Anda di halaman 1dari 3

C.

Akad Leasing Syariah


Adapun berbagai akad yang dapat digunakan sebagai pengembangan konsep
leasing Islam adalah sebagai berikut :

1. Akad-akad bagi hasil, sepertimudharabah yang berupa perjanjian antara pihak


modal untuk mebiayai sepenuhnya suatu proyek ataupun usaha dengan adanya
pembagian keuntungan yang disepakatai secara bersama.

2. Akad murabahah yaitu perajanjian jual beli barang antara pemilik barang dengan
calon pembeli. Konsep leasing biasa masuk kedalam akad ini dengan adanya
pembelian barang lalau menjualnya kepada calaon pembeli dengan adanya
tambahan keuntungan berdasarkan persetujuan yang telah ditetapkan
sebelumnya.

3. Salam, yaitu transaksi jual beli barang pesanan (muslam fih) antara
pembeli (muslam) dengan penjual (muslam ilaih). Dalam transaksi barang beum
tersedia sehingga barang yang menjadi objek transaksi tersebut diserahkan
secara tangguh.Lessee dapat bertindak sebagaimuslam dan kemudian memesan
kepada pihak lain untuk menyediakan barang (muslam fih), maka hal ini disebut
dengan salam parallel.

4. Rahn, yaitu transaksi penyerahan barang dari nasabah kepada leasing sebagai
jaminan atau seluruhan utang. Dalam bahasa yang umum tujuan dari
akad Rahnini adalah untuk memberikan kembali jaminan pembayaran kepada
leasing dalam memberikan pembayaran.

5. Dari berbagai akad tersebut terlihat bahwa konsep pembiayaan dengan basis bagi
hasil merupakan konsep yang bisa diterapkan dalam leasing, dalam hak ini
melalui supplier dapat memberikan dana ataupun modal dalam suatu barang
tertentu. Selain itu, supplier dalam leasing ini juga berfungsi sebagai mitra dan
konsep ini akan mendorong kedua belah pihak yang terikat dalam perjanjian
leasing Islam untuk menyukseskan usaha yang dijalankan masing-masing.[7]

D. Rukun dan Syarat Leasing Syariah


Sebagai suatu transaksi umum, leasing baru dianggap sah apabila telah
memenuhi rukun dan syaratnya. Adapun rukun dan syarat leasing adalah:

1. Kedua orang yang berakad telah baligh dan berakal.


2. Adanya kerelaan dari kedua belah pihak untuk melakukan akad.

3. Objek ijarah harus diketahui secara sempurna agar tidak ada perselisihan di
kemudian hari, memiliki manfaat, tidak cacat, dan halal menurut syara’.

4. Barang yang disewakan tidak terpaut utang.

5. Objek leasing diserahkan dan dipergunakan secara langsung.

6. Mengenai upah sewa harus jelas.

E. Mekanisme Leasing Syariah


Dalam Sewa Guna Usaha Syariah, pemberi sewa disebut dengan Muajjir.
Sedangkan Penerima Sewa disebut dengan Musta’jir.Mekanisme yang dilakukan di
sector Perbankan Syariah adalah sebagai berikut: [8]

1. Transaksi Ijarah ditandai dengan adanya pemindahan manfaat. Jadi dasarnya


prinsip Ijarah sama saja dengan jual beli. Namun, perbedaan terletak pada
obyek transaksinya, pada Ijarah obyeknya adalah jasa.

2. Pada akhir sewa, bank dapat saja menjual barang yang disewakan kepada
nasabah. Karena itu dalam perbankan syariah dikenal ijarahMuntahiya
Bittamlik (Ijarah denganwa’ad perpindahan kepemilikan objek ijarah pada saat
tertentu).

3. Harga sewa dan harga jual disepakati pada awal perjanjian antara bank dengan
nasabah.

Bila ada kerusakan pada benda yang disewa, maka yang bertanggung jawab
adalah pemilik barang (mu’jir)dengan syarat kecelakaan itu bukan akibat dari
kelalaian musta’jir, bila kecelakaan atau kerusakan benda yang disewa akibat
dari musta’jir,maka yang bertanggung jawab adalah musta’jir itu sendiri, seperti
menyewa mobil, kemudian mobil itu hilang ada yang mencuri karena disimpan bukan
pada tempat yang layak.[9]

Jika ijarah telah berakhir, penyewa berkewajiban mengembalikan barang


sewaan, jika barang itu dapat dipindahkan, ia wajib menyerahkan kepada
pemiliknya, dan jika bentuk barang sewaan adalah benda tetap (iqar), ia wajib
menyerahkan kemabali dalam keadaan kosong, jika barang sewaan itu tanah, ia
wajib menyerahkan kepada pemiliknya dalam keadaan kosong dari tanaman, kecuali
bila ada kesulitan untuk menghilangkannya.
Madzhab Hanbali berpendapat bahwa ketika ijarah telah berakhir, penyewa
harus melepaskan barang sewaan dan tidak ada kemestian mengembalikan untuk
menyerahterimakannya, seperti barang titipan.[10]

Anda mungkin juga menyukai