BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam kehidupan sehari – hari, masyarakat memiliki kebutuhan – kebutuhan yang harus
dipenuhi baik kebutuhan primer, sekunder maupun tersier. Ada kalanya masyarakat tidak
memiliki cukup dana untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Oleh karenanya, dalam
perkembangan perekonomian masyarakat yang semakin meningkat muncullah jasa pembiayaan
yang ditawarkan oleh lembaga keuangan bank dan lembaga keuangan non bank.
Dalam operasionalnya, Bank Syariah memberi jasa-jasa dalam beberapa bentuk, yaitu:
musyarakah, murabahah, mudharabah, dan ijarah. Bank Syari’ah dan Lembaga Keuangan
Syari’ah lainnya dalam melayani produk pembiayaan, mayoritas masih terfokus pada produk-
produk murabahah (prinsip jual beli). Pembiayaan ijarah memiliki kesamaan dengan pembiayaan
murabahah karena termasuk dalam katagori natural certainty contracts dan pada dasarnya adalah
kontrak jual beli. Perbedaan antara ijarah dan murabahah terletak pada objek transaksi yang
diperjualbelikan yaitu dalam pembiayaan murabahah yang menjadi objek transaksi adalah
barang, seperti tanah, rumah, mobil dan sebagainya, sedangkan dalam pembiayan ijarah, objek
transaksinya adalah jasa, baik manfaat atas barang maupun manfaat atas tenaga kerja, sehingga
dengan skim ijarah, bank syari’ah dan lembaga keuangan syari’ah lainnya dapat melayani
nasabah yang membutuhkan jasa.
Bentuk pembiayaan ijarah merupakan salah satu teknik pembiayaan ketika kebutuhan
pembiayaan investor untuk membeli aset terpenuhi dan investor hanya membayar sewa
pemakaian tanpa harus mengeluarkan modal yang cukup besar untuk membeli aset tersebut.
Secara umum timbulnya ijarah disebabkan oleh adanya kebutuhan akan barang atau manfaat
barang oleh nasabah yang tidak memiliki kemampuan keuangan. Transaksi ijarah dilandasi
adanya perpindahan manfaat (hak guna), bukan perpindahan kepemilikan (hak milik). Jadi pada
dasarnya prinsip ijarah sama saja dengan prinsip jual beli tapi perbedaannya terletak pada objek
transaksinya. Bila pada jual beli objek transaksinya barang, sedangkan pada ijarah objek
transaksinya adalah barang dan jasa.
Pada saat ini telah berkembang pembiayaan Bank Syariah dengan prinsip ijarah tapi
diakhiri dengan kepemilikan barang yang disebut dengan Ijarah Muntahiyah BitTamlik, yang
disingkat dengan IMBT. Dengan pembiayaan IMBT, seseorang yang memerlukan suatu barang
bisa menyewa kepada bank syariah dan diakhir periode sewa dia bisa memiliki barang tersebut.
Perpindahan kepemilikan barang bisa dengan jual beli atau hibah. Satu permasalahan yang
muncul dalam pembiayaan IMBT ini, yaitu memungkinkan terjadinya ketidakadilan bagi pihak
yang memberikan pembiayaan karena transaksi yang digunakan adalah uang Fiat dan
kemungkinan menurunnya nilai uang di masa yang akan datang sehingga menurunnya daya beli
kembali dari barang yang menjadi objek IMBT. Untuk itu diperlukan suatu solusi agar
muamalah jangka panjang –dalam hal ini pembiayaan IMBT- menjadi adil dalam arti tidak ada
pihak yang dirugikan. Oleh karena itu Penulis tertarik untuk menulis makalah ini dengan judul :
Pembiyaan Ijarah dan IMBT
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka dapat di rumuskan yaitu:
Bagaimana Pembiayaan Ijarah Dan IMBT Pada Bank Syariah ?
C. Tujuan
Tujuan penulisan makalah ini selain untuk memenuhi tugas dari mata kuliah Manajemen
Perbankan Islam penulis juga ingin manambah wawasan tentang Pembiyaan Ijarah dan IMBT
khususnya, dan sebagai pengingat di kala lupa bagi pembaca pada umumnya , serta untuk
mengatasi masalah-masalah yang terjadi disekitar kita.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pembiayaan Ijarah
Al-ijarah adalah akad pemindahan hak guna atas barang dan jasa, melalui pembayaran
upah sewa,tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan (ownership/milkiyyah). Definisi
mengenai prinsip Ijarah juga telah diatur dalam hukum positif Indonesia yakni dalam Pasal 1
ayat 10 Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/46/PBI/2005 yang mengartikan prinsip ijarah sebagai
transaksi sewa menyewa atas suatu barang atau upah mengupah atas suatu usaha jasa dalam
waktu tertentu melalui pembayaran sewa atau imbalan jasa. Bank syariah hanya dapat melayani
kebutuhan nasabah untuk memiliki barang, sedangkan nasabah yang membutuhkan jasa tidak
dapat dilayani. Dengan skim Ijarah, bank syariah dapat pula melayani nasabah yang hanya
membutuhkan jasa.
Pada dasarnya ijarah didefinisikan sebagai hak untuk memanfaatkan barang atau jasa
dengan membayar imbalan tertentu. Menurut Fatwa Dewan Syarah Nasional
No.09/DSN/MUI/IV/2000, Ijarah adalah akad pemindahan hak guna (manfaat ) atas
suatu barang atau jasa dalam waktu tertentu melalui pembayaran sewa/upah, tanpa diikuti
dengan pemindahan kepemilikan barang itu sendiri, dengan demikian dalam akad ijarah tidak
ada perubahan kepemilikan, tetapi hanya pemindahan hak guna saja dari yang menyewakan
kepada penyewa. Dalam kegiatan perbankan Syariah pembiayaan melalui Ijarah dibedakan
menjadi dua yaitu :
1. Didasarkan atas periode atau masa sewa biasanya sewa peralatan. Peralatan itu disewa selama
masa tanam hingga panen. Dalam perbankan Islam dikenal sebagai Operating Ijarah.
2. Ijarah Muntahiyyah Bit-Tamlik di beberapa negara menyebutkan sebagai Ijarah Wa Iqtina yang
artinya sama juga yaitu sama juga yaitu menyewa dan setelah itu diakuisisi oleh penyewa
( finance lease ).
Dalam hal penggunaan prinsip syariah pada pembiayaan ijarah, Ijarah adalah akad sewa
menyewa, sedangkan pembiayaan ijarah adalah perjanjian untuk membiayai kegiatan sewa
menyewa. Pada ijarah, bank hanya wajib menyediakan aset yang disewakan, baik aset itu
miliknya atau bukan miliknya yang penting adalah bank mempunyai hak pemanfaatan atas aset
yang kemudian disewakannya. Fatwa DSN tentang ijarah ini kemudian diadopsi kedalam
Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) 59 yang menjelaskan bahwa bank dapat
bertindak sebagai pemilik objek sewa, dan bank dapat pula bertindak sebagai penyewa yang
kemudian menyewakan kembali (para 129). Namun tidak seluruh fatwa DSN diadopsi oleh
PSAK 59, misalnya fatwa DSN mengatur bahwa objek ijarah adalah manfaat dari penggunaan
barang dan/atau jasa; sedangkan PSAK 59 hanya mengakomodir objek ijarah yang berupa
manfaat dari barang.
Pada pembiayaan ijarah, bank berkedudukan sebagai penyedia uang atau tagihan yang
dipersamakan dengan itu dalam rangka penyewaan barang berdasarkan prinsip ijarah. Mengikuti
penjelasan ijarah dalam PSAK 59, maka pembiayaan ijarah dapat digunakan untuk membiayai
penyewaan barang yang kemudian disewakannya kembali kepada nasabah, dan dapat pula
digunakan untuk membiayai pembelian barang yang kemudian disewakannya kepada nasabah.
Adapun fatwa DSN yaitu:
a. Rukun dan Syarat Ijarah
Sighat Ijarah, yaitu ijab dan qabul berupa pernyataan dari kedua belah pihak yang berkontrak,
baik secara verbal atau dalam bentuk lain.
Pihak-pihak yang berakad (berkontrak): terdiri atas pemberi sewa/pemberi jasa, dan
penyewa/pengguna jasa.
Obyek akad Ijarah, yaitu:
a) Manfaat barang dan sewa
b) Manfaat jasa dan upah.
b. Metode Pembayaran
Dari segi metode pembayarannya, leasing hanya memiliki satu metode pembayaran yakni
bersifat not contingent to performance, artinya pembayaran sewa pada kinerja objek yang
disewa. Sedangkan dalan ijarah terdapat dua metode pembayaran, yaitu ijarah yang
pembayarannya tergantung pada kinerja objek yang disewa (contingent to performance) dan
ijarah yang pembayarannya tidak tergantung pada kinerja objek yang disewa (not contingent to
performance). Ijarah yang pembayarannya tergantung pada kinerja objek yang disewa disebut
ijarah, gaji/sewa. Sedangkan ijarah yang pembayarannya tidak tergantung pada kinerja objek
yang disewa disebut ju’alah, atau success fee. Contoh : dalam upah-mengupah buruh bangunan
dikenal dua macam sistem: sistem yaitu sistem upah harian dan sistem upah borongan. Upah
harian adalah contoh ijarah dan sistem upah borongan adalah contoh ju’alah.
c. Perpindahan Kepemilikan
Dari aspek pemindahan kepemilikan, dalam leasing dikenal dua jenis yaitu operating
lease dan financial lease. Dalam operating lease, tidak terjadi pemindahan kepemilikan aset baik
di awal maupun di akhir periode sewa. Dalam financial lease, di akhir periode sewa si penyewa
diberikan pilihan untuk membeli atau tidak membeli barang yang disewa. Namun pada
praktiknya (khususnya di Indonesia), dalam financial lease sudah tidak ada opsi lagi untuk
membeli atau tidak membeli karena pilihan itu sudah ditentukan di awal periode. Di lain pihak,
ijarah sama seperti operating lease, yakni tidak ada transfer of title baik di awal maupun akhir
periode. Namun demikian, pada akhir masa sewa bank dapat saja menjual barang yang
disewakannya kepada nasabah karena itu dalam perbankan syariah dikenal dengan ijarah
muntahiyah bittamlik (IMBT) atau sewa yang diikuti dengan berpindahnya kepemilikan. Harga
sewa dan harga jual disepakati pada awal perjanjian. Kepemilikan barang bisa terjadi dengan
menghibahkan barang di akhir periode sewa (IMBT with a promise to hibah) atau dengan
menjual barang pada akhir periode sewa (IMBT with a promise to sell).
d. Lease – Purchase
Variasi lainnya dari leasing adalah lease-purchase (sewa-beli), yakni kontrak sewa
sekaligus beli. Dalam kontrak sewa beli ini, perpindahan kepemilikan ter jadi selama periode
sewa secara bertahap. Bila konrak sewa-beli ini dibatalkan, hak milik barang terbagi antara milik
penyewa dengan milik yang menyewakan.
Dalam syariah, akad lease and purchase ini diharamkan karena adanya two in one (dua akad
sekaligus, atau dalam bahasa arabnya: shafqatain fi al-shafqah). Ini menyebabkan gharar dalam
akad, yakni ada ketidak jelasan akad : apakah yang berlaku akad sewa atau akad beli. Two in one
terjadi bila semua dari ketiga faktor di bawah ini terpenuhi:
a. Objeknya sama
b. Pelakunya sama
c. Jangka waktunya sama
Pilihan untuk menjual barang diakhir masa sewa (alternatif 1) biasanya diambil bila
kemampuan financial penyewa untuk membayar sewa relatif kecil. Karena sewa yang
dibayarkan relatif kecil, akumulasi nilai sewa yang sudah dibayarkan sampai akhir periode sewa
belum mencukupi harga beli untuk menutupi kekurangan tersebut, bila pihak penyewa ingin
memiliki barang tersebut, ia harus membeli barang itu diakhir periode. Pilihan untuk
menghibahkan barang diakhir masa sewa (alternatif 2) biasanya diambil bila kemampuan
financial penyewa untuk membayar sewa relatif lebih besar. Karena sewa yang dibayarkan relatif
besar, akumulasi sewa diakhir periode sewa sudah mencukupi untuk menutupi harga beli barang
dan margin laba yang ditetapkan oleh bank. Dengan demikian, bank dapat menghibahkan barang
tersebut diakhir masa periode sewa kepada pihak penyewa.
Pada al-bai’ wal ijarah muntahia bittamlik (IMBT) dengan sumber pembiayaan dari unrestricted
investment account (URIA), pembayaran oleh nasabah dilakukan secara bulanan. Hal ini
disebabkan karena pihak bank harus mempunyai cash in setiap bulan untuk memberikan bagi
hasil kepada para nasabah yang dilakukan secara bulanan juga.
G. Pembiayaan IMBT
Adapun pembiayaan dalam ijarah muntahia bittamlik yaitu:
Nasabah memesan untuk menyewa barang kepada Bank.
Bank membeli dan membayar barang kepada Supplier.
Supplier mengirim barang kepada Nasabah.
Nasabah membayar sewa kepada Bank.
Masa sewa diakhiri dengan nasabah membeli barang tersebut.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Pada dasarnya, produk yang ditawarkan oleh perbankan syariah dapat dibagi menjadi tiga
bagian besar, yaitu: produk penyaluran dana, produk penghimpunan dana dan produk jasa.
Dalam penyaluran dana (pembiayaan), salah satu kategorinya adalah pembiayaan dengan prinsip
sewa (ijarah). Transaksi Ijarah yaitu akad pemindahan hak guna (manfaat) atas suatu barang atau
jasa dalam waktu tertentu melalui pembayaran sewa/upah. Pada akhir masa sewa, bank dapat
saja menjual barang yang disewakannya kepada nasabah. Karena itu dalam perbankan syariah
dikenal Ijarah Muntahiah Bittamlik (IMBT), merupakan sewa menyewa antara pemilik objek
sewa dengan penyewa untuk mendapatkan imbalan atas objek yang disewakan dengan opsi
perpindahan hak milik objek sewa pada saat tertentu sesuai akad.
B. SARAN
Pembiyaan Ijarah dan IMBT, merupakan 2 hal yan akan memberikan kemudahan kepada
kita, oleh karena marilah untuk selalu mengutamakan Perbankan Syari’ah dalam memilih
transaksi – transaksi dengan perbankan dan memilih yang benar – benar tepat dengan kebutuhan
kita.