Anda di halaman 1dari 7

Akad Tijarah

Berbeda dengan akad tabarru yang semata-mata dilakukan untuk tujaun menolong, akad tijarah
adalah akad yang dilakukan untuk mendapatkan keuntungan finansial (profit oriented) dengan tetap
berpegang pada prinsip syariah.

Berdasarkan tingkat kepastian dari hasil yang diperolehnya, akad ini terdiri dari 2 kelompok besar,
yaitu natural certainty contract dan natural uncertainty contract (Adiwarman A. Karim, 2004).
Natural Certainty Contract adalah kontrak atau akad bisnis di mana terdapat kepastian pembayaran,
baik dalam jumlah maupun waktu. Dalam akad ini terjadi pertukaran aset antara pihak yang
bertransaksi yang dapat beruap real asset (ayn) barang dan jasa atau berupa financial asset (dayn).
Akad yang termasuk dalam NCC adalah jual-beli, sewa menyewa, dan upah-mengupah.

Natural uncertainty contract (NUC) adalah kontrak atau akad bisnis di mana tidak terdapat kepastian
pembayaran baik dalam jumlah maupun waktu. Berbeda dengan NCC yang hanya terjadi pertukaran,
pihak-pihak yang terlibat kontrak NUC saling memadukan real asset (ayn) maupun financial asset
(dayn) di mana keuntungan atau kerugian dinikmati atau ditanggung bersama. Akad yang termasuk
dalam NUC adalah akad bagi hasil seperti musyarakah, mukharabah, musaqah, dan muzaraah.

Jual-Beli
Salam
Salam adalah pembelian barang yang dilakukan dengan pembayaran di depan, tetapi penyerahan
barang tersebut dilakukan di kemudian hari. Transaksi jual beli saham sah apabila objek jual beli
diketahui dengan detail jenis, karakteristik, harga, jumlah, tata cara pembayaran, dan tempat
penyerahan.

Dengan salam, pihak pembeli (al-muslam) akan mendapatkan barang pada saat diperlukan nanti
dengan harga yang sudah ditetapkan dan pihak penjual (muslam ilaih) mendapatkan dana di depan
yang digunakan untuk mengadakan barang yang dijual.

Pada salam, penyerahan barang sebelum atau pada waktunya berarti bahwa :
- Penjual harus menyerahkan barang tepat pada waktunya dengan kualitas dan jumlah yang
telah disepakati.
- Jika penjual menyerahkan barang dengan kualitas harga yang lebih tinggi, penjual tidak boleh
meminta tambahan harga.
- Jika penjual menyerahkan barang dengan kualitas rendah, dan pembeli rela menerimanya,
maka ia tidak boleh menuntut pengurangan harga atau diskon.
- Penjual dapat menyerahkan barang lebih cepat dari waktu yang disepakati dengan syarat
kualitas dan jumlah barang sesuai dengan kesepakatan, dan ia tidak boleh menuntut tambahan
harga.
- Jika semua atau sebagian barang tidak tersedia pada waktu penyerahan, atau kualitasnya lebih
rendah dan pembeli tidak rela menerimanya, maka ia memiliki dua pilihan yaitu membatalkan
kontrak dan meminta kembali uangnya, atau menunggu sampai barang tersedia.

Salam dilakukan dengan sejumlah rukun, yaitu adanya pembeli, penjual, modal atau uang, barang,
dan ucapan. Ketentuan dalam salam tentang modal atau uang bahwa alat pembayaran harus
diketahui jumlah dan bentuknya, baik berupa uang, barang, atau, manfaat. Selain itu, pembayaran
harus dilakukan pada saat kontrak disepakati dan tidak boleh dalam bentuk pembebasan utang.

Sedangkan tentang barang, salam mensyaratkan beberapa hal, yaitu harus jelas ciri-cirinya dan
dapat diakui sebagai utang, harus dapat dijelaskan spesifikasinya, penyerahan dilakukan kemudian,
waktu dan tempat penyerahan barnag harus ditetapkan berdasarkan kesepakatan, pembeli tidak
boleh menjual barang, sebelum menerimanya, dan tidak boleh menukar barang, kecuali dengan
barang sejenis sesuai kesepakatan.
Salam = ijon?
Sepintas, terlihat bahwa salam sama dengan praktek ijon. Namun sebenarnya, jelas terdapat
bebarapa perbedaan antara salam dengan ijon. Dalam ijon, barang yang dibeli tidak diukur atau
ditimbang secara jelas dan spesifik. Harga beli juga sangat bergantung pada keputusan sepihak
pihak tengkulak (Muhammad Syafii Antonio, 2001)

Salam berbeda karena ada kejelasan pengukuran dan spesifikasi barang. Selain itu, terdapat
keridhaan antara penjual dan pembeli terutama dalam kesepakatan harga seperti ditulis dalam an-
Nisaa : 29 ...kecuali dengan jalan perniagaan yang beralu dengan suka sama suka di antara
kalian..

Landasan Syariah Salam


QS. Al-Baqarah (2) : 282
Hai orang yang beriman ! Jika kamu bermuamalah tidak secara tunai sampai waktu tertentu,
buatlah secara tertulis...
QS. Al-Maidah (5) : 1
Hai orang yang beriman! Penuhilah akad-akad itu...

Murabahah
Murabahah adalah akad jual beli barang antara penjual dan pembeli di mana keduanya sepakat soal
harga perolehan dan keuntungan (marjin). Penjual membeli barang dari pihak lain dan menjualnya
kepada pembeli dengan memberitahui harga pembelian dan keuntungan yang ingin diperoleh dari
penjualan barang tersebut. Penjual juga dibolehkan meminta jaminan agara pembeli serius dengan
barang yang ia pesan.

Akad ini mengandalkan keterbukaan dan kejujuran karena penjual harus memberitahui secara jujur
harga pokok barang kepada pembeli berikut besar keuntungan yang ingin diperoleh penjual.
Pembeli juga tidak dibenarkan menunda penyelesaian utangnya apabila ia memiliki kemampuan
untuk membayar. Namun, jika pembeli bangkrut atau telah dinyatakan pailit dan gagal
menyelesaikan utangnya, maka penjual harus menunda tagihan utang sampai ia menjadi sanggup
kembali atau berdasarkan kesepaktan.

Tidak semua barang bisa dilakukan dengan akad murabahah. Selain pembeli dan penjual harus
melakukan akad murabahah yang bebas riba, barang yang diperjualbelikan juga tidak diharamkan
oleh syariah Islam. Rukun dalam akad murabahah adalah adanya penjual (bai), pembeli
(musytari), objek jual-beli (mabi), harga (tsaman), dan ijab qabul.

Landasan Syariah Murabahah


Q.S. Al-Nisa (4) : 29
Hai orang-orang beriman! Janganlah kalian saling memakan (mengambil) harta semamamu
dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan sukarela di
antaramu...
Q.S. Al-Baqarah (2) : 275
...Dan Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba...

Istishna
Istishna adalah akad jual beli dalam bentuk pemesanan pembuatan barang tertentu dengan kriteria
dan persyaratan tertentu yang disepakati antara pemesan (pembeli, mustashni) dan penjual atau
pembuat (shani). Akad jenis ini biasanya digunakan di bidang manufaktur, misalnya untuk
membiayai pabrik pesawat terbang, konstruksi, instalasi peralatan pabrik, dan sebagainya.

Dalam akad ini, alat bayar harus diketahui jumlah dan bentuknya, baik berupa uang, barang, atau
manfaat. Selain itu, pembayaran dilakukan sesuai dengan kesepakatan dan tidak boleh dalam
bentuk pembebasan utang.
Pada saat penyerahan, waktu dan tempatnya harus ditetapkan berdasarkan kesepakatan. Apabila
terdapat cacat atau barang tidak sesuai dengan kesepakatan, pemesan memiliki hak khiyar (hak
memilih) untuk melanjutkan atau membatalkan akad.

Pada dasarnya, antara istishna dan murabahah terdapat kesepakatan. Bedanya, dalam murabahah
barang diserahkan di depan, sedangkan dalam istishna barang diserahkan di belakang. Sedangkan
perbedaan mendasar antara istishna dengan salam adalah istishna tidak mensyaratkan
pembayaran penuh, tetapi cukup pembayaran uang muka.

Dalam akad bai al istishna, pembeli memperbolehkan pembuat untuk menggunakan pihak lain
atau subkontraktor kontrak tersebut. Dengan begitu, pembuat akan membuat kontrak istishna
kedua untuk memenuhi kewajibannya pada kontrak pertama yang disebut dengan istishna paralel.

Landasan Syariah Istishna


Hadis Nabi Muhammad S.A.W. riwayat Tirmizi :
Perdamaian dapat dilakukan di antara kamu muslimin kecuali perdamaian yang
mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram; dan kaum muslimin terikat dengan
syarat-syarat mereka kecuali syarat yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang
haram. (HR. Tirmizi dari Amr bin Auf)

Sewa
Ijarah
Ijarah akad sewa menyewa dimana terjadi pemindahan hak guna atau manfaat dari suatu barang
atau jasa dalam waktu tertentu tanpa disertai dengan pemindahan hak kepemilikan. Hal ini berarti
hanya ada perpindahan hak guna dari pihak yang menyewakan kepada pihak penyewa. Objek
ijarah berupa barang misalnya rumah, gedung, mobil, ruko, dan objek berupa jasa misalnya
konsultan proyek dan tenaga pengajar.

Dalam akad ini, manfaat barang atau jasa harus bisa dinilai dan dapat dilaksanakan dalam kontrak
serta harus bersifat diperbolehkan. Manfaat harus dikenali secara spesifik untuk menghilangkan
jahalah (ketidaktahuan) yang akan mengakibatkan sengketa. Selain itu, spesifikasi manfaat harus
dinayatakn dengan jelas termasuk jangka waktunya.

Kewajiban pemberi manfaat barang atau jasa adalah menyediakan barang yang disewakan atau
jasa yang diberikan, menanggung biaya pemeliharaan barang, dan menjamin apabila terdapat cacat
pada barang disewakan.

Kewajiban penerima manfaat atau penyewa barang atau jasa adalah membayar sewa atau upah dan
bertanggung jawab untuk menjaga keutuhan barang serta menggunakannya sesuai kontrak dan
menganggung biaya pemeliharaan barang yang sifatnya ringan atau tidak materiil. Apabila barang
yang disewa rusak dan bukan karena pelanggaran dari penggunaan yang dibolehkan atau bukan
karena kelalaian pihak penerima manfaat dalam menjaganya, penyewa tidak bertanggung jawab
atas kerusakan tersebut.

Rukun Ijarah :
Penyewa (mustajir)
Pemberi Sewa (muajir)
Obyek Sewa (majur)
Ijab Qabul (sighat)

Landasan Syariah Ijarah


Q.S. Al-Zukhruf (43) : 32
Apakah Mereka yang membagi-bagikan rahmat Tuhanmu? Kami telah menentukan antara
mereka penghidupan mereka dalam kehidupan dunia, dan Kami telah meninggikan sebagian
mereka atau sebagian yang lain beberapa derajat, agar sebagian mereka dapat mempergunakan
yang lain. Dan rahmat Tuhanmu lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan.

Bagi Hasil
Mudharabah
Mudharabah adalah akad kerjasama dengan skema profit sharing, trust investment atau trust
financing antara pemilik modal (sahib al-mal, malik atau rab al-mal) dengan pengusaha (mudharib,
amil) di mana pemilik modal menyerahkan modalnya untuk dikelola oleh pengusaha. Pengelolaan
bisnis sepenuhnya akan dilakukan oleh mudharib dan keuntungan usaha dibagi antara mereka
sesuai kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak. Meski begitu, tidak ada jaminan atau
kepastian bahwa sahib al-mal akan mendapatkan keuntungan.

Apabila terdapat keuntungan, mudharib dan sahib al-mal akan berbagi keuntungan sesuai dengan
rasio yang sudah disepakati sebelumnya. Namun apabila terjadi kerugian, maka sahib al-mal akn
menanggung kerugian tersebut secara pribadi (kecuai jika kerugian tersebut diakibatkan oleh
kelalaian atau moal hazard yang dilakukan mudharib). Kerugian akan dibebankan terhadap
keuntungan yang sudah diperoleh sebelum dibebankan terhadap modal yang dimiliki sahib al-mal.
Ini berarti, sahib al-mal tidak akan mengalami kerugian melebihi jumlah modalnya.

Kegiatan usaha yang dilakukan mudharib adalah hak eksklusif mudharib tanpa campur tangan
sahib al-mal meski sahib al-mal mempunyai hak untuk melakukan pengawasan. Sahib al-mal juga
tidak boleh mempersempit tindakan mudharib yang dapat menghalangi tercapainya tujuan
mudharabah yaitu keuntungan.

Jika begitu, bagaimana bisa dikatakan bahwa mudharabah adalah sebuah akad yang adil ketika
keuntungan akan dibagi berdua tetapi kerugian modal ditanggung sepenuhnya oleh sahib al-mal ?
Sepintas memang benar bahwa mudharib adalah pihak yang paling diuntungkan. Namun
sebenarnya, mudharib juga kehilangan waktu, tenaga, dan kesempatan untuk mendapatkan
keuntungan atau bahwak kehilangan kepercayaan manakala bisnis tersebut mengalami kerugian.

Prinsip keadilan inilah yang membedakan mudharabah dengan akad konvensional. Pada akad
konvensional, pemilik modal sudah pasti akan mendapatkan keuntungan dari modal yang sudah ia
investasikan kendati si penerima modal atau pengusaha mengalami kerugian.

Mudharabah yang disebut juga qiradh atau muqaradah adalah akad yang dipraktikan bangsa Arab
sebelum turunnya Islam. Nabi Muhammad S.A.W. juga pernah melakukan akad mudharabah
dengan Khadijah saat berprofesi sebagai pedagang.

Secara umum, mudharabah terbagi menjadi dua, yaitu mudharabah mutlaqah dan mudharabah
muqayyadah. Mudharabah mutlaqah adalah mudharabah tidak terbatas di mana sahib al-mal
memberikan kekerasan sepenuhnya kepada mudharib untuk menjalankan usahanya. Sebaliknya
dalam mudharabah muqayyadah atau mudharabah terbatas, sahib al-mal memberikan persyaratan-
persyaratan tertentu kepada mudharib semisal jangka waktu, tempat bisnis, jenis usaha, industri,
dan sebagainya. Akad mudharabah mensyaratkan rukun yang harus dipenuhi yaitu pelaku, objek,
ijab-qabul, dan nisbah keuntungan.

Pelaku dalam akad mudharabah adalah pemilik modal dan pendusaha yang cakap hukum.
Keduanya bersepakat untuk melakukan kerjasama. Modal ialah sejumlah uang dan atau aset yang
diberikan penyedia dana kepada mudharib untuk tujuan usaha dengan syarat diketahui jumlah dan
jenisnya. Untuk menunjukkan kehendak mereka dalam mengadakan kontrak, keduanya
menyatakan persetujuan atau ijab dan qabul yang dituangkan secara tertulis, melalui
korespondnsi,atau dengan menggunakan cara-cara komunikasi modern.
Apabila bisnis yang dikelola mudharib menghasilkan keuntungan, mduharib dan sahib al-mal akan
berbagi keuntungan sesuai dengan rasio yang sudah disepakatai sebelumnya. Keuntungan
mudharabah adalah jumlah yang didapat sebagai kelebihan dari modal. Nisbah keuntungan
dinyatakan dalam bentuk prosentase yang disepakati sahib al-mal dan mudharib, misalnya 25:75,
50:50, dan sebagainya.

Landasan Syariah Mudharabah


Q.S. Al-Nisa (4) : 29
Hai orang-orang beriman! Janganlah kalian saling memakan (mengambil) harta semamamu
dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan sukarela di
antaramu...
Q.S. Al-Baqarah (2) : 283
...Maka, jika sebagian kamu mempercayai sebgagian yang lain, hendaklah yang dipercayai itu
menunaikan amanatnya dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya...

Musyarakah
Musyarakah adalah kerjsasama atau kemitraan di mana dua orang atau lebih bersepakat untuk
menggabungkan modal atau kerja dan terlibat dalam pengelolaan usaha tersebut. Modal yang
diberikan harus berupa uang tunai, emas, perak, atau nilainya sama. Apabila moda berbentuk aset,
maka harus terlebih dahulu dinilai dengan tunai dan disepakati oleh para mitra. Modal ini tidak
boleh dipinjam, dipinjamkan, disumbangkan, dihadiahkan kepada pihak lain, kecuali atas dasar
kesepakatan.

Berbeda dengan mudharabah dimana sahib al-mal tidak terlibat dalam pengelolaan usaha, pemodal
dalam musyarakah ikut aktif dalam pengelolaan keuangan dan manajerial. Partisipasi para mitra
dalam pekerjaan merupakan dasar pelaksanaan musyarakah. Meski begitu, kesamaan porsi kerja
bukanlah merupakan syarat. Seorang mira bleh melaksanakan kerja lebih banyak dari yang
lainnya, dan dalam hal ini ia boleh menuntuk bagian keuntungan tambahan bagi dirinya.

Setiap keuntunga harus dibagikan secara proporsional atas dasar seluruh keuntungan dan tidak ada
jumlah yang ditentukan di awal yang ditetapkan bagi seorang mitra. Seorang mitra boleh
mengusulkan bahwa jika keuntungan melebihi jumlah tertentu, kelebihan atau prosentase itu
diberikan kepadanya. Namun apabila terjadi adalah kerugian, maka kerugian itu harus dibagi di
antara para mitra secara proporsional menurut saham masing-masing dalam modal.

Selain cakap hukum, pihak-pihak yang terlibat juga harus memperhatikan hal-hal berikut :
Kompeten dalam memberikan atau diberikan kekuasaan perwakilan.
Setiap mitra harus menyediakan dana dan pekerjaan, dan setiap mitra melaksanakan kerja
sebagai wakil.
Setiap mitra memiliki hak untuk mengatur aset musyarakah dalam proses bisnis normal.
Setiap mitra memberi wewenang kepada mitra yang lain untuk mengelola aset dan masing-
masing dianggap telah diberi wewenang untuk melakukan aktifitas musyarakah dengan
memperhatikan kepentingan mitranya, tanpa melakukan kelalaian dan kesalahan yang
disengaja.
Seorang mitra tidak diizinkan untuk mencairkan atau menginvestasikan dana untuk
kepentingannya sendiri.

Al-musyarakah terdiri dari musyarakah pemilikan dan musyarakah akad. Musyarakah pemilikan
terjadi saat satu aset dimiliki oleh dua orang atau lebih, seperti warisan atau wasiat. Musyarakah
akad terjadi dengan memberikan modal dan berbagi keuntungan dan kerugian. Musyarakah akad
ini terbagi menjadi syirkah amaal, syirkah al-inan, syirkah mufawadhah, syirkah wujuh, dan
syirkah al-mudharabah (sebagian ulam berbeda pendapat bahwa mudharabah termasuk
musyarakah).
Syirkah amaal (al-abdaan / ash-shnaai)
Yaitu kerja sama antaradua orang atau lebih dalam usaha yang dilakukan oleh tubuh mereka,
yakni masing-masing hanya memberikan konstribusi kerja (amal), tanpa konstribusi modal
(ml), seperti kerja sama sesama dokter di klinik, atau sesama arsitek untuk menggarap sebuah
proyek, atau kerja sama dua orang penjahit untuk menerima order pembuatan seragam sekolah.

Syirkah al-inan
Yaitu kerja sama antara dua orang atau lebih dengan harta masing-masing untuk dikelola oleh
mereka sendiri, dan keuntungan dibagi di antara mereka, atau salah seorang sebagai pengelola
dan mendapat jatah keuntungan lebih banyak daripada rekannya.

Syirkah mufawadhah
Yaitu kerja sama antara dua orang atau lebih. Setiap pihak memberikan suatu porsi dari
keseluruhan dana dan berpartisipasi dalam kerja. Setiap pihak membagi keuntungan dan
kerugian secara sama.

Syirkah wujuh
Yaitu kerja sama antara dua orang atau lebih yang memiliki reputasi dan nama baik serta ahli
dalam bisnis. Mereka membeli barang secara kredit (hutang) dari suatu perusahaan dan menjual
barang tersebut secara tunai, lalu keuntungan yang didapat dibagi bersama atas dasar
kesepakatan di antara mereka.

Syirkah al-mudharabah
Yaitu seseorang sebagai pemodal (investor) menyerahkan sejumlah modal kepada pihak
pengelola (mudharib) untuk diperdagangkan, dan dia berhak mendapat prosentase tertentu dari
keuntungan.

Landasan Syariah Musyarakah


Q.S. Shad (38) : 24
... Dan sesungguhnya kebanyakan dari orang-orang yang bersyarikat itu sebagian dari mereka
berbuat zalim kepada sebagian yang lain, kecuali orang yang beriman dan mengerjakan amal
shaleh; dan amat sedikitlah mereka ini...
Artikel :

Tiga Akad Terlaris Pembiayaan Syariah Tumbuh Signifikan Mei 2016


Oleh : Dini Haryanti
Jumat, 19/08/2016, 06:24 WIB

Bisnis.com, JAKARTA Statistik Perbankan Syariah (SPS) yang dipublikasikan Otoritas Jasa
Keuangan (OJK) menunjukkan tiga akad pembiyaan syariah terlaris bertumbuh cemerlang pada
Mei 2016.

Total pembiayaan yang disalurkan bank maupun unit usaha syariah berlandaskan mudharabah,
musyarakah, dan murabahah mencapai Rp203,72 triliun pada Mei tahun ini. Akad yang paling
dominan tentulah murabahah dengan porsi 61% disusul musyarakah 31,7%, dan mudharabah
7,29%.

Nilai financing berakad murabahah per Mei tahun ini mencapai Rp124,34 triliun. Jumlah ini
bertumbuh sekitar 1,11% dibandingkan dengan bulan sebelumnya Rp122,98 triliun. Dengan
kata lain realisasi pembiayaan pada bulan kelima menjadi yang tertinggi sejak awal tahun.

Akad murabahah adalah perjanjian pembiayaan berupa transaksi jual beli suatu barang sebesar
harga perolehan barang ditambah dengan margin yang disepakati antarpihak. Adapun
sebelumnya pihak penjual sudah menginformasikan lebih dulu harga perolehan kepada
pembeli.

Direktur Utama Bank Muamalat Endy Abduurrahman mengakui selama ini pembiayaan
berakad bagi hasil sepertimusyarakah dan mudharabah porsinya selalu kalah dibandingkan akad
jual beli serupa murabahah.

Menurutnya salah satu kendala yang melingkupi pembiayaan bagi hasil adalah tingkat
resikonya yang tinggi. Hal ini bikin perkembangannya terkendala. Bank relatif belum siap
menerima potensi resiko pembiayaan berkonsep bagi hasil.

Sejauh mana mitigasi terhadap resiko tersebut tersedia. Dengan pertumbuhan ekonomi yang
saat ini cenderung turun, tingkat potensi resiko makin meningkat, kata dia kepada Bisnis.

SPS menunjukkan realisasi pembiayaan berprinsip bagi hasil dalam rupamusyarakah tumbuh
1,90% menjadi Rp64,52 triliun per Mei (month-to-month). Sementara mudharabah naik lebih
baik sekitar 4,35% ke level Rp14,86 triliun untuk periode yang sama.

Akad musyarakah merupakan perjanjian pembiyaan dari dua atau lebih pemilik dana dan/atau
barang untuk menjalankan usaha tertentu. Pembagian hasil usaha antara kedua pihak didasarkan
kepada nisbah yang disepakati, sedangkan pembagian kerugian merujuk kepada proporsi modal
masing-masing.

Sementara akad mudharabah ialah perjanjian pembiayaan dari pemilik dana kepada pengelola
dana untuk melakukan kegiatan usaha tertentu. Adapun pembagian hasil usahanya didasarkan
kepada nisbah yang telah disepakati sebelumnya.

(Editor: Mia Chitra Dinisari)


Diambil dari : http://finansial.bisnis.com/read/20160819/90/576256/tiga-akad-terlaris-
pembiayaan-syariah-tumbuh-signifikan-mei-2016 atau http://bit.ly/2dj6C8t

Anda mungkin juga menyukai