Anda di halaman 1dari 15

BAB II

HUBUNGAN ILMU AKHLAK DENGAN ILMU LAINNYA


A. Hubungan Ilmu Akhlak Dengan Ilmu Tasawuf
Para ahli tasawuf pada umumnya membagi ilmu tasawuf ke dalam tiga bagian yang berbeda
dalam hal pendekatannya, yaitu:
1. Tasawuf falsafi pendekatan yang digunakan adalah pendekatan rasio atau akal pikiran.
2. Tasawuf akhlaki pendekatan yang digunakan adalah pendekatan akhlak yang tahapannya
terdiri dari takholli (mengosongkan diri dari akhlak yang buruk), tahalli (menghiasi diri
dengan akhlak terpuji) dan tajalli (terbukannya penghalang (hijab)).
3. Tasawuf amali pendekatan yang digunakan adalah pendekatan amaliyah atau wirid yang
selanjutnya mengambil bentu tarikat.

B. Hubungan Ilmu Akhlak Dengan Ilmu Tauhid


Hubungan ilmu akhlak dan ilmu tauhid:
1. Dilihat dari segi pembahasannya, ilmu tauhid membahas masalah Tuhan baik dari segi
zat, sifat dan perbuatan-Nya. Dengan demikian ilmu tauhid akan mengarahkan perbuatan
manusia menjadi ikhlas, dan keikhlasan ini merupakan salah satu akhlak terpuji.
2. Dilihat dari segi fungsinya, ilmu tauhid menghendaki agar seseorang yang bertauhid
tidak hanya cukup dengan menghafal rukun iman yang enam dengan dalil-dalilnya saja,
tetapi yang terpenting adalah agar orang yang bertauhid itu meniru dan mencontoh
terhadap subjek yang ada dalam rukun iman itu. Hubungan ilmu tauhid dan ilmu akhlak
dapat pula dilihatdari eratnya kaitan antara iman dan amal sholeh.

C. Hubungan Ilmu Akhlak Dengan Ilmu Jiwa


Dilihat dari segi garapannya, ilmu jiwa membahas tentang gejala-gejala kejiwaan yang
tampak dalam tingkah laku. Melalui ilmu jiwa dapat diketahui sifat-sifat psikologis yang dimiliki
seseorang. Banyak hasil pembinaan akhlak yang telah dilakukan para ahli dengan menggunakan
jasa yang diberikan ilmu jiwa, seperti yang dilakukan para psikolog terhadap perbaikan anak-
anak nakal, berprilaku menyimpang dan lain sebagainya.

D. Hubungan Ilmu Akhlak Dengan Ilmu Pendidikan


Dalam ilmu pendidikan antara lain dibahas tentang rumusan tujuan pendidikan, materi
pelajaran, guru, metode, sarana dan prasarana, lingkungan bimbingan, proses belajar mengajar
dan lain sebagainya. Semua aspek pendidikan tersebut ditujukan pada tercapainya tujuan
pendidikan, adapun tujuan pendidikan ini dalam pandangan islam banyak berhubungan dengan
kualitas manusia yang berakhlak atau identik dengan tujuan seorang Muslim yaitu menjadi
hamba Alloh yang mengandung implikasi kepercayaan dan penyerahan diri kepada-Nya.

E. Hubungan Ilmu Akhlak Dengan Filsafat


Filsafat adalah suatu upaya berfikir mendalam, radikal, sampai ke akar-akarnya, universal
dan sistematik dalam rangka menemukan inti atau hakikat mengenai segala sesuatu. Dalam
filsafat segala sesuatu dibahas untuk ditemukan hakikatnya. Diantara obyek pemikiran filsafat
yang erat kaitannya dengan Ilmu Akhlak adalah tentang manusia. Ibnu sina misalnya menatakan
bahwa jiwa manusia merupakan satu unit yang tersendiri dan mempunyai wujud terlepas dari
badan. Jiwa manusia timbul dan tercipta tiap kali ada badan, yang sesuai dan dapat menerima
jiwa, lahir di dunia ini.
BAB III
INDUK AKHLAK ISLAMI
Secara garis besar akhlak dibagi dalam dua bagian, yaitu akhlak baik (al-akhlak al-karimah)
dan akhlak buruk (al-akhlak al-mazmumah). Secara teoritas macam-macam akhlak berinduk
kepada tiga bagian yaitu hikmah (bijaksana), syaja’ah (perwira atau kesatria) dan iffah (menjaga
diri dari perbuatan dosa dan maksiat. Ketiga macam induk akhlak ini muncul dari sikap adil,
yaitu sikap pertengahan atau seimbang dalam mempergunakan tiga potensi rohani yang terdapat
dalam diri manusia, yaitu ‘aql (pemikiran) yang berpusat di kepala, ghodob (amarah) yang
berpusat di dada, dan nafsu syahwat (dorongan seksual) yang berpusat di perut. Akal yang
digunakan secara adil akan menimbulkan hikmah, sedangkan amarah yang digunakan secara adil
akan menimbulkan sikap perwira, dan nafsu syahwat yang digunakan secara adil akan
menimbulkan sikap iffah yaitu dapat memelihara diri dari perbutan dosa dan maksiat. Dengan
demikian inti akhlak pada akhirnya bermuara pada sikap adil dalam mempergunakan potensi
rohaniah yang dimiliki manusia. Demikian pentingnya bersikap adil ini di dalam Al-Qur’an kita
jumpai berbagai ayat yang menyuruh manusia agar mampu bersikap adil. Diantara ayat-ayat itu
adalah sebgai berikut:
‫ان هللا يأ مركم ان تؤدوااالمنت إلى اهلهاواذاحكمتم بينالناس ان تحكموابالعدل ان هللا نعمايعظكم به ان هلل كان سميعابصرا‬
Artinya : “ Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak
menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu
menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya
kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha mendengar lagi Maha melihat.”(QS. An-Nisa, 58)

BAB IV
SEJARAH PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN ILMU AKHLAK

A. Ilmu Akhlak Di Luar Agama Islam


1. Akhlak pada Bangsa Yunani
Pertumbuhan dan perkembangan ilmu akhlak pada masa Yunani bar terjadi setelah
munculnya apa yang disebut Sophisticians, yaitu orang-orang yang bijaksana (500-450 SM).
Dasar yang digunakan para pemikir Yunani dalam membangun ilmu akhlak adalah pemikiran
filsafat tentang manusia atau pemikiran tentang manusia.
2. Akhlak pada Agama Nasrani
Pada akhir abad ke3 M tersiarlah agama Nasrani di Eropa. Dengan demikian ajaran akhlak ini
bersifat teo-centi(memusat pada Tuhan) dan Sufistik(bercorak batin).
3. Akhlak pada Bangsa Romawi (Abad Pertengahan)
Kehidupan masyarakat Eropa pada abad pertengahan dikuasai oleh gereja. Dengan demikian
ajaran akhlak yang lahir di Eropa pada abad pertengahan itu adalah ajaran akhlak yang dibangun
dari perpaduan ajaran Yunani dan ajaran Nasrani.
4. Akhlak pada Bangsa Arab
Bangsa Arab tidak mempunyai ahli filsafat pada masa jahiliyah, tapi pada masa itu bangsa arab
mempunyai ahli hikmah dan ahli syair yang syair-syairnya memerintah agar berbuat baik .

B. Akhlak Pada Agama Islam


Agama Islam intinya mengajak manusia agar percaya kepada Allah . agama Islam juga
mengandung jalan hidup manusia yang paling sempurna dan memgajarkan kesejahteraan Akhlak
islam bercorak pada 2 yaitu : akhlak yang bercorak normati dan akhlak yang bercorak rasional
dan cultural
C. Akhlak Pada Zaman Baru
Pada akhir abad ke-15 Masehi, Eropa mengalami kebangkitan dalam bidang filsafat, ilmu
pengetahuan dan teknologi. Segala sesuatu yang selama ini dianggap mapan mulai diteliti,
dikritik dan diperbaharui, hingga akhirnya mereka menetapkan pola bertindak dan berpikkir
secara liberal. Selanjutnya Shafesbury dan Hatshson adalah kedua tokoh yang memiliki
pandangan akhlak yang berdifat anthropocentris (mendasarkan diri pada kemampuan manusia).
Kedua tokoh tesebut berkata bahwa di dalam diri manusia terdapat indra insting yang dapat
mengetahui dengan sendirinya terhadap sesuatu yang baik atau buruk.
Selanjutnya Immanuel Kent berpendapat bahwa setiap perbuatan yang dilakukan seseorang
dengan alasan mentaati perintah intuisi secara absolut, yakni dia melakukan sesuatu semata-mata
karena intuisinya memerintahkannya, dan dia tidak mempunyai tujuan lain dari perbuatan itu,
dan perbuatan yang seperti itulah yang disebut perbuatan akhlaki.
Pokok pembahasan tentang intuisi diklarifikasikan menjadi empat, yaitu:
1. Intuisi mencari hakikat atau pengetahuan. Dengan intuisi ini banyak manusia yang
menghabiskan usianya untuk diabdikan kepada pengembangan ilmu pengetahuan.
2. Intuisi etika dan akhlak, yakni cenderung kepada kebaikan.
3. Intuisi estetika yakni cenderung kepada segala sesuatu yang mendatangkan keindahan.
4. Intuisi agama, yakni perasaan meyakini adanya yang menguasai alam dengan segala
isinya, yakni Tuhan.
BAB V
ETIKA MORAL DAN SUSILA
A. ETIKA
Dari segi etimologi etika berasal dari bahasa Yunani, ethos yang berarti watak kesusilaan
atau adat. Dalam Kamus Bahasa Indonesia , etika diartika ilmu pengetahuan tentang asas-asas
akhlak atau moral.
Adapun arti dari segi istilah telah dikemukan para ahli dengan pendapat yang berbeda-beda
sesuai dengan sudut pandangnya. Ahmad Amin mengartika bahwe etika adalah ilmu yang
menjelaskan arti baik dan buruk, menerangkan apa yang seharusnya dilakukan manusia, tujuan
yang harus dituju manusia di dalam perbuatan mereka dan menunjukan jalan untuk melakukan
apa yang seharusnya diperbuat.
Sebenarnya masih banyak lagi pendapat para ahli tentang pengertian etika. Namun dapat
disimpulkan bahwa etika berhubungan dengan empat hal, yaitu:
1. Dilihat dari segi objek pembahasannya, etika berupaya membahas perbuatan yang
dilakukan manusia.
2. Dilihat dari segi sumbernya, etika bersumber pada akal pikiran atau filsafat, sebagai hasil
pemikiran maka etika tidak bersifat mutlak, absolut dan tidak pula universal. Ia terbatas,
dapat diubah, memiliki kekurangan dan kelbihan, dan sebagainya.
3. Dilihat dari segi fungsinya, etika berfungsi sebagai penilai, penentu, dan penetap
terhadap suatu perbuatan yang dilakukan oleh manusia, yaitu apakah perbutan tersebut
dinilai baik, buruk, mulia, terhormat, hina dan sebagainya.
4. Dilihat dari segi sifatnya, etika bersifat relatif yakni dapat berubah-ubah sesuai dengan
tunututan zaman.

B. MORAL
Arti moral dari segi bahasa berasal dari bahasa latin, mores yaitu jamak dari kata mos yang
berarti adat kebiasaan. Di dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia dikatakan bawa moral adalah
penentuan baik buruk terhada perbuatan dan kelakuan.
Secara istilah moral adalah suatu istilah yang digunakan untuk menentukan batas-batas dari sifat,
peringai, kehendak, pendapat atau perbuatan secara layak dapat dikatakan benar, salah, baik atau
buruk.
Selanjutnya pengertian moral dijumpai juga dalam The Anvenced Leaner’s Dictionary of
Current English. Dalam buku ini dikemukakan beberapa pengertian moral sebagai berikut:
1. Prinsip-prinsip yang berkenaan dangan benar dan salah, baik dan buruk.
2. Kemampuan untuk memahami perbedaan antara benar dan salah.
3. Ajaran atau gambaran tingkah laku yang baik.
Berdasarkan kutipan tersebut, dapat dipahami bahwa moral adalah istilah yang digunakan untuk
memberikan batasan terhadap aktivitas manusia dengan nilai (ketentuan) baik atau buruk, benar
atau salah.
Jika etika dan moral tersebut dihubungkan satu dan yang lainnya kita dapat mengatakan bahwa
antara etika dan moral memiliki obyek yang sama, yaitu sama-sama membahas perbutan
manusia untuk selanjutnya ditentukan posisinya apakah baik atau buruk. Namun demikian dalam
beberapa hal antara etika dan moral memiliki perbedaan, yaitu:
1. Kalau dalam pembicaraan etika, untuk menentukan nilai perbuatan manusia baik atau
buruk menggunakan tolak ukur akal pikiran atau rasio, sedangkan dalam pembicaran
moral tolak ukur yang digunakan adalah norma-norma yang berkembang dan berfungsi
di masyarakat. Dengan demikian etika lebih bersifat pemikiran filosofis dan berada
dalam dataran konsep-konsep.
2. Kesadaran moral dapat juga berwujud rasional dan obyektif, yaitu suatu perbuatan yang
secara umum dapat diterima oleh masyarakat, sebagai hal yang obyektif dan dapat
berlaku secara universal, artinya dapat disetujui, berlaku pada setiap waktu dan tempat
bagi setiap orangyang berada dalam situasi yang sejenis.
3. Kesadaran moral dapat pula muncul dalam bentuk kebebasan, atas kesadaran moralnya
seseorang bebas untuk mentaatinya. Bebas dalam menentukan prilakunya dan di dalam
penentuan itu sekaligus terpampang nilai manusia itu sendiri.

C. SUSILA
Susila atau kesusilaan berasal dari bahasa Sansakerta, yaitu su dan sila. Su berarti baik dan
sila berarti dasar.
Kata susila kemudian digunakan untuk arti sebagai aturan hidup yang lebih baik. Orang yang
susila adalah orang yang berkelakuan baik, sedangkan orang yang asusila adalah orang yang
berkelakuan buruk. Para pelacur misalnya diberi gelar tuna susila.
Kesusilaan lebih mengacu kepada upaya membimbing, memandu, mengarahkan,
membiasakan dan memasyarakatkan hidup yang sesuai dengan norma atau nilai-nilai yang
berlaku dalam masyarakat. Kesusilaan menggambarkan keadaan dimana orang selalu
menerapkan nilai-nilai yang dipandang baik.

D. HUBUNGAN ETIKA, MORAL DAN SUSILA DENGAN AKHLAK


Dilihat dari fungsi dan peranannya, dapat dikatakan bahwa etika, moral, susila dan akhlak
sama, yaitu menentukan hukum atau nilai dari suatu perbuatan yang dilakukan manusia untuk
ditentukan baik buruknya. Perbedaan moral, etika, susila dan akhlak adalah terletak pada sumber
yang dijadikan patokan untuk menentukan baik dan buruk. Jika dalam etika penilaian baik dan
buruk berdasarkan pendapat akal dan pikiran, dan pada moral dan susila berdasarkan kebiasaan
yang berlaku umum dimasyarakat, maka pada akhlak ukuran yang digunakan untuk menetukan
baik dan buruk itu adalah Al-Qur’an dan Al-Hadits.
Perbedaan lain antara etika, moral, dan susila terlihat pula pada sifat dan kawasan
pembahasannya. Jika etika lebih banyak bersifat teoritis, maka pada moral dan susila lebih
banyak bersifat praktis. Etika memandang tingkah laku manusia secara umum, sedangkan moral
dan susila besifat lokal dan individual. Namun demikian etika, moral, susila dan akhlak tetap
saling berhubungan dan saling membutuhkan. Uraian diatas menjelaskan bahwa moral, etika dan
susila berasal dari produk rasio dan budaya masyarakat yang secara selektif diakui sebagai yang
bermanfaat dan baik bagi kelangsungan hidup manusia. Sementara akhlak berasal dari wahyu,
yakni ketentuan yang berdasarkan petunjuk Al-Qur’an dan Hadits. Dengan kata lain jika ketika,
moral dan susila berasal dari manusia, sedangkan akhlak berasal dari Tuhan.

BAB VI
BAIK DAN BURUK

A. Pengertian Baik Dan Buruk


Dari segi bahasa baik adalah terjemahan dari kata khair dalam bahasa Arab, atau good
dalam bahasa Inggris. Baik atau kebaikan adalah segala sesuatu yang berhubungan denga yang
luhur, bermartabat, menyenangkan dan disukai manusia.
Sedangkan yang disebut buruk adalah syar dalam bahasa Arab, atau sesuatu yang dinilai
sebaliknya dari yang baik dan tidak disukai kehadirannya oleh manusia.

B. Penentuan Baik Dan Buruk


1. Baik Buruk Menurut Aliran Adat-Istiadat (Sosialisme)
Menurut aliran ini baik dan buruk ditentukan berdasarkan adat-istiadat yang berlaku dan
adat-istiadat yang berlaku dan dipegang tegunh oleh masyarakat. Adat istiadat
selanjutnya disebut pula sebagai pendapat umum.
2. Baik Buruk Menurut Aliran Hedonisme
Menurut paham ini perbuatan baik adalah perbuatan yang banyak mendatangkan
kelzatan, kenikmatan dan kepuasan nafsu biologis.
3. Baik Buruk Menurut Paham Utilitarisme
Secara harfiah utilis artinya berguna. Menurut paham ini bahwa yang dikatakan baik
adalah yang berguna.
4. Baik Buruk Menurut Paham Vitalisme
Menurut paham ini yang baik adalah yang mencerminkan kekuatan dalam hidup
manusia. Kekuatan dan kekuasaan yang menaklukan orang lain yang lemah dianggap
baik. Paham ini lebih lanjut cenderung pada sikap binatang, dan berlaku siapa yang kuat
dan menang itulah yang baik.
5. Baik Buruk Menurut Paham Religionisme
Menurut paham ini yang dianggap baik adalah perbuatan yang sesuai dangan kehendak
Tuhan, sedangkan perbuatan buruk adalah perbuatan yang tidak sesuai dengan kehendak
Tuhan.
6. Baik Buruk Menurut Paham Evolusi
Menurut Herbert Spencer (1820-1903) mengatakan bahwa perubahan akhlak itu tumbuh
secara sederhana, kemudian meningkat sediktit demi sedikit berjalan kearah cita-cita
yang dianggap sebagai tujuan. Perbuatan itu baik jika seuai dengan cita-cita itu dan
buruk jika jauh daripadanya. Sedangkan tujuan hidupa manusia adalah mencapai cita-
citanya atau paling tidak mendekati sedikit mungkin.

C. Sifat Dari Baik Dan Buruk


Sifat dan corak baik buruk yang didasarkan pada pandangan filsafat yaitu sesuai dengan
sifat filsafat itu yakni berubah, realatif nisbi, dan tidak universal.
Sifat dari baik dan buruk yang demikian itu tetap berguna sesuai dengan zamannya, dan ini dapat
digunakan untuk menjabarkan ketentuan baik dan buruk yang terdapat dalam ajaran akhlak yang
bersumber dari ajaran Islam.

D. Baik Dan Buruk Menurut Ajaran Islam


Menrurut ajaran Islam penentuan baik dan buruk harus didasarkan pada petunjuk Al-Qur’an
dab Al-Hadits. Jika kite perhatikan Al-Qur’an maupun hadits banyak istilah yang mengacu
kepada baik, dan ada pula istilah yang mengacu kepada buruk. Di antara istilah yang mengacu
pada baik misalnya hasanah, thoyyibah, khairoh, karimah, mahmudah, azizah dan birr. Adanya
istilah kebaikan yang demikian variatif yang diberikan Al-Qur’an dan Hadits itu menunjukan
bahwa penjelasan terhadap sesuatu yang baik menurut ajaran Islam itu jauh lebih lengkap
dibandingkan dengan arti kebaikan yang dikemukakan sebelumnya.
BAB VII
KEBEBASAN, TANGGUNG JAWAB, DAN HATI NURANI
A. Pengertian Kebebasan
Ada dua pendapat yang menjelaskan tentang kebebasan manusia, yaitu:
1. Kelompok yang berpendapat bahwa manusia memiliki kehendak bebasa dan merdeka
untuk melakukan perbuatannya menurut kemauaannya sendiri.
2. Kelompok yang berpendapat bahwa manusia tidak memiliki kebebasan untuk melakukan
perbuatannya. Mereka dibatasi dan ditentukan oleh Tuhan
Dilihat dari sifatnya kebebasan terbagi tiga, yaitu:
1. Kebebasan jasmaniah yaitu kebebasan dalam menggerakkan dan memperguanakan
anggta badan yang kita miliki.
2. Kebebasan kehendak (roahaniah), yaitu kebebasan untuk menghendaki sesuatu.
Jangkauan kebebasan kehendak adalah sejauh kemungkinan untuk berpikir, karena
manusia dapat memikirkan apa saja dan dapat menghendaki apa saja.
3. Kebebasan moral yang dalam arti luas berarti tidak ada macam macam-macam ancaman,
tekanan, larangan, dan lain desakan yang berupa paksaan fisik. Dan dalam arti sempit berarti
tidak ada kewajiban, yaitu kebebasan berbuat apabila terdapat kemungkinan untuk bertindak.
Kebebasan untuk tahap selanjutnya mengandung kemampuan khusus manusiawi untuk
bertindak, yaitu dengan menentukan sendiri apa yang mau dibuat berhadapan dengan macam-
macam unsur. Manusia bebas berarti manusia dapat menentukan sendiri tindakannya.

B. Tanggung Jawab
Sikap moral yang dewasa adalah sikap bertanggung jawab. Tak mungkin ada tanggung
jawab tanpa ada kebebasan. Disinilah letak hubungan kebebasan dan tanggung jawab.
Dalam kerangka tanggung jawab, kebebasan mengandung arti:
1. Kemampuan untuk menentukan dirinya sendiri
2. Kemampuan untuk bertnaggung jawab
3. Kedewasaan manusia
4. Keseluruhan kondisi yang memungkinkan manusia melakukan tujuana hidupnya
Dengan demikian tanggung jawab dalam kerangka akhlak adalah keyakinan bahwa tindakannya
itu baik. Uraian tersebut menunjukan bahwa tanggung jawab erat kaitannya dengan kesenjangan
atau perbuatan yang dilakukan dengan kesadaran.

C. Hati Nurani
Hati nurani atau intuisi merupakan tempat dimana manusia dapat memperoleh saluran ilham
dari Tuhan. Hati nurani ini diyakini selalu cenderung kepada kebaikan dan tidak suka kepada
keburukan. Karena sifat yang demikian itu, maka hati nurani harus dijadikan salah satu
pertimbangan dalam melaksanakan kebebasan yang ada dalam diri manusia, yaitu kebebasan
yang tidak menyalahi hati nuraninya.

D. Hubungan Kebebasan, Tanggung Jawab dan Hati Nurani Dangan Akhlak


Masalah kebebasan, tanggung jawab dan hatu nurani adalah faktor dominan yang
menentukan suatu perbuatan dapat dikatakan sebagai perbuatan akhlaki. Disinilah letak
hubungan fungsional antara kebebasan, tanggung jawab dan hati nurani dengan akhlak.
Karenanya dalam membahas akhlak seseorang tidak dapat meninggalakan pembahasan
mengenai kebebasan, tanggung jawab dan hati nurani.
BAB VIII
HAK, KEWAJIBAN DAN KEADAILAN
A. HAK
1. Pengertian dan Macam-Macam Hak
Hak dapat diartikan wewenang yang secara etis seseorang dapat mengerjakan, memiliki,
meninggalkan, mempergunakan atau menuntut sesuatu.
Dalam perkembangannnya kata hak atau al-haqq dalam Al-Qur’an digunakan untuk empat
pengertian, yaitu:
a). Untuk menunjukan pelaku yang mengadakan sesuatu yang mengandung hikmah.
Penggunaan al-haqq dalam arti yang demikian dapat dijumpai dalam contoh ayat berikut:
)‫ثم رد وا إلى ا هلل مولهم الحق (اال نعام‬
Artinya : ”Kemudian mereka (hamba Allah) dikembalikan kepada Allah, Penguasa mereka yang
sebenarnya (haq). ketahuilah bahwa segala hukum (pada hari itu) kepunyaanNya. dan Dialah
Pembuat perhitungan yang paling cepat.”(QS. Al-An’am : 62)
b). Kata al-haqq diguanakan untuk menunjukan kepada sesuatu yang diaadakan yang
mengandung hikmah misalnya Alloh SWT menjadikan matahari dan bulan dangan al-haqq,
yakni mengandung hikmah bagi kehidupan. Contoh ayat:
)‫ماخلق هللا ذلك اال بالحق (يونس‬
Allah tidak menciptakan yang demikian itu melainkan dengan hak. Dia menjelaskan tanda-tanda
(kebesaran-Nya) kepada orang-orang yang mengetahui.” (QS. Yunus : 5)
c). Kata al-haqq digunakan untuk menunjukan keyakinan terhadap sesuatu yang cocok dengan
jiwanya, seperti keyakinan seseorang terhadap adanya kebangkitan, akhirat, pahala, siksaan,
surga dan neraka. Contoh ayat:
)‫فهدى هللا الد ين ا منولما اختلفوا فيه من الحق (البقر‬
Artinya : “Maka Allah memberi petunjuk orang-orang yang beriman kepada kebenaran tentang
hal yang mereka perselisihkann itu dengan kehendak-Nya.”(QS. Al-Baqoroh : 213)
d). Kata al-haqq digunakan untuk menunjukan terhadap perbuatan atau ucapan yang dilakukan
menurut kadar yang seharusnya dilakukan sesuai keadaaan waktu dan tempat. Contoh ayat:
)‫ولواتبع ااحق اهواءهم لفسد ت السموات واالرض (المؤمنون‬
Artinya : “Andaikata kebenaran itu menuruti hawa nafsu mereka, pasti binasalah langit dan bumi
ini,”(QS. Al-Mu’ninun : 71)

2. Macam-Macam dan Sumber Hak


Ada bermacam-macam hak dan ada dua faktor yang menyertainya, yaitu:
a). Faktor yang merupakan hal ( obyek) yang dihakki (dimiliki) yang selanjutnya disebut
hak obyektif. Hak ini baik berupa fisik maupun non fisik
b). Faktor orang (subyek) yang berhak, yang berwenang untuk bertindak menurut sifat-sifat
itu, yang selanjutnya disebut hak subyektif.

B. KEWAJIBAN
Kareana hak merupakan wewenang dan bukan kekuatan, maka ia merupakan tuntutan, dan
terhadap orang lain kewajiban itu menimbulkan kewajiban, yaitu kewajiban menghormati
terlaksananya hak-hak orang lain.

C. KEADILAN
Sejalan dengan adanya hak dan kewajiban itu maka timbul pula keadilan. Poedjawijatna
mengatakan bahwa keadilan adalah pengakuan dan perlakuan hak (yang sah). Sedangkan
menurut Islam keadilan adalah istilah yang digunakan untuk menunjukan pada persamaan atau
bersikap tengah-tengah atas dua perkara.
Demikian pentingnya masalah keadilan dalam rangka pelaksanaan hak dan kewajiban ini Alloh
SWT berfirman:
)‫ان ا هلل يأ مر با لعد ل واالحسان وا يتائ ذى القربى وينهى عن الفحشاء والمنكر والبغي (النحل‬
Artinya : “Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) Berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi
kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan.
Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran.” (QS. An-Nahl : 90)

D. Hubungan Hak, Kewajiban dan Keadilan dengan Akhlak


Hak merupakan bagian dari akhlak, karena akhlak harus dilakukan oleh sesorang sebagai
haknya. Akhlak yang mendarah daging itu kemudian menjadi keperibadian dari seseoarang yang
darinya timbul kewajiban untuk melaksanakan tanpa rasa berat. Sedangkan keadilan dalam teori
pertengahan ternyata merupakan induk akhlak. Dengan terlaksananya hak, kewajiban dan
keadilan maka akan mendukung terciptanya akhlaki.
BAB IX
AKHLAK ISLAMI
A. Pengertian Akhlak Islami
Akhlak Islami adalah perbuatan yang dilakukan dengan mudah, disengaja, mendarah daging
dan sebenarnya dan didasarkan pada ajaran Islam.

B. Ruang Lingkup Akhlak Islami


1. Akhlak Terhadap Alloh
Akhlak kepada Alloh dapat diartikan sebagai sikap atau perbuatan yang seharusnya
dilakukan oleh manusia sebagai makhluk, kepada Alloh sebagai Kholiq. Empat alasan mengapa
manusia perlu berkahlak kepada Alloh, yaitu karena:
a. Alloh lah yang telah menciptakan manusia
b. Alloh lah yang telah memberikan perlengkapan pancaindra.
c. Alloh lah yang telah menyediakan berbagai bahan dan sarana yang diperlukan bagi
kelangsungan hidup manusia.
d. Alloh lah yang telah memulyakan manusia dengan diberikan kemampuan menguasai
daratan dan lautan.

2. Akhlak Terhadap Sesama Manusia


Banyak sekali rincian yang dikemukan Al-Qur’an berkaitan dengan akhlak terhadap sesama
manusia. Petunjuk mengenai bukan hanya berupa melakukan hal-hal negatif seperti membunuh,
mengambil harta tanpa alasan yang benar, melainkan juga sampai kepada menyakiti hati dengan
cara menceritkan aib seseorang dibelakngnya.

3. Akhlak Terhadap Lingkungan


Yang dimaksud lingkungan disini adalah segala sesuatu yang ada disekitar manusia. Pada
dasarnya akhlak yang diajarkan Al-Qur’an terhadap lingkungan bersumber dari fungsi manusia
sebgai khalofah.
BAB X
PEMBENTUKAN AKHLAK
A. Arti Pembentukan Akhlak
Masalah pembentukan akhlak sama dengan tentang tujuan peddidikan. Jadi pembentukan
akhlak atau tujuan pendidikan adalah identik dengan tujuan hidup setiap Muslim, yaitu untuk
menjadi hamba Alloh, yaitu hamba yang percaya dan menyerahkan diri kepada-Nya dengan
memeluk agama Islam.

B. Metode Pembinaan Akhlak


Pembianaan alhlak merupakan tumpuan pertama dalam Islam. Hal ini dapat dilihat dari
salah satu misi kerosulan Nabi Muhammad SAW yang utama adalah untuk menyempurnakan
akhlak yang mulia.
Pembinaan akhlak dalam Islam juga terintegrasi dengan pelaksanaan rukun Islam, karena dalam
rukun Islam yang lima itu terkandung konsep pembinaan akhlak.

C. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pembianaan Akhlak.


Untuk menjelaskan faktor yang mempengaruhi pembentukan akhlak pada khususnya dan
pendidikan pada umunya, ada tiga aliran yang suadah amat populer, yaitu:
1. Aliran Nativisme
Menurut aliran ini bahwa faktor yang paling berpengaruh dalam pembentukan akhlak
adala fkator bawaan dari dalam yang bentuknya berupa kecenderungan, bakat, akal dan
lain-lain.
2. Aliran Empirisme
Faktor yang paling berpengaruh dalam pembentukan diri seseorang adalah faktor dari
luar, yaitu lingkungan sosial, termasuk pembinaan dan pendidikan yang diberikan.
3. Aliran Konvergensi
Berpendapat pembentukan akhlak dipengaruhi oleh faktor internal, yaitu pembawaan si
anak, dan faktor dari luar , yaitu pembawaan si anak, dan faktor dari luar yaitu
pendidikan dan pembinaan yang dibuat secara khusus.
Keberuntungan dari akhlak
1. Memperkuat dan menyempurnakan agama
2. Mempermudah perhitungan amal di akhirat
3. Menghilangkan kesulitan
4. Selamat hidup di dunia dan di akhirat
D. Mamfaat akhlak yang mulia.
Memperkuat dan menyempurnakan agama, mempermudah perhitungan amal diakhirat,
menghilangkan kesulitan, selamat diup dunia dan akhirat
BAB XI
ARTI, ASAL-USUL DAN MANFAAT TASAWUF DALAM ISLAM
A. Pengertian Tasawuf
Dari segi bahasa tasawuf berarti sikap mental yang selalu memelihara kesucian diri,
beribadah, hidup sederhana, rela berkorbann untuk kebaikan dan selalu bersikap bijaksana. Sikap
yang demikian itu pada hakikatnya adalah akhlak yang mulia
Adapun pengertian tasawuf dari segi istilah atau pendapat para ahli amat bergantung pada sudut
pandang yang digunakan masing-masing. Selama ini ada tiga sudut pandang yang digunakan
para ahli untuk mendefinisikan tasawuf, yaitu sudut pandang manusia sebagai makhluk terbatas,
manusia sebagai makhluk yang harus berjuang, dan manusia sebagai makhlauk yang ber-Tuhan

B. Sumber Tawawuf
1. Unsur Islam
Secara umum ajaran islam mengatur kehidupan yang bersifat lahiriah dan jasadiah, dan
kehidupan yang bersifat batiniah. Pada unsur batiniah itulah kemudian lahirlah tasawuf. Unsur
kehidupan tasawuf ini mendapar perhatian yang cukup besar dari sumber ajaran islam, Al-
Qur’an dan Al-Hadits serta prkatek kehidupan nabi dan para sahabatnya.
2. Unsur Luas Islam
a. Unsur Masehi
b. Unsur Yunani
c. Unsur Hindu/Budha
d. Unsur Persia

Anda mungkin juga menyukai