada yang sifatnya
antar pribadi, antar group bahkan antar Negara.
Dalam kehidupan masyarakat, senantiasa terjadi kerjasama, didorong oleh keinginan untuk
saling tolong menolong dalam hal kebaikan dan keuntungan bersama.
Firman Allah SWT. :

‫ۖ َو َت َع اَو ُنْو ا َع َلى اْل ِبِّر َو الَّت ْق ٰو ۖى َو اَل َت َع اَو ُنْو ا َع َلى اِاْلْث ِم َو اْلُع ْد َو اِن‬
Artinya : “Dan tolong menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebaikan dan taqwa, dan jangan
tolong menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran” (QS. Al Maidah : 2).

b. Macam-Macam Syirkah
Secara garis besar syirkah dibedakan menjadi dua yaitu:
b. Syirkah amlak (Syirkah kepemilikan) Syirkah amlak ini terwujud karena wasiat atau
kondisi lain yang menyebabkan kepemilikan suatu asset oleh dua orang atau lebih.
c. Syirkah uqud (Syirkah kontrak atau kesepakatan), Syirkah uqud ini terjadi karena
kesepakatan dua orang atau lebih kerjasama dalam syarikat modal untuk usaha,
keuntungan dan kerugian ditanggung bersama. Syirkah uqud dibedakan menjadi empat
macam :
 Syirkah ‘inan (harta).
Syirkah harta adalah akad kerjasama dalam bidang permodalan sehingga
terkumpul sejumlah modal yang memadai untuk diniagakan supaya mendapat
keuntungan.

Sabda Nabi SAW. dari Abu Hurairah ra. :

‫ِاَّن اهللَ َيُقْو ُل َاَناَثاِلُثالَّش ِر ْيَك ِنْي َم اَملْ ُخَيْن َاَح ُد َمُها‬: ‫م َقاَل اهللُ َتَعاىَل‬.‫َقاَل َر ُسْو ُل اِهلل ص‬
)‫َص اِح َبُه َفِاَذاَخ اَنُه َخ ْجُت ِم ْن َبْيِنِه ا (رواه ابو داودوصححه احلاكم‬
‫َم‬ ‫َر‬
Artinya : Rasulullah SAW. bersabda : Firman Allah SWT. Saya adalah pihak
ketiga dari dua orang yang berserikat selama seorang diantaranya tidak mengkhianati
yang lain. Maka apabila berkhianat salah seorang diantara keduanya, saya keluar dari
perserikatannya itu” (HR. Abu Daud dan Hakim menshohihkannya).

Sebagian fuqaha, terutama fuqaha Irak berpendapat bahwa syirkah dagang ini
disebut juga dengan qiradh.

 Syirkah a’mal (serikat kerja/ syirkah 'abdan)


Syirkah a'mal adalah suatu bentuk kerjasama dua orang atau lebih yang bergerak
dalam bidang jasa atau pelayanan pekerjaan dan keuntungan dibagi menurut
kesepakatan. Contoh : CV, NP, Firma, Koperasi dan lain-lain.
 Syirkah Muwafadah
Syirkah Muwafadah adalah kontrak kerjasama dua orang atau lebih, dengan syarat
kesamaan modal, kerja, tanggung jawab, beban hutang dan kesamaan laba yang
didapat.
 Syirkah Wujuh (Syirkah keahlian)
Syirkah wujuh adalah kontrak antara dua orang atau lebih yang memiliki reputasi
baik serta ahli dalam bisnis.

c. Rukun dan Syarat Syirkah


Rukun dan syarat syirkah dapat dikemukakan sebagai berikut:
a. Anggota yang berserikat, dengan syarat : baligh, berakal sehat, atas kehendak sendiri
dan baligh, berakal sehat, atas kehendak sendiri dan mengetahui pokok-pokok
perjanjian.
b. Pokok-pokok perjanjian syaratnya :
- Modal pokok yang dioperasikan harus jelas.
- Anggaran dasar dan anggaran rumah tangga harus jelas.
- Yang disyarikat kerjakan (obyeknya) tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip
syari’at Islam.
c. Sighat, dengan Syarat : Akad kerjasama harus jelas sesuai dengan perjanjian.

V. Mudharabah Dan Murabahah

1. Mudharabah
a. Pengertian Mudharabah
Mudharabah adalah suatu bentuk kerjasama perniagaan di mana si pemilik modal
menyetorkan modalnya kepada pengelola dengan keuntungan akan dibagi bersama
sesuai dengan kesepakatan dari kedua belah pihak sedangkan jika mengalami kerugian
akan ditanggung oleh si pemilik modal.

b. Rukun Mudharabah
Rukun mudharabah yaitu:
- Adanya pemilik modal dan mudhorib
- Adanya modal, kerja dan keuntungan
- Adanya shighot yaitu Ijab dan Qobul
c. Macam-macam Mudharabah
Secara umum mudharabah dapat dibagi menjadi dua macam yaitu
 Mudharabah muthlaqah
Dimana pemilik modal (shahibul maal) memberikan keleluasaan penuh kepada
pengelola (mudharib) untuk mempergunakan dana tersebut dalam usaha yang
dianggapnya baik dan menguntungkan. Namun pengelola tetap bertanggung jawab
untuk melakukan pengelolaan sesuai dengan praktek kebiasaan usaha normal yang
sehat.
 Mudharabah muqayyadah
Dimana pemilik dana menentukan syarat dan pembatasan kepada pengelola dalam
penggunaan dana tersebut dengan jangka waktu, tempat, jenis usaha dan
sebagainya.

2. Murabahah
a. Pengertian Murabahah
Murabahah adalah transaksi penjualan barang dengan menyatakan harga perolehan dan
keuntungan (margin) yang disepakati oleh penjual dan pembeli.Pembayaran atas akad
jual beli dapat dilakukan secara tunai maupun kredit. Hal yang membedakan murabahah
dengan jual beli lainnya adalah penjual harus memberitahukan kepada pembeli harga
barang pokok yang dijualnya serta jumlah keuntungan yang diperoleh.
b. Ketentuan Murabahah
 Jual beli murabahah harus dilakukan atas barang yang telah dimiliki atau hak
kepemilikan telah berada ditangan penjual.
 Adanya kejelasan informasi mengenai besarnya modal (harga pembeli) dan biaya-
biaya lain yang lazim dikeluarkan dalam jual beli.
 Ada informasi yang jelas tentang hubungan baik nominal maupun presentase
sehingga diketahui oleh pembeli sebagai salah satu syarat sah murabahah
 Dalam sistem murabahah, penjual boleh menetapkan syarat kepada pembeli untuk
menjamin kerusakan yang tidak tampak pada barang, tetapi lebih baik syarat seperti
itu tidak ditetapkan.
 Transaksi pertama (anatara penjual dan pembeli pertama) haruslah sah, jika tidak
sah maka tidak boleh jual beli secara murabahah (anatara pembeli pertama yang
menjadi penjual kedua dengan pembeli murabahah.

VI. WAKALAH dan SULHU

a. Wakalah
1. Pengertian Wakalah
Wakalah menurut bahasa artinya mewakilkan, sedangkan menurut istilah yaitu
mewakilkan atau menyerahkan pekerjaan kepada orang lain agar bertindak atas nama orang
yang mewakilkan selama batas waktu yang ditentukan.

2. Hukum Wakalah
Asal hukum wakalah adalah mubah, tetapi bisa menjadi haram bila yang dikuasakan itu
adalah pekerja yang haram atau dilarang oleh agama dan menjadi wajib kalau terpaksa harus
mewakilkan dalam pekerjaan yang dibolehkan oleh agama. Allah SWT. Berfirman:

‫َفا اَأ َد ُك ِب ِر ِقُك ِِذ ِه ِإىَل اْل ِد َنٍة‬


‫َم ْي‬ ‫ْبَعُثْو َح ْم َو ْم َه‬
”Maka suruhlah salah seorang diantara kamu ke kota dengan membawa uang perakmu ini”
(QS. Al Kahfi : 19).

Ayat tersebut menunjukkan kebolehan mewakilkan sesuatu pekerjaan kepada orang lain.
Rasulullah SAW. bersabda:

‫ِه َّل‬ ‫َّل‬ ‫ِحِب ٍظ ٍة‬ ‫ِهلل‬


‫َعْن َأىِب ُه َر ْيَر َة َقاَل َو َّك َلىِن َرُسْو ُل ا ص م ْف َزَك ا َرَم َض اَن َو َأْع َطى الَّنُّيِب َص ى اُهلل َعَلْي َو َس َم‬
)‫ُعْق َبَة ْبِن َعاِم ٍر َغَنًم ا َيْق ِس ُم َه ا َعَلى َصَح اَبِتِه (رواه البخارى‬
“Dari Abu Hurairah ra.berkata : “Telah mewakilkan Nabi SAW kepadaku untuk memelihara
zakat fitrah dan beliau telah memberi Uqbah bin Amr seekor kambing agar dibagikan kepada
sahabat beliau” (HR. Bukhari).

Kebolehan mewakilkan ini pada umumnya dalam masalah muamalah. Misalnya


mewakilkan jual beli, menggadaikan barang, memberi shadaqah / hadiah dan lain-lain.
Sedangkan dalam bidang ‘Ubudiyah ada yang boleh dan ada yang dilarang. Yang boleh
misalnya mewakilkan haji bagi orang yang sudah meninggal atau tidak mampu secara fisik,
mewakilkan memberi zakat, menyembelih hewan kurban dan sebagainya. Sedangkan yang
tidak boleh adalah mewakilkan Shalat dan Puasa serta yang berkaitan dengan itu seperti wudhu.

3.Rukun dan Syarat Wakalah


a. Orang yang mewakilkan / yang memberi kuasa.
Syaratnya : Ia yang mempunyai wewenang terhadap urusan tersebut.
b. Orang yang mewakilkan / yang diberi kuasa.
Syaratnya : Baligh dan Berakal sehat.
c. Masalah / Urusan yang dikuasakan. Syaratnya jelas dan dapat dikuasakan.
d. Akad (Ijab Qabul). Syaratnya dapat dipahami kedua belah pihak.

4. Syarat Pekerjaan Yang Dapat Diwakilkan


a. Pekerjaan tersebut diperbolehkan agama.
b. Pekerjaan tersebut milik pemberi kuasa.
c. Pekerjaan tersebut dipahami oleh orang yang diberi kuasa.

5. Habisnya Akad Wakalah


a. Salah satu pihak meninggal dunia
b. Jika salah satu pihak menjadi gila
c. Pemutusan dilakukan orang yang mewakilkan dan diketahui oleh orang yang diberi
wewenang
d. Pemberi kuasa keluar dari status kepemilikannya.

6. Hikmah Wakalah
a. Dapat menyelesaikan pekerjaan dengan baik dan cepat sebab tidak semua orang
mempunyai kemampuan dapat menyelesaikan pekerjaan tertentu dengan sebaik-baiknya.
Misalnya tidak setiap orang yang qurban hewan dapat menyembelih hewan qurbannya,
tidak semua orang dapat belanja sendiri dan lain-lain.
b. Saling tolong menolong diantara sesama manusia. Sebab semua manusia membutuhkan
bantuan orang lain.
c. Timbulnya saling percaya mempercayai diantara sesama manusia. Memberikan kuasa pada
orang lain merupakan bukti adanya kepercayaan pada pihak lain.

B. Shulhu
1. Pengertian Sulhu
Sulhu menurut bahasa artinya damai, sedangkan menurut istilah yaitu perjanjian
perdamaian diantara dua pihak yang berselisih.
Sulhu dapat juga diartikan perjanjian untuk menghilangkan dendam, persengketaan atau
permusuhan (memperbaiki hubungan kembali).

2. Hukum Sulhu
Hukum sulhu atau perdamaian adalah wajib, sesuai dengan ketentuan-ketentuan atau
perintah Allah SWT, didalam Al-Qur’an :

١٠ - ࣖ ‫ِاَّن َم ا اْلُمْؤ ِم ُنْو َن ِاْخ َو ٌة َفَاْص ِلُحْو ا َب ْي َن َاَخ َو ْي ُك ْم َو اَّتُقوا َهّٰللا َلَع َّلُك ْم ُتْر َح ُمْو َن‬

“Sesungguhnya orang mukmin itu bersaudara, karena itu damaikanlah antara kedua
saudaramu dan bertaqwalah kepada Allah supaya kamu mendapat rahmat” (Qs. Al Hujurat :
10).

‫َو الُّص ْلُح َخ ْيٌر‬


“Perdamaian itu amat baik” (QS. An Nisa’ : 128).

3. Rukun dan Syarat Sulhu


a. Mereka yang sepakat damai adalah orang-orang yang sah melakukan hukum.
b. Tidak ada paksaan.
c. Masalah-masalah yang didamaikan tidak bertentangan dengan prinsip Islam.
d. Jika dipandang perlu, dapat menghadirkan pihak ketiga. Seperti yang disintir dalam Al-
Qur’an An Nisa’ : 35.

4. Macam-macam Perdamaian
Dari segi orang yang berdamai, sulhu macamnya sebagai berikut :
a. Perdamaian antar sesama muslim
b. Perdamaian antar sesama muslim dengan non muslim
c. Perdamaian antar sesama Imam dengan kaum bughat (Pemberontak yang tidak mau tunduk
kepada imam).
d. Perdamaian antara suami istri.
e. Perdamaian dalam urusan muamalah dan lain-lain.

5. Hikmah Sulhu
a. Dapat menyelesaikan perselisihan dengan sebaik-baiknya. Bila mungkin tanpa campur
tangan pihak lain.
b. Dapat meningkatkan rasa ukhuwah / persaudaraan sesama manusia.
c. Dapat menghilangkan rasa dendam, angkara murka dan perselisihan diantara sesama.
d. Menjunjung tinggi derajat dan martabat manusia untuk mewujudkan keadilan.
Allah SWT berfirman :

‫َفِإْن َفاَءْت َفَأْص ِلُحْو ا َبْيَنُه َم ا ِباْلَعْد ِل َو َأْقِس ُطْو ا‬


“Jika golongan itu telah kembali (kepada perintah Allah), maka damaikanlah antara
keduanya dengan adil dan berlaku adilah” (QS. Al Hujurat).
e. Mewujudkan kebahagiaan hidup baik individu maupun kehidupan masyarakat.

VII. Dlaman dan Kafalah

A. Dhaman
1. Pengertian Dhaman
Dhaman adalah suatu ikrar atau lafadz yang disampaikan berupa perkataan atau perbuatan
untuk menjamin pelunasan hutang seseorang. Dengan demikian, kewajiban membayar hutang
atau tanggungan itu berpindah dari orang yang berhutang kepada orang yang menjamin pelunasan
hutangnya.

2. Dasar Hukum Dhaman


Dhaman hukumnya boleh dan sah dalam arti diperbolehkan oleh syariat Islam, selama tidak
menyangkut kewajiban yang berkaitan dengan hak-hak Allah.
Firman Allah SWT. :

          
 
“Penyeru-penyeru itu berkata :”Kami kehilangan piala raja dan barang siapa yang dapat
mengembalikan akan memperoleh bahan makanan (seberat) beban unta, dan akan menjamin
terhadapnya” (QS. Yusuf : 72).

Sabda Rasulullah SAW. :

)‫َاْلَعاِر َيُة ُمَؤ اَّدٌةَو َز ِعْيٌم َعاِدٌم (رواه ابوداودوالرتمذى‬


Penghutang hendaklah mengembalikan pinjamannya dan penjamin hendaklah membayar”
(HR.Abu Dawud dan Turmudzi).

Sabda Rasulullah SAW. :

‫ َه ْل َتَر َك َش ْيًأ ؟‬: ‫ َيا َرُسْو َل اِهلل َص ِّل َعَلْيَه ا َقاَل‬: ‫ِإَّنُه َعَلْيِه الَّص َالُة َو الَّسَالُم َأَتى َجِبَناَز ٍة َفَق اُلْو ا‬
: ‫ َص ُّلْو ا َعَلى َص اِح ِبُك ْم َفَق اَل‬: ‫ َقاَل‬. ‫ َثَال َثُة َدَناِنْيَر‬. ‫ َه ْل َعَلْيِه َدْيٌن ؟ َقاُلْو ا‬: ‫ َقاَل‬.‫ َال‬: ‫َقاُلْو ا‬
‫َأ َتا َة ِض اهللُ ْن ِّل َل ِه ا ُل اِهلل َلى ُن َف َّلى َل ِه‬
‫َو َع َدْي ُه َص َع ْي‬ ‫ُبْو َق َد َر َى َع ُه َص َع ْي َي َرُسْو‬
“Sesungguhnya ada jenazah yang dibawa kehadapan Nabi SAW. lalu para sahabat
berkata:”Ya Rasulullah kami mohon jenazah ini dishalatkan!”, Tanya Nabi: “Adakah harta
pusaka yang ditinggalkan?”, Jawab sahabat:”Tidak”,lalu Nabi Tanya lagi:”Apakah ia punya
hutang?”, jawab sahabat:”Punya, ada tiga dinar”, kemudian Nabi bersabda:” Shalatkan
temanmu itu!”, lantas Abu Qatadah ra. berkata:”Ya Rasulullah, Shalatkanlah ia dan saya
yang menjamin hutangnya!”. Kemudian Nabi SAW. menshalatkannya” (HR Bukhari)
.
3. Syarat dan Rukun Dhaman
Rukun Dhaman antara lain :
a. Penjamin (dhamin).
b. Orang yang dijamin hutangnya (madhmun ‘anhu).
c. Penagih yang mendapat jaminan (madhmun lahu).
d. Lafadz / ikrar.
Adapun syarat dhaman antara lain :
a. Syarat penjamin
1) Dewasa (baligh)
2) Berakal (tidak gila atau waras)
3) Atas kemauan sendiri (tidak terpaksa)
4) Orang yang diperbolehkan membelanjakan harta.
5) Mengetahui jumlah atau kadar hutang yang dijamin.
b. Syarat orang yang dijamin, yaitu orang yang berdasarkan hukum diperbolehkan untuk
membelanjakan harta.
c. Syarat orang yang menagih hutang, dia diketahui keberadaannya oleh orang yang
menjamin.
d. Syarat harta yang dijamin antara lain:
1) Diketahui jumlahnya
2) Diketahui ukurannya
3) Diketahui kadarnya
4) Diketahui keadaannya
5) Diketahui waktu jatuh tempo pembayaran.
e. Syarat lafadz (ikrar) yaitu dapat dimengerti yang menunjukkan adanya jaminan serta
pemindahan tanggung jawab dalam memenuhi kewajiban pelunasan hutang dan jaminan ini
tidak dibatasi oleh sesuatu, baik waktu atau keadaan tertentu.

4. Hikmah Dhaman
Hikmah dhaman sebagai berikut:
a. Munculnya rasa aman dari peminjam (penghutang).
b. Munculnya rasa lega dan tenang dari pemberi hutang
c. Terbentuknya sikap tolong menolong dan persaudaraan
d. Menjamin akan mendapat pahala dari Allah SWT.

B. Kafalah
1. Pengertian Kafalah
Kafalah menurut bahasa berarti menanggung.
Firman Allah SWT. :

‫َو َك َّف َلَه ا َز َك ِر َّيا‬


“Dan Dia (Allah) menjadikan Zakarya sebagai penjamin (Maryam)”(QS. Maryam : 37).

Menurut istilah arti kafalah adalah menanggung atau menjamin seseorang untuk dapat
dihadirkan dalam suatu tuntutan hukum di Pengadilan pada saat dan tempat yang ditentukan.

2. Dasar Hukum Kafalah


Para fuqaha’ bersepakat tentang bedanya kafalah dan masalah ini telah dipraktekkan umat
Islam hingga kini.
Firman Allah SWT. :
‫َقاَل َلْن ُاْر ِس َلٗه َمَع ُك ْم َح ّٰت ى ُتْؤ ُتْو ِن َم ْو ِثًقا ِّم َن ِهّٰللا َلَت ْأُتَّن ِنْي ِبٖٓه‬

Ya’kub berkata:”Aku sekali-kali tidak akan melepaskannya (pergi ) bersama-sama kamu,


sebelum kamu memberikan kepadaku janji yang teguh atas nama Allah, Bahwa kamu pasti
akan membawanya kepadaku kembali” (QS. Yusuf : 66).

Sabda Rasulullah SAW. :

)‫َز ِعْيٌم َغاِر ٌم (رواه ابو داود والرتمذى‬


“Penjamin adalah orang yang berkewajiban membayar” (HR. Abu Dawud dan Tirmidzi).

3. Syarat dan Rukun Kafalah


Rukun kafalah sebagai berikut:
a. Kafil, yaitu orang berkewajiban menanggung
b. Ashiil, yaitu orang yang hutang atau orang yang ditanggung akan kewajibannya
c. Makful Lahu, yaitu orang yang menghutangkannya
d. Makful Bihi, yaitu orang atau barang atau pekerjaan yang wajib dipenuhi oleh orang yang
ihwalnya ditanggung (makful ‘anhu).

Adapun Syarat kafalah adalah sebagai berikut:


a. Syarat kafiil adalah baligh, berakal, orang yang diperbolehkan menggunakan hartanya
secara hukum, tidak dipaksa (rela dengan kafalah).
b. Ashiil tidak disyaratkan baligh, berakal, kehadiran dan kerelaannya, tetapi siapa saja dapat
ditanggung (dijamin oleh kafiil).
c. Makful Lahu disyaratkan dikenal oleh kafiil (orang yang menjamin).
d. Makful Bihi disyaratkan diketahui jenis, jumlah, kadar atau pekerjaan atau segala sesuatu
yang menjadi hal yang ditanggung/dijamin.

Menurut Madzhab Hanafi dan sebagian pengikut Madzhab Hambali bahwa kafalah boleh
bersifat tanjiz, ta’liq dan boleh juga tauqit. Namun madzhab Syafi’i tidak membolehkan adanya
kafalah ta’liq.
Kafalah tanjiz adalah menanggung sesuatu yang dijelaskan keadaannya, seperti ucapan si
kafil: “Aku menjamin si anu sekarang”, Kafalah ta’liq adalah kafalah atau menjamin seseorang
yang dikaitkan dengan sesuatu keadaan bila terjadi. Misal perkataan si kafil :”Aku akan
menjamin hutang-hutangmu bila hari ini tidak turun hujan”. “maksudnya bila hujan tidak turun
aku jadi menjamin hutang-hutangmu, namun bila turun aku tidak jadi menjamin”. Sedangkan
kafalah tauqit adalah kafalah untuk menjamin terhadap sesuatu tanggungan yang dikuatkan
oleh suatu keadaan tertentu atau dipastikan dengan sungguh-sungguh bahwa dia betul-betul
akan menjamin dari suatu tanggungan itu.

4. Macam-macam Kafalah
Kafalah terbagi menjadi dua macam yaitu :
 Kafalah jiwa
Kafalah jiwa dikenal pula dengan sebutan dhammul wajhi (tanggungan muka), yaitu
adanya kewajiban bagi penanggung untuk menghadirkan orang yang ditanggung
kepada yang ia janjikan tanggungan (makful lahu). Seperti ucapan :”Aku jamin
dapat mendatangkan Ahmad dalam persidangan nanti”. Ketentuan ini boleh selama
menyangkut hak manusia, namun bila sudah berkaitan dengan hak-hak Allah tidak
sah kafalah, seperti menanggung /mengganti dari had zina, mencuri dan qishas.

 Kafalah harta.
Yaitu kewajiban seseorang dalam menanggung harta orang lain, yang termasuk
kafalah ini ada 2 yaitu :
- Kafalah hutang, menanggung atau membayar hutang orang yang dijamin
- Kafalah barang kewajiban seorang kafil mengembalikan barang yang sudah
hilang atau rusak dengan cara menggantinya

Sabda Rasulullah SAW.:

)‫َال َك َف اَلَة ىِف َح ٍد (رواه البيهقى‬


“Tidak ada kafalah dalam masalah had” (HR. Baihaqi).

Kafalah harta adalah kewajiban yang harus dipenuhi kafil dalam pemenuhan berupa harta.

5. Berakhirnya Kafalah
Kafalah berakhir apabila
- kewajiban dari penanggung sudah dilaksanakan dengan baik / sudah dilunasi
- makful lahu membatalkan akad kafalah karena merelakannya, atau membebaskan
hutangnya
- Jika terjadi perdamaian

6. Hikmah Kafalah
Adapun hikmah yang dapat diambil dari kafalah adalah sebagai berikut:
a. Adanya unsur tolong menolong antar sesama manusia.
b. Orang yang dijamin (ashiil) terhindar dari perasaan malu dan tercela.
c. Makful lahu akan terhindar dari unsur penipuan.
d. Kafiil akan mendapatkan pahala dari Allah SWT. Karena telah menolong orang lain.
VIII. Syuf’ah

a. Definisi
Syuf‟ah secara bahasa adalah menjadikan sebagai hak milik atau mengumpulkan.
Sedangkan secara istilah adalah meminta secara paksa agar barang yang sudah dijual oleh patnernya
kepihak lain, supaya dijual kembali kepada pihak yang memintanya dengan harga jual yang sama.
Karena ada kepemilikan bersama antara penjual dan pihak yang meminta secara paksa.
Dari sini maka dapat diketahui bahwa syuf’ah terjadi karena adanya kepemilikan bersama.
Contoh: Bejo dan Bagong memiliki sebuah toko yang dibeli beberapa tahun lalu dengan cara
patungan. Tanpa sepengetahuan dan seizin Bejo, Bagong menjual haknya kepada Sule dengan
harga 100 juta. Dalam keadaan seperti itu Bejo memiliki hak syuf’ah yaitu ia berhak membeli
kembali bagian Bagong yang telah dijual kepada Sule meskipun secara paksa, sebesar harga jual
yaitu 100 juta, tetapi jika Bagong telah meminta izin kepada Bejo bahwa ia akan menjual bagian
dari tokonya dan Bejo memberikan izin maka Bejo tidak mempunyai hak memaksa pembeli untuk
kembali menjual kepada dirinya.

b. Rukun Akad Syuf’ah


Rukun akad syuf‟ah terdiri dari tiga rukun. Yakni syafī‟, masyfū‟ „alaih dan masyfū‟ fīh.
Dalam syuf‟ah tidak ada sīgah karena syuf‟ah adalah hak memiliki yang tidak butuh pernyataann.
 Syafī’
Syafī‟ adalah orang yang memiliki hak syuf‟ah. Yakni mitra lama yang berhak untuk membeli
barang syirkah dari mitra baru. Setelah syafī‟ tahu penjualan barang syirkah dari mitra lama
kepada mitra baru, ia dituntut untuk segera meminta hak syuf‟ah kepada mitra baru. Jika syafī‟
tidak langsung meminta hak syuf‟ah maka hak syuf‟ah batal jika tanpa uzur, karena ia dianggap
rela atas penjualan yang dilakukan mitra lama kepada mitra baru.
 Masyfū’ ‘Alaih
Masyfū‟ „alaih juga disebut masyfū‟ „anhu atau masyfū minhu. Yakni pembeli barang syirkah
kepada mitra lama. Masyfū‟ „alaih juga dikenal dengan mitra baru. Setelah masyfū‟ „alaih
membeli barang syirkah kepada mitra lama, ia bebas mentasarufkan barang syirkah selama
syafī‟ belum menuntut hak syuf‟ahnya. Sebab ia adalah pemilik barang syirkah yang sah.
 Masyfū’ Fīh
Masyfū‟ fīh adalah barang syirkah yang menjadi obyek akad syuf‟ah. Syarat masyfū‟ fīh ada
dua:
- Barang yang bisa dibagi. Maka tidak sah dijadikan obyek akad syuf‟ah barang yang
tidak bisa dibagi seperti bangunan yang sangat sempit.
- Barang yang tidak bergerak (tidak bisa dipindah) seperti bangunan dan rumah.

BAB IV

HIBAH ,SHADAQAH, HADIAH DAN WAKAF


1. HIBAH
A. Definisi

Hibah secara bahasa bermakna lewat, karena lewatnya sebuah pemberian dari satu tangan ke tangan
yang lain. Atau bermakna bangun, karena pelakunya terbangun untuk melakukan kebaikan. Sedangkan secara
istilah hibah adalah memberikan hak kepemilikan barang kepada orang lain ketika masih hidup tanpa adanya
imbalan. Definisi ini akan mengecualikan wasiat yang proses pemberian kepemilikan barangnya dilakukan
setelah pihak pemberi meninggal.

Pemberian kepada seseorang, tidak hanya diistilahkan dengan hibah. Adakalanya pemberian disebut dengan
sedekah atau hadiah. Perbedaan penggunaan istilah ini bergantung pada motif dari pemberian itu sendiri. Jika
motif pemberian adalah mengharapkan pahala atau karena kebutuhan penerima maka dinamakan sedekah,
seperti memberikan sedekah kepada fakir miskin (motif kebutuhan) atau orang kaya (motif mengharapkan
pahala). Jika pemberian dilandasi atas sebuah penghormatan atau apresiasi terhadap seseorang maka disebut
hadiah, seperti (ījāb dan qabūl), sedangkan dalam sedekah dan hadiah tidak disyaratkan. Sehingga tiga transaksi
ini bisa terjadi dengan lima praktik:

1. Hibah dan Sedekah; Pemberian karena mengharapkan pahala atau kebutuhan penerima besertaan dengan
ṣīgah.
2. Hibah dan Hadiah; Pemberian sebagai penghormatan besertaan dengan ṣīgah.
3. Hibah; Pemberian dengan ṣīgah tanpa motif apapun.
4. Sedekah; Pemberian karena mengharapkan pahala atau kebutuhan penerima tanpa disertai ṣīgah.
5. Hadiah; Pemberian sebagai penghormatan tanpa disertai ṣīgah.

B. Dalil

Dalil yang mendasari legalitas hibah adalah

 Firman Allah Swt. QS. Al-Maidah (5) : 2

‫َو َت َع اَو ُنْو ا َع َلى اْل ِبِّر َو الَّت ْق ٰو ۖى‬


“Dan tolong menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa”. (QS. Al-Maidah [5] : 2)

‫َو ٰا َت ى اْلَم اَل َع ٰل ى ُحِّبٖه‬


“Dan memberikan harta yang dicintainya”. (QS. Al-Baqarah [2] : 177)

 Sabda Rasulullah Saw.

“Janganlah seseorang menganggap remeh tetangganya meskipun (hanya dengan pemberian) berupa teracak
kambing”. (HR. Bukhari Muslim)

C. Rukun dan Syarat Hibah

Rukun akad hibah terdiri dari empat rukun. Yakni wāhib, mauhūb lah, mauhūb dan ṣīgah.

1. Wāhib

Wāhib adalah adalah pihak pemberi. Syarat wāhib ada dua:

 Sebagai Pemilik barang yang akan dihibahkan.


 Baligh dan berakal

2. Mauhūb Lah

Mauhūb lah adalah pihak penerima. Syarat mauhūb lah adalah orang yang bisa untuk menerima
(ahli at-tamalluk) walaupun bukan orang mukallaf seperti anak kecil atau orang gila. Namun pemberian
kepada anak kecil atau orang gila, proses penerimaannya harus dilakukan oleh walinya. Maka tidak sah jika
mauhūb lah tidak memiliki kriteria ahli at-tamalluk seperti janin dan hewan.

3. Mauhūb

Mauhūb adalah barang yang dihibahkan., syaratmya :

 Harus ada pada saat diberikan


 Milik sendiri
 Memiliki nilai atau harga
 Dapat diserahterimakan
4. Ṣīgah

Ṣīgah dalam akad hibah meliputi ījāb dan qabūl yang menunjukkan pemberian dan penerimaan
barang tanpa imbalan. Ṣigah dalam akad hibah termasuk rukun, sehingga hibah tidak sah jika tanpa ṣīgah.
Berbeda dengan sedekah dan hadiah, cukup dengan penyerahan dan penerimaan dari kedua belah pihak.
Syarat ṣīgah dalam akad hibah sama dengan syarat ṣīgah dalam transaksi jual beli.

D. Ketentuan Akad Hibah


 Mauhūb dalam akad hibah bisa dimiliki mauhūb lah ketika barang sudah diterima dengan izin pemberi,
karena hak kepemilikan mauhūb lah atas barang hibah terhitung sejak penerimaan barang bukan sejak
transaksi. Dalam arti selama barang hibah masih dalam pengiriman dan belum diterima oleh pihak
mauhūb lah, pemberi berhak menggagalkan transaksi hibah walaupun sebelumnya telah dilangsungkan
akad hibah antara kedua belah pihak. Hal ini berdasarkan hadits:

“Sesungguhnya Nabi Saw. pernah mengirimkan hadiah kepada Raja Najasyi berupa 30 uqiyah minyak
misik. Kemudian beliau berkata kepada Ummu Salamah: sesungguhnya aku mengetahui Najasyi telah
meninggal, dan aku tahu hadiah yang aku kirimkan kepadanya akan dikembalikan. Ketika hadiah itu
dikembalikan kepadaku maka hadiah itu untukmu. Maka demikianlah yang terjadi”. (HR. Hakim)
 Setelah barang hibah sudah diterima pihak mauhūb lah, maka barang hibah sepenuhnya milik mauhūb
lah. Sehingga pihak pemberi tidak boleh merujuk atau menarik kembali barang hibah yang telah
diberikan. Hal ini tegas disampaikan Rasulullah Saw.:
“Orang yang menarik kembali pemberiannya sama dengan orang yang menarik kembali apa yang
dimuntahkan”. (HR. Bukhari)

Kecuali pihak penerima adalah anak dari pihak pemberi maka boleh dirujuk kembali. Berdasarkan
sabda Rasulullah Saw.:
“Tidak halal bagi seseorang yang memberikan sesuatu atau menghibahkan sesuatu lalu menariknya
kembali kecuali orangtua atas pemberian kepada anaknya”. (HR. Turmużi dan Hakim)

Adapun syarat orangtua boleh menarik kembali barang yang telah diberikan kepada anaknya ada
tiga:
- Anak yang menjadi pihak penerima berstatus merdeka. Jika berstatus budak maka barang hibah tidak
boleh ditarik kembali, sebab pemberian kepada budak adalah pemberian kepada sayyidnya
(majikannnya).
- Barang hibah berupa barang („ain), bukan berupa piutang (dain). Maka tidak boleh menarik kembali
piutang yang sudah diberikan. Seperti seorang anak punya hutang kepada orangtua sebesar Rp.
200.000, kemudian orangtua memberikan piutang itu kepada anaknya atas nama pembebasan hutang
(ibrā‟). Maka orangtua tidak boleh menarik kembali piutang yang sudah dihibahkan.
- Barang hibah masih berada dalam otoritas anak. Dalam arti barang hibah belum ditasarufkan. Jika
barang hibah sudah ditasarufkan seperti dijual, dihibahkan kepada orang lain, atau diwakafkan, maka
orangtua sudah tidak berhak menarik kembali barang hibah. Karena barang hibah sudah hilang dari
otoritas anak.

E. Macam-macam Hibah

Hibah dapat digolongkan menjadi dua macam yaitu :


a. Hibah barang adalah memberikan harta atau barang kepada pihak lain yang mencakup
materi dan nilai manfaat harta atau barang tersebut, yang pemberiannya tanpa ada tendensi
(harapan) apapun. Misalnya menghibahkan rumah, sepeda motor, baju dan sebagainya.
b. Hibah manfaat, yaitu memberikan harta kepada pihak lain agar dimanfaatkan harta atau
barang yang dihibahkan itu, namun materi harta atau barang itu tetap menjadi milik pemberi
hibah. Dengan kata lain, dalam hibah manfaat itu si penerima hibah hanya memiliki hak
guna atau hak pakai saja. Hibah manfaat terdiri dari hibah berwaktu (hibah muajjalah) dan
hibah seumur hidup (al-amri). Hibah muajjalah dapat juga dikategorikan pinjaman (ariyah)
karena setelah lewat jangka waktu tertentu, barang yang dihibahkan manfaatnya harus
dikembalikan.

F. Mencabut Hibah

Jumhur ulama berpendapat bahwa mencabut hibah itu hukumnya haram, kecuali hibah orang tua
terhadap anaknya, sesuai dengan sabda Rasulullah SAW. :

‫لَاَيِح ُّل ِلَر ُج ٍل ُم ْس ِلٍم َأْن ُيْع ِط ى َع ِط َّيًةَأْو َيَهَب ِهَبًة َفَيْر ِج ُع ِفْيَها ِإَّالاْلَو اِلِدِفْيَم اُيْع ِط ى ِلَو َلِدِه‬
“Tidak halal seorang muslim memberikan suatu barang kemudian ia tarik kembali, kecuali seorang
bapak kepada anaknya” (HR. Abu Dawud).

Sabda Rasulullah SAW. :

)‫َاْلَع اِئُد ِفى ِهَبِتِه َك اْالَك ْلِب ُيِقُئ ُثَّم َيُعْو ُد ِفى َقْيِئِه (متفق عليه‬
Artinya: “Orang yang menarik kembali hibahnya sebagaimana anjing yang muntah lalu dimakannya
kembali muntahnya itu” (HR. Bukhari Muslim).

Hibah yang dapat dicabut, diantaranya sebagai berikut :


a. Hibahnya orang tua (bapak) terhadap anaknya, karena bapak melihat bahwa mencabut itu demi
menjaga kemaslahatan anaknya.
b. Bila dirasakan ada unsur ketidak adilan diantara anak-anaknya, yang menerima hibah..
c. Apabila dengan adanya hibah itu ada kemungkinan menimbulkan iri hati dan fitnah dari pihak lain.

G. Beberapa Masalah Mengenai Hibah

a. Pemberian Orang Sakit yang Hampir Meninggal


Hukumnya adalah seperti wasiat, yaitu penerima harus bukan ahli warisnya dan jumlahnya tidak
lebih dari sepertiga harta. Jika penerima itu ahli waris maka hibah itu tidak sah. Jika hibah itu
jumlahnya lebih dari sepertiga harta maka yang dapat diberikan kepada penerima hibah (harus
bukan ahli waris) hanya sepertiga harta.
b. Penguasaan Orang Tua atas Hibah Anaknya
Jumhur ulama berpendapat bahwa seorang bapak boleh menguasai barang yang dihibahkan kepada
anaknya yang masih kecil dan dalam perwaliannya atau kepada anak yang sudah dewasa, tetapi
lemah akalnya. Pendapat ini didasarkan pada kebolehan meminta kembali hibah seseorang kepada
anaknya.

1. Hikmah Hibah
Adapun hikmah hibah adalah :
a. Menumbuhkan rasa kasih sayang kepada sesama
b. Menumbuhkan sikap saling tolong menolong
c. Dapat mempererat tali silaturahmi
d. Menghindarkan diri dari berbagai malapetaka.

2. SHADAQAH DAN HADIAH

1. Pengertian dan Dasar Hukum Shadaqah dan Hadiah


Shadaqah adalah akad pemberian harta milik seseorang kepada orang lain tanpa adanya imbalan
dengan harapan mendapat ridla Allah SWT. Sementara hadiah adalah akad pemberian harta milik
seseorang kepada orang lain tanpa adanya imbalan sebagai penghormatan atas suatu prestasi. Shadaqah
itu tidak hanya dalam bentuk materi, tetapi juga dalam bentuk tindakan seperti senyum kepada orang
lain termasuk shadaqah. Hal ini sesuai dengan Sabda Rasulullah SAW. :

)‫َتَبُّس ُم َك ِفى َو ْج ِه َأِخ ْيَك َلَك َص َد َقٌة (رواهالبخارى‬


Artinya: “Tersenyum dihadapan temanmu itu adalah bagian dari shadaqah” (HR. Bukhari).

Hukum hadiah-menghadiahkan dari orang Islam kepada orang diluar Islam atau sebaliknya adalah
boleh karena persoalan ini termasuk sesuatu yang berhubungan dengan sesama manusia (hablum minan
naas).

2. Hukum Shadaqah dan Hadiah


a. Hukum shadaqah adalah sunah
b. Hukum hadiah adalah mubah artinya boleh saja dilakukan dan boleh ditinggalkan.
Sabda Rasulullah SAW. :

‫َع ْن َاِبي ُهَر ْيَر َة َر ِض َي الّلُهَّم َع ْنُهَم َع ِن الَّنِبْي صلم َقاَل َلْو ُد ِع ْيُت ِإَلى ِذَر اٍع َأْو ُك َر اٍع َأَلَج ْبُت َو َلْو ُأْهِدَي‬
)‫ِاَلَّي ِذَر اٌع َأْو ُك َر اٌع َلَقِبْلُت (رواه البخارى‬
Artinya: “Dari Abu Hurairah, Rasulullah SAW.telah bersabda sekiranya saya diundang untuk makan
sepotong kaki binatang, undangan itu pasti saya kabulkan, begitu juga kalau potongan
kaki binatang dihadiahkan kepada saya tentu saya terima” (HR. Bukhari).

3. Perbedaan antara Shadaqah dan Hadiah


a. Shadaqah ditujukan kepada orang terlantar, sedangkan hadiah ditujukan kepada orang yang
berprestasi.
b. Shadaqah untuk membantu orang-orang terlantar memenuhi kebutuhan pokoknya, sedangkan hadiah
adalah sebagai kenang-kenangan dan penghargaan kepada orang yang dihormati.
c. Shadaqah adalah wajib dikeluarkan jika keadaan menghendaki sedangkan hadiah hukumnya mubah
(boleh).

4. Syarat-syarat Shadaqah dan Hadiah


a. Orang yang memberikan shadaqah atau hadiah itu sehat akalnya dan tidak dibawah perwalian orang
lain. Hadiah orang gila, anak-anak dan orang yang kurang sehat jiwanya (seperti pemboros) tidak
sah shadaqah dan hadiahnya.
b. Penerima haruslah orang yang benar-benar memerlukan karena keadaannya yang terlantar.
c. Penerima shadaqah atau hadiah haruslah orang yang berhak memiliki, jadi shadaqah atau hadiah
kepada anak yang masih dalam kandungan tidak sah.
d. Barang yang dishadaqahkan atau dihadiahkan harus bermanfaat bagi penerimanya.

5. Rukun Shadaqah dan Hadiah


a. Pemberi shadaqah atau hadiah.
b. Penerima shadaqah atau hadiah.
c. Ijab dan Qabul artinya pemberi menyatakan memberikan, penerima menyatakan suka.
d. Barang atau Benda (yang dishadaqahkan/dihadiahkan).

6. Hikmah Shadaqah dan Hadiah


a. Hikmah Shadaqah
1) Menumbuhkan ukhuwah Islamiyah
2) Dapat menghindarkan dari berbagai bencana
3) Akan dicintai Allah SWT.
b. Hikmah Hadiah
1) Menjadi unsur bagi suburnya kasih sayang
2) Menghilangkan tipu daya dan sifat kedengkian.
Sabda Nabi Muhammad SAW. :

)‫َتَهاُد ْو اَفِإَّن اْلَهِد َّيَةُتْذ ِهُب َو َح َّرالَّص ْد ِر (رواه ابو يعلى‬


“Saling hadiah-menghadiahkan kamu, karena dapat menghilangkan tipu daya dan kedengkian”
(HR. Abu Ya’la).

)‫َع َلْيُك ْم ِباْلَهَداَياَفِاَّنَهاُتوِر ُث اْلَم َو َّدَةَو ُتْذ ِهُب الَّضَغاِئَن (رواه الديلمى‬
Artinya: “Hendaklah kamu saling memberi hadiah, karena ia akan mewariskan kecintaan dan
menghilangkan kedengkian-kedengkian” (HR. Dailami).
3. WAKAF

1. Pengertian Wakaf
Wakaf menurut bahasa berarti “menahan” sedangkan menurut istilah wakaf yaitu memberikan suatu
benda atau harta yang dapat diambil manfaatnya untuk digunakan bagi kepentingan masyarakat menuju
keridhaan Allah SWT.

2. Hukum Wakaf
Hukum wakaf adalah sunah, hal ini didasarkan pada Al-Qur’an.
Firman Allah SWT. :
‫َو اْفَع ُلواالْخ َيْر َ َلَع َّلُك ْم ُتْفِلُحْو َن‬
“Dan berbuatlah kebajikan agar kamu beruntung”(QS. Al Hajj/22: 77).

Firman Allah SWT.:


‫َتَناُلواْلِبَّر َح تَّى ُتْنِفُقواِمَّم ا ُتِح ُّبوَن‬
‫َلْن‬
“Tidak akan tercapai olehmu suatu kebaikan sebelum kamu sanggup membelanjakan sebagian harta
yang kamu sayangi”(QS. Ali Imran/3: 92)

3. Rukun Wakaf
a. Orang yang memberikan wakaf (Wakif).
b. Orang yang menerima wakaf (Maukuf lahu).
c. Barang yang yang diwakafkan (Maukuf).
d. Ikrar penyerahan (akad).

4. Syarat-syarat Wakaf
a. Orang yang memberikan wakaf berhak atas perbuatan itu dan atas dasar kehendaknya sendiri.
b. Orang yang menerima wakaf jelas, baik berupa organisasi atau perorangan.
c. Barang yang diwakafkan berwujud nyata pada saat diserahkan.
d. Jelas ikrarnya dan penyerahannya, lebih baik tertulis dalam akte notaris sehingga jelas dan tidak
akan menimbulkan masalah dari pihak keluarga yang memberikan wakaf.

5. Macam-macam Wakaf
Wakaf dibagi menjadi dua macam, yaitu :
a. Wakaf Ahly (wakaf khusus), yaitu wakaf yang khusus diperuntukkan bagi orang-orang tertentu,
seorang atau lebih, baik ada ikatan keluarga atau tidak. Misalnya wakaf yang diberikan kepada
seorang tokoh masyarakat atau orang yang dihormati.
b. Wakaf Khairy (wakaf untuk umum), yaitu wakaf yang diperuntukkan bagi kepentingan umum.
Misalnya wakaf untuk Masjid, Pondok Pesantren dan Madrasah.

6. Perubahan Benda Wakaf


Menurut Imam Syafi’i menjual dan mengganti barang wakaf dalam kondisi apapun hukumnya tidak
boleh, bahkan terhadap wakaf khusus (waqaf Ahly) sekalipun, seperti wakaf bagi keturunannya sendiri,
sekalipun terdapat seribu satu macam alasan untuk itu.Sementara Imam Maliki dan Imam Hanafi
membolehkan mengganti semua bentuk barang wakaf, kecuali masjid. Penggantian semua bentuk barang
wakaf ini berlaku, baik wakaf khusus atau umum (waqaf Khairy), dengan ketentuan :
a. Apabila pewakaf mensyaratkan (dapat dijual atau digantikan dengan yang lain), ketika
berlangsungnya pewakafan.
b. Barang wakaf sudah berubah menjadi barang yang tidak berguna.
c. Apabila penggantinya merupakan barang yang lebih bermanfaat dan lebih menguntungkan.
d. Agar lebih berdaya guna harta yang diwakafkan.

7. Hikmah Wakaf
Hikmah disyari’atkannya wakaf, antara lain sebagai berikut :
a. Menanamkan sifat zuhud dan melatih menolong kepentingan orang lain.
b. Menghidupkan lembaga-lembaga sosial maupun keagamaan demi syi’ar Islam dan keunggulan
kaum muslimin.
c. Memotivasi umat Islam untuk berlomba-lomba dalam beramal karena pahala wakaf akan terus
mengalir sekalipun pemberi wakaf telah meninggal dunia.
d. Menyadarkan umat bahwa harta yang dimiliki itu ada fungsi sosial yang harus dikeluarkan.

Uji Kompetensi

A.Pilihlah salah satu jawaban yang paling benar, dengan memberi tanda silang (X) !
1. Suatu pemberian baik itu harta maupun benda miliknya kepada orang lain tanpa adanya ikatan sebagai
tanda kasih sayang merupakan pengertian dari …
a. shadaqah
b. hadiah
c. hibah
d. wakaf
e. infak
2. Menarik pemberian atau hibah yang sudah diberikan kepada orang lain hukumnya adalah …
a. boleh
b. makruh
c. wajib
d. haram
e. sunat
3. Berkut ini yang bukan termasuk hikmah hibah adalah …
a. Mendapat rahmat dari Allah
b. Terhindar dari siksa api neraka
c. Menambah ikatan silaturahmi
d. Dimudahkan dan mendapat jaminan kekayaan dari Allah
e. Dapat meringankan beban orang lain
4. Memberikan sebagian harta yang kita miliki kepada pihak lain semata-mata hanya mengharapkan pahala
dari Allah disebut …
a. wakaf
b. shadaqah
c. hibah
d. hadiah
e. ijarah
5. Memberikan sesuatu tanpa ada imbalannya karena ada unsur prestasi atau untuk memuliakan seseorang
disebut …
a. Shadaqah
b. hibah
c. hadiah
d. Infak
e. Mudharabah
6. Tidak halal bagi seseorang memberikan sesuatu pemberian, lalu meminta kembali pemberian itu,
kecuali…
a. barang habis
b. barangnya tidak nyata
c. orang tua dalam suatu pemberian kepada anaknya
d. pemberian kepada tetangga
e. pemberian kepada keluarga
7. Orang yang memberikan hibah disebut …
a. wahib
b. mauhub lahu
c. mauhub
d. ijab qabul
e. qabul
8. ‫َتَبُّس ُم َك ِفىَو ْج ِه َأِخ ْيَك َلَك َص َد َقة‬
Menurut hadits diatas bahwa shadaqah bisa berupa …
a. pinjaman
b. pikiran
c. saran dan pendapat
d. senyuman
e. pertolongan
9. Hukummemberikan hadiah kepada orang laian adalah …
a. sunah
b. makruh
c. wajib
d. mubah
e. sunah muakad
10. Harta atau benda yang dapat diberikan untuk wakaf adalah....
a. Barang tersebut tidak habis dimkan usia
b. Barang tersebut mahal harganya
c. Barang tersebut dapat berkembang
d. Barang tersebut tidak mudah hilang
e. Barang tersebut milik umum
B.Jawablah pertanyaan di bawah ini !

1. Bagaimana hukum orang tua menarik kembali pemberian kepada anaknya? Jelaskan !
2. Apa hukum memberi sedekah kepada orang yang diyakini akan menggunakan uang itu dalam
kemaksiatan?
3. Ketika seseorang memberi uang Rp. 20.000 dan ia bilang “ini buat beli es”. Bolehkah uang itu
digunakan untuk membeli selain es?
4. Bolehkah merubah langgar wakaf menjadi masjid?
5. Bagaimana hukum membangun madrasah dari uang pembangunan masjid?
6. Jelaskan perbedaan shadaqah dengan hadiah !
7. ‫إذمات ابن ادم إن قطع عمله إالمن ثالث صدقة جارية أوعلم ينتفع به أوولد صالح يدعوله‬
a. Tulislah kembali hadits tersebut diatas dengan baik, benar dan lengkap dengan syakalnya !
b. Jelaskan kandungan hadits tersebut !

8. Bagaimana hukum memberikan sesuatu ke anak kecil yang belum baligh!


9. Jelaskan manfaat jika kita suka melakukan sadaqah?
10. Bagaimana menurut pendapat kamu jika ada tanah wakaf tetapi pihak keluarga yang pernah
memberikan wakaf tersebut selalu interfensi pengelolaan wakaf itu?

BAB V
RIBA, BANK, QORDHI DAN ASURANSI

A. RIBA
1. Pengertian riba
Riba yang berasal dari bahasa arab, artinya tambahan (ziyadah/addition, Inggris), yang berarti:
tambahan pembayaran atas uang pokok pinjaman.
Sementra menuut Istilah riba adalah riba adalah pengambilan tambahan baik dalam transaksi jual beli,
maupun pinjam meminjam secara batil atau bertentangan dengan prinsip mua’amalat dalam Islam.
2. Dasar hukum riba
Dasar hukum Hukum melakukan riba adalah haram menurut Al-Qur’an, sunnah dan ijma’ menurut
ulama. Keharaman riba terkait dengan sistem bunga dalam jual beli yang bersifat komersial. Di dalam
melakukan transaksi atau jual beli, terdapat keuntungan atau bunga tinggi melebihi keumuman atau
batas kewajaran, sehingga merugikan pihak-pihak tertentu, sehingga identik dengan nuansa sebuah
transaksi pemerasan.
Dasar hukum pengharaman riba menurut Al-Qur’an, sunnah dan ijma’ para ulama adalah sebagai
berikut:
a. Al-Qur’an
. . . ‫ِإَنَم ا اْلَبْيُع ِم ْثَل الِّر َبوا َو َأَح َّل ُهَّللا اْلَبْيَع َو َح َر َم الِّر َبوا‬

“...Sesumgguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan
mengharamkan riba.” (Q.S. Al-Baqarah: 275)
b. Sunnah Rasulullah saw.

‫ َلَع َن َر ُسْو ُل ُهَّللا َص َّلى ُهَّللا َع َلْيِه َو َس َّلَم َاِك َل الِّر َب اَو َم ْو ِكَل ُه َو َك اِتَب ُه َو َش اِهَد ْيِه‬: ‫َع ْن َج اِبٍر َر ِض َي ُهَّللا َع ْنَه َقاَل‬
(‫ ُهْم َس َو اُء ) متفق عليه‬: ‫َو َقاَل‬
. . . “Dari Jabir r.a. ia berkata, ‘Rasulullah saw. telah melaknati orang-orang yang memakan riba,
orang yang menjadi wakilnya (orang yang memberi makan hasil riba), orang yang menuliskan,
orang yang menyaksikannya, (dan selanjutnya), Nabi bersabda, mereka itu semua sama saja’.”
(H.R. Muslim)
c. Ijma’ para ulama
Para ulama sepakat bahwa seluruh umat Islam mengutuk dan mengharamkan riba. Riba adalah
salah satu usaha mencari rizki dengan cara yang tidak benar dan dibenci Allah SWT. Praktik riba
lebih mengutamakan keuntungan diri sendiri dengan mengorbankan orang lain. Riba akan
menyulitkan hidup manusia, terutama mereka yang memerlukan pertolongan. Menimbulkan
kesenjangan sosial yang semakin besar antara yang kaya dan miskin, serta dapat mengurangi rasa
kemanusiaan untuk rela membantu. Oleh karena itu Islam mengharamkan riba.

3. Macam-macam Riba
Para ulama Fikih membagi riba menjadi empat macam, yaitu:
a. Riba Fadl
Riba fadl adalah tukar menukar atau jual beli antara dua buah barang yang sama jenisnya, namun
tidak sama ukuranya yang disyaratkan oleh orang yang menukarnya, atau jual beli yang
mengandung unsur riba pada barang yang sejenis dengan adanya tambahan pada salah satu benda
tersebut. Sebagai contohnya adalah tukar-menukar emas dengan emas atau beras dengan beras, dan
ada kelebihan yang disyaratkan oleh orang yang menukarkan. Kelebihan yang disyaratkan itu
disebut riba fadl. Supaya tukar-menukar seperti ini tidak termasuk riba, maka harus ada tiga syarat
yaitu:
1) Barang yang ditukarkan tersebut harus sama.
2) Timbangan atau takarannya harus sama.
3) Serah terima pada saat itu juga.
b. Riba Nasi’ah
Riba nasi’ah yaitu mengambil keuntungan dari pinjam meminjam atau atau tukar-menukar barang
yang sejenis maupun yang tidak sejenis karena adanya keterlambatan waktu pembayaran. Menurut
ulama Hanafiyah, riba nasi’ah adalah memberikan kelebihan terhadap pembayaran dari yang
ditangguhkan, memberikan kelebihan pada benda dibanding untung pada benda yang ditakar atau
yang ditimbang yang berbeda jenis atau selain yang ditakar dan ditimbang yang sama jenisnya.
Maksudnya adalah menjual barang dengan sejenisnya, tetapi yang satu lebih banyak dengan
pembayaran diakhirkan, seperti menjual 1 kg beras dengan 1 ½ kg beras yang dibayarkan setelah
dua bulan kemudian. Kelebihan pembayaran yang disyaratkan inilah yang disebut riba nasi’ah.

‫َع ْن َسُمَر َةْبِن ُج ْنُد ٍب َرِض َي ُهَّللا َع ْنُه َأَّنالَّنِبَّي َص َّلى ُهَّللا َع َلْيِه َو َس َّلَم َنَهى َع ْن َبْيِع اْلَح َيَو اِن ِباْلَحَيَو اِن َنِس ْي َء ًة‬
“Dari Samurah bin Jundub, sesungguhnya Nabi saw telah melarang jual beli binatang yang
pembayarannya diakhirkan” (H.R Lima ahli hadist)
c. Riba Qardi
Riba qardi adalah meminjamkan sesuatu dengan syarat ada keuntungan atau tambahan dari orang
yang meminjam. Misalnya Andi meminjam uang kepada Arman sebesar Rp 500.000, kemudian
Arman mengharuskan kepada Andi untuk mengembalikan uang itu sebesar Rp. 550.000. inilah
yang disebut riba qardi.
d. Riba yad
Riba yad yaitu pengambilan keuntungan dari proses jual beli dimana sebelum terjadi serah terima
barang antara penjual dan pembeli sudah berpisah. Contohnya, orang yang membeli suatu barang
sebelum ia menerima barang tersebut dari penjual, penjual dan pembeli tersebut telah berpisah
sebelum serah terima barang itu. Jual beli ini dinamakan riba yad.

4. Hikmah Dilarangnya Riba


Hikmah diharamkannya riba yaitu:
a. Menghindari tipu daya diantara sesama manusia.
b. Melindungi harta sesama muslim agar tidak dimakan dengan batil.
c. Memotifasi orang muslim untuk menginvestasi hartanya pada usaha-usaha yang bersih dari
penipuan, jauh dari apa saja yang dapat menimbulkan kesulitan dan kemarahan diantara kaum
muslimin.
d. Menutup seluruh pintu bagi orang muslim.
e. Menjauhkan orang muslim dari sesuatu yang menyebabkan kebinasaan karena pemakan riba adalah
orang yang zalim dan akibat kezaliman adalah kesusahan.
f. Membuka pintu-pintu kebaikan di depan orang muslim agar ia mencari bekal untuk akhirat.
g. Rajin mensyukuri nikmat Allah swt dengan cara memanfaatkan untuk kebaikan serta tidak menyia-
nyiakan nikmat tersebut.
h. Melakukan praktik jual beli dan utang piutang secara baik menurut Islam.

B. BANK
1. Pengertian Bank
Kata bank berasal dari bahasa Italia, banca yang berarti meja. Menurut UU Nomor 10 Tahun 1998
tentang Perbankan, yang dimaksud bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat
dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kembali kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau
bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.

Fungsi bank adalah sebagai berikut:


a. Menyimpan dana masyarakat.
b. Menyalurkan dana masyarakat ke publik.
c. Memperdagangkan utang piutang.
d. Mengatur dan menjaga stabilitas peredaran uang.
e. Tempat menyimpan hata kekayaan (uang dan surat berharga) yang terbaik dan aman.
f. Menolong manusia dalam mengatasi kesulitan ekonomi keuangan.

Tujuan bank diantaranya yaitu :


a. Menolong manusia dalam banyak kesulitan, (peminjaman uang tunai atau kredit).
b. Meringankan hubungan antara para pedagang dan penguhasa dengan memperlancar pemindahan
uang (money-transfer).
c. Bagi hartawan adalah untuk menjaga keamanan dan memberi perlindungan dari penjahat dan
pencuri dengan menyimpan di tempat yang aman.
d. Untuk kepentingan dan perkembangan kepentingan, baik nasional maupun internasional dalam
seluruh bidang kehidupan.

2. Jenis-jenis Bank
Jenis perbankan dewasa ini dapat ditinjau dari beberapa segi, yaitu segi fungsi, kepemilikan, status, dan
cara menentukan harga atau bunga.

a. Dilihat dari Segi Fungsi


Menurut UU Pokok Perbankan Nomor 10 Tahun 1998, jenis bank menurut fungsinya adalah
sebagai berikut.
1) Bank umum, yaitu bank yang dapat memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.
2) Bank Perkreditan Rakyat, adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional
atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu
lintas pembayaran.

b. Dilihat dari Segi Kepemilikan


Jenis bank berdasarkan kepemilikannya dapat dibedakan sebagai berikut:
1) Bank milik pemerintah
Bank milik pemerintah merupakan bank yang akte pendiriannya maupun modal bank ini
sepenuhnya dimiliki oleh pemerintah, sehingga keuntungannya dimiliki oleh pemerintah pula.
Contoh bank milik pemerintah adalah Bank Mandiri, Bank Negara Indonesia (BNI), Bank
Rakyat Indonesia (BRI), dan Bank Tabungan Negara (BTN). Contoh bank milik pemerintah
daerah antara lain Bank DKI, Bank Jabar, Bank Jateng, Bank Jatim, Bank DIY, Bank Riau,
Bank Sulawesi Selatan, dan Bank Nusa Tenggara Barat.
2) Bank milik swasta nasional
Bank milik swasta nasional merupakan bank yang seluruh atau sebagian besar sahamnya
dimiliki oleh swasta nasional, sehingga keuntungannya menjadi milik swasta pula. Contoh
bank milik swasta nasional antara lain Bank Central Asia, Bank Lippo, Bank Mega, Bank
Danamon, Bank Bumi Putra, Bank Internasional Indonesia, Bank Niaga, dan Bank Universal.
3) Bank milik koperasi
Bank milik koperasi merupakan bank yang kepemilikan saham-sahamnya oleh perusahaan
yang berbadan hukum koperasi. Contoh bank milik koperasi adalah Bank Umum Koperasi
Indonesia (Bukopin).
4) Bank milik asing
Bank milik asing merupakan cabang dari bank yang ada di luar negeri, atau seluruh sahamnya
dimiliki oleh pihak asing (luar negeri). Contoh bank milik asing antara lain ABN AMRO Bank,
American Express Bank, Bank of America, Bank of Tokyo, Bangkok Bank, City Bank,
Hongkong Bank, dan Deutsche Bank.
5) Bank milik campuran
Bank milik campuran merupakan bank yang sahamnya dimiliki oleh pihak asing dan pihak
swasta nasional dan secara mayoritas sahamnya dipegang oleh warga Negara Indonesia.
Contoh bank campuran adalah Bank Finconesia, Bank Merincorp, Bank PDFCI, Bank Sakura
Swadarma, Ing Bank, Inter Pacifik Bank, dan Mitsubishi Buana Bank.
Adapun dalam pengaturan dan pengawasan Bank seacara umum terdapat Bank sentral di Indonesia
yang dipegang oleh Bank Indonesia (BI). Menurut UU Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia,
Bank Indonesia merupakan lembaga negara yang independen bebas dari campur tangan pemerintah
dan atau pihak-pihak lainnya, kecuali untuk hal-hal yang secara tegas diatur dalam undang-undang
tersebut.

Fungsi bank sentral adalah sebagai bank dari pemerintah dan bank dari bank umum (banker’s
bank), sekaligus untuk mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah. Sementara tugas bank sentral
antara lain sebagai berikut:
1) Menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter.
2) Mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran.
3) Mengatur dan mengawasi bank
4) Sebagai penyedia dana terakhir (last lending resort) bagi bank umum dalam bentuk Bantuan
Likuiditas Bank Indonesia (BLBI).

c. Berdasarkan jenis atau sistem pengelolaannya, bank dapat dikelompokkan menjadi 2, yaitu:
a. Bank Konvensional (dengan sistem bunga)
Bank dengan sistem bunga (Konvensional) ada dua jenis, yaitu bank umum dan bank perkreditan
rakyat.
b. Bank Syariah (Bank dengan prinsip Bagi Hasil)
Karena belum ada kata sepakat dari para ulama tetang hukum bank konvensional sementara umat
Islam harus mengikuti perkembangan ekonomi sehingga perlu jalan keluar, maka lahirlah bank
syariah dengan prinsip bagi hasil.

Bank Syariah
Bank syariah adalah suatu bank yang dalam aktivitasnya; baik dalam penghimpunan dana
maupun dalam rangka penyaluran dananya memberikan dan mengenakan imbalan atas dasar prinsip
syariah.
a. Konsep Dasar Transaksi
1) Efisiensi, mengacu pada prinsip saling menolong untuk berikhtiar, dengan tujuan mencapai laba
sebesar mungkin dan biaya yang dikeluarkan selayaknya.
2) Keadilan, mengacu pada hubungan yang tidak menzalimi (menganiaya), saling ikhlas
mengikhlaskan antar pihak – pihak yang terlibat dengan persetujuan yang adil tentang proporsi
bagi hasil, baik untung maupun rugi.
3) Kebenaran, mengacu pada prinsip saling menawarkan bantuan dan nasehat untuk saling
meningkatkan produktivitas.
b. Produk Perbankan Syariah
1) Produk penyaluran dana
▪ Prinsip Jual Beli (Ba’i)
Transaksi jual beli dibedakanberdasar4kan bentuk pembayarannya dan waktu penyerahan
barang, seperti:
- Pembiayaan Murabahah
Murabahah adalah transaksi jual beli di mana bank menyebut jumlah keuntungannya.
Bank bertindak sebagai penjual, sementara nasabah sebagai pembeli. Harga jual adalah
harga beli bank dari pemasok ditambah keuntungan. Kedua pihak harus menyepakati
harga jual dan jangka waktu pembayaran. Harga jual dicantumkan dalam akad jual beli
dan jika telah disepakati tidak dapat berubah selama berlakunya akad. Dalam perbankan,
murabahah lazimnya dilakukan dengan cara pembayaran cicilan (bi tsaman ajil). Dalam
transaksi ini barang diserahkan segera setelah akad, sedangkan pembayaran dilakukan
secara tangguh.
- Salam
Salam adalah transaksi jual beli di mana barang yang diperjualbelikan belum ada. Dalam
praktik perbankan, ketika barang telah diserahkan kepada bank, maka bank akan
menjualnya kepada nasabah itu sendiri secara tunai atau secara angsuran. Umumnya
transaksi ini diterapkan dalam penbiayaan barang yang belum ada, seperti pembelian
komoditi dijual kembali secara tunai atau secara cicilan.
- Istishna
Produk istishna menyerupai produk salam, namun dalam istishna pembayarannya dapat
dilakukan oleh bank dalam beberapa kali (termin) pembayaran. Skim istishna dalam bank
syariah umumnya diaplikasikan pada pembiayaan manufaktur dan kontruksi. Ketentuan
umum Istishna sebagai berikut :
▪ Prinsip Sewa (Ijarah)
Transaksi ijarah dilandasi adanya perpindahan manfaat. Jadi pada dasarnya prinsip ijarah
sama saja dengan prinsip jual beli, namun perbedaanya terletak pada objek transaksinya. Bila
pada jual beli objek transaksinya adalah barang, maka pada ijarah objek transaksinya adalah
jasa.
Pada akhir masa sewa, bank dapat saja menjual barang yang disewakan kepada nasabah.
Karena itu dalam perbankan syariah dikenal dengan ijarah muntahiya nittamlik (sewa yang
diikuti dengan berpindahnya kepemilikan). Harga sewa dan harga jual disepakati pada awal
perjanjian.
▪ Prinsip Bagi Hasil (Syirkah)
Produk pembiayaan syariah yang didasarkan pada prinsip bagi hasil adalah:
- Musyarakah
Musyarakah adalah semua bentuk usaha yang melibatkan dua pihak atau lebih dimana
secara bersama – sama memadukan seluruh bentuk sumber daya baik yang berwujud
maupun tidak berwujud. Bentuk kontribusi dari pihaki yang bekerja sama dapat berupa
dana, barang perdagangan (trading asset), kewiraswastaan (entrepreneurship), keahlian
(skill), kepemilikan (property), peralatan (equipment), atau intangible asset( seperti hak
paten atau goodwill), kepercayaan/reputasi (credit worthiness) dan barang – barang
lainnya yang dapat dinilai dengan uang. Dengan merangkum seluruh kombinasi dari
bentu kontribusi masing – masing pihak dengan atau tanpa batasan waktu menjadikan
produk ini sangat fleksibel.
- Mudharabah
Mudharabah adalah bentuk kerjasama antara dua atau lebih pihak dimana pemilik modal
mempercayakan seju7mlah modal kepada pengelola dengan suatu perjanjian pembagian
keuntungan. Bentuk ini menegaskan kerjasama dengan kontribusi 100% modal dari
pemilik modal dan keahlian dari pengelola.

2. Perbedaan Bank Syariah Dengan Bank Konvensional

No Perbedaan Bank Konvensional Bank Syariah


Berbasis revenue/profit loss
1 Bunga Berbasis bunga
sharing

2 Resiko Anti risk Risk sharing

Beroperasi dengan pendekatan sektor


Beroperasi dengan pendekatan
3 Operasional keuangan, tidak langsung terkait
sektor riil
dengan sektor riil
Multi produk (jual beli, bagi
4 Produk Produk tunggal (kredit)
hasil, jasa)
Pendapatan yang diterima
Pendapatan yang diterima deposan
deposan terkait langsung dengan
5 Pendapatan tidak terkait dengan pendapatan yang
pendapatan yang diperolah bank
diperoleh bank dari kredit
dari pembiayaan
Mengenal negative spread
6 Tidak mengenal negative spread
Al Qur’an. Sunnah, fatwa
ulama, Bank Indonesia, dan
7 Dasar Hukum Bank Indonesia dan Pemerintah
Pemerintah

8 Falsafah Berdasarkan atas bunga (riba) Tidak berdasarkan bunga(riba),


spekulasi (maisir), dan
ketidakjelasan(gharar)

Dana Masyarakat (Dana Pihak Dana Masyarakat (Dana


Ketiga/DPK) berupa titipan Pihak Ketiga/DPK) berupa
simpanan yang harus dibayar titipan ( wadi’ah) dan
bunganya pada saat jatuh tempo investasi(mudharabah) yang
9 Operasional Penyaluran dan pada sektor yang baru akan mendapat hasil jika
menguntungkan, aspek halal tidak “diusahakan“ terlebih dahulu
menjadi pertimbangan agama Penyaluran dana (financing)
pada usaha yang halal dan
menguntungkan
Dinyatakan secara eksplisit dan
tegas yang tertuang dalam visi
10 Aspek sosial Tidak diketahui secara tegas
dan misi

Organisasi Tidak memiliki Dewan Pengawas


Harus memiliki Dewan
11 Syariah(DPS)
Pengawas Syariah(DPS)
Uang Uang bukan komoditi, tetapi
Uang adalah komoditi selain sebagai
12 hanyalah alat pembayaran
alat pembayaran

3. Hukum Bank dalam Islam


Bank merupakan masalah baru dalam khazanah hukum Islam, maka para ulama masih
memperdebatkan keabsahan sebuah bank. Berikut ini beberapa pandangan mengenai hukum perbankan,
yaitu mengharamkan, tidak mengharamkan, dan syubhat (samar-samar).
a. Kelompok yang mengharamkan
Ulama yang mengharamkan riba di antaranya adalah Abu Zahra (guru besar Fakultas Hukum,
Kairo, Mesir), Abu A’la al-Maududi (ulama Pakistan), dan Muhammad Abdullah al-A’rabi (Kairo).
Mereka berpendapat bahwa hukum bank adalah haram, sehingga kaum Muslimin dilarang
mengadakan hubungan dengan bank yang memakai sistem bunga, kecuali dalam keadaan darurat
atau terpaksa

b. Kelompok yang tidak mengharamkan


Ulama yang ridak mengharamkan di antaranya adalah Syekh Muhammad Syaltut dan A.Hassan.
Mereka mengatakan bahwa kegiatan bermuamalah kaum Muslimin dengan bank bukan merupakan
perbuatan yang dilarang. Bunga bank di Indonesia tidak bersifat ganda, sebagaimana digambarkan
dalam Q.S. Ali Imran ayat 130.

c. Kelompok yang menganggap syubhat (samar)


Bank merupakan perkara yang belum jelas kedudukan hukumnya dalam Islam karena bank
merupakan sebuah produk baru yang tidak ada nasnya. Hal-hal yang belum ada nas dan masih
diragukan ini yang dimaksud dengan barang syubhat (samar). Karena untuk kepentingan umum
atau manfaat sosial yang sangat berarti bagi umat, maka berdasarkan kaidah usul (maslahah
mursalah), bank masih tetap digunakan dan dibolehkan. Namun ketentuan ini hanya untuk bank
pemerintah (nonswasta), dan tidak berlaku untuk bank swasta dengan alasan tingkat kerugian pada
bank swasta sangat tinggi dibanding dengan bank pemerintah.

QARḌH (TRANSAKSI UTANG-PIUTANG)

a. Definisi
Secara bahasa qarḍ adalah memotong. Sedangkan secara istilah qarḍ adalah memberikan
kepemilikan harta dengan sistem mengembalikan penggantinya tanpa unsur tambahan. Dengan
bahasa sederhana yaitu memberikan pinjaman hutang, sedangkan iqtirāḍ adalah istilah yang
digunakan untuk makna berhutang.

b. Hukum Qarḍ
Hukum qarḍ (memberi pinjaman hutang) yaitu:
 Sunnah
Hukum asal qarḍ adalah sunnah, karena mengandung unsur membantu seseorang keluar dari
kesusahannya.
 Wajib
Jika pihak penerima hutang dalam keadaan darurat, seperti kelaparan dan akan mati jika
tidak diberi pinjaman hutang.
 Haram
Jika pemberi hutang yakin bahwa harta pinjaman hutang akan digunakan untuk kemaksiatan.

 Makruh
Jika harta pinjaman hutang diyakini akan ditasarufkan dalam hal-hal yang

Sedangkan Hukum iqtirāḍ (berhutang) ada tiga:


 Wajib
Dalam keadaan darurat, seperti menjaga nyawa seseorang.
 Haram
Berhutang haram jika memenuhi tiga hal:
o Selain keadaan darurat.
o Pihak penerima hutang tidak memiliki harapan untuk bisa membayar ketika hutang sudah jatuh
tempo.
o Pihak pemberi hutang tidak tahu kondisi penerima hutang. Jika ia tahu maka tidak haram, tapi
makruh jika tidak ada hajat.
 Mubāḥ
Selain keadaan darurat dan punya harapan untuk membayar ketika hutang sudah jatuh tempo.
Menurut qaul mu‟tamad, sedekah lebih utama daripada transaksi utang-piutang. Berdasarkan sabda
Rasulullah Saw.:

“Barang siapa menghutangkan karena Allah Swt. dua kali, maka ia mendapatkan pahala salah
satunya seandainya ia sedekahkan”. (HR. Baihaqi)

Hadis ini menjelaskan pahala orang yang menghutangkan kepada orang lain sebanyak dua kali
sama dengan pahala sedekah sebanyak satu kali. Sehingga sedekah lebih utama daripada transaksi
utang-piutang, karena dari segi pahala lebih banyak sedekah.

c. Struktur Akad Qarḍ


Struktur akad qarḍ ada tiga rukun:
- Pelaku transaksi
Yaitu muqriḍ (pihak pemberi hutang) dan muqtariḍ (pihak penerima hutang). Syarat dari masing-
masing pelaku transaksi adalah melakukan transaksi atas kehendak sendiri tanpa paksaan dari pihak
lain. Harus memiliki kriteria ahli tabarru‟, maka tidak sah jika pelaku transaksi dibekukan
tasarufnya seperti anak kecil atau orang gila sebagaimana penjelasan dalam bab jual beli.
- Obyek transaksi
Obyek transaksi dalam transaksi utang-pitang dikenal dengan istilah muqraḍ. Syarat obyek
transaksi utang-piutang sama dengan syarat obyek transaksi salam. Maka setiap barang yang sah
menjadi obyek transaksi salam, juga sah dijadikan obyek transaksi utang-piutang.
- Ṣīgah
Yakni ījāb dan qabūl dari kedua pelaku transaksi. Ījāb dan qabūl harus ada pada selain praktik qarḍ
hukman. Adapun praktik qarḍ hukman tidak disyaratkan ījāb dan qabūl. Seperti memberi makanan
kepada orang yang kelaparan, sedangkan ia termasuk orang yang kaya. Jika ia termasuk orang yang
fakir dan pihak pemberi adalah orang kaya maka bukan praktik akad qarḍ, melainkan sedekah.

d. Ketentuan Akad Qarḍ


 Muqraḍ berpindah kepemilikan kepada pihak penerima hutang jika muqraḍ sudah diterima dengan
izin dari pihak pemberi hutang, walaupun ia belum mentasarufkannya.
 Setelah barang diterima, pihak pemberi hutang boleh menarik kembali barang yang telah diberikan
jika barang masih dalam kepemilikan pihak penerima hutang, atau sudah pindah kepemilikan tapi
kembali lagi. Hal ini berlaku selama barang belum ditasarufkan oleh pihak penerima hutang dengan
transaksi yang
bersifat lāzim seperti digadaikan. Jika telah ditasarufkan, maka pihak pemberi hutang tidak berhak
menarik kembali.
 Pihak penerima hutang boleh memberikan keuntungan (laba) terhadap pihak pemberi hutang.
Bahkan hal tersebut dianjurkan oleh Rasulullah Saw.:

“Yang palin baik diantara kalian adalah yang paling baik dalam membayar hutang”. (HR.
Bukhari)
Namun jika keuntungan atau laba tersebut disebutkan dan disyaratkan di dalam akad maka
berkonsekuensi transaksi batal dan hukumnya haram. Karena setiap transaksi utang-piutang yang
memberikan keuntungan adalah riba. Sebagaimana sabda Rasulullah Saw.:

“Setiap transaksi utang-piutang yang menghasilkan keuntungan maka itu adalah riba”. (HR.
Baihaqi)
Berbeda dengan laba (keuntungan) yang disyaratkan atau disebutkan sebelum atau sesudah akad,
maka tidak berkonsekuensi haramnya akad dan tidak membatalkannya. Atau laba yang diterima
pihak pemberi hutang hanya kebetulan saja (tanpa persyaratan dari kedua belah pihak), juga tidak
haram diterima oleh pihak pemberi hutang.

e. Transaksi Yang Mengandung Riba


 Menjual barang dengan harga normal dan menjadikan harga barang lebih tinggi dari harga biasa
jika barang dibeli dengan cara kredit.
 Transaksi utang-piutang kepada seorang buruh dengan persyaratan mempekerjakannya dengan upah
lebih murah dari harga biasa sebagai imbalan atas transaksi utang-piutang yang telah terlaksana.
Seperti seseorang yang menghutangkan uang sebesar Rp. 5.000.000 kepada seorang tukang jahit
dengan persyaratan ia menjahitkan baju milik pihak pemberi hutang dengan upah sebesar Rp.
25.000 sebagai imbalan atas transaksi utang-piutang yang telah dilakukan. Sedangkan ongkos
normal untuk penjahitan satu baju adalah Rp. 50.000. Transaksi yang demikian dihukumi haram
karena mengandung persyaratan laba yang menguntungkan pihak pemberi hutang.
 Transaksi utang-piutang kepada seorang petani dengan persyaratan penjualan hasil panen kepada
pihak pemberi hutang dengan harga lebih murah dari harga standar sebagai imbalan atas transaksi
utang-piutang yang telah dilakukan. Transaksi demikian juga diharamkan karena mengandung
persyaratan laba yang menguntungkan pihak pemberi hutang dan tergolong hadis di atas.
3. BUNGA BANK
Bunga bank merupakan pembahasan yang baru dalam Islam. Karena secara referensi kitab klasik
tidak ada pembahasan tentang bunga bank secara spesifik. Namun sebagian Ulama kontemporer
dengan beberapa kajiannya menyimpulkan bahwa pembahasan tentang bunga bank terdapat tiga
pendapat:
1) Haram
Pendapat pertama mengatakan bahwa bunga bank hukumnya haram. karena termasuk transaksi
utang-piutang dengan sistem persyaratan laba (keuntungan) yang menguntungkan pihak pemberi
hutang. Adapaun tendensi pendapat pertama adalah kitab Fath al-Mu‟in:

“Adapun transaksi utang piutang yang menguntungkan pihak pemberi hutang hukumnya fasid
(batal) karena hadis “setiap transaksi utang-piutang yang menghasilkan laba adalah riba”. Imam
Ali Syibromulisi berkata “hal yang maklum bahwa praktik tersebut batal jika persyaratan
disebutkan ketika akad, jika kedua belah pihak sepakat atas hal tersebut tanpa ada persyaratan
dalam akad maka boleh dan tidak batal”.”
2) Halal
Pendapat kedua mengatakan boleh dan halal karena praktik yang ada antara pihak nasabah dan bank
secara fakta tidak pernah ada persyaratan menguntungkan pihak pemberi hutang. Hanya saja ada
kebiasaan menguntungkan pihak pemberi hutang tanpa diucapkan secara lisan. Sedangkan
kebiasaan seperti itu menurut mayoritas Ulama tidak dianggap persyaratan. adapun tendensi
pendapat kedua adalah kitab Asybah Wa an-Nazair:

pihak pemberi hutang, apakah kebiasaan itu dianggap sama dengan menjadikannya sebagai syarat
sehingga akad gadainya rusak? mayoritas Ulama berpendapat “Tidak diposisikan sebagai syarat,
menurut Imam al-Qaffal “Diposisikan sebagai syarat”.
3) Syubhat
menurut pendapat ketiga mengatakan syubhat (tidak jelas halal dan haramnya). Karena masih
belum jelas status dan hukumnya.
Namun untuk lebih berhati-hati, mayoritas Ulama menganjurkan mengikuti pendapat pertama yang
mengatakan haram. Karena ada maqalah Ulama “tidak berkumpul antara haram dan halal kecuali
yang haram mengalahkan yang halal”.

Uji Kompetensi
1. Tukar menukar uang seperti yang sering terjadi antara uang baru dengan uang lama. Apakah termasuk
transaksi riba? Jelaskan !
2. Jelaskan perbedaan trasaksi utang piutang yang mengandung riba dan yang tidak mengandung riba!
3. Apakah transaksi pinjam-meminjam di bank termasuk transaksi yang mengandung riba? Jelaskan !
4. Transaksi apakah yang terjadi antara pihak nasabah dan bank dalam praktik menabung uang di bank?
C. ASURANSI
1. Pengertian Asuransi
Secara umum kata asuransi berasal dari bahasa Inggris, yaitu “Insurance” yang artinya “ jaminan”.
Sedangkan menurut istilah ialah perjanjian pertanggungan bersama antara dua orang atau lebih. Pihak
yang satu akan menerima pembayaran tertentu bila terjadi suatu musibah, sedangkan pihak yang lain
(termasuk yang terkena musibah) membayar iuran yang telah ditentukan waktu dan jumlahnya.
Adapun tujuan asuransi secara umum adalah untuk kemaslahatan dan kepentingan bersama melaui
semacan iuran yang dikoordinir oleh penanggung (asuransi).

2. Pengertian Asuransi Dalam Islam


Dalam menerjemahkan istilah asuransi ke dalam konteks asuransi Islam terdapat beberapa istilah, antara
lain takaful (bahasa Arab), ta’min (bahasa Arab) dan Islamic insurance (bahasa Inggris). Istilah-istilah
tersebut pada dasarnya tidak berbeda satu sama lain yang mengandung makna pertanggungan atau
saling menanggung. Namun dalam prakteknya istilah yang paling populer digunakan sebagai istilah lain
dari asuransi dan juga paling banyak digunakan di beberapa negara termasuk Indonesia adalah istilah
takaful

3. Perbedaan Asuransi Konvensional dan Asuransi Syari”ah


a. Asuransi Konvensioal
Asuransi konvensional Ada beberapa ciri yang dimiliki asuransi konvensional, diantaranya adalah:
▪ Akad asuransi ini adalah akad mu’awadhah, yaitu akad yang didalamnya kedua orang yang
berakad dapat mengambil pengganti dari apa yang telah diberikannya.
▪ Akad asuransi ini adalah akad gharar karena masing-masing dari kedua belah pihak penanggung
dan tertanggung pada waktu melangsungkan akad tidak mengetahui jumlah yang ia berikan dan
jumlah yang dia ambil.
b. Asuransi Syariah
▪ Asuransi syariah dibangun atas dasar taawun (kerja sama ), tolong menolong, saling menjamin,
tidak berorentasi bisnis atau keuntungan materi semata.
▪ Asuransi syariat tidak bersifat mu’awadhoh, tetapi tabarru’ atau mudhorobah.
·
4. Manfaat asuransi syariah:
a. Tumbuhnya rasa persaudaraan dan rasa sepenanggungan di antara anggota.
b. Implementasi dari anjuran Rasulullah SAW agar umat Islam salimg tolong menolong.
c. Jauh dari bentuk-bentuk muamalat yang dilarang syariat.
d. Secara umum dapat memberikan perlindungan-perlindungan dari resiko kerugian yang diderita satu
pihak.
e. Meningkatkan efesiensi, karena tidak perlu secara khusus mengadakan pengamanan dan
pengawasan untuk memberikan perlindungan yang memakan banyak tenaga, waktu, dan biaya.
f. Pemerataan biaya, yaitu cukup hanya dengan mengeluarkan biaya yang jumlahnya tertentu, dan
tidak perlu mengganti/ membayar sendiri kerugian yang timbul yang jumlahnya tidak tertentu dan
tidak pasti.
g. Sebagai tabungan, karena jumlah yang dibayar pada pihak asuransi akan dikembalikan saat terjadi
peristiwa atau berhentinya akad.
·
5. Hukum Asuransi Dalam Islam
Ada beberapa status hukum tentang asuransi,yaitu:
a. haram.
Pendapat ini dikemukakan oleh Sayyid Sabiq Abdullah al-Qalqii Yusuf Qardhawi dan Muhammad
Bakhil al-Muth’i . Alasan-alasan yg mereka kemukakan:
1) Asuransi sama dengan judi
2) Asuransi mengandung ungur-unsur tidak pasti.
3) Asuransi mengandung unsur riba/renten.
Asurnsi mengandung unsur pemerasan karena pemegang polis apabila tidak bisa melanjutkan
pembayaran preminya akan hilang premi yg sudah dibayar atau di kurangi.
4) Premi-premi yg sudah dibayar akan diputar dalam praktek-praktek riba.
5) Asuransi termasuk jual beli atau tukar menukar mata uang tidak tunai.
b. Boleh .
Pendapat kedau ini dikemukakan oleh Abd. Wahab Khalaf Mustafa Akhmad Zarqa Muhammad
Yusuf Musa dan Abd. Rakhman Isa . Mereka beralasan :
1) Tidak ada nash yg melarang asuransi.
2) Ada kesepakatan dan kerelaan kedua belah pihak.
3) Saling menguntungkan kedua belah pihak.
4) Asuransi dapat menanggulangi kepentingan umum sebab premi-premi yg terkumpul dapat di
investasikan utk proyek-proyek yg produktif dan pembangunan.
5) Asuransi termasuk akad mudhrabah
6) Asuransi termasuk koperasi.
7) Asuransi di analogikan dgn sistem pensiun seperti taspen.

c. Subhat.
Alasan golongan yg mengatakan asuransi syubhat adalah karena tidak ada dalil yg tegas yang
menyatakan halal atau haramnya asuransi tersebut.
Pada dasarnya, dalam prinsip syariah hukum-hukum muamalah (transaksi bisnis) adalah bersifat
terbuka, artinya Allah SWT dalam Al-Qur’an hanya memberikan aturan yang bersifat garis
besarnya saja. Selebihnya adalah terbuka bagi ulama mujtahid untuk mengembangkannya melalui
pemikirannya selama tidak bertentangan dengan Al-Qur’an dan Hadits. Al-Qur’an maupun Hadits
tidak menyebutkan secara nyata apa dan bagaimana berasuransi. Namun bukan berarti bahwa
asuransi hukumnya haram, karena ternyata dalam hukum Islam memuat substansi perasuransian
secara Islami sebagai dasar operasional asuransi syariah.

D. Kesimpulan
Riba adalah pengambilan tambahan baik dalam transaksi jual beli, maupun pinjam meminjam secara
batil atau bertentangan dengan prinsip mua’amalat dalam Islam. Riba merupakan salah satu usaha
mencari rizeki dengan cara yang tidak benar dan dibenci Allah SWT.
Setidaknya ada 4 (empat) macam riba, yaitu: Qord, Fadl, Nasiah dan yad.
Hukum riba adalah haram.
Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya
kepada masyarakat dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.
Dilihat dari segi penerapannya bank terbagi menjdi dua yaitu bank konvensional dan bank syariah.
Asuransi pada umumnya adalah suatu persetujuan dimana pihak yang menjamin berjanji kepada pihak yang
dijamin untuk menerima sejumlah uang premi sebagai pengganti kerugian yang mungkin akan diderita oleh
yang dijamin karena akibat dari satu peristiwa yang belum jelas akan terjadi. Ketentuan mengenai asuransi
masuk dalam kategori objek ijtihad karena ketidakjelasan ketentuan hukumnya. Hal ini terjadi karena
memang ketentuan mengenai asuransi, baik di dalam al-qur’an maupun hadits Nabi saw termasuk para
ulama tidak banyak yang membicarakannya.
Dari berbagai keterangan di atas, dapat disimpulkan bahwa asuransi dibolehkan selama tidak bertentangan
dengan syariat Islam. Artinya, hendaknya berdasarkan asas gotong royong (ta’awun) dan perjanjian-
perjanjian yang dibuat benar-benar bersifat tolong-menolong, bukan untuk mencari laba atau keuntungan
dengan jalan yang tidak benar.
Uji Kompetensi

I. Berilah tanda silang (X) pada jawaban yang paling tepat !

1. Istilah riba berasal dari bahasa arab yang artinya...


a. Tambahan
b. Merampas
c. Merugikan
d. Keuntungan
e. Berbahaya
2. Definisi riba menurut istilah adalah....
a. Mengambil keuntungan dari transaksi ekonomi maupun layanan jasa yang mengakibatkan kerugian
b. Pengambilan tambahan baik dalam transaksi jual beli, maupun pinjam meminjam secara batil
sehingga dapat merugikan salah satu pihak
c. Menambah keuntungan dari setiap transaksi yang bersifat memaksa salah satu pihak
d. Menghilangkan keuntungn karena adanya syarat yang sudah disepakati
e. Menambah penghasilan yang berlebihan dari transaksi jual beli dan pinjam meminjam barang

3. Perhatikan Al-Qur’an surat Al-Baqarah ayat 275 di bawah ini

. . . ‫ِإَنَم ا اْلَبْيُع ِم ْثَل الِّر َبوا َو َأَح َّل ُهَّللا اْلَبْيَع َو َح َر َم الِّر َبوا‬

Kandungan ayat diatas menjelaskan....


a. Sesungguhnya jual beli sama dengan riba
b. Riba dan jual diperbolehkan selama tidak merugikan
c. Jual beli seperti riba tetapi riba kadang haram kadang tidak
d. Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba
e. Riba dapat membahayakan jual beli

4. Mengambil keuntungan dari transaksi tukar menukar atau jual beli antara dua buah barang yang sama
jenisnya, namun tidak sama ukuranya disebut....
a. Riba Mubayyanah
b. Riba Nasi’ah
c. Riba Qard
d. Riba Fadl
a. Riba Ijarah
5. Keuntungan yang di dapat dari pinjam meminjam atau atau tukar-menukar barang yang sejenis maupun
yang tidak sejenis karena adanya keterlambatan waktu pembayaran disebut....
a. Riba Khiyar
b. Riba Nasi’ah
c. Riba Qard
d. Riba Fadl
e. Riba Musaqah
6. Mengambil keuntungan dari transaksi meminjamkan sesuatu dengan syarat ada keuntungan atau
tambahan dari orang yang meminjam sering disebut....
a. Riba yad
b. Riba Khiyar
c. Riba Nasi’ah
d. Riba Qard
e. Riba Fadl
7. Dibawah ini yang bukan termasuk hikmah dilarangnya riba adalah....
a. Menghindari tipu daya diantara sesama manusia.
b. Melindungi harta sesama muslim agar tidak dimakan dengan batil.
c. Memotivasi orang muslim untuk menginvestasi hartanya pada usaha-usaha yang bersih dari
penipuan.
d. Menjauhkan orang muslim dari sesuatu yang menyebabkan kebinasaan.
e. Mensyukuri nikmat Allah SWT dengan cara memanfaatkan kelemahan orang lain.

8. Badan usaha yang menghimpun dana masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada
masyarakat dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak disebut....
a. Fungsi Asurnsi Islam
b. Fungsi Bank konvensional
c. Pengertian Bank Syari’ah
d. Pengertian Bank
e. Manfaat tabungan
9. Di bawah ini yang bukan termasuk tujuan bank adalah....
a. Menolong manusia dalam banyak kesulitan terutama dalam bidang ekonomi
b. Meringankan hubungan antara para pedagang dan penguhasa dengan memperlancar pemindahan
uang
c. Mengumpulkan dana dari masyarakat untuk keperluan tertentu
d. Untuk menjaga keamanan dan memberi perlindungan dari penjahat dan pencuri dengan menyimpan
di tempat yang aman
e. Untuk kepentingan dan perkembangan kepentingan, baik nasional maupun internasional dalam
seluruh bidang kehidupan.
10. Bank merupakan masalah baru dalam khazanah hukum Islam, sehingga para ulama masih
memperdebatkan. Adapun alasan ulama yang menganggap bahwa hukum bank boleh adalah....
a. Kegiatan bermuamalah kaum Muslimin dengan bank bukan merupakan perbuatan yang dilarang
b. Bank adalah keburuhan suatu negara maka keberadaan sangat dibutuhkan
c. Keberadan Bank sangat membantu masyarakat secara umum
d. Bank merupakan lembaga keuangan yang mengambil keuntungan
e. Pemberlakuan bank telah diatur oleh undang-undang

II. Isilah titik di bawah ini dengan singkat!


1. Menurut bahasa bank berasal dari bahasa arab aziyadah yang berarti....
2. Riba diharamkan karena didalamnya terdapat salah satu pihak yang merasa....
3. Bank syariah dalam operasional kegiatanya menggunakan prinsip-prinsip...
4. Salah satu produk bank syariah adalah pembiayaan murabahah, yaitu dengan model jual beli dimana
keuntungannya telah...
5. Dalam pelayanan bank syariah terdpat pula prisip ijarah yaitu model....
6. Salah satu perbedaan bank sayariah dengan bank konvensional, jika bank konvensiolan menerapkan
bunga sementara bank syariah menggunakan....
7. Hukum bank syariah adalah....
8. Secara umum kata asuransi berasal dari bahasa Inggris, yaitu “Insurance” yang artinya...
9. Dalam Islam terdapat istilah asuransi dekenal dengan nama....
10. Asuransi syariah dibangun atas dasar taawun artinya....

III. Jawablah pertanyaan di bawah ini dengan baik dan benar!


1. Jelakan pengertian Riba menurut bahasa dan istilah!
2. Bagaimana hukum riba ? jelaskan sertai dalilnya
3. Sebutkan macam-macam riba!
4. Apakah yang dimaksud dengan riba nasiah!
5. Sebutkan perbedaan antara bank konvensional dengan bank syariah!

IV. Setelah kalian memahami uraian mengenai riba, bank dan asuransi silakan amati perilaku berikut
ini dan berikan komentar

No Perilaku Yang Diamati Tanggapan / Komentar Anda


.
Andi menukar Bolpoint yang isinya sudah
1. mau habis dengan bolpoint milik temanya
yang isisnya masih penuh
Mita meminjamkan uang pada temanya Rp
2. 100.000 tapi ia meminta agar
mengembalikannya Rp 150.000
Fitri pinjam unag Rp 200.000 kepada Rani.
3. Sebagai ungkapan terimaksih Fitri
mengembalikan Rp 220.000
Anton kredit sepeda motor yang semestinya
4. harganya Rp 15 juta menjadi Rp 20 juta
Intan ikut asuransi Takaful untuk persiapan
5. biaya kuliahnya

TES PENILAIAN AKHIR SEMESTER

I. Pilihlah salah satu jawaban yang benar dengan memberi tanda silang (X) pada huruf a, b, c, d atau e

1. Berbagai macam barang seperti sepeda, hanphone, notebook dan lain-lain yang secara hukum dapat
dimiliki dan dibenarkan untuk memanfaatkanya merupakan pengertian dari....
a. Kepemilikan manfaat
b. Ihyaul Mawat secara Istilah
c. Kepemilikan secara istilah
d. Kepemilikan Materi
e. Khalafiyah secara istilah
2. Di bawah ini yang bukan merupakan sebab-sebab kepemilikan suatu barang adalah....
a. Barang yang akan dimiliki tersebut masih umum
b. Berpindahnya kepemilikan melalui proses pewarisan
c. Berpindahnya kepemilikan melalui proses akad jual beli
d. Berpindahnya kepemilikan melalui proses Ghasab
e. Karena proses pembiakan barang yang ia miliki
3. Suatu hari Ali mengeringkan jaring ikan di tanah lapang. Dan tanpa sepengetahuan dia ada burung yang
tersangkut di dalamnya. Kemudian Muhyidin yang kebetulan lewat disitu mengambil burung tersebut. Jika
dikaitkan dengan kepemilikan maka tindakan Muhyidin adalah....
a. Salah karena ia telah mengambil barang orang lain
b. Boleh sebab burung tersebut belum ada yang memilkinya
c. Boleh tetapi harus melakukan akad jual beli dengan Imron
d. Tidak boleh karena niat dia adalah mencuri
e. Tidak boleh sebab ia harus melepaskan burung itu
4. Vita menyewa mobil pada Indri selama 1 minggu untuk dipergunakan wisata Jawa Bali. Hak dari Vita
adalah contoh dari....
a. Kepemilikan umum d. Kepemilikan penuh
b. Kepemilikan sewa beli e. Kepemilikan materi
c. Kepemilikan manfaat
5. Anisa membuka lahan baru sebagai tempat tinggal dan bercocok tanam dimana lahan tersebut belum ada
yang memiliki. Apa yang dilakukan oleh Annisa tersebut adalah ....
a. Contoh ihrazul mubahat d. Pengertian Milkiyah
b. Hukum akad `jual beli e. Pengertian Ihyaul mawat
c. Hukum menemukan barang dijalan
6. Bu Widya meminjam baju kebaya kepada tetangganya, setelah dipergunakan tiba-tiba kebaya tersebut rusak.
Sebagai orang Islam yang baik ia wajib menggantinya. Ungkapan tersebut merupakan contoh dari....
a. Khalafiyah Syakhsi an Syakhsi d. Ihyaul mawat bisarthi
b. Khalafiyah Syai’in an Syai’in e. Khalafiyah bi Syarthi
c. Hukum Khalafiyah
7. Pernyataan di bawah ini yang bukan termasuk kategori syarat ijab qabul dalam suatu akad adalah.....
a. Dilakukan dalam satu majlis atau satu tempat
b. Ucapan ijab qabul harus bersambung
c. Ijab dan qabul harus berisi tentang pemindahan hak dan tanggungjawab
d. Ijab dan qabul tidak boleh disela oleh persoalan lain
e. Orang yang melakukan sighat harus dibenarkan secara hukum
8. Fenomena jual beli yang diharamkan yang sering terjadi dimasyarakat sangatlah banyak. Di bawah ini yang
bukan termasuk alasan diharamkanya jual beli adalah.......
a. Barang tersebut najis atau mengandung unsur riba
b. Barang tersebut masih samar-samar
c. Jual beli yang mengandung tipu muslihat
d. Jual beli tersebut bersyarat
e. Dilakukan atas suka sama sama suka
9. Agar setiap transaksi jual beli menjadi sah maka syarat dan rukunya harus terpenuhi. Adapun yang bukan
termasuk syarat-syarat barang yang boleh dijual belikan adalah....
a. Barang itu suci, artinya bukan barang najis.
b. Barang itu bermanfaat walaupun najis
c. Barang itu milik sendiri walaupun hasil pencurian
d. Barang itu dapat diserah terimakan kepemilikannya.
e. Barang itu dapat diketahui jenis, ukuran, sifat dan kadarnya.
10. Melakukan transaksi jual beli terhadap sesuatu yang dipergunakan untuk untuk kegiatan maksiat, seperti
alat-alat perjudian, termasuk patung untuk pemujaan dan alat-alat lain hukumnya.....
a. Mubah tapi dilarang d. Sunnah
b. Makruh. tapi terlarang e. Subhat
c. Haram
11. Menjual anak binatang ternak yang masih dalam kandungan termasuk jual beli ….
a. jual beli yang terlarang
b. jual beli yang terlarang dan tidak sah
c. jual beli yang dibolehkan
d. jual beli yang tidak sah
e. jual beli yang belum ketahuan barangnya

12. Rasulullah Muhammad saw bersabda:


)‫َالَبْيَع َبْعُض ُك ْم َع َلى َبْيِع َبْع ٍض (متفق عليه‬
Hadits diatas adalah larangan dalam jual beli…
a. Membeli barang yang masih dalam proses tawaran orang lain.
b. Jual beli dengan cara menghadang tengkulak sebelum masuk pasar
c. Jual beli dengan cara menimbun Barang sehingga harga menjadi naik
d. Jual beli dengan barang yang samar-samar
e. Jual beli dengan model memberikan barang sebagian
13. Islam telah mengatur transaksi jual beli yang terdapat istilah khiyar di dalamnya. Khiyar sendiri
mengandung pengertian sebagai berikut, yaitu .....
a. Memilih diantara dua pilihan yang paling baik
b. Boleh meneruskan jual beli walaupun belum ada kesepakatan
c. Menukar barang yang dibeli sesuai dengan perjanjian
d. Boleh memilih apakah jual beli itu berlanjut atau membatalkannya
e. Mematalkan jual beli
14. Bu Sinta membelikan baju anaknya di pasar Mranggen dengan harga yang sudah disepakati. Setelah sampai
di rumah ternyata baju tersebut tidak muat untuk dipakaikan kepada anaknya. Apa yang harus dilakukan
oleh bu Sinta berkaitan dengan khiyar dalam jual beli?
a. Menukarkannya dengan yang lebih besar
b. iiilMemberikan sepatu itu kepada orang lain yang pas ukurannya
c. Menukar sepatu itu selama belum melampaui waktu 3 (tiga) hari
d. Memarahi penjual sepatu karena kejadian tersebut
e. Menukar sepatu itu dengan yang lebih baik
15. Menukarkan atau mengembalikan barang yang sudah dibeli dengan barang yang lebih baik karena adanya
cacat merupakan kejadian yang termasuk dalam kategori....
a. Khiyar syarat d. Khiyar qath’i
b. Khiyar Majlis e. Khiyar Aibi
c. Khiyar Syarthi
16. Pembeli dan penjual boleh melangsungkan atau membatalkan jual beli asal si penjual dan pembeli belum
meninggalkan tempat akad. Kejadian tersebut disebut...
a. Khiyar Majlis d. Khiyar qath’i
b. Khiyar Syarat e. Khiyar Aibi
c. Khiyar akad
17. Salah satu hikmah disyariatkannya khiyar adalah ….
a. mempermudah transaksi jual beli
b. meningkatkan jumlah omset penjualan
c. barang yang diterima pembeli dengan uang tunai
d. mendapat barang dengan cepat dan mudah
e. jual beli berlangsung atas kehendak penjual dan pembeli
18. Kerjasama yang dilakukan antara pemilik kebun yang sudah ada tanamannya dengan penggarap, dimana
pemilik kebun menyerahkan kepada orang penggarap tersebut untuk dipelihara, sedang hasilnya dibagi
berdasarkan kesepakatan dinamakan ....
a. Kerjasama Muzaraah d. Musaqah
b. Kerjasama Mukhabarah e. Kerjasama Qirad
c. Kerjasama bagi hasil
19. Kerjasama dalam bidang pertanian antara pemilik sawah dengan penggarap yang hasilnya akan dibagi sesuai
dengan kesepakatan dimana benihnya dari pemilik kebun merupakan bentuk kerjasama ....
a. Musaqah d. Murabahah
b. Muzaraah e. Syirkah kebun
c. Mukhabarah
20. Suatu akad dalam bentuk kerja sama, baik dalam bidang modal atau jasa adalah pengertian dari...
a. Koperasi d. Musaqah
b. Syirkah e. Ji’alah
c. Qirad
21. Akad dua orang atau lebih yang berserikat dalam permodalan sehingga terbentuk modal yang memadai
untuk mendapatkan keuntungan dibagi sesuai perjanjian dinamai …
a. syirkah uang d. syrikah profesi
b. syirkah kerja e. syirkah kongsi
c. syirkah harta
22. Syirkah sebagai salah satu bagian muamalah memiliki hikmah yang banyak. Adapun salah satu hikmah
syirkah adalah ….
a. dapat membagi rata hasil usaha
b. meluasnya hasil usaha dimasyarakat
c. meningkatkan pendapatan masyarakat
d. memakmurkan masyarakat
e. hasil pemikiran dua orang atau lebih akan memacu kemajuan usaha

23. Berikut ini yang bukan termasuk syarat yang harus dipenuhi dalam melakukan syirkah inan adalah ....
a. Modalnya harus jelas, artinya dapat dihitung dengan uang
b. Modal hendaknya dicampur sehingga tidak ada perbedaan
c. Anggotanya harus dibenarkan secara hukum
d. AD/Anggaran Rumah Tangganya dan isi perjanjiannya harus jelas
e. Apabila anggotanya beda profesi harus disamakan

24. ‫َقاُلوا َنْفِقُد اْلَم ِلِك َوِلَم ْن َج اَء ِبِه ِح ْم ُل َبِع يٍر َو َأَنا ِبِه َز ِع يٌم‬
ِAyat diatas mengandung arti bahwa......
a. Pemberian bonus terhadap hasil kerja yang memuaskan
b. Memotivasi karyawan dengan cara memberikan bonus tambahan
c. Pimpinan harus memberikan upah sesuai hasil pekerjaan karyawannya
d. Setiap orang berhak atas upah yang dijanjikan
e. Aku tidak akan menjamin terhadapnya
25. Tabel di bawah ini merupakan sesuatu yang harus dipenuhi di dalam bentuk kerjasama.
1 2 3
Anggota yang berserikat Pelaku akad Islam
Pokok-pokok perjanjian Modal Milik Sendiri
Ijab qabul Ijab qabul Sighat
Pernyataan pada kolom 1 (satu) menunjukkan ....
a. Syarat syah Murabahah d. Rukun Syirkah
b. Starat wajib Musaqah e. Rukun Musaqah
c. Rukun Muzaraah

26. Hadist di bawah ini merupakan dalil dari …


‫ِاَّن َهللا َيُقْو ُل َاَناَثاِلُثالَّش ِر ْيَكْيِن َم الَم ْ َيُخ ْن َاَح ُدُهَم ا‬:‫َقاَل َر ُسْو ُل ِهللا صلم َقاَل هللاُ َتَع اَلى‬
a. syirkah
b. muzara’ah
c. koperasi
d. mukhabarah
e. jual beli
27. Transaksi jual beli dimana keuntungan yang diperoleh oleh penjual diketahui dan disepakati oleh kedua
belah pihak adalah pengertian dari....
a. Murabahah d. Mudharabah
b. Mukhabarah e. Ijarah
c. Muzara’ah
28. Kerjasama antara pengelola usaha dengan pemodal dimana keuntungan yang diperoleh dibagi sesuai dengan
kesepakatan dan apabila mengalami kerugian ditanggung oleh pemilik modal adalah bentuk kerjasama....
a. Ji’alah d. Munadharah
b. Mudharabah e. Musyarakah
c. Mukhabarah
29. Bentuk kerjasama antara pemodal dengan pengelola usaha diamana pihak shahibul maal memberikan
kelonggaran penuh kepada pengelola usaha maka kerjasama ini dinamakan....
a. Mudharabah Mutlaqah
b. Mudharabah Aimah
c. Mudharabah Muqayyadah
d. Murabahah Mutlaqah
e. Murabahah Muqayyadah
30. Model jual beli tanpa memperlihatkan barang tetapi sifat dan kualitas barangnya sudah dijelaskan diawal
adalah bentuk jual beli....
a. Bai’ul Ammah d. Ijarah
b. Murabahah e. Jual Beli bersyarat
c. Salam

II. Jawablah pertanyaan di bawah ini dengan benar !


1. Apa yang kamu ketahui tentang Kepemilikan Manfaat itu ? berikan contohnya !
2. Sebutkan 6 jenis jual beli yang dilarang dalam Islam!
3. Apakah khiyar Aibi itu ? Berilah contohnya !
4. Jelaskan perbedaan antara Musaqah, Muzara’ah dan Mukhabarah !
5. Apa yang kamu ketahui tentang : Murabahah dan Mudharah?

Anda mungkin juga menyukai