Anda di halaman 1dari 15

JUAL BELI DAN

SEWA
MENYEWA
(IJÄRAH)
Disusun Oleh : Kelompok 05
An’im Umam (53020220107)
Devy Ayu Wulandari (53020220056)

Tugas Mata Kuliah Fiqih


Dosen Pengampu : Musbihin Sahal, LC., M.A.
01
JUAL BELI
Pengertian Jual Beli
Jual beli menurut bahasa yaitu mutlaq al-mubadalah yang berarti tukar menukar
secara mutlak. Atau dengan ungkapan lain muqabalah syai‟ bi syai‟ berarti tukar
menukar sesuatu dengan sesuatu. 

● Ulama’ Hanafi terdapat dua definisi, jual beli adalah :

1. Saling menukar harta dengan harta melalui cara tertentu.


2. Tukar menukar sesuatu yang diingini dengan yang sepadan melalui cara
tertentu yang bermanfaat.

Ulama’ madzhab Maliki, Syafi’i dan Hambali memberikan pengertian, jual beli
adalah saling menukar harta dengan harta dalam bentuk pemindahan milik dan
pemilikan.
Rukun Jual Beli
01 02
Ba’I (penjual), Musytari (pembeli),
pihak yang dikenai pihak yang menghendaki memiliki
tuntunan untuk menjual sesuatu dengan membelinya

03 04
Sigat (ijab dan kabul), Ma’qud ‘alaih (benda/barang)
transaksi yang dilakukan sesuatu yang menjadi objek transaksi
oleh kedua belah pihak
Syarat Jual Beli
A. Bagi Penjual dan Pembeli
 Berakal, agar seseorang tidak terkecoh;
 Dilakukan atas kehendak sendiri, bukan dipaksa atau keterpaksaan;
 Tidak mubazir (boros) sebab harta orang yang mubazir itu di tangan walinya;
 Balig (berumur 15 tahun). Anak kecil tidak sah jual belinya.
 Berhak menggunakan hartanya.
B. Barang Yang Hendak Diperjual Belikan
 Barang yang diperjualbelikan sesuatu yang halal;
 Suci, barang najis tidak sah dijual dan tidak boleh dijadikan uang untuk dibelikan;
 Barang itu ada manfaatnya;
 Barang itu ada di tempat, atau tidak ada tetapi sudah tersedia di tempat lain;
 Barang itu merupakan milik si penjual atau di bawah kekuasaannya.
 Barang itu hendaklah diketahui oleh pihak penjual dan pembeli dengan jelas, baik
zatnya, bentuknya, dan kadarnya, maupun sifat-sifatnya.
Hukum Jual Beli
 
jual beli hukumnya mubah atau boleh, namun jual beli menurut Imam
Asy Syatibi hukum jual beli bisa menjadi wajib dan bisa haram seperti
ketika terjadi ihtikar yaitu penimbunan barang sehingga persedian dan harga
melonjak naik.
 
02
SEWA MENYEWA
(IJARAH)
Pengertian Sewa-menyewa (IJARAH)
Secara etimologis ijarah berasal dari kata ajara – ya’jaru yang berarti upah yang
kamu berikakn dalam suatu pekerjaan.

Adapun ijarah secara terminologis adalah transaksi atas suatu manfaat yang
mubah yang berupa barag tertentu atau dijelaskan sifatnya dalam tangggungan
dalam waktu tertentu, atau transaksi atas suatu pekerjaan yang diketahui dengan
upah yang diketahui pula.
RUKUN SEWA-MENYEWA (IJARAH)
1. Muta’aqidan
Muta’aqidan artinya orang yang menyewa dan yang menyewakan. Masing-
masing harus memenuhi syarat seperti harus ahli dalam menjalankan akad, tidak
boleh gila, dan harus atas kehendaknya sendiri. Sebab, kata-kata orang yang
dipaksa itu tidak berpengaruh sama sekali pada proses akad atau pembatalan
kontrak.

2. Shighat (ijab dan qabul)


Sighat harus dilakukan atas kesepakatan dari kedua belah pihak.
Hendaknya proses sighat memakai kalimat yang sederhana dan mudah
dipahami. Ijab qabul dalam sewa-menyewa menunjukkan adanya persetujuan
kedua belah pihak untuk bertransaksi.
 
RUKUN SEWA-MENYEWA (IJARAH)
3. Manfaat penyewaan (ma'qud ' alaih) 
Ma'qud alaih adalah manfaat barang atau benda yang menjadi objek sewaan. Ini
juga mencakup pembayaran atas imbalan dari manfaat barang tersebut. Barang
sewaan hendaknya bisa ditaksir harganya, jelas bentuknya, dan halal.

4. Sewa atau imbalan


 
Syarat sah dari sewa atau imbalan yaitu imbalan sudah jelas atau sudah
diketahui jumlahnya dan uang sewa harus diserahkan bersamaan dengan
penerimaan barang yang disewa. Jika manfaat yang disewa lengkap, maka uang
sewanya juga harus lengkap.
 
SYARAT SEWA-MENYEWA (IJARAH) 
○ Kedua orang yang bertransaksi (akad) sudah baliq dan berakal sehat. Transaksi anak kecil dan
orang gila tidak sah.
○ Kedua belah pihak tersebut bertransaksi dengan kerelaan, artinya tidak terpaksa atau dipaksa.
○ Barang yang akan disewakan (objek ijarah) diketahui kondisi dan manfaatnya oleh penyewa.
○ Objek ijarah bisa diserahkan dan dipergunakan secara langsung dan tidak bercacat.
○ Objek ijarah merupakan sesuatu yang dihalalkan syara’.
○ Hal yang disewakan tidak termasuk suatu kewajiban bagi penyewa.
○ Objek ijarah adalah sesuatu yang biasa disewakan, seperti rumah, mobil, aneka busana, dan
hewan tunggangan.
○ Upah/sewa dalam transaksi ijarah harus jelas, tertentu, dan sesuatu yang bernilai harta.
HUKUM SEWA-MENYEWA
(IJARAH)
Hukum ijarah sahih adalah tetapnya kemanfaatan bagi penyewa, dan
tetapnya upah bagi pekerja atau orang yang menyewakan ma’qud ‘alaih, sebab
ijarah termasuk jualbeli pertukaran, hanya saja dengan kemanfaatan.

Adapun hukum ijarah rusak, menurut ulama Hanafiyah, jika penyewa


telah mendapatkan manfaat tetapi orang yang menyewakan atau yang bekerja
dibayar lebih kecil dari kesepakatan pada waktu akad. Ijarah merupakan akad
yang mengikat kedua pihak, dan dianggap sah dengan adanya lafash yang
mengisyaratkan, seperti ucapan, “aku sewakan kepadamu”. Atau ungkapan
lain yang semakna, sesuai tradisi yang berlaku.
HIKMAH DISYARIATKANYA SEWA-
MENYEWA
● Dalam akad sewa terdapat tukar-menukar manfaat antara sesama manusia.
Sebagian orang membutuhkan pemilik usaha untuk bekerja, rumah untuk
tempat tinggal, kendaraan, mobil dan alat transportasi lain untuk mengangkut
barang, kendaraan dan manfaat lainnya. Dan pemenuhan kebutuhan mereka
untuk mendapatkan harta dengan adanya nilai manfaat kedua pihak.
TERIMAKASIH

Anda mungkin juga menyukai