Anda di halaman 1dari 11

TUGAS MANAJEMEN PERBANKAN ISLAM ( Ijarah & IMBT )

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam kehidupan sehari – hari, masyarakat memiliki kebutuhan – kebutuhan yang harus
dipenuhi baik kebutuhan primer, sekunder maupun tersier. Ada kalanya masyarakat tidak
memiliki cukup dana untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Oleh karenanya, dalam
perkembangan perekonomian masyarakat yang semakin meningkat muncullah jasa pembiayaan
yang ditawarkan oleh lembaga keuangan bank dan lembaga keuangan non bank.
Dalam operasionalnya, Bank Syariah memberi jasa-jasa dalam beberapa bentuk, yaitu:
musyarakah, murabahah, mudharabah, dan ijarah. Bank Syari’ah dan Lembaga Keuangan
Syari’ah lainnya dalam melayani produk pembiayaan, mayoritas masih terfokus pada produk-
produk murabahah (prinsip jual beli). Pembiayaan ijarah memiliki kesamaan dengan pembiayaan
murabahah karena termasuk dalam katagori natural certainty contracts dan pada dasarnya adalah
kontrak jual beli. Perbedaan antara ijarah dan murabahah terletak pada objek transaksi yang
diperjualbelikan yaitu dalam pembiayaan murabahah yang menjadi objek transaksi adalah
barang, seperti tanah, rumah, mobil dan sebagainya, sedangkan dalam pembiayan ijarah, objek
transaksinya adalah jasa, baik manfaat atas barang maupun manfaat atas tenaga kerja, sehingga
dengan skim ijarah, bank syari’ah dan lembaga keuangan syari’ah lainnya dapat melayani
nasabah yang membutuhkan jasa.
Bentuk pembiayaan ijarah merupakan salah satu teknik pembiayaan ketika kebutuhan
pembiayaan investor untuk membeli aset terpenuhi dan investor hanya membayar sewa
pemakaian tanpa harus mengeluarkan modal yang cukup besar untuk membeli aset tersebut.
Secara umum timbulnya ijarah disebabkan oleh adanya kebutuhan akan barang atau manfaat
barang oleh nasabah yang tidak memiliki kemampuan keuangan. Transaksi ijarah dilandasi
adanya perpindahan manfaat (hak guna), bukan perpindahan kepemilikan (hak milik). Jadi pada
dasarnya prinsip ijarah sama saja dengan prinsip jual beli tapi perbedaannya terletak pada objek
transaksinya. Bila pada jual beli objek transaksinya barang, sedangkan pada ijarah objek
transaksinya adalah barang dan jasa.
Pada saat ini telah berkembang pembiayaan Bank Syariah dengan prinsip ijarah tapi
diakhiri dengan kepemilikan barang yang disebut dengan Ijarah Muntahiyah BitTamlik, yang
disingkat dengan IMBT. Dengan pembiayaan IMBT, seseorang yang memerlukan suatu barang
bisa menyewa kepada bank syariah dan diakhir periode sewa dia bisa memiliki barang tersebut.
Perpindahan kepemilikan barang bisa dengan jual beli atau hibah. Satu permasalahan yang
muncul dalam pembiayaan IMBT ini, yaitu memungkinkan terjadinya ketidakadilan bagi pihak
yang memberikan pembiayaan karena transaksi yang digunakan adalah uang Fiat dan
kemungkinan menurunnya nilai uang di masa yang akan datang sehingga menurunnya daya beli
kembali dari barang yang menjadi objek IMBT. Untuk itu diperlukan suatu solusi agar
muamalah jangka panjang –dalam hal ini pembiayaan IMBT- menjadi adil dalam arti tidak ada
pihak yang dirugikan. Oleh karena itu Penulis tertarik untuk menulis makalah ini dengan judul :
Pembiyaan Ijarah dan IMBT

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka dapat di rumuskan yaitu:
Bagaimana Pembiayaan Ijarah Dan IMBT Pada Bank Syariah ?

C. Tujuan
Tujuan penulisan makalah ini selain untuk memenuhi tugas dari mata kuliah Manajemen
Perbankan Islam penulis juga ingin manambah wawasan tentang Pembiyaan Ijarah dan IMBT
khususnya, dan sebagai pengingat di kala lupa bagi pembaca pada umumnya , serta untuk
mengatasi masalah-masalah yang terjadi disekitar kita.

BAB II
PEMBAHASAN
A. Pembiayaan Ijarah
Al-ijarah adalah akad pemindahan hak guna atas barang dan jasa, melalui pembayaran
upah sewa,tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan (ownership/milkiyyah). Definisi
mengenai prinsip Ijarah juga telah diatur dalam hukum positif Indonesia yakni dalam Pasal 1
ayat 10 Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/46/PBI/2005 yang mengartikan prinsip ijarah sebagai
transaksi sewa menyewa atas suatu barang atau upah mengupah atas suatu usaha jasa dalam
waktu tertentu melalui pembayaran sewa atau imbalan jasa. Bank syariah hanya dapat melayani
kebutuhan nasabah untuk memiliki barang, sedangkan nasabah yang membutuhkan jasa tidak
dapat dilayani. Dengan skim Ijarah, bank syariah dapat pula melayani nasabah yang hanya
membutuhkan jasa.
Pada dasarnya ijarah didefinisikan sebagai hak untuk memanfaatkan barang atau jasa
dengan membayar imbalan tertentu. Menurut Fatwa Dewan Syarah Nasional
No.09/DSN/MUI/IV/2000, Ijarah adalah akad pemindahan hak guna (manfaat ) atas
suatu barang atau jasa dalam waktu tertentu melalui pembayaran sewa/upah, tanpa diikuti
dengan pemindahan kepemilikan barang itu sendiri, dengan demikian dalam akad ijarah tidak
ada perubahan kepemilikan, tetapi hanya pemindahan hak guna saja dari yang menyewakan
kepada penyewa. Dalam kegiatan perbankan Syariah pembiayaan melalui Ijarah dibedakan
menjadi dua yaitu :
1. Didasarkan atas periode atau masa sewa biasanya sewa peralatan. Peralatan itu disewa selama
masa tanam hingga panen. Dalam perbankan Islam dikenal sebagai Operating Ijarah.
2. Ijarah Muntahiyyah Bit-Tamlik di beberapa negara menyebutkan sebagai Ijarah Wa Iqtina yang
artinya sama juga yaitu sama juga yaitu menyewa dan setelah itu diakuisisi oleh penyewa
( finance lease ).

Dalam hal penggunaan prinsip syariah pada pembiayaan ijarah, Ijarah adalah akad sewa
menyewa, sedangkan pembiayaan ijarah adalah perjanjian untuk membiayai kegiatan sewa
menyewa. Pada ijarah, bank hanya wajib menyediakan aset yang disewakan, baik aset itu
miliknya atau bukan miliknya yang penting adalah bank mempunyai hak pemanfaatan atas aset
yang kemudian disewakannya. Fatwa DSN tentang ijarah ini kemudian diadopsi kedalam
Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) 59 yang menjelaskan bahwa bank dapat
bertindak sebagai pemilik objek sewa, dan bank dapat pula bertindak sebagai penyewa yang
kemudian menyewakan kembali (para 129). Namun tidak seluruh fatwa DSN diadopsi oleh
PSAK 59, misalnya fatwa DSN mengatur bahwa objek ijarah adalah manfaat dari penggunaan
barang dan/atau jasa; sedangkan PSAK 59 hanya mengakomodir objek ijarah yang berupa
manfaat dari barang.
Pada pembiayaan ijarah, bank berkedudukan sebagai penyedia uang atau tagihan yang
dipersamakan dengan itu dalam rangka penyewaan barang berdasarkan prinsip ijarah. Mengikuti
penjelasan ijarah dalam PSAK 59, maka pembiayaan ijarah dapat digunakan untuk membiayai
penyewaan barang yang kemudian disewakannya kembali kepada nasabah, dan dapat pula
digunakan untuk membiayai pembelian barang yang kemudian disewakannya kepada nasabah.
Adapun fatwa DSN yaitu:
a. Rukun dan Syarat Ijarah
 Sighat Ijarah, yaitu ijab dan qabul berupa pernyataan dari kedua belah pihak yang berkontrak,
baik secara verbal atau dalam bentuk lain.
 Pihak-pihak yang berakad (berkontrak): terdiri atas pemberi sewa/pemberi jasa, dan
penyewa/pengguna jasa.
 Obyek akad Ijarah, yaitu:
a) Manfaat barang dan sewa
b) Manfaat jasa dan upah.

b. Ketentuan Obyek Ijarah


 Obyek ijarah adalah manfaat dari penggunaan barang dan/atau jasa.
 Manfaat barang atau jasa harus bisa dinilai dan dapat dilaksanakan dalam kontrak.
 Manfaat barang atau jasa harus yang bersifat dibolehkan (tidak diharamkan).
 Kesanggupan memenuhi manfaat harus nyata dan sesuai dengan syari’ah.
 Manfaat harus dikenali secara spesifik sedemikian rupa untuk menghilangkan (ketidaktahuan)
yang akan mengakibatkan sengketa.
 Spesifikasi manfaat harus dinyatakan dengan jelas, termasuk jangka waktunya. Bisa juga
dikenali dengan spesifikasi atau identifikasi fisik.
 Sewa atau upah adalah sesuatu yang dijanjikan dan dibayar nasabah kepada LKS sebagai
pembayaran manfaat. Sesuatu yang dapat dijadikan harga (tsaman) dalam jual beli dapat pula
dijadikan sewa atau upah dalam Ijarah.
 Pembayaran sewa atau upah boleh berbentuk jasa (manfaat lain) dari jenis yang sama dengan
obyek kontrak.
 Kelenturan (flexibility) dalam menentukan sewa atau upah dapat diwujudkan dalam ukuran
waktu, tempat dan jarak.

c. Kewajiban LKS dan Nasabah dalam Pembiayaan Ijarah


 Kewajiban LKS sebagai pemberi manfaat barang atau jasa:
a) Menyediakan barang yang disewakan atau jasa yang diberikan.
b) Menanggung biaya pemeliharaan barang.
c) Menjamin bila terdapat cacat pada barang yang disewakan.
 Kewajiban nasabah sebagai penerima manfaat barang atau jasa:
a) Membayar sewa atau upah dan bertanggung jawab untuk menjaga keutuhan barang serta
menggunakannya sesuai akad (kontrak).
b) Menanggung biaya pemeliharaan barang yang sifatnya ringan (tidak materiil).
c) Jika barang yang disewa rusak, bukan karena pelanggaran dari penggunaan yang dibolehkan,
juga bukan karena kelalaian pihak penerima manfaat dalam menjaganya, ia tidak bertanggung
jawab atas kerusakan tersebut.

B. Prinsip Sewa (Ijarah)


Transaksi ijarah dilandasi adanya perpindahan manfaat ( hak guna ), bukan perpindahan
kepemilikan (hak milik). Jadi pada dasarnya prinsip ijarah sama saja dengan prinsip jua beli, tapi
perbedaannya terletak pada objek transaksinya. Bila pada jua beli objek transaksinya barang,
pada ijarah objek transaksinya adalah barang maupun jasa.
Pada dasarnya, ijarah didefinisikan sebagai hak untuk memanfaatkan barang / jasa dengan
membayar imbalan tertentu. Menurut Fatwa Dewan Syariah Nasional, ijarah adalah akad
pemindahan hak guna (manfaat) atas suatu barang atau jasa dalam waktu tertentu melalui
pembiayaan sewa/ upah, tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan barang itu sendiri.
Dengan demikian daam akad ijarah tidak ada perubahan kepemilikan, tetapi hanya perpindahan
hak guna saja dari yang menyewakan kepada penyewa.

C. Proses Pembiayaan Ijarah


 Nasabah mengajukan pembiayaan ijarah ke bank syari’ah.
 Bank Syari’ah membeli/menyewa barang yang diinginkan oleh nasabah sebagai objek ijarah,
dari supplier/penjual/pemilik.
 Setelah dicapai kesepakatan antara nasabah dengan baik mengenai objek ijarah, tarif ijarah,
periode ijarah dan biaya pemeliharaannya, maka akad pembiayaan ijarah ditandatangani.
Nasabah diwajibkan menyerahakan jaminan yang dimiliki.
 Bank menyerahkan objek ijarah kepada nasabah sesuai akad yang disepakati. Setelah periode
ijarah berakhir, nasabah mengembalikan objek ijarah tersebut kepada Bank.
 Bila bank membeli objek ijarah tersebut (al-bai’ wal-ijarah), setelah periode ijarah berakhir
objek ijarah tersebut dismpan oleh bank sebagai asset yang dapat disewakan kembali. Tetapi bila
bank membeli objek ijarah tersebut (ijarah parallel), setelah periode ijarah berakhir objek ijarah
tersebut dikembalikan oleh bank kepada supplier/penjual/pemilik.

D. Ijarah dan Leasing


Ijarah adalah akad yang mengatur pemanfaatan hak guna tanpa terjadi pemindahan
kepemiikan, maka banyak orang yang menyamakan ijarah ini dengan leasing. Hal ini terjadi
karena kedua istiah tersebut sama-sama mengacu pada ha ihwal sewa menyewa. Menyamakan
ijarah dengan leasing tidak sepenuhnya salah, tapi tidak sepenuhnya benar pula. Karena pada
dasarnya, walaupun terdapat kesamaan antara ijarah dan leasing, tapi ada beberapa karakteriristik
yang membedakannya yaitu:
a. Objek
Dilihat dari segi objek yang disewakan, leasing hanya berlaku untuk menyewa barang
saja. Sementara dalam ijarah, objek yang disewakan bisa berupa barang ataupun jasa. Ijarah bila
diterapkan untuk mendapatkan manfaat barang disebut sewa menyewa, sedangkan bila
diterapkan untuk mendapatkan manfaat tenaga kerja/jasa disebut upah mengupah. Dengan
demikian, dilihat dari segi objeknya, ijarah mempunyai cakupan yang lebih luas dari leasing.

b. Metode Pembayaran
Dari segi metode pembayarannya, leasing hanya memiliki satu metode pembayaran yakni
bersifat not contingent to performance, artinya pembayaran sewa pada kinerja objek yang
disewa. Sedangkan dalan ijarah terdapat dua metode pembayaran, yaitu ijarah yang
pembayarannya tergantung pada kinerja objek yang disewa (contingent to performance) dan
ijarah yang pembayarannya tidak tergantung pada kinerja objek yang disewa (not contingent to
performance). Ijarah yang pembayarannya tergantung pada kinerja objek yang disewa disebut
ijarah, gaji/sewa. Sedangkan ijarah yang pembayarannya tidak tergantung pada kinerja objek
yang disewa disebut ju’alah, atau success fee. Contoh : dalam upah-mengupah buruh bangunan
dikenal dua macam sistem: sistem yaitu sistem upah harian dan sistem upah borongan. Upah
harian adalah contoh ijarah dan sistem upah borongan adalah contoh ju’alah.

c. Perpindahan Kepemilikan
Dari aspek pemindahan kepemilikan, dalam leasing dikenal dua jenis yaitu operating
lease dan financial lease. Dalam operating lease, tidak terjadi pemindahan kepemilikan aset baik
di awal maupun di akhir periode sewa. Dalam financial lease, di akhir periode sewa si penyewa
diberikan pilihan untuk membeli atau tidak membeli barang yang disewa. Namun pada
praktiknya (khususnya di Indonesia), dalam financial lease sudah tidak ada opsi lagi untuk
membeli atau tidak membeli karena pilihan itu sudah ditentukan di awal periode. Di lain pihak,
ijarah sama seperti operating lease, yakni tidak ada transfer of title baik di awal maupun akhir
periode. Namun demikian, pada akhir masa sewa bank dapat saja menjual barang yang
disewakannya kepada nasabah karena itu dalam perbankan syariah dikenal dengan ijarah
muntahiyah bittamlik (IMBT) atau sewa yang diikuti dengan berpindahnya kepemilikan. Harga
sewa dan harga jual disepakati pada awal perjanjian. Kepemilikan barang bisa terjadi dengan
menghibahkan barang di akhir periode sewa (IMBT with a promise to hibah) atau dengan
menjual barang pada akhir periode sewa (IMBT with a promise to sell).
d. Lease – Purchase
Variasi lainnya dari leasing adalah lease-purchase (sewa-beli), yakni kontrak sewa
sekaligus beli. Dalam kontrak sewa beli ini, perpindahan kepemilikan ter jadi selama periode
sewa secara bertahap. Bila konrak sewa-beli ini dibatalkan, hak milik barang terbagi antara milik
penyewa dengan milik yang menyewakan.
Dalam syariah, akad lease and purchase ini diharamkan karena adanya two in one (dua akad
sekaligus, atau dalam bahasa arabnya: shafqatain fi al-shafqah). Ini menyebabkan gharar dalam
akad, yakni ada ketidak jelasan akad : apakah yang berlaku akad sewa atau akad beli. Two in one
terjadi bila semua dari ketiga faktor di bawah ini terpenuhi:
a. Objeknya sama
b. Pelakunya sama
c. Jangka waktunya sama

e. Sale and Lease Back


Sale and lease-back terjadi bila, misalnya A menjual barang X ke B, tetapi karena A tetap
ingin memiliki barang X tersebut, B menyewakannya kembali ke A dengan kontrak financial
lease, sehingga A mempunyai pilihan untuk memiliki barang X tersebut diakhir periode.
sekarang, misalkan A menjual barang X seharga Rp 120 juta secara cicilan kepada B, dengan
syarat bahwa B harus kembali menjual barang X barang tersebut kepada A secara tunai seharga
Rp 100 juta. Transaksi diatas haram, karena ada persyaratan bahwa A bersedia mejual barang X
ke B asalkan B kembali menjual barang tersebut kepada A. dalam kasus diatas, disyaratkan
bahwa akad 1 berlaku efektif bila akad 2 dilakukan. Penerapan syarat ini mencegah terpenuhi
rukun. Dalam istilah fiqih, jual-beli seperti ini dinamakan Bai al-‘Inah, terjadi Ta’alluq, karena
itu transaksi ini haram.

E. Ijarah Munthia Bittamlik (IMBT)


Al-bai’ wal ijarah muntahia bittamlik (IMBT) merupakan rangkaian dua buah akad al-
bai’dan akad ijarah muntahia bittamlik (IMBT). Al-bai’ merupakan akad jual-beli, sedangkan
IMBT merupakan kombinasi antara sewa-menyewa (ijarah) dan jual beli atau hibah diakhir masa
sewa. Dalam ijarah mintahia bittamlik, pemindahan hak milik barang terjadi dengan salah satu
dari dua cara berikut ini:
1. Pihak yang menyewakan berjanji akan menjual barang yang disewakan tersebut pada akhir masa
sewa.
2. Pihak yang menyewakan berjanji akan menghibahkan barang yang disewakan tersebut pada
akhir masa sewa.

Pilihan untuk menjual barang diakhir masa sewa (alternatif 1) biasanya diambil bila
kemampuan financial penyewa untuk membayar sewa relatif kecil. Karena sewa yang
dibayarkan relatif kecil, akumulasi nilai sewa yang sudah dibayarkan sampai akhir periode sewa
belum mencukupi harga beli untuk menutupi kekurangan tersebut, bila pihak penyewa ingin
memiliki barang tersebut, ia harus membeli barang itu diakhir periode. Pilihan untuk
menghibahkan barang diakhir masa sewa (alternatif 2) biasanya diambil bila kemampuan
financial penyewa untuk membayar sewa relatif lebih besar. Karena sewa yang dibayarkan relatif
besar, akumulasi sewa diakhir periode sewa sudah mencukupi untuk menutupi harga beli barang
dan margin laba yang ditetapkan oleh bank. Dengan demikian, bank dapat menghibahkan barang
tersebut diakhir masa periode sewa kepada pihak penyewa.
Pada al-bai’ wal ijarah muntahia bittamlik (IMBT) dengan sumber pembiayaan dari unrestricted
investment account (URIA), pembayaran oleh nasabah dilakukan secara bulanan. Hal ini
disebabkan karena pihak bank harus mempunyai cash in setiap bulan untuk memberikan bagi
hasil kepada para nasabah yang dilakukan secara bulanan juga.

F. Perbedaan Ijarah dan IMBT


Perbedaan antara pembiayaan Murabahah dan IMBT dapat dilihat dari aspek :
1. Aspek akad
Dari sisi akad, antara pembiayaan Murabahah dan IMBT terlihat jelas mengandung
perbedaan. Pembiayaan murabahah menggunakan akad jual-beli (al-ba’i). Oleh karena itu, syarat
dan rukun jual-beli dalam pembiayaan Murabahah harus terpenuhi. Sedangkan dalam
pembiayaan IMBT digunakan akad sewa menyewa yang prakteknya disertai wa’ad (janji) dari
pihak yang menyewakan untuk memindahkan kepemilikan barang disewakan kepada pihak
penyewa. Begitu pula dalam pembiayaan IMBT, syarat dan rukun sewa juga harus terpenuhi di
dalamnya. IMBT yang secara harfiah berarti sewa yang diakhiri dengan kepemilikan
mensyaratkan perpindahan hak milik ada di akhir akad.

2. Aspek relasi antar pihak


Sedangkan dari sisi relasi antar pihak yang melakukan akad, dalam pembiayaan
murabahah hubungan yang terjalin antara pihak bank syariah dengan nasabah adalah hubungan
antara penjual dan pembeli. Sedangkan dalam pembiayaan IMBT, hubungan yang terjalin antara
pihak bank syariah dengan nasabah adalah hubungan antara pihak yang menyewakan dan pihak
penyewa.

3. Aspek perpindahan kepemilikan


Adapun dari aspek perpindahan kepemilikan, dalam pembiayaan murabahah perpindahan
kepemilikannya terjadi di awal akad. Misal, pihak bank syariah melakukan transaksi jual-beli
rumah dengan nasabah. Berarti sejak awal akad (kontrak), rumah tersebut telah menjadi hak
milik nasabah. Dalam hal ini, nasabah diberi kelonggaran oleh bank syariah melakukan
pembayaran secara angsuran sesuai dengan periode waktu yang disepakati. Sedangkan dalam
pembiayaan IMBT, pelaksanaan perpindahan kepemilikan terjadi di akhir kontrak (akad), di
mana bank syariah selaku pihak yang menyewakan berjanji untuk memindahkan kepemilikan
kepada nasabah.

4. Aspek risiko yang timbul.


Dari sisi risiko yang timbul, dalam pembiayaan Murabahah besaran pembayaran yang
dilakukan oleh nasabah mulai dari awal sampai akhir jumlahnya sama (fix). Dari sisi risiko,
pihak bank syariah dan pihak nasabah tidak dibebani oleh fluktuasi margin murabahah seperti
yang terjadi dalam suku bunga di industri perbankan konvensional. Lain halnya dengan IMBT,
margin yang diperoleh pihak bank syariah berupa biaya sewa yang dibebankan kepada nasabah.
Dalam hal ini, bank syariah dapat mereveiw margin sewa yang berjalan sesuai dengan kondisi
makro keuangan di pasar. Akibatnya, risiko yang muncul dalam pembiayaan IMBT
memungkinkan adanya fluktuasi cicilan sewa yang dibayarkan oleh nasabah.

G. Pembiayaan IMBT
Adapun pembiayaan dalam ijarah muntahia bittamlik yaitu:
 Nasabah memesan untuk menyewa barang kepada Bank.
 Bank membeli dan membayar barang kepada Supplier.
 Supplier mengirim barang kepada Nasabah.
 Nasabah membayar sewa kepada Bank.
 Masa sewa diakhiri dengan nasabah membeli barang tersebut.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Pada dasarnya, produk yang ditawarkan oleh perbankan syariah dapat dibagi menjadi tiga
bagian besar, yaitu: produk penyaluran dana, produk penghimpunan dana dan produk jasa.
Dalam penyaluran dana (pembiayaan), salah satu kategorinya adalah pembiayaan dengan prinsip
sewa (ijarah). Transaksi Ijarah yaitu akad pemindahan hak guna (manfaat) atas suatu barang atau
jasa dalam waktu tertentu melalui pembayaran sewa/upah. Pada akhir masa sewa, bank dapat
saja menjual barang yang disewakannya kepada nasabah. Karena itu dalam perbankan syariah
dikenal Ijarah Muntahiah Bittamlik (IMBT), merupakan sewa menyewa antara pemilik objek
sewa dengan penyewa untuk mendapatkan imbalan atas objek yang disewakan dengan opsi
perpindahan hak milik objek sewa pada saat tertentu sesuai akad.
B. SARAN
Pembiyaan Ijarah dan IMBT, merupakan 2 hal yan akan memberikan kemudahan kepada
kita, oleh karena marilah untuk selalu mengutamakan Perbankan Syari’ah dalam memilih
transaksi – transaksi dengan perbankan dan memilih yang benar – benar tepat dengan kebutuhan
kita.

Anda mungkin juga menyukai