Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Banyak orang mempertanyakan apakah ilmu akuntansi ada di dalam ajaran


Islam. Anggapan terhadap akuntansi Islam (akuntansi yang berdasarkan syariah
Islam) wajar jika banyak dipertanyakan orang. Sama halnya pada masa lalu orang
meragukan dan mempertanyakan seperti apakah ekonomi islam. Jika kita
mengkaji lebih jauh dan mendalam terhadap sumber dari ajaran Islam, Al-Qur’an,
maka akan menemukan ayat-ayat maupun hadits-hadits yang membuktikan
bahwa Islam juga membahas ilmu akuntansi.
Agama diturunkan untuk menjawab persoalan manusia. Ajaran agama
memang harus dilaksanakan dalam segala aspek kehidupan. Dengan demikian,
agama tidak melulu berada dalam tataran normatif yang membahas mengenai
moralitas semata saja. Karena Islam adalah agama amal, sehingga penafsirannya
pun harus beranjak dari normatif menuju teoritis keilmuan yang faktual. Dapat
kita simpulkan bahwa dalam Islam telah ada perintah untuk melakukan sistem
pencatatan yang tekanan utamanya untuk tujuan kebenaran, kepastian,
keterbukaan, dan keadilan antara kedua pihak yang memiliki hubungan
muamalah.
Dalam masyarakat Islam terdapat sistem nilai yang melandasi setiap aktivitas
masyarakat, baik pribadi maupun komunal. Hal ini tidak ditemukan dalam
kehidupan masyarakat barat. Perbedaan dalam budaya dan sistem nilai ini
menghasilkan bentuk masyarakat, praktik, serta pola hubungan yang berbeda
pula. Tujuan akuntansi syariah adalah terciptanya peradaban bisnis dengan
wawasan humanis, emansipatoris, transendental, dan teologis. Dengan akuntansi
syariah, realitas sosial yang dibangun mengandung nilai tauhid dan ketundukan
kepada ketentuan Allah SWT.

1
B. Rumusan Masalah
1. Apa saja Rukun Dan Syarat Isthisna?
2. Siapa saja Objek Ijarah?
3. Apa saja Sumber hukum zakat?
4. Bagaimana Alur transaksi pinjaman qardh?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui Rukun Dan Syarat Isthisna.
2. Untuk mengetahui Objek Ijarah.
3. Untuk mengetahui Sumber hukum zakat.
4. Untuk mengetahui Alur transaksi pinjaman qardh.

2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Akuntansi Transaksi Isthisna

Istishna adalah akad jual beli dimana produsen ditugaskan untuk membuat
suatu barang pesanan dari pemesan.Istishna adalah akad jual beli atas dasar
pesanan antar nasabah dan bank dengan spesifikasi tertentu yang diminta oleh
nasabah. Bank akan meminta produsen untuk membuatkan barang pesanan sesuai
dengan permintaan nasabah. Setelah selesai nasabah akan membeli barang
tersebut dari bank dengan harga yang telah disepakati bersama.

Dalam fatwa DSN MUI akad istishna adalah akad jual beli dalam bentuk
pemesanan pembuatan barang tertentu dengan kriteria dan persyaratan tertentu
yang disepakati antar pemesanan (pembeli,mustashni) dan penjual
(pembuat,shani’)

1. Rukun Dan Syarat Isthisna


1) Rukun Isthisna, meliputi:
a. Transaktor
Terdiri atas pembeli dan penjual.Terkait dengan penjual, DSN
mengharuskan agar penjual menyerahhkan barang tepat pada waktunya
dengan kualitas dan jumlah yang telah disepakati. Penjual diperbolehkan
menyerahkan barang lebih cepat dari waktu yang disepakati dengan syarat
kualitas dan jumlah barang sesuai dengan kesepakatan dan ia tidak boleh
menuntut tambahan harga.
Dalam hal pesanan sudah sesuai dengan kesepakatan, hukumnya wajib
bagi pembeli untuk menerima barang istishna dan melaksanakan semua
ketentuan dalam kesepakatan istishna.Akan tetapi, sekiranya pada barang
yang dilunasi terdapat cacat atau barang tidak sesuai dengan kesepakatan,

3
pemesan memiliki hak khiyar (hak memilih) untuk melanjutkan atau
membatalkan akad.

b. Objek Isthisna
Rukun objek akad transaksi jual beli isthisna meliputi barang yang
diperjualbelikan dan harga barang tersebut.
c. Ijab dan Kabul (sighat)
Merupakan pernyataan dari kedua belah pihak yang berkontrak, dengan
cara penawaran dari penjual (bank syariah) dan penerimaan yang
dinyatakan oleh pembeli (nasabah)
2) Syarat Isthisna, yaitu:
a. Pihak yang berakal, cakap hukum dan mempunyai kekuasaan untuk
melakukan jual beli.  
b. Ridha atau kerelaan dua belah pihak dan tidak ingkar janji. 
c. Menyatakan kesanggupan untuk mengadakan atau membuat barang itu.
d. Mashnu’ (barang/obyek pesanan) mempunyai kriteria yang jelas seperti
jenis, ukuran (tipe), mutu, dan jumlahnya
e. Barang tersebut tidak termasuk dalam kategori yang dilarang syara’ (najis,
haram, tidak jelas) atau menimbulkan kemudharatan (menimbulkan
maksiat).
B. Akuntansi Transaksi Ijarah

Ijarah adalah akad pemindahan hak guna atau manfaat atas suatu asset dalam
waktu tertentu dengan pembayaran sewa (ujrah) tanpa diikuti dengan pemindahan
kepemilikan asset itu sendiri.Sewa yang dimaksud adalah sewa operasi (operating
lease). Sedangkan ijarah muntahiyah bittamlik adalah akad ijarah
dalam wa’ad (janji dari satu pihak pada pihak lain untuk melaksanakan sesuatu)
perpindahan kepemilikan asset yang di ijarahkan pada saat tertentu.

Bagi bank syariah, transaksi ijarah memiliki beberapa keunggulan


dibandingkan dengan jenis akad lainnya, yaitu :

4
1. Dibandingkan dengan akad murabahah, akad ijarah lebih fleksibel dalam hal
objek transaksi. Pada akad murabahah, objek transaksi haruslah berupa barang
sedangkan pada akad ijarah, objek transaksi dapat berupa jasa kesehatan,
pendidikan, ketenagakerjaan, pariwisata, dan ainnya yang tidak bertentangan
dengan syariah.
2. Dibandingkan dengan investasi, akad ijarah mengandung resiko usaha yang
lebih rendah, yaitu adanya pendapatan ijarah yang relatif tetap.
1) Rukun Transaksi Ijarah
a. Transaktor
Implikasi perjanjian sewa kepada syariah sebagai penyewa adalah sebagai
berikut:
 Menyediakan asset yang disewakan
 Menanggung biaya pemeliharaan asset. Biaya ini meliputi biaya yang
terkait langsung dengan subtansi objek sewaan yang manfaatnya kembli
kepada pembeli sewanya (misalnya renovasi, penambahan fasiltas dan
reparasi yang bersifat insidentral). Semua biaya ini dibebankan kepada
pemberi sewa. Jika pemberi sewa menolak menanggung, maka sewa –
menyewanya bersifat batal. Jika terdapat kelalaian penyewa, tanggung
jawab ada pada penyewa.
 Menjamin bila terdapat cacat pada asset yang disewakan.

Adapun kewajiban nasabah sebagai penyewa adalah :

 Membayar sewa dan bertanggung jawab untuk menjaga keutuhan asset


yang disewa serta menggunakannya sesuai kontrak.
 Menaggung biaya pemeliharaan yang sifatnya ringan (tidak materiil).
Biaya ini meliputi biaya yang berkaitan langsung dengan optimalisasi
fasilitas yang disewa dan kegunaannya adalah kewajiban penyewa (misal
pemeliharaan rutin). Semua biaya ini merupakan tanggung jawab
penyewa. Misalnya mengisi bensin untuk kendaraan yang disewa.

5
 Jika asset yang disewa rusak, bukan karena pelanggaran dari enggunaan
yang dibolehkan, juga bukan karena kelalaian pihak penyewa dalam
menjaganya, ia tidak bertanggung jawab atas kerusakan tersebut.

b. Objek Ijarah
Adapun ketentuan objek ijarah adalah sebagai berikut:
1. Objek ijarah adalah manfaat dari penggunaan barang dan / atau jasa.
2. Manfaat barang harus bisa dinilai dan dapat dilaksanakan dalam kontrak.
Dalam hal ini, hendaklah fasilitas obek sewaan itu mempunyai nilai
komersial, dengan demikian kita dilarang menyewakan durian unuk
sekedar mencium baunya. Hendaknya juga penggunaan fasilitas objek
sewaan tidak menghabiskan subtansinya, sebagai contoh tidak boleh
menyewakan lilin untuk penerangan atau sabun mandi.
3. Fasilitasnya mubah (dibolehkan). Dalam hal ini, menyewa tenaga atau
faslitas untuk maksiat atau sesuatu yang diharamkan adalah haram.
Berdasarkan pedoman pengawasan syariah yang diterbitkan oleh Bank
Indonesia, disebutkan bahwa transaksi multijasa yang biasanya digunakan
akad ijarah dapat dalam bentuk pelayanan pendidikan, kesehatan,
ketenagaerjaan, dan kepariwisatawan.
4. Kesanggupan untuk memenuhi manfaat harus nyata dan sesuai dengan
syariah.
5. Manfaat harus dikenali secara spesifik sedemikian rupa untuk
menghilangkan keidaktahuan yang akan mengakibatkan sengketa.
6. Spesifikasi manfaat harus dinyatakan dengan jelas termaksud jangka
waktunya
7. Sewa adalah sesuatu yang dijanjikan dan dibayar kepada LKS sebagai
pembayaran manfaat. Sesuatu yang dapat dijadikan harga dalam jual beli
dapat pula dijadikan sewa dalam ijarah.
8. Ketentuan dalam menentukan sewa dapat diwujudkan dalam ukuran
waktu, tempat dan jarak.

6
c. Ijab dan Kabul
Ijab dan Kabul dalam akad ijarah merupakan pernyataan dari kedua
belah pihak yang berkontrak, dengan cara penawaran dari pemilik asset (bank
syariah) dan penerimaan yang dinyatakan oleh penyewa (nasabah). Perjanjian
dapat dilakukan dengan lisan, isyarat (bagi yang tidak bisa bicara), tindakan
maupun tulisan, bergantung pada praktik yang lazim di masyarakat dan
menunjukan keridahaan satu pihak untuk menyewa dan pihak lain untuk
menyewakan tenaga / fasilias.
C. Akuntansi Transaksi Dana Zakat

Dari segi bahasa, zakat memiliki kata dasar “zaka” yang berarti berkah,
tumbuh, suci, bersih, dan baik.Disebut zakat karena dia memberkahi kekayaan
yang dizakatkan dan melindunginya.

Menurut UU No. 38 Tahun 1998 tentang Pengelolaan Zakat, pengertian zakat


adalah harta yang wajib disisihkan oleh seorang muslim atau badan yang dimiliki
oleh orang muslim sesuai ketentuan agama untuk diberikan kepada yang berhak
menerimanya.

Menurut istilah, zakat ialah kewajiban seorang muslim untuk mengeluarkan


nilai bersih dari kekayaannya yang tidak melebihi satu nisab, diberikan kepada
mustahik dengan beberapa syarat yang telah ditentukan. Didin Hafidhuddin
mendefinisikan zakat yaitu bagian dari harta dengan persyaratan tertentu, yang
Allah SWT mewajibkan kepada pemiliknya untuk diserahkan kepada yang berhak
menerimanya, dengan persyaratan tertentu pula.Dalam pengertian zakat tersebut
tercakup pengertian zakat mal (zakat harta) dan zakat fitrah (zakat jiwa).

Zakat adalah sebagian harta yang wajib dikeluarkan oleh wajib zakat
(muzakki) untuk diserahkan kepada penerima zakat (mustahiq).Pembayaran zakat
dilakukan apabila nisab dan haulnya terpenuhi dari harta yang memenuhi kriteria
wajib zakat (PSAK 101 paragraf 71).

7
Dengan demikian, zakat tidaklah sama dengan donasi/sumbangan/shadaqah
yang bersifat sukarela. Zakat merupakan suatu kewajiban muslim yang harus
ditunaikan dan bukan merupakan hak, sehingga kita tidak dapat memilih untuk
membayar atau tidak. Zakat memiliki aturan yang jelas, mengenai harta apa yang
harus dizakatkan, batasan harta yang terkena zakat, demikian juga cara
perhitungannya, bahkan siapa yang boleh menerima harta zakat pun telah diatur
oleh Allah SWT. dan Rasul-Nya.

1. Sumber hukum zakat


Ada beberapa ayat dalam Al-Quran yang menjadi dasar kewajiban untuk
menunaikan zakat.
 QS. al-Taubah ayat 103.
“Ambillah zakat dari sebahagian harta mereka, dengan zakat itu kamu
membersihkan diri dan mensucikan mereka dan mendoalah untuk
mereka.Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka
dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui”.
 QS.al-Baqarah ayat 43.
“Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ruku’lah bersama orang-
orang yang ruku”.
 QS.al-Hajj ayat 78.
“Maka dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat dan berpegang teguhlah
kamu dengan tali Allah yang Dia merupakan Wali bagi kamu’.
 QS. Ali 'Imran ayat 180.
“Sekali-kali janganlah orang-orang yang bakhil dengan harta yang Allah
berikan kepada mereka dari karunia-Nya menyangka, bahwa kebakhilan itu
baik bagi mereka. Sebenarnya kebakhilan itu adalah buruk bagi mereka,
harta yang mereka bakhilkan itu akan dikalungkan kelak di lehernya di hari
kiamat. Dan kepunyaan Allah lah segala warisan (yang ada) di langit dan di
bumi. Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan”[2].
2. Prinsip, fungsi dan tujuan zakat

8
Zakat merupakan salah satu ciri dari sistem ekonomi Islam, karena zakat
merupakan salah satu implementasi asas keadilan dalam sistem ekonomi
Islam. M.A. Mannan dalam bukunya Islamic Economics: Theory and Practice,
sebagaimana yang dikutip oleh Hikmat Kurnia dan A. Hidayat  menyebutkan
bahwa zakat mempunyai enam prinsip, yaitu:
 Prinsip keyakinan keagamaan, yaitu bahwa orang yang membayar zakat
merupakan salah satu manifestasi dari keyakinan agamanya.
 Prinsip pemerataan dan keadilan; merupakan tujuan sosial zakat, yaitu
membagi kekayaan yang diberikan Allah lebih merata dan adil kepada
manusia.
 Prinsip produktivitas, yaitu menekankan bahwa zakat memang harus
dibayar karena milik tertentu telah menghasilkan produk tertentu setelah
lewat jangka waktu tertentu.
 Prinsip kebebasan, yaitu bahwa zakat hanya dibayar oleh orang yang
bebas atau merdeka (hurr).
 Prinsip etika dan kewajaran, yaitu zakat tidak dipungut secara semena-
mena, tapi melalui aturan yang disyariatkan.
 Prinsip nalar, yaitu sangat rasional bahwa zakat harta yang menghasilkan
itu harus dikeluarkan.

Secara umum tujuan zakat adalah untuk mencapai keadilan sosial


ekonomi. Zakat merupakan transfer sederhana dari bagian dengan ukuran
tertentu harta si kaya untuk dialokasikan kepada si miskin.

Para cendekiawan muslim banyak yang menerangkan tentang tujuan-


tujuan zakat, baik secara umum yang menyangkut tatanan ekonomi, sosial dan
kenegaraan maupun secara khusus yang ditinjau dari tujuan-tujuan nash
secara eksplisit.

3. Sumber dan penggunaan dana zakat

9
Unsur dasar laporan sumber dan penggunaan dana zakat meliputi sumber
dana, penggunaan dana, penggunaan dana selama suatu jangka waktu, serta
saldo dana zakat yang menunjukan dana yang belum disalurkan pada tanggal
tertentu (paragraf 72). Dalam hal ini, dan zakat tidak diperkenankan untuk
menutup penyisihan kerugian aset produktif.

Sumber dana zakat di bank syariah terdiri dari:


1) Zakat dari dalam entitas bank syariah
Dana zakat dari pihak luar entitas bank syariah (termasuk zakat dari
nasabah) penyaluran / penggunaan dana zakat dibatasi pada delapan golongan
atau disebut asnaf yang sudah ditentukan oleh syariah, yaitu :
 Fakir miskin
 Golongan mualaf
 Orang yang bleum merdeka
 Orang yang berhutang
 Orang yang berjuang di jalan allah
 Porang yang melakukan perjalanan
D. Akuntansi Transaksi Dana kebajikan
          Dana kebajikan merupakan dana sosial diluar zakat yang berasal dari
masyarakat yang dikelola oleh bank syariah. Dana kebajikan bisa juga disebut
dengan dana qardh. PSAK 59 dan PAPSI menggunakan istilah qardh dan
bukan istilah dana kebajikan. Akan tetapi, pada PSAK 101, istilah ini diganti
dengan istilah “Dana Kebajikan”.Tidak ada keterangan resmi alasan
penggantian istilah ini dalam PSAK 101. Akan tetapi, adanya istilah dana
kebajikan memberi fleksibilitas dalam sumber maupun penggunaan dana
tersebut, mengingat istilah qardh lebih tepat digunakan untuk transaksi yang
terkait dengan pinjam meminjam tanpa bunga
1. Landasan hukum mengenai dana kebajikan

10
Berdasarkan PSAK 101, sumber dana kebajikan terdiri atas: Infak,
Sedekah, Hasil pengelolaan wakaf sesuai dengan perundang-undangan yang
berlaku, Pengembalian dana kebajikan produktif, Denda, Pendapatan non-
halal, Sumbangan/hibah.
Infak dan sedekah yang dimaksud dalam dana kebajikan adalah semua
jenis infak dan sedekah baik yang peruntukannya ditentukan secara khusus
oleh pemberi infak dan sedekah maupun yang tidak. Denda merupakan sanksi
berupa uang yang dikenakan oleh bank syariah kepada nasabah yang mampu,
tetapi dengan sengaja menunda-nunda pembayaran kewajibannya kepada
bank syariah.Sumbangan atau hibah pada dasarnya merupakan salah satu
bentuk sedekah sunah. Akan tetapi, istilah sumbangan atau hibah secara
terminologi dipandang universal, sehingga dapat menampung bantuan yang
mungkin berasal dari orang yang bukan beragama Islam ataupun dari instansi
dan lembaga yang cenderung memilih istilah yang umum dalam memberikan
suatu bantuan. Pendapatan non-halal merupakan sumber dana kebajikan yang
berasal dari transaksi bank syariah dengan pihak lain yang tidak menggunakan
skema syariah. Berdasarkan PSAK 101, dana kebajikan dapat digunakan
untuk: Dana kebajikan produktif, sumbangan dan penggunaan lainnya untuk
kepentingan umum

E. Akuntansi Transaksi Pinjaman Qardh


Dalam PSAK 101, istilah pinjaman qardh diganti dengan istilah dana
kebajikan produktif. Menurut penulis, panggantian istilah tersebut kuranglah tepat
mengingat dalam praktiknya pinjaman yang diberikan tidak harus dalam bentuk
usaha produktif, melainkan juga dalam pemenuhan kebutuhan dana non-
produktif. Akan tetapi, terdapat di dalamnya kesepakatan pengembalian dana
tanpa adanya tambahan pendapatan yang disyaratkan di muka. Dalam hal ini,
istilah pinjaman qardh beserta pinjaman qardh hukum-hukum syar’i yang melekat
pada qardh justru lebih tepat untuk digunakan.

11
Secara terminologi, qardh berarti menyerahkan harta kepada orang yang
menggunakannya untuk dikembalikan gantinya pada suatu saat. Qardh merupaka
transaksi yang diperbolehkan untuk syariah dengan menggunakan skema pinjam-
meminjam. Akad qardh merupakan akad yang memfasilitasi transaksi
peminjaman sejumlah dana tanpa adanya pembebanan bunga atas dana yang
dipinjam oleh nasabah. Transaksi qardh pada dasarnya merupakan transaksi yang
bersifat sosial karena tidak  diikuti dengan pengambilan keuntungan dari dana
yang dipinjamkan. Kendati demikian, transaksi ini juga bermanfaat bagi bank
syariah untuk memfasilitasi berbagai keperluan bank syariah dalam hal:
1) Pemenuhan tanggung jawab sosial bank syariah untuk membantu
mengembangkan usaha kecil mikro yang memerlukan dana tanpa bunga.
2) Menyalurkan dana sosial yang dihimpun oleh bank syariah, baik dari sumber
dana yang sesuai dengan syariah, seperti dana infak, sedekah, hibah, denda,
dan lainnya maupun tidak sesuai dengan syariah, seperti bunga bank
konvensional yang tidak dapat dihindari terkait dengan pembukaan giro dan
sebagainya di bank konvensional.
3) Sebagai produk pelengkap kepada nasabah yang telah terbukti loyalitas dan
bonafiditasnya yang membutuhkan dana talangan segera untuk masa yang
relatif pendek, ataupun nasabah yang memerlukan dana cepat, sedangkan ia
tidak dapat menarik karena dananya tersimpan di bank syariah dalam bentuk
deposito (Antonio, 2011).
4) Sebagai skema khusus membantu pegawai bank syariah yang membutuhkan
pinjaman untuk kebutuhan yang bersifat insidental.
5) Pengambilalihan utang bank konvensional kepada bank syariah. Proses
pengambilalihan tersebut didahului dengan bank syariah memberikan dana
qardh kepada nasabah. Dengan dana qardh tersebut, nasabah melunasi utang
konvensionalnya. Jaminan yang sudah jadi milik nasabah kemudian dijual
kepada bank syariah. Dengan hasil penjualan tersebut, nasabah melunasi
qardh kepada bank syariah. Selanjutnya, bank syariah menyewakan aset yang
telah dimilikinya tersebut kepada nasabah dengan akad Al-Ijarah Muntahiya

12
Bittamlik (IMBT). Kesemua akad dilakukan terpisah dan tidak ada
mempersyaratkan satu dengan yang lain.
1. Ketentuan syari’I transaksi pinjaman qardh
Disyariatkannya qardh mengacu pada Alquran dan Sunah, antara lain:
 Q.S. Al-Baqarah: 245, “Siapakah yang mau memberi kepada pinjaman
kepada Allah, pinjaman yang baik (menafkahkan di jalan Allah), maka
Allah akan memperlihatkan pembayaran kepadanya dengan lipat ganda
yang banyak”.
 Hadist riwayat Ibnu Hibban, “Setiap muslim yang memberikan pinjaman
kepada sesamanya dua kali, maka itu seperti orang yang bersedekah satu
kali.”
 Hadist riwayat Bukhari, “Berikan saja kepadanya. Sesungguhnya orang
yang terbaik adalah yang paling baik dalam mengembalikan utang.”

Ketentuan yang terkait dengan transaksi pinjaman qardh meliputi berbagai


aspek antara lain:

1) Larangan mensyaratkan tambahan pengembalian atas suatu pinjaman


Dalam pinjaman qardh tidak dibolehkan disyaratkan tambahan
pengembalian atas pinjaman tersebut. Q.S. Al-Baqarah 278-279 yang
artinya:
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan
tinggalkanlah sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang
yang beriman. Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa
riba), maka ketahuilah bahwa Allah dan Rasulnya akan memerangimu.
Dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba) maka bagimu pokok
hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak pula dianiaya.”
2) Larangan menunda pembayaran pinjaman bagi orang yang mampu
Orang yang meminjam tidak boleh menunda pembayarannya jika dalam
keadaan mampu membayar sebagaimana disebut dalam hadist riwayat
Jama’ah yang artinya:

13
“penundaan pembayaran oleh orang yang mampu adalah suatu
kezaliman.”
3) Perintah meringankan beban orang yang kesulitan membayar pinjaman
Upaya meringankan beban orang yang kesulitan membayar pinjaman
dapat dilakukan dalam bentuk tangguh maupun menghapus pinjaman.
Perintah Allah memberi tangguh orang yang kesulitan membayar
pinjaman terdapat dalam Q.S. Al-Baqarah (2): 280 yang artinya: “Dan
jika ia dalam kesulitan, berilah tangguh sampai ia berkelapangan.”
Sedangkan menghapus pinjaman orang yang kesulitan membayar
pinjaman adalah didasarkan pada hadist Nabi Muhammad saw., riwayat
Muslim yang artinya:“Orang yang melepaskan seorang muslim dari
kesulitannya di dunia, Allah akan melepaskan kesulitannya di hari kiamat,
dan Allah senantiasa menolong hamba-Nya selama ia suka menolong
saudaranya.”
4) Pembolehan mengenakan biaya administrasi
Fatwa DSN membolehkan untuk pemberi pinjaman untuk membebankan
biaya administrasi kepada nasabah. (Fatwa Nomor 19 tahun 2009). Dalam
penetapan besarnya biaya administrasi sehubungan dengan pemberian
qardh, tidak boleh berdasarkan perhitungan persentase dari jumlah dana
qardh yang diberikan.
5) Pembolehan pengenaan sanksi pada peminjam yang mampu, telah
melalaikan kewajibannya
2. Rukun Transaksi pinjaman qardh
Transaksi pinjaman qardh meliputi:
a. Transaktor
Transaktor pada transaksi pinjaman qardh terdiri atas pemberi pinjaman
(muqridh) dan penerima pinjaman (muqtaridh).
b. Objek qardh (mahall al-qardh)
Objek qardh (mahall al-qardh) dapat berupa uang atau benda habis pakai.
Uang yang digunakan sebagai objek qardh oleh bank syariah dibatasi

14
sumbernya dari (1) bagian modal bank, (2) keuntungan bank yang
disisihkan, dan (3) lembaga lain atau indvidu yang mempercayakan
penyaluran infak kepada bank.
c. Ijab dan Kabul
Ijab dan kabul dalam transaksi pinjaman qardh merupakan pernyataan dari
kedua belah pihak yang berkontrak dengan cara penawaran dari pemberi
pinjaman (bank syariah) dan penerima yang dinyatakan oleh penerima
pinjaman (nasabah). Pelafalan perjanjian dapat dilakukan dengan lisan,
isyarat (bagi yang tidak dapat bicara), tindakan maupun tulisan,
bergantung pada praktik yang lazim di masyarakat dan menunjukkan
keridhaan satu pihak untuk meminjamkan sejumlah dana (objek qardh)
dan pihak lain untuk menerima dan melunasi pinjamannya.
3. Alur transaksi pinjaman qardh
1) Bank syariah sebagai pemberi pinjaman qardh
2) Menyerahkan dana qardh
3) Mengembalikan dana qardh sebesar yang dipinjam

15
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Rukun Isthisna: Transaktor, Objek Isthisna, Ijab dan Kabul (sighat). Syarat
Isthisna: a) Pihak yang berakal, cakap hukum dan mempunyai kekuasaan untuk
melakukan jual beli.  b) Ridha atau kerelaan dua belah pihak dan tidak ingkar
janji. c) Menyatakan kesanggupan untuk mengadakan atau membuat barang itu.
d) Mashnu’ (barang/obyek pesanan) mempunyai kriteria yang jelas seperti jenis,
ukuran (tipe), mutu, dan jumlahnya. f) Barang tersebut tidak termasuk dalam
kategori yang dilarang syara’ (najis, haram, tidak jelas) atau menimbulkan
kemudharatan (menimbulkan maksiat).

Adapun ketentuan objek ijarah adalah sebagai berikut: a) Objek ijarah adalah
manfaat dari penggunaan barang dan / atau jasa. b) Manfaat barang harus bisa
dinilai dan dapat dilaksanakan dalam kontrak. c) Fasilitasnya mubah
(dibolehkan). d) Kesanggupan untuk memenuhi manfaat harus nyata dan sesuai
dengan syariah. f) Manfaat harus dikenali secara spesifik sedemikian rupa untuk
menghilangkan keidaktahuan yang akan mengakibatkan sengketa. e) Spesifikasi
manfaat harus dinyatakan dengan jelas termaksud jangka waktunya. g) Sewa
adalah sesuatu yang dijanjikan dan dibayar kepada LKS sebagai pembayaran
manfaat. Sesuatu yang dapat dijadikan harga dalam jual beli dapat pula dijadikan
sewa dalam ijarah. h) Ketentuan dalam menentukan sewa dapat diwujudkan
dalam ukuran waktu, tempat dan jarak.

Sumber hukum zakat ada beberapa ayat dalam Al-Quran yang menjadi dasar
kewajiban untuk menunaikan zakat.

16
 QS. al-Taubah ayat 103.
“Ambillah zakat dari sebahagian harta mereka, dengan zakat itu kamu
membersihkan diri dan mensucikan mereka dan mendoalah untuk
mereka.Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka
dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui”.
 QS.al-Baqarah ayat 43.
“Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ruku’lah bersama orang-
orang yang ruku”.
Alur transaksi pinjaman qardh yakni : Bank syariah sebagai pemberi pinjaman
qardh, Menyerahkan dana qardh, dan Mengembalikan dana qardh sebesar
yang dipinjam
B. Saran
Telah kami sampaikan bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna.
Oleh karena itu, kritik dan saran kami harapkan demi kesempurnaan makalah
ini, semoga makalah ini bisa bermanfaat bagi kita semua. Terimakasih.

17
DAFTAR PUSTAKA

Rifqi  Muhammad. Akuntansi Keuangan Syariah, Konsep dan Implementasi PSAK


Syariah. (sinar Baru : Surabaya)

Sri nurhayati,”akuntansi syariah di indonesia”. 2011,(Jakarta, selemba empat)

18

Anda mungkin juga menyukai