2. Akad murabahah yaitu perajanjian jual beli barang antara pemilik barang dengan
calon pembeli. Konsep leasing biasa masuk kedalam akad ini dengan adanya
pembelian barang lalau menjualnya kepada calaon pembeli dengan adanya
tambahan keuntungan berdasarkan persetujuan yang telah ditetapkan
sebelumnya.
3. Salam, yaitu transaksi jual beli barang pesanan (muslam fih) antara
pembeli (muslam) dengan penjual (muslam ilaih). Dalam transaksi barang beum
tersedia sehingga barang yang menjadi objek transaksi tersebut diserahkan
secara tangguh.Lessee dapat bertindak sebagaimuslam dan kemudian memesan
kepada pihak lain untuk menyediakan barang (muslam fih), maka hal ini disebut
dengan salam parallel.
4. Rahn, yaitu transaksi penyerahan barang dari nasabah kepada leasing sebagai
jaminan atau seluruhan utang. Dalam bahasa yang umum tujuan dari
akad Rahnini adalah untuk memberikan kembali jaminan pembayaran kepada
leasing dalam memberikan pembayaran.
5. Dari berbagai akad tersebut terlihat bahwa konsep pembiayaan dengan basis bagi
hasil merupakan konsep yang bisa diterapkan dalam leasing, dalam hak ini
melalui supplier dapat memberikan dana ataupun modal dalam suatu barang
tertentu. Selain itu, supplier dalam leasing ini juga berfungsi sebagai mitra dan
konsep ini akan mendorong kedua belah pihak yang terikat dalam perjanjian
leasing Islam untuk menyukseskan usaha yang dijalankan masing-masing.[7]
3. Objek ijarah harus diketahui secara sempurna agar tidak ada perselisihan di
kemudian hari, memiliki manfaat, tidak cacat, dan halal menurut syara’.
2. Pada akhir sewa, bank dapat saja menjual barang yang disewakan kepada
nasabah. Karena itu dalam perbankan syariah dikenal ijarahMuntahiya
Bittamlik (Ijarah denganwa’ad perpindahan kepemilikan objek ijarah pada saat
tertentu).
3. Harga sewa dan harga jual disepakati pada awal perjanjian antara bank dengan
nasabah.
Bila ada kerusakan pada benda yang disewa, maka yang bertanggung jawab
adalah pemilik barang (mu’jir)dengan syarat kecelakaan itu bukan akibat dari
kelalaian musta’jir, bila kecelakaan atau kerusakan benda yang disewa akibat
dari musta’jir,maka yang bertanggung jawab adalah musta’jir itu sendiri, seperti
menyewa mobil, kemudian mobil itu hilang ada yang mencuri karena disimpan bukan
pada tempat yang layak.[9]