Anda di halaman 1dari 10

A. Ijarah Muntahia Bit-Tamlik (Financial Lease with Purchase Option) 1.

Pengertian Ijarah Muntahia Bit-Tamlik Ijarah Muntahia Bit-Tamlik adalah sejenis perpaduan antara kontrak jual beli dan sewa atau lebih tepatnya akad sewa yang diakhiri dengan kepemilikan barang di tangan si penyewa (mustajir) Sifat pemindahan kepemilikan ini pula yang membedakan dengan ijarah biasa.

2. Rukun IMBT Sebagaimana dijelaskan di atas bahwa transaksi IMBT merupakan pengembangan transaksi ijarah untuk mengakomodasi kebutuhan pasar. Oleh sebab itu, rukun dari IMBT adalah sama dengan rukun dari ijarah. Adapun rukun IMBT adalah sebagai berikut : 1. Orang yang berakad : Penyewa (Mustajir) dan Pemberi Sewa (Mujir/Muajjir) 2. Sewa/imbalan : Harga Sewa (Ujrah) 3. Manfaat Obyek Sewa (Majur) 4. Sighat (ijab dan kabul).

3. Syarat IMBT Agar pelaksanaan IMBT sempurna, berikut beberapa syarat dari sahnya akad IMBT: 1. Syarat Pihak yang berakad: cakap hukum (baligh & berakal) 2. Syarat Obyek yang disewakan: a) Manfaat barang dan atau jasa. b) Barang itu milik sah & sempurna dari mujir (milk al-tm) atau barang itu tidak terkait dengan hak orang lain. c) Objek harus bisa dinilai dan dikenali secara spesifik (fisik). Artinya, manfaat barang jelas. d) Manfaat barang dan atau jasa tidak termasuk yang diharamkan/dilarang dan harus bermanfaat. e) Manfaat barang/jasa bisa langsung diserahkan atau digunakan selama jangka waktu tertentu yang disepakati.

4. Syarat Harga Sewa (Ujrah): a) Jelas disebutkan pada saat transaksi berupa uang, dirham, dinar dan lain sebagainya. Menurut Ulama Hanafiyah pembayaran upah tidak boleh dalam bentuk manfaat yang

serupa. Seperti sewa rumah dengan ujrah penyewaan rumah. Namun dalam fatwa DSN no : 09/DSN-MUI/IV/2000 perihal Pembiayaan Ijarah bahwa pembayaran sewa atau upah boleh berbentuk jasa (manfaat lain) dari jenis yang sama dengan obyek kontrak. b) Jelas disebutkan berapa jumlah ujrah.

5. Syarat Sighat : a) Harus jelas dan disebutkan secara spesifik dengan siapa berakad. b) Antara ijab qabul (serah terima) harus selaras, baik dengan keinginan untuk melakukan kontrak sewa; harga dan jangka waktu yang disepakati. c) Tidak mengandung klausul yang bersifat menggantungkan keabsahan transaksi pada hal/kejadian yang akan datang yang tidak sesuai dengan esensi dari ijarah. Misalnya, mujir menyewakan rumahnya kepada pihak lain dengan syarat ia menempati dulu selama satu bulan baru kemudian ia sewakan kepada B. Esensi dari ijarah adalah memberikan hak atas manfaat barang pada salah satu pihak yang berakad.

6. Aplikasi dalam Perbankan Bank-bank Islam yang mengoperasikan produk ijarah, dapat melakukan leasing, baik dalam bentuk operating lease maupun financial lease. Akan tetapi pada umumnya, bank-bank tersebut lebih banyak menggunakan Ijarah Muntahia Bit-Tamlik karena lebih sederhana dari sisi pembukuan. Selain itu, bank pun tidak direpotkan untuk mengurus pemeliharaan aset, baik pada saat leasing maupun sesudahnya. Dalam sewa-menyewa ini, uang pembayaran sewanya sudah termasuk cicilan atas harga pokok barang. Pihak yang menyewakan (dalam hal ini bank) berjanji (waad) kepada penyewa untuk memindahkan kepemilikan objek setelah masa sewa berakhir. Janji tersebut harus dinyatakan dalam akad IMBT. Karenanya, dalam akad IMBT, terdapat dua akad yang berbeda; yang pertama adalah akad ijarah dan pada akhir masa ijarah dibuat suatu akad pengalihan hak atas barang yang disewakan. Jadi, kedudukan lembaga pembiayaan atau bank dengan pembeli akan berubah pada akhir masa sewa. Pihak bank atau lembaga pembiayaan (multifinance) selaku pihak yang menyewakan dan pemilik barang semula akan berubah menjadi pemberi hibah pada akhir masa sewa.

Demikian pula nasabah, yang tadinya bertindak selaku penyewa akan berubah menjadi penerima hibah di akhir masa sewa. Dalam praktik perbankan syariah, skema IMBT ini dapat digunakan untuk pembelian rumah dengan menggunakan sistem KPR, di mana barang yang disewakan secara prinsip sudah merupakan milik nasabah bersangkutan. 7. Skema Secara umum, aplikasi perbankan dari ijarah muntahia bit-tamlik dapat digambarkan dalam skema berikut: Penjual/supplier Objek sewa B. Milik Nasabah

3. Sewa beli 2. Beli objek sewa sewa Bank syariah A. Milik 1. Pesan objek

8. Perbandingan Skema Sewa-menyewa Konvensional dengan Skema Sewa-menyewa Syariah (Ijarah dalam Konsep Perbankan)1 Konsep Konvensional Pengertian Penyerahan suatu kenikmatan untuk Konsep Syariah atas Transaksi sewa-menyewa atas suatu waktu barang dan/atau upah mengupah atas

barang

tertentu atau tidak tertentu (Pasal suatu jasa dalam waktu tertentu 1548 KUHPerdata). melalui pembayaran sewa atau

imbalan jasa (Pasal 1 angka 10 Peraturan Bank Indonesia

No.7/46/PBI/2005). Subjek Antara pemilik barang (yang Antara menyewakan) dan penyewa. pemilik barang (yang

menyewakan) dan penyewa. Bank

bertindak selaku pemberi uang sewa kepada nasabah; atau antara bank selaku pemilik barang dan nasabah selaku penyewa. Objek Kenikmatan atas suatu barang. Kenikmatan dan/atau jasa. Mekanisme Pemilik barang langsung Pemilik barang menyewakan kepada atas suatu barang

menyewakan barangnya kepada calon nasabah di mana uang sewa penyewa, membayarkan (bilateral). dan uang penyewa yang dibayar oleh calon nasabah sewa berasal dari bank. Selanjutnya

nasabah mencicil pengembalian uang sewa yang ditalangi oleh bank. Atau bank bertindak selaku pemilik (pihak yang menyewakan) yang memiliki penguasaan atas objek sewa.

Bentuk Perjanjian (Akad)

Antara pemilik barang dibuatkan Antara nasabah dan bank dibuatkan akad akad). sewa-menyewa (single wakalah (kuasa untuk mencarikan barang yang disewa). Selanjutnya setelah mendapatkan barang yang akan disewa, antara bank dan

nasabah dibuatkan akad pembiayaan ijarah dan perjanjian jaminan. Kriteria Objek 1. Objeknya terhindar dari cacat. 2. Objeknya jelas. 1. Terhindar dari cacat. 2. Kriteria objeknya jelas.

3. Tidak mengandung unsur 3. Tidak mengandung unsur paksaan, paksaan, tipuan, muslihat dan tipuan dan mudharat. kekhilafan. Kewajiban Pihak Berdasarkan pasal 1551-1552 Berdasarkan PBI No.7/46/PBI/2005 1. Menyediakan barang yang

yang KUHPerdata:

Menyewakan

1. Menyerahkan barang yang disewakan. disewakan kepada penyewa. 2. Menanggung biaya pemeliharaan.

2. Memelihara barang sehingga dapat digunakan manfaatnya. 3. Memberikan penyewa

kenikmatan untuk menggunakan dan menguasai barang secara tenteram selama sewa-menyewa berlangsung. Kewajiban Penyewa Berdasarkan KUHPerdata: Pasal 1560 Berdasarkan PBI No.7/46/PBI/2005 1. Membayar uang sewa secara tunai.

1. Menggunakan barang yang 2. Menjaga keutuhan barang yang disewa dan memeliharanya disewa. 3. Menanggung biaya pemeliharaan yang disewa seseuai

dengan baik.

2. Membayar uang sewa pada barang waktu yang telah disepakati. Mengulang Sewakan Larangan

kesepakatan. (mustajir) dan dilarang

mengulangsewakan Penyewa

sebagian atau seluruh barang menyewakan tanpa barang persetujuan (1559

meminjamkan

pemilik barang yang disewakan (majur)

KUHPerdata). tanpa seizin pemilik barang (muajir)

Khusus untuk rumah tinggal (Pasal 310 KHES). yang ditempati sendiri oleh

penyewa, boleh diulangsewakan sebagian sepanjang dalam

perjanjian sewa hal tersebut tidak dilarang. Pergantian Pemilik Barang Pergantian (karena pemilik atau barang Tidak diatur. karena

dijual

meninggal) tidak menggugurkan sewa (Pasal 1576 KUHPerdata).

B. Leasing 1. Pengertian Leasing

Istilah Leasing berasal dari bahasa Inggris to Lease yang berarti menyewakan.Leasing atau sewa guna adalah suatu kegiatan pembiayaan kepada perusahaan (badan hukum) atau perorangan dalam bentuk pembiayaan barang modal. Pembayaran kembali oleh peminjam dilakukan secara berkala dan dalam waktu jangka menengah atau panjang. Perusahaan yang menyelenggarakan leasing disebut Leessor, sedangkan perusahaan yang mengajukan leasing disebut lessee. Sedangkan pengertian sewa guna usaha sesuai dengan Keputusan Menteri Keuangan No. 1169/KMK.01/1991 adalah kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan barang modal, baik secara sewa guna usaha dengan hak opsi (financial lease) maupun sewa guna usaha tanpa hak opsi (operating lease) untuk digunakan oleh lessee selama jangka waktu tertentu berdasarkan pembayaran secara berkala. Selanjutnya yang dimaksud dengan finance lease adalah kegiatan sewa guna usaha dimana lesse pada akhir masa kontrak mempunyai hak opsi untuk membeli objek sewa guna usaha berdasarkan nilai sisa yang disepakati. Sebaliknya operating lease tidak mempunyai hak opsi untuk membeli objek sewa guna usaha. Selain Lessor dan Lessee, dalam kegiatan sewa guna usaha seringkali melibatkan pihak ketiga, misalnya pemasok (supplier), atau Credit Provider. Obyek kegiatan leasing meliputi meliputi barang-barang modal pada sektor transportasi, industri, konstruksi, pertanian, pertambangan, perkantoran, kesehatan.

D. Pihak-pihak Yang Terlibat Ada beberapa pihak yang terlibat dalam pemberian fasilitas leasing, dan masingmasing pihak mempunyai hak dan kewajibannya. Masing-masing pihak dalam melakukan kegiatannya selalu bekerja sama dan saling berkaitan satu sama lainnya melalui kesepakatan yang dibuat bersama. Adapun pihak-pihak yang terlibat dalam proses pemberian fasilitas leasing adalah sebagai berikut: 1. Lessor. Merupakan perusahaan leasing yang membiayai keinginan para nasabahnya untuk memperoleh barang-barang modal. 2. Lessee

Nasabah yang mengajukan permohonan leasing kepada lessor untuk memperoleh barang modal yang diinginkan. 3. Supplier 4. Pedagang yang menyediakan barang yang akan dileasing sesuai perjanjian antara lessors dengan lessee dan dalam hal ini supplier juga dapat bertindak sebagai lessor. 5. Asuransi Merupakan perusahaan yang akan menanggung resiko terhadap perjanjian antara lessor dengan lessee. Dalam hal ini lessee dikenakan biaya asuransi dan apabila terjadi sesuatu, maka perusahaan akan menanggung resiko sebesar sesuai dengan perjanjian terhadap barang yang dileasingkan

E. Macam-macam Leasing Di dalam Surat Keputusan Menteri Keuangan Nomor 1169/KMK.01/1991 Tanggal 21 November 1991, kegiatan leasing dapat dilakukan dengan dua cara yaitu: 1. Melakukan sewa guna usaha dengan hak opsi bagi lessee (finance lease). 2. Melakukan sewa guna usaha dengan tanpa hak opsi bagi lessee (operating lease). Kemudian dalam praktiknya transaksi finance leasing dibagi lagi ke dalam bentuk-bentuk sebagai berikut: 1. Operational Lease (Al-Ijarah). Konsep ini secara etimologi berarti upah atau

sewa. Ahli hukum Islam mendefinisikannya dengan menjual manfaat, kegunaan, jasa dengan bayaran yang ditetapkan. Bank syariah mengaplikasikan elemen ini dengan berbagai bentuk produk yang diletakkan pada skim pembiyaan[4], diantara caranya adalah: Bank dapat memberi pembiayaan kepada nasabah untuk tujuan mendapatkan penggunaan manfaat sesuatu harta dibawah elemen al-Ijarah. Bank terlebih dahulu membeli harta yang akan digunakan oleh nasaba, kemudian bank menyewakan kepada nasabah menurut tempo yang dikehendaki, kadar sewaan dan syarat-syarat lain yang disetujui kedua belah pihak. Dalam Praktiknya, Lessor biasanya membeli barang modal dari Supplier atau pihak lain terlebih dahulu, kemudian lessee akan membayar sejumlah rental sejumlah tertentu, tanpa memperhitungkan terlalu rinci biaya yang dikeluarkan oleh Lessor. Cara seperti ini

dimungkinkan karena setelah masa sewa habis, barang tersebut masih cukup berharga untuk disewakan lagi ataupun dijual. Pada operataing lease ini biasanya pihak Lessor bertanggungjawab terhadap perawatan barang modal tersebut. Jenis barang modal yang banyak disewakan dengan cara ini terutama barang yag memiliki nilai tinggi, misalnya ; pesawat, alat-alat berat, traktor, mesin- mesin dan sebagainya. 2. Finance Lease (Ijarah wa Iqtina). Skim ini merupakan bentuk lain dari ijarah

dimana persewaan berakhir dengan perpindahan hak milik dan objek sewa. Jenis sewa ini dapat lagi dibagi dua, yaitu Direct Finance Lease dan Sale and Lease Back[5]. Direct Finance Lease adalah jika pihak lessee pada waktu sebelumnya belum memiliki barang modal yang dijadikan obyek leasing tersebut. Secara sederhana dicontohkan sebagai berikut: Lessor akan membeli barang modal atas permintaan pihak Lessee yang sepakat saling menyelenggarakan kontrak leasing. Sale and Lease Back adalah pihak Lessee yang sebelumnya telah memiliki barang modal tertentu, menjual barang tesebut kepada Lessor. Kemudian antara Lessor dan Lessee saling melakukan kontrak sewa guna usaha. Dalam model ini pihak Lessee berkepentingan atas uang tunai (cash) yang akan dimanfaatkan untuk modal usaha atau kepentingan lainnya. 3. Leverage Lease. Leverage Lease adalah finance lease yang melibatkan selain

pihak lessor dan lesse, juga pihak ketiga yaitu Credit Provider. Peran pihak ketiga ini adalah membiayai sebagian barang modal yang akan disewakan; Pihak Lessor hanya akanmembiayai sebesar 20% sampai dengan 40 % harga barang modal, sedangkan sisanya dibiayai pihak ketiga tersebut. 4. Cross Border lease. Cross Border lease adalah usaha leasing yang melewati batas

wilayah suatu negara. Dalam model ini diperlukan suatu penanganan khusus meliputi aturan hukumnya, perpajakan, akuntansi, dan sebagainya. Contoh barang modal yang biasa disewa guna usahakan dengan cara ini adalah pesawat terbang.

F. Mekanisme Leasing Pihak-pihak yang terlibat dalam leasing adalah : Lessee Lessor Supplier

Perusahaan asuransi

SKEMA LEASING

Adapun prosedur dari mekanisme leasing yang menyangkut pihak-pihak tersebut diatas, secara garis besar dapat diuraikan sebagai berikut : 1. Lessee bebas memilih dan menentukan peralatan yang dibutuhkan, mengadakan

penawaran harga dan menunjuk supplier peralatan yang dimaksud. 2. Setelah Lessee mengirim permohonan Lease, Mengirimkan kepada Lessor

disertai dokumen pelengkap. 3. Lessor mengevaluasi kelayakan kredit dan memutuskan untuk memberikan

fasilitas lease dengan syarat dan kondisi yang disetujui Lessee (lama kontrak pembayaran sewa lease), maka kontrak lease dapat ditandatangani. 4. Pada saat yang sama, Lessee dapat menandatangani kontrak asuransi untuk

peralatan yang di lease dengan perusahaan asuransi yang disetujui Lessor, seperti yang tercantum pada kontrak Lease. Antara Lessor Lessor dan Perusahaan Asuransi terjalin perjanjian kontrak utama. 5. Kontrak pembelian peralatan akan ditandatangani Lessor dengan Supplier

peralatan tersebut. 6. Supplier dapat mengirim perlatan yang di lease ke lokasi Lessee. Untuk

mempertahankan dan memelihara kondisi perusahaan tersebut, Supplier akan menandatangani perjanjian pelayanan purna jual. 7. 8. Lessee menandatangani tanda terima peralatan dan menyerahkan kepada Supplier. Supplier menyerahkan surat tanda terima (yang diterima dari Lessee), bukti

pemilikan dan pemindahan pemilikan kepada Lessor,

9. 10.

Lessor membayar harga peralatan yang di lease kepada Supplier. Lessee membayar sewa lease secara periodik sesuai dengan jadwal pembayaran

yang telah ditentukan dalam kontrak Lease.

Anda mungkin juga menyukai