Anda di halaman 1dari 10

PERBANKAN

SYARIAH
Penyaluran Dana Bank Syariah
#3 Prinsip Sewa Menyewa

Fakultas : FBIS
Program studi : Manajemen

Tatap Muka

11
Kode Matakuliah : W1119021

Disusun oleh : Tim Teaching


Penyaluran Dana Bank Syariah
Berdasarkan:

Pembiayaan Ijarah

#3 Sewa Menyewa
Pembiayaan Ijarah
Muntahiya Bi Tamlik
(IMBT)
PEMBAHASAN

Pembiayaan Ijarah
Pengertian Ijarah
Menurut Sayyid Sabiq dalam Fiqhi Sunah, al ijarah berasal dari kata al-ajru (upah) yang
berarti al-iwadh (ganti/kompensasi). Menurut pengertian syara’ ijarah berarti akad
pemindahan hak guna dari barang atau jasa yang diikuti dengan pembayaran upah atau
biaya sewa tanpa disertai dengan perpindahan hak milik. (Sri Nurhayati dan Wasilah.
Akuntansi Syariah Di Indonesia.Edisi 3, Jakarta: Salemba Empat. 2013. h. 228)

Menurut fatwa DSN MUI No. 09/DSN-MUI/IV/2000 tentang pembiayaan Ijarah, Ijarah
adalah akad pemindahan hak guna (manfaat) atas suatu barang atau jasa dalam waktu
tertentu melalui pembayaran sewa/upah, tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan
barang itu sendiri. Dengan demikian akad ijarah tidak ada perubahan kepemilikan, tetapi
hanya perpindahan hak guna saja dari yang menyewakan pada penyewa.
(Fatwa DSN NO.09/DSN-MUI/IV/2000 Tentang Pembiayaan Ijarah. Lihat dalam Himpunan
Fatwa DSN untuk Lembaga Keuangan Syariah, Edisi Pertama, DSN-MUI, BI. 2001. h. 55)
Sedangkan definisi fiqh Al-ijarah disebut pemindahan hak guna (manfaat) atas suatu
barang atau jasa dalam waktu tertentu melalui pembayaran sewa/upah, tanpa diikuti
dengan pemindahan kepemilikan barang itu sendiri.
(Muhammad. Model-model akad pembiayaan di bank syariah, Yogyakarta: UUI Press,
2009. h. 124)

Dari beberapa pengertian tersebut dapat ditarik pengertian bahwa Ijarah adalah suatu
jenis perikatan atau perjanjian yang bertujuan mengambil manfaat suatu benda yang
diterima dari orang lain dengan jalan membayar upah sesuai dengan perjanjian dan
kerelaan kedua belah pihak dengan rukun dan syarat yang telah ditentukan.
Dengan demikian Ijarah itu adalah suatu bentuk muamalah yang melibatkan dua belah
pihak, yaitu penyewa sebagai orang yang memberikan barang yang dapat dimanfaatkan
kepada si penyewa untuk diambil manfaatnya dengan penggantian atau tukaran yang
telah ditentukan oleh syara’ tanpa diakhiri dengan kepemilikan.
Ada dua jenis Ijarah dalam hukum islam:
a. Ijarah yang berhubungan dengan sewa jasa, yaitu mempekerjakan jasa
seseorang dengan upah sebagai imbalan jasa yang disewa.
b. Ijarah yang berhubungan dengan sewa asset atau properti, yaitu
memindahkan hak untuk memakai dari asset tertentu kepada orang lain
dengan imbalan biaya sewa.

Rukun dan Syarat Ijarah


Rukun dari akad ijarah yang harus dipenuhi dalam transaksi adalah:
1. Pelaku akad, yaitu mustajir (penyewa), adalah pihak yang menyewa aset dan
mujir/muajir (pemilik) adalah pihak pemilik yang menyewakan aset.
2. Objek akad, yaitu ma‟jur (aset yang disewakan) dan ujrah (harga
sewa).
3. Sighat yaitu ijab dan qabul.
Syarat ijarah yang harus ada agar terpenuhi ketentuan-ketentuan hukum Islam,
sebagai berikut:
1. Jasa atau manfaat yang akan diberikan oleh aset yang disewakan tersebut
harus tertentu dan diketahui dengan jelas oleh kedua belah pihak.
2. Kepemilikan aset tetap pada yang menyewakan yang bertanggung jawab
pemeliharaannya, sehingga aset tersebut harus dapat memberi manfaat kepada
penyewa.
3. Akad ijarah dihentikan pada saat aset yang bersangkutan berhenti.
4. Memberikan manfaat kepada penyewa. Jika aset tersebut rusak dalam periode
kontrak, akad ijarah masih tetap berlaku.

Implementasi akad ijarah pada lembaga keuangan syariah


Akad-akad yang dipergunakan oleh lembaga keuangan syariah, terutama
perbankan syariah di Indonesia dalam operasinya merupakan akad-akad yang
tidak menimbulkan kontroversi yang disepakati oleh sebagian besar ulama dan
sudah sesuai dengan ketentuan syariah untuk diterapkan dalam produk dan
instrumen keuangan syariah. Akad-akad tersebut meliputi akad- akad untuk
pendanaan, pembiayaan, jasa produk, jasa operasional, dan jasa investasi. 7
Terkait dengan itu, disini penyusun hanya menjelaskan praktek pembiayaan ijarah
dan ijarah muntahiya bit tamlik dalam lembaga keuangan syari‟ah.
Menurut surat edaran No. 10/14/DPBS yang dikeluarkan Bank Indonesia
tertanggal 17 Maret 2008, dalam memberikan pembiayaan ijarah Bank Syariah
atau Unit Usaha Syariah (UUS) harus memenuhi langkah berikut ini:
a. Bank bertindak sebagai pemilik dan/atau pihak yang mempunyai hak
penguasaan atas objek sewa baik berupa barang atau jasa, yang menyewakan
objek sewa dimaksud kepada nasabah sesuai kesepakatan.
b. Barang dalam transaksi ijarah adalah barang bergerak atau tidak bergerak yang
dapat diambil manfaat sewanya.
c. Bank wajib menjelaskan kepada nasabah mengenai karakteristik produk
pembiayaan atas dasar ijarah, serta hak dan kewajiban nasabah sebagaimana
diatur dalam ketentuan Bank Indonesia mengenai transparansi informasi
produk Bank dan penggunaan data pribadi nasabah.
d. Bank wajib melakukan analisis atas rencana pembiayaan atas dasar ijarah
kepada nasabah yang antara lain meliputi aspek personal berupa analisa atas
karakter dan/atau aspek usaha antara lain meliputi analisa kapasitas usaha,
keuangan dan/atau prospek usaha.
e. Objek sewa harus dapat dinilai dan diidentifikasi secara spesifik dan dinyatakan
dengan jelas termasuk besarnya nilai sewa dan jangka waktunya.
f. Bank sebagai pihak yang menyediakan objek sewa, wajib menjamin
pemenuhan kualitas maupun kuantitas objek sewa serta ketepatan waktu
penyediaan objek sewa sesuai kesepakatan.
g. Bank wajib menyediakan dan untuk merealisasikan penyediaan objek sewa
yang dipesan nasabah.
h. Bank dan nasabah wajib menuangkan kesepakatan dalam bentuk perjanjian
tertulis berupa akad pembiayaan atas dasar ijarah.
i. Pembayaran sewa dapat dilakukan baik dengan angsuran maupun sekaligus.
j. Pembayaran sewa tidak dapat dilakukan dalam bentuk piutang maupun dalam
bentuk pembebasan utang.
k. Bank dapat meminta nasabah untuk menjaga keutuhan objek sewa, dan
menanggung biaya pemeliharaan objek sewa sesuai dengan kesepakatan
dimana uraian pemeliharaan yang bersifat material dan structural harus
dituangkan dalam akad, dan Bank tidak dapat meminta nasabah untuk
bertanggungjawab atas kerusakan objek sewa yang terjadi bukan karena
pelanggaran akad atau kelalaian nasabah.

Berdasarkan SOP yang disampaikan oleh Bank Syariah, tahapan pelaksanaan


ijarah adalah sebagai berikut:
a. adanya permintaan untuk menyewakan barang tertentu dengan spesifikasi yang
jelas, oleh nasabah kepada bank syariah.
b. Wa’ad antara bank dan nasabah untuk menyewa barang dengan harga sewa
dan waktu sewa yang disepakati.
c. Bank Syariah mencari barang yang diinginkan untuk disewa oleh nasabah.
d. Bank syariah menyewa barang tersebut dari pemilik barang.
e. Bank syariah membayar sewa di muka secara penuh.
f. Barang diserahterimakan dari pemilik barang kepada bank syariah.
g. Akad antara bank dengan nasabah untuk sewa.
h. Nasabah membayar sewa di belakang secara angsuran.
i. Barang diserahterimakan dari bank syariah kepada nasabah.
j. Pada akhir periode, barang diserahterimakan kembali dari nasabah ke bank
syariah, yang selanjutnya akan diserahterimakan ke pemilik barang.

Ijarah Muntahiya Bit-Tamlik


Pengertian Ijarah Muntahiya bit Tamlik (IMBT)
Ijarah Muntahiya Bittamlik (financial leasing with purchase option) atau
Akad sewa menyewa yang berakhir dengan kepemilikan adalah sebuah istilah
modern yang tidak terdapat di kalangan fuqaha terdahulu. Istilah ini tersusun dari
dua kata.

Pertama, at-ta'jiir menurut bahasa; diambil dari kata al ajr,yaitu imbalan atas
sebuah pekerjaan, danjuga dimaksudkan dengan pahala. Adapun al-ijarah, nama
untuk upah, yaitu suatu yang diberikan berupa upah terhadap pekerjaan.
Sedangkan al-ijarah dalam istilah para ulama ialah suatu akad yang
mendatangkan manfaat yang jelas lagi mubah berupa suatu dzat yang ditentukan
ataupun yang disifati dalam sebuah tanggungan, atau akad terhadap pekerjaan
yang jelas dengan imbalan yang jelas serta tempo waktu yang jelas.
Kedua, at-tamliik secara bahasa bermakna: menjadikan orang lain memiliki
sesuatu.
Adapun menurut istilah ia tidak keluar dari maknanya secara bahasa. Dan at-
tamliik bisa berupa kepemilikan terhadap benda, kepemilikan terhadap manfaat,
bisa dengan ganti atau tidak. Jika kepemilikan terhadap sesuatu terjadi dengan
adanya ganti maka ini adalah jual beli. Jika kepemilikan terhadap suatu manfaat
dengan adanya ganti maka disebut persewaan.

Berdasarkan kedua pengertian di atas dapat didefinisikan Ijarah Muntahiyah


Bittamlik adalah akad sewa menyewa antara pemilik objek sewa dan penyewa
untuk mendapatkan imbalan atas objek sewa yang disewakannya dengan opsi
perpindahan hak milik objek sewa pada saat tertentu sesui dengan akad sewa.
(Hasbi Ramli, Toeri Dasar Akutansi Syariah, Renaisan, ( Jakarta: Putra Kencana,
2005), h. 63).

Rukun dan syarat Pengertian Ijarah Muntahiya bit Tamlik (IMBT)


Rukun:
a. Penyewa (musta’jir) atau dikenal dengan lesse, yaitu pihak yang menyewa objek
sewa. Dalam perbankan, penyewa adalah nasabah.
b. Pemilik barang (mua’ajjir), dikenal dengan lessor, yaitu pemilik barang yang
digunakan sebagai objek sewa.
c. Barang/objek sewa (ma’jur) adalah barang yang disewakan.
d. Harga sewa/ manfaat sewa (ujrah) adalah manfaat atau imbalan yang diterima
oleh mu’ajjir.
e. Ijab Kabul, adalah serah terima barang.

Syarat:
a. Kerelaan dari pihak yang melaksanakan akad.
b. Ma’jur memiliki manfaat dan manfaatnya dibenarkan dalam islam, dapat dinilai
atau diperhitugkan, dan manfaat atas transaksi ijarah muntahiya bittamlik harus
diberikan oleh lesse kepada lessor.
Implementasi akad Ijarah Muntahiya bit Tamlik (IMBT) pada lembaga
keuangan syariah.
Di atas telah disebutkan bahwa produk pembiayaan perbankan syariah
berdasarkan akad sewa- menyewa terdiri dari sewa murni dan sewa yang diakhiri
dengan pemindahan hak kepemilikan atau dikenal dengan ijarah muntahiya bit
tamlik Ijarah muntahia bit tamlik (IMBT) pada dasarnya merupakan perpaduan
antara sewa menyewa dengan jual beli. Semakin jelas dan kuat komitmen untuk
membeli barang di awal akad, maka hakikat IMBT pada dasarnya lebih bernuansa
jual beli.
Namun, apabila komitmen untuk membeli barang di awal akad tidak begitu
kuat dan jelas (walaupun opsi membeli tetap terbuka), maka hakikat IMBT akan
lebih bernuansa ijarah. Dari sisi ijarah, perbedaan IMBT terletak dari adanya opsi
untuk membeli barang dimaksud pada akhir periode. Sedangkan dari sisi jual beli,
perbedaan IMBT terletak pada adanya penggunaan manfaat barang dimaksud
terlebih dahulu melalui akad sewa (ijarah), sebelum transaksi jual beli dilakukan.
Secara teknis, implementasi IMBT juga diatur dalam Surat Edaran Bank
Indonesia (SEBI) No. 10/14/DPBS pada tanggal 17 Maret 2008 yaitu:
a. Bank sebagai pemilik objek sewa juga bertindak sebagai pemberi janji (wa`ad)
untuk memberikan opsi pengalihan kepemilikan dan/atau hak penguasaan
objek sewa kepada nasabah penyewa sesuai kesepakatan.
b. Bank hanya dapat memberikan janji (wa`ad) untuk mengalihkan kepemilikan
dan/atau hak penguasaan objek sewa setelah objek sewa secara prinsip dimiliki
oleh bank.
c. Bank dan nasabah harus menuangkan kesepakatan adanya opsi pengalihan
kepemilikan dan/atau hak penguasaan objek sewa dalam bentuk tertulis.
d. Pelaksanaan pengalihan kepemilikan dan/atau hak penguasaan objek sewa
dapat dilakukan setelah masa sewa disepakati selesai oleh Bank dan nasabah
penyewa.
e. Dalam hal nasabah penyewa mengambil opsi pengalihan kepemilikan dan/atau hak
penguasaan objek sewa, maka bank wajib mengalihkan kepemilikan dan/atau hak
penguasaan objek sewa kepada nasabah yang dilakukan pada saat tertentu dalam
periode atau pada akhir periode pembiayaan atas dasar akad IMBT.

Sedangkan berdasarkan SOP yang disampaikan oleh Bank syariah, tahapan


pelaksanaan IMBT adalah sebagai berikut:
a. Adanya permintaan untuk menyewa beli barang tertentu dengan spesifikasi
yang jelas, oleh nasabah kepada bank syariah.
b. Wa’ad antara bank dan nasabah untuk menyewa beli barang dengan harga
sewa dan waktu sewa yang disepakati.
c. Bank Syariah mencari barang yang diinginkan untuk disewa beli oleh nasabah.
d. Bank syariah membeli barang tersebut dari pemilik barang.
e. Bank syariah membayar tunai barang tersebut.
f. Barang diserahterimakan dari pemilik barang kepada bank syariah.
g. Akad antara bank dengan nasabah untuk sewa beli.
h. Nasabah membayar sewa di belakang secara angsuran.
i. Barang diserahterimakan dari bank syariah kepada nasabah.
j. Pada akhir periode, dilakukan jual beli antara bank syariah dan nasabah.
DAFTAR PUSTAKA

Amiruddin, A., Nurdin, N., & Ali, M. (2021). Islamic Education Teacher Communication
Strategy in Increasing Students' Learning Interest. International Journal of
Contemporary Islamic Education, 3 (1), 41-61.

Bank Indonesia, “Quick Response Code Indonesian Standard (QRIS)”, situs resmi Bank
Indonesia. https://www.bi.go.id/QRIS/Contents/Default.aspx (03 oktober 2020).

Bayumi Nasrul Hoir, ” Sains dan Teknologi Perspektif Hadis “, (UIN Sultan Maulana
Hasanuddin Banten). https://googlescholar.com (03 Agustus 2021)

Kurniati, K., Nurdin, N., & Nurasmawati, N. (2020).


Improving Students’ Cognitive and Affective Domains Students through Fostering
Teacher Development International Journal of Contemporary Islamic Education, 2(2),
56-70.

Marzuki, M., & Nurdin, N. (2020). The Influence of Halal Product Expectation,
Social Environment, and Fiqih Knowledge on Intention to Use Shariah
Financial Technology Products. International Journal of Innovation, Creativity and Change,
13 (1), 171-193.

Nurdin, N., Stockdale, R., & Scheepers, H. (2013). The Use of Social Mediato
Gather Qualitative Data: A Case of GovernmentE-Procurement Implementation and Use.
24th Australasian Conference on Information Systems (ACIS) Nurdin, N., Pettalongi, S. S.,
& Yusuf, K. (2018, 27-28 Sept. 2018). Knowledge Management Model in Syariah Banking.
2018 5th International Conference on Information Technology, Jurnal Ilmu Perbankan dan
Keuangan Syariah Vol. 3 No. 2 Tahun 2021 173 Computer, and Electrical Engineering
(ICITACEE),

Nurdin, N. (2018). Institutional Arrangements in E-Government Implementation and Use:


A Case Study From Indonesian Local Government. International Journal of Electronic
Government Research (IJEGR), 14(2),
4463. https://doi.org/10.4018/ijegr.2018040104

Nurdin, N., & Yusuf, K. (2020). Knowledge management lifecycle in Islamic


bank: the case of syariah banks in Indonesia. International Journal of Knowledge
Management Studies, 11(1), 59-80.
https://doi.org/10.1504/ijkms.2020.105073

Nurdin, N. (2021). A Collective Action In Indonesia Local E-Government Implementatio


Success. International Journal Of Scientific & Technology Research, 10(2), 160-166.

Rusli, R., & Nurdin, N. (2021). Understanding Indonesia millennia Ulama


online knowledge acquisition and use in daily fatwa making habits. Education and
Information Technologies. https://doi.org/10.1007/s10639-021-10779-7

Anda mungkin juga menyukai