Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Disadari atau tidak perkembangan teknologi informasi telah menciptakan


berbagai kesempatan di bidang keuangan salah satunya pada pembiayaan jangka
menengah dan jangka panjang. Perkembangan lembaga pembiayaan barang modal
jangka menengah dan panjang yang sudah begitu pesat namun hanya dikuasai
oleh lembaga keuangan bukan bank (peusahaan leasing/multifince) konvensional
sehingga perbankan syariahpun harus melakukan inovasi produk yang berbasis
syariah untuk menangkap peluang kebutuhan pasar tersebut.

Leasing atau ijarah merupakan salah satu bentuk pembiayaan barang


modal jangka menengah dan panjang yang telah menjangkau berbagai objek
seperti apartemen, perkantoran, pertokoan, perumahan, pesawat telepon,
computer, dan bahkan bangunan dan peralatan pabrik. Namun pada kenyataannya
bank syariah selama ini memfasilitasi kebutuhan pembiayaan jangka menengah
dan panjang dengan skim murabahah (jual beli). Penggunaan skim murabahah
dengan karakteristik harga jual tidak dapat berubah selama masa akad
berimplikasi bank syariah harus menanggung rate of return risk yang sangat
tinggi. Selain itu, dengan pola perhitungan margin secara proporsional, semakin
panjang waktu pembiayaan murabahah semakin besar pula margin loss of
opportunity bank syariah.

Untuk menjawab hal diatas, maka pembiayaan dengan skim al-ijarah al-
muntahiah bit tamlik (IMBT) merupakan salah satu alternatif skim syariah untuk
memfasilitasi pembiayaan jangka panjang yang sesuai dengan jenis usaha nasabah
sekaligus mengamankan kepentingan bank. Dengan skim IMBT bank syariah
dapat menetapkan harga sewa yang lebih fleksibel dan kompetitif kepada nasabah.

Al-ijarah al-muntahiya bit tamlik (IMBT) merupakan pengembangan dari


transaksi ijarah, maka ketentuannya juga mengikuti ketentuan ijarah. Di beberapa
negara dan juga dalam bank syariah IMBT juga dikenal dengan sebutan al-ijarah
wal iqtina’ yang artinya sama dengan al-ijarah al-muntahiah bit tamlik (IMBT)
yaitu pengalihan atau perpindahan hak kepemilikan dengan opsi menjual atau
menghibahkan pada akhir masa sewa. al-ijarah wal iqtina’ merupakan konsep hire
purchase, dalam lembaga keuangan islam disebut dengan financial leasing with
purchase of option.

B. Rumusan Masalah
1. Pengertian dan substansi Ijarah Muntahiya Bit Al-Tamlik ?
2. Skema pembiayaan Ijarah Muntahiya Bit Al-Tamlik ?
3. Dalil-dalil tentang Ijarah Muntahiya Bit Al-Tamlik ?
C. Tujuan Rumusan Masalah
1. Untuk mengetahui pengertian dan substansi Ijarah Muntahiya Bit Al-
Tamlik ?
2. Untuk mengetahui skema pembiayaan Ijarah Muntahiya Bit Al-Tamlik ?
3. Untuk mengetahui dalil-dalil tentang Ijarah Muntahiya Bit Al-Tamlik ?
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Substansi Ijarah Muntahiya bil Al-Tamlik


1. Pengertian Akad

Kata akad berasal bahasa Arab al-‘aqd yang berarti perikatan, perjanjian,
persetujuan dan permufakatan. Kata ini juga bisa diartikan tali yang mengikat
karena akan adanya ikatan antara orang yang berakad. Dalam kitab fiqih sunnah,
kata akad diartikan dengan hubungan dan kesepakatan.

Secara istilah fiqh, akad didefinisikan dengan : Pertalian ijab (pernyataan


melakukan ikatan) dan qabul (peryataan penerimaan ikatan) sesuai dengan
kehendak syariat yang berpengaruh kepada objek perikatan. Pencantuman kata-
kata yang sesuai dengan kehendak syariat maksudnya bahwa seluruh perikatan
yang dilakukan oleh dua pihak atau lebih tidak dianggap sah apabila tidak sejalan
dengan kehendak syara. Misalnya, kesepakatan untuk melakukan transaksi riba,
menipu orang lain, atau merampok kekayaan orang lain. Adapun pencantuman
kata-kata berpengaruh kepada objek perikatan maksudnya adalah terjadinya
perpindahan pemilikan dari satu pihak (yang melakukan ijab) kepada pihak lain
(yang menyatakan qabul).

Hasbi Ash Shiddieqy, yang mengutip definisi yang dikemukakan Al-


Sanhury, akad ialah :Perikatan ijab dan qabul yang dibenarkan syara yang
menetapkan kerelaan kedua belah pihak. Adapula yang mendefinisikan, akad
ialah: Ikatan, pengokohan dan penegasan dari satu pihak atau kedua belah pihak.

Berdasarkan beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan Akad ialah


pertalaian ijab (ungkapan tawaran disatu pihak yang mengadakan kontrak) dengan
qabul (ungkapan penerimaan oleh pihak lain) yang memberikan pengaruh pada
suatu kontrak. Dasar hukum dilakukannya akad dalam Al-Quran adalah:

Artinya : Hai orang-orang yang beriman tepatilah janjijanjimu.


(Qs. Al-Maidah Ayat: 1).
Berdasarkan ayat tersebut dapat dipahami bahwa melakukan isi perjanjian
atau akad itu hukumnya wajib.
2. Pengertian Ijarah

Pengertian Al-ijarah menurut bahasa, Ijarah berasal dari kata Al-Ajru yang
artinya adalah Al-Iwadh dalam bahasa Indonesia diartikan sebagai ganti dan upah.
Dalam arti luas, ijarah adalah suatu akad yang berisi penukaran manfaat sesuatu
dengan jalan memberikan imbalan dalam jumlah tertentu. Al-Ijarah adalah akad
pemindahan hak guna atas barang atau jasa, melalui pembayaran upah sewa tanpa
diikuti dengan pemindahan kepemilikan (ownership/malikiyyah) atas barang itu
sendiri. Sedangkan menurut istilah, para ulama berbeda beda mendefinisikan
Ijarah, antara lain adalah sebagai berikut:

Menurut Muhamad Syafii Antonio, Al-ijarah adalah pemindahan hak


bangunan atas barang atau jasa melaluai upah sewa, tanpa diikuti dengan
pemindahan kepemilikan atas barang itu sendiri.

Fiqh Islam, Ijarah yaitu memberikan sesuatu untuk disewakan. Menurut


Fatwa Dewan Syariah Nasional pembiayaan Ijarah adalah akad pemindahan hak
guna (manfaat) atas suatu barang atau jasa dalam waktu tertentu melalui
pembayaran sewa atau upah, tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan
barang.

Berdasarkan beberapa pengertian di atas maka dapat ditarik suatu


pengertian bahwa ijarah adalah bentuk jenis perikatan atau perjanjian yang
mempunyai tujuan mengambil manfaat suatu benda yang diterima dari orang lain
dengan jalan membayar upah sesuai dengan perjanjian dan sesepakatan (kerelaan)
kedua belah pihak, sesuai dengan rukun dan syarat yang telah ditentukan.

3. Pengertian Ijarah Muntahiya bittamlik


Jenis akad ijarah dibagi menjadi dua jenis, yaitu akad Ijarah dan Ijarah
Muntahiyah Bittamlik (IMBT), perbedaan antara jenis akad tersebut adalah
terdapat perpindahan kepemilikan aset yang disewa di akhir masa sewa pada akad
IMBT, sedangkan untuk akad ijarah tidak ada perpindahan status kepemilikan aset
ijarah.
Ijarah Muntahiya Bittamlik (financial leasing with purchase option) atau
Akad sewa menyewa yang berakhir dengan kepemilikan adalah sebuah istilah
modern yang tidak terdapat dikalangan fuqaha terdahulu. Istilah ini tersusun dari
dua kata.
Pertama, at-ta'jiir menurut bahasa; diambil dari kata alajr,yaitu imbalan
atas sebuah pekerjaan, dan juga dimaksudkan dengan pahala. Adapun al-ijarah,
nama untuk upah, yaitu suatu yang diberikan berupa upah terhadap pekerjaan.
Sedangkan al-ijarah dalam istilah para ulama ialah suatu akad yang
mendatangkan manfaat yang jelas lagi mubah berupa suatu dzat yang ditentukan
ataupun yang disifati dalam sebuah tanggungan, atau akad terhadap pekerjaan
yang jelas dengan imbalan yang jelas serta tempo waktu yang jelas.
Kedua, at-tamliik secara bahasa bermakna: menjadikan orang lain
memiliki sesuatu. Adapun menurut istilah ia tidak keluar dari maknanya secara
bahasa. Dan at-tamliik bisa berupa kepemilikan terhadap benda, kepemilikan
terhadap manfaat, bisa dengan ganti atau tidak. Jika kepemilikan terhadap sesuatu
terjadi dengan adanya ganti maka ini adalah jual beli. Jika kepemilikan terhadap
suatu manfaat dengan adanya ganti maka disebut persewaan.
Ijarah Mumtahiyah Bittamlik disebut juga dengan ijarah wa iqtina adalah
akad sewa menyewa antara pemilik objek sewa (lessor) dan penyewa (lessee),
atas barang yang disewakan yang mana penyewa mendapat hak opsi untuk
membeli obyek sewa pada saat masa sewa berakhir.
Muhammad Syafii Antonio dalam bukunya mengatakan, transaksi yang
disebut dengan al Ijarah al Muntahiyah Bit Tamlik adalah sejenis perpaduan
antara kontrak jual beli dan sewa atau lebih tepatnya akad sewa yang diakhiri
dengan kepemilikan barang di tangan si penyewa. Sifat kepemilikan ini pula yang
membedakan dengan ijarah biasa.
Berdasarkan kedua pengertian di atas dapat didefinisikan Ijarah
Mumtahiyah Bittamlik adalah akad sewa menyewa antara pemilik objek sewa dan
penyewa untuk mendapatkan imbalan atas objek sewa yang disewakannya dengan
opsi perpindahan hak milik objek sewa pada saat tertentu sesui dengan akad sewa
Berbagai bentuk alih kepemimpinan dalam Ijarah Muntahiya bittamlik
antara lain :
1. Hibah di akhir periode, yaitu ketika pada akhir periode sewa, aset di
hibahkan ke pada penyewa.
2. Harga yang berlaku pada akhir periode, yaitu ketika pada akhir periode
sewa asset dibeli oleh penyewa dengan harga yang berlaku pada saat
itu.
3. Harga ekuivalen dalam periode sewa, yaitu ketika penyewa membeli
asset dalam periode sewa sebelum kontrak sewa berahir dengan harga
ekuivalen.
4. Bertahap selama periode sewa, yaitu ketika alih kepemilikan dilakukan
bertahap dengan pembayaran sewa.
4. Bentuk-bentuk Akad Ijarah Muntahiya Bittamlik
Ijarah Muntahiya Bittamlik mempunyai lima bentuk, yaitu :
a. Akad ijarah yang sejak awal akad memang dimaksudkan untuk
memindahkan kepemilikan barang sewa kepada pihak penyewa. Penyewa
menyewa suatu barang dengan pembayaran sewa secara angsuran dalam
kurun waktu tertentu dengan jumlah tertentu kemudian pada saat angsuran
terakhir barang sewaan berpindah pemilikan kepada pihak penyewa.
Dalam hal ini tidak ada akad baru untuk memindahkan hak barang tersebut
setelah angsuran sewa lunas.
b. Akad ijarah memang dari awal murni dimaksudkan hanya untuk sewa,
hanya saja si penyewa diberi hak untuk memiliki barang sewaan dengan
memberikan uang pengganti dalam jumlah tertentu. Dalam hal ini tidak
ada perjanjian yang mengikat di antara keduanya untuk memindahkan hak
barang dengan cara jual beli, karena akad yang dibuat adalah akad sewa
murni.
c. Akad ijarah dimaksudkan untuk sewa suatu barang, pada saat akad pihak
penyewa dan pemberi sewa membuat perjanjian yang mengikat untuk
melakukan akad jual beli barang objek sewa. Pemberi sewa akan menjual
barang yang disewa kepada penyewa dengan sejumlah harga tertentu
setelah angsuran sewa lunas.
d. Akad ijarah dimaksudkan untuk sewa suatu barang, pada saat akad pihak
penyewa dan pemberi sewa membuat perjanjian yang mengikat untuk
melakukan hibah barang objek sewa. Pemberi sewa akan menghibahkan
barang yang disewa kepada penyewa.
e. Akad ijarah dimaksudkan untuk sewa suatu barang dalam jangka tertentu
dengan pembayaran dalam jumlah tertentu, pada saat akad pihak penyewa
dan pemberi sewa membuat perjanjian yang mengikat untuk memberikan
hak tiga opsi kepada pihak penyewa. Opsi pertama, pihak penyewa
menjadi pemilik dengan pembayaran sejumlah uang yang telah
diangsurkan bersamaan dengan angsuran uang sewa. Pelaksanaan
perjanjian pembayaran ini dilakukan sejak awal, pembayaran uang
pengganti perpindahan milik juga dilakukan sejak pembayaran angsuran
pertama. Opsi kedua, memperpanjang masa sewa. Opsi ketiga, pihak
penyewa mengembalikan barang sewa kepada pemberi sewa.
5. Macam-macan penerapan IMBT
a. IMBT Tanpa Membayar Kecuali Angsuran Sewa Saja
Hal ini dapat dijelaskan dengan transaksi sewa yang berakhir dengan
kepemilikan barang yang disewa dengan kompensasi pembayaran uang yang
diserahkan, seperti angsuran sewa pada barang yang disewa tersebut selama masa
tertentu. Penyewa (musta’jir)menjadi pemilik barang yang disewa tersebut secara
outomatis dengan pelunasan angsuran terakhir tanpa mengadakan transaksi baru.
b. Sewa Disertai Dengan Penjualan Barang Yang Dengan Harga Simbolik
Hal ini dapat dijelaskan dengan transaksi sewa yang memungkinkan
penyewa (musta’jir) untuk memanfaatkan barang yang disewanya dengan
membayar uang sewa tertentu dalam masa tertentu. Dengan ketentuan, penyewa
(musta’jir) mendapatkan hak pemilikan terhadap barang yang disewa tersebut
diakhir masa penyewaan dengan membayar uang simbolik sejumlah tertentu.
Contohnya: seorang pemilik rumah menyatakan kepada penyewanya: Saya
sewakan rumah ini setiap bulannya Rp 4.000.000; selama lima tahun lamanya.
Ketentuannya penyewa apabila telah selai sempurna pembayaran uang sewa
selama lima tahun tersebut maka rumah tersebut menjadi milik penyewa dengan
membayar sejumlah uang simbolik yang sudah ditentukan.
c. Sewa Disertai Dengan Penjualan Barang Dengan Harga Sebenarnya
(Harga Umum).
Ini sama dengan bentuk kedua hanya saja nilai pembayaran penjualannya
dengan harga yang sebenarnya (harga umum). Bentuk ini mengandung transaksi
ganda pada satu barang yang mengakibatkan adanya jahâlah (ketidak jelasan)
barang dan nilainya. Maka hukumnya haram.
d. Sewa Disertai Dengan Janji Penjualan.
Misalnya, telah terjadi kesepakatan untuk penyewaan barang dengan
diiringi janji jual beli diakhir masa penyewaan apabila uang sewa sudah lunas;
baik hal itu dengan pembayaran sejumlah uang yang dibayarkan diakhir masa
sewa secara simbolik atau sebenarnya bersama pelunasan seluruh angsuran sewa
yang disepakati pelunasannya dalam masa-masa tersebut atau angsuran sewa
tersebut adalah nilai jual barang tersebut dan tidak disepakati untuk membayar
pembayaran lainnya baik secara simbolik atau sebenarnya (hakiki) sesuai
kesepakatan kedua transaktor di akhir masa sewa.
e. Sewa Berakhir Dengan Memberikan Hak Pilih Antara Memiliki Atau
Tidak.
Misalnya, transaksi penyewaan dengan memberikan hak pilih kepada
penyewa setelah selesai melunasi angsuran sewa seluruhnya untuk memilikih satu
diantara tiga :
1) Membeli barang tersebut dengan harga pasar (umum) ketika selesai
masa sewa atau dengan nilai tertentu yang ditentukan ketika
transaksi terjadi.
2) Memperpanjang masa sewa.
3) Menyelesaikan transaksi sewa dan mengembalikan barangnya
kepada pemiliknya.
f. Pembiayaan Leasing (al-Ijârah at-Tamwîliyah)
Bentuk ini merupakan perkembangan dari ijârah muntahiyah bit Tamlîk
(IMBT) dengan ketentuan bahwa pihak yang melakukan pembiayaan adalah pihak
ketiga. Pihak ketiga ini bisa berasal dari pihak yang membeli langsung kepada
pihak pemilik barang atau mewakilkan pembelian kepada nasabah yang
membutuhkan barang tersebut, kemudian melakukan penyewaan dengan salah
satu bentuk IMBT terdahulu sebagai sewa berakhir dengan kepemilikan.
g. IMBT Dengan Pembayaran Bertahap Pada Pembelian Barang Yang
Disewa
Maksudnya ada kesepakatan antara lembaga keuangan dengan nasabahnya
agar si nasabah membeli misalnya 50 % dari barang yang akan di sewakan yang
merupakan milik lembaga keuangan dengan pembelian tunai atau tempo dengan
cara murabahah. Kemudian lembaga keuangan menyewakan barang yang
dimilikinya tersebut kepada nasabah sebagai musta’jir dengan jual beli bertahap
untuk bagian lembaga keuangan sampai selesai transaksi kemudian barang
menjadi milik nasabah sepenuhnya. Dalam pengertian setiap masa nasabah
membayar uang sewa barang yang akan mengurangi jumlah saham. Apabila
nasabah telah membayar seluruh saham maka barang tersebut menjadi miliknya.
6. Rukun dan Syarat Akad Pembiayaan Ijarah Muntahiya Bittamlik
a. Rukun
1) Penyewa (musta’jir) atau dikenal dengan lesse, yaitu pihak
yang menyewa objek sewa.
2) Pemilik barang (mu’ajjir) dikenal dengan lessor, yaitu pemilik
barang yang digunakan sebagai objek sewa.
3) Barang/objek sewa (ma’jur) adalah barang yang disewakan.
4) Harga sewa/manfaat sewa (ujrah) adalah manfaat atau imbalan
yang diterima oleh mu’ajjir.
5) Ijab Kabul, adalah serah terima barang.
b. Syarat
1) Kerelaan dari pihak yang melaksanakan akad.
2) Ma’jur memiliki manfaat dan manfaatnya dibenarkan dalam
Islam, dapat dinilai atau diperhitungkan, dan manfaat atas
transaksi ijarah muntahiya bittamlik harus diberikan oleh lesse
kepada lessor.
B. Skema pembiayaan Ijarah Muntahiya Bittamlik

Aplikasi Ijarah Muntahiya Bittamlik dalam lembaga keuangan syariah


dapat digambarkan dalam skema sebagai berikut:
Keterangan skema pembiayaan Ijarah Muntahiya Bittamlik di atas adalah
sebagai berikut :
1. Nasabah mengajukan permohonan sewa guna usaha barang kepada
bank syariah.
2. Bank menyediakan barang yang ingin disewa oleh nasabah.
3. Dilaksanakan akad penyewaan, yang berisi spesifikasi barang yang
disewa, jangka waktu, biaya sewa, dan berbagai persyaratan transaksi
lainnya. Dilengkapi pula dengan opsi pembelian pada akhir masa
kontrak.
4. Nasabah membayar secara rutin biaya sewa sesuai kesepakatan yang
telah ditandatangani kepada pemberi sewa sampai masa kontrak
berakhir. Selama proses penyewaan, biaya pemeliharaan ditanggung
oleh bank.
5. Setelah masa ijarah berakhir, bank memindahkan kepemilikan obyek
sewa kepada nasabah, bisa melalui hibah maupun jual beli.
C. Dalil-dalil Ijarah Muntahiya Bittamlik
Landasan hokum disyariatkannya akan ijarah muntahiya bittamlik adalah sebagai
berikut:
a. Firman Allah SWT (Al-Zukhruf: 32).
“Apakah mereka yang membagi-bagikan rahmat Tuhanmu ? kami telah
menentukan antara mereka penghidupan mereka dalam kehidupan dunia, dan
kami telah meninggikan sebagian mereka atas sebagian yang lain beberapa
derajat, agar sebagian mereka dapat mempergunakan sebagian yang lain.
Dan rahmat Tuhanmu lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan.”
b. Hadits Nabi SAW
Hadits riwayat ‘Abd ar-Razzaq dari Abu Hurairah dan Abu Sa’id Al-Khudri,
Nabi bersabda yang artinya:
“Barang siapa yang mempekerjakan pekerja, beritahukanlah upahnya”
Hadits Nabi Riwayat Tirmizi dari Amr bin Auf Al-Muzani, Nabi bersabda
yang artinya:
“Perjanjian boleh dilakukan di antara kaum muslimin kecuali
perjanjian yang mengharamkan yang halal atau menghalakan yang
haram, dan kaum muslimin terikat dengan syarat-syarat mereka kecuali
syarat yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang
haram.”
c. Kaidah fiqh ;
“Pada dasarnya segala bentuk mu’amalah boleh dilakukan kecuali ada
dalil yang mengharamkannya.”
“Dimana terdapat kemaslahatan, disana terdapat hokum Allah.”
d. Fatwa DSN Indonesia
Menurut Fatwa Dewan Syari’ah Nasianal No: 09/DSN-MUI/IV/2000, Al
Ijarah adalah “Akad pemindahan hak guna (manfaat) atas suatu barang atau
jasa dalam waktu tertentu melalui pembayaran sewa atau upah, tanpa diikuti
dengan pemindahan kepemilikan barang itu sendiri. Dengan demikian, dalam
akad ijarah tidak ada perubahan kepemilikan, tetapi hanya pemindahan hak
guna saja dari yang menyewakan kepada penyewa.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Al-Ijārah al-Muntahiya bit al-Tamlik (IMBT) merupakan salah satu


alternatif skim syariah untuk memfasilitasi pembiayaan jangka menengah dan
jangka panjang yang sesuai dengan jenis usaha nasabah sekaligus mengamankan
kepentingan bank. Dibandingkan dengan akad mudharabah, akad IMBT ini lebih
fleksibel dan kompetitif bagi nasabah dalam penetapan harga sewa, walaupun ada
beberapa risiko yang mungkin terjadi yang harus diantisipasi seperti risiko default
yaitu nasabah tidak membayar cicilan dengan sengaja, aset ijarah rusak sehingga
menyebabkan biaya pemeliharaan bertambah, terutama bila disebutkan dalam
kontrak bahwa pemeliharaan harus dilakukan oleh si pemberi sewa (muajjir), dan
nasabah berhenti di tengah kontrak dan tidak mau membeli aset tersebut.
Akibatnya bank harus menghitung kembali keuntungan dan mengembalikan
sebagian kepada nasabah.
DAFTAR PUSTAKA

Anto, M. B. Hendrie, Pengantar Ekonomika Mikro Islami, Yogyakarta: Ekonisia,

2003

Antonio, Muhammad Syafi’I, Bank Syariah Dari Teori ke Praktek, Jakarta: Gema

Insani, 2001

Chapra, M. Umer, Sistem Moneter Islam, Jakarta: Gema Insani, 2000

Djamil, Fathurrahman,” Satuan Acara Pengajaran Mata Kuliah Fiqh Muamalah

Dalam Keuangan Dan Perbankan Islam” (2011)

Haris, Helmi “Pembiayaan Kepemilikan Rumah (Sebuah Inovasi Pembiayaan

Perbankan Syari’ah)” La Riba Jurnal Ekonomi Islam, Vol. I, No. 1, Juli

2007

Hijrianto, Didik “Pelaksanaan Akad Pembiayaan Ijarah Muntahiyah Bittamlik

Pada Bank Muamalat Indonesia Cabang Mataram”, Tesis, Program Studi

Magister Kenotariatan Program Pascasarjana Universitas Diponegoro

Semarang (2010)

Kodifikasi Produk Perbankan Syariah Direktorat Perbankan Syariah Bank

Indonesia 2008

Majelis Ulama’ Indonesia, Himpunan Fatwa-Fatwa Dewan Syari’ah Nasional,

Jakarta: DSN MUI bekerjasama dengan Bank Indonesia, 2006

Peraturan Bank Indonesia Nomor: 9/19/PBI/2007 Tentang Pelaksanaan Prinsip

Syariah Dalam Kegiatan Penghimpunan Dana dan Penyaluran Dana serta


Pelayanan Jasa Bank Syariah Peraturan Ketua Badan Pengawas Pasar

Modal dan Lembaga Keuangan Nomor: PER- 04 /BL/2007

Sartono, Agus, Manajemen Keuangan: Teori dan Aplikasi, Yogyakarta: BPFE

UGM, 2001

ash-Shawi, Shalah dan Abdullah Al-Muslih, Fikih Ekonomi Keuangan Islam,

Jakarta: Darul Haq, 2008

Wibowo, Muh. Ghafur Potret Perbankan Syariah Terkini: Kajian Kritis

Perkembangan Perbankan Syariah Terkini, Yogyakarta: Biruni Press, 2007

Yulianti, Rahmani Timorita, “Pola Ijtihad Fatwa Dewan Syari’ah Nasional MUI

tentang Produk Perbankan Syari’ah”, La Riba Jurnal Ekonomi Islam Vol. I,

No. 1, (Juli 2007)

Anda mungkin juga menyukai