Mudharabah merupakan akad kerjasama dimana satu pihak menginvestasikan
-Muawadah & tijarah dana sebesar 100 persen dan pihak lainnya memberikan porsi keahlian. Mu’awadhah adalah akad yang dilakukan karena adanya motif bisnis seperti jual beli, Keuntungan dibagi sesuai kesepakatan dan kerugian sesuai dengan porsi sewa atau lainnya sehingga cara yang ditempuh dapat berupa pertukaran harta dengan investasi. uang atau uang dengan jasa (sewa benda atau upah untuk tenaga). Atau Akad muawadhah -tabarru yaitu akad-akad yang berlaku atas dasar timbal balik, seperti jual beli, sewa-menyewa, Akad tabarru’ yaitu akad yang dimaksudkan untuk menolong sesama dan murni semata- shulh, terhadap harta dengan harta. Sedangkan mata mengharap ridha dan pahala dari Allah SWT, sama sekali tidak ada unsur mencari Tijarah adalah akad perdagangan yaitu mempertukarkan harta dengan harta menurut cara return, ataupun suatu motif. yang telah ditentukan dan bermanfaat serta dibolehkan oleh syariah. Semua bentuk akad Yang termasuk katagori akad jenis ini diantaranya adalah yang ditujukan untuk tujuan komersial, yaitu akad yang ditujukan untuk memperoleh Meminjamkan jasa keuntungan. Atau Akad tijarah adalah semua bentuk akad yang dilakukan untuk tujuan Wakalah(pelimpahan kekuasaan oleh seseorang kepada yang lain dalam hal-hal komersial, yaitu akad yang ditujukan untuk memperoleh keuntungan. yang diwakilkan. Akad wakalah adalah akad perwakilan antara dua pihak, pihak pertama mewakilkan suatu urusan kepada pihak kedua untuk bertindak atas nama Akad Mu’awadah dan Akad Tijarah memiliki sedikit perbedaan dari segi pengertian pihak pertama.) secara bahasa, namun keduanya memiliki persamaan pada prinsip dan tujuan yaitu untuk Kafalah,( jaminan yang diberikan oleh penanggung (kafil) kepada pihak ketiga mencari keuntungan ( for profit transaction). Akad-akad ini dilakukan dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan pihak kedua atau yang ditanggung) mencari keuntungan, karena itu bersifat komersil. Wadi’ah(titipan murni dari satu pihak ke pihak yang lain, baik individu maupun Jenis pembagian akadnya: badan hukum, yang harus dijaga dan dikembalikan kapan saja si penitip a. Murabahah adalah jual beli dimana besarnya keuntungan secara terbuka dapat menghendakinya.) diketahui oleh penjual dan pembeli. Meminjamkan harta b. Salam adalah akad jual beli barang dengan cara pemesanan dan pembayaran Rahn(menahan salah satu harta milik si peminjam sebagai jaminan atas pinjaman harga lebih dahulu dengan syarat-syarat tertentu. yang diterimanya) c. Istisna adalah akad jual beli dalam bentuk pemesanan pembuatan barang tertentu Qardh.( pinjaman dana tanpa imbalan, dimana peminjam mengembalikan dengan kriteria dan persyaratan tertentu yang disepakati antara pemesan pinjaman dengan jumlah pokok dan dalam jangka waktu yang telah disepakati.) (Pembeli, Mustashni’) dan penjual (Pembuat, shani’). Hiwalah,( pengalihan utang dari orang yang berutang kepada orang lain yang d. ijarah adalah akad pemindahan hak guna atas suatu barang atau jasa dalam waktu wajib menanggungnya.) tertentu melalui pembayaran sewa/upah tanpa diikuti dengan pemindahan Memberikan sesuatu kepemilikan barang itu sendiri. Hadiah, (hadiah diberikan karena penghargaan atas jasa seseorang atau e. Musyarakah adalah akad kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha penghargaan atas kemuliaan atau kesuksesan seseorang.) tertentu dimana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana (atau Hibah,( Hibah adalah pemberian yang dilakukan oleh seseorang kepada pihak amal/skill) dengan kesepakatan bahwa keuntungan dan risiko akan ditanggung lain yang dilakukan ketika masih hidup secara suka rela) bersama sesuai kesepakatan AKAD MURABAHAH (FATWA DEWAN SYARI’AH NASIONAL NO: 04/DSN- Syarat Murabahah, yakni: Kemauan Diri Sendiri Bebas Riba Transparan Jujur MUI/IV/2000) Kesepakatan tempo pembayaran Mengadakan Perjanjian Khusus Ijab dan Qabul Jenis 1. Murabahah dengan Pesanan Jenis murabahah yang pertama adalah murabahah dengan pesanan. Transaksi murabahah dengan pesanan dilakukan setelah produk yang dipesan pembeli diperoleh oleh penjual. Jadi skema akad murabahah adalah pembeli memesan barang terlebih dahulu. Kemudian penjual memproduksi atau membeli dari supplier, lantas dijual kepada pembeli dengan transparansi harga. 2. Murabahah Tanpa Pesanan Ada tiga pihak yang terlibat dalam transaksi ini, Jenis murabahah berikutnya adalah Murabahah tanpa pesanan. Jenis akad ini [1] Pemesan(nasabah) merupakan transaksi murabahah dilakukan secara langsung tanpa menunggu [2] Penjual barang (contoh: dealer) pemesanan barang, karena produk telah tersedia. [3] Lembaga keuangan (bank) Kemudian, ada 2 akad transaksi yang dilakukan, [1] Akad jual beli antara nasabah dengan lembaga keuangan [2] Akad jual beli antara lembaga keuangan dengan penjual barang (dealer). Dari skema di atas, tahapan transaksi yang dilakukan bank syariah dalam murabahah- nya adalah 1. Nasabah mengajukan permohonan untuk pengadaan barang, dan pihak bank melakukan observasi mengenai kelayakan nasabah Akad ijarah (FATWA DEWAN SYARI’AH NASIONAL NO: 09/DSN- 2. Jika permohonan nasabah diterima, bank melakukan transaksi jual beli kredit MUI/IV/2000) dengan nasabah. Nasabah bayar DP, selebihnya akan dibayar dengan cara dicicil selama rentang waktu yang ditetapkan bank. 3. Bank membeli barang ke dealer secara tunai, dan agar langsung diantar ke nasabah. 4. Setelah barang dikirim, nasabah berkewajiban membayar cicilan kepada bank. 5. Bank mendapat keuntungan dari selisih antara harga dealer dengan harga nasabah. Rukun murabahah pada hakikatnya sama dengan lima rukun jual beli, yaitu: Penjual (ba’i) Pembeli (musytari) Objek jual beli (mabi’) Harga (tsaman) 1. Nasabah mengajukan pembiyaan ijarah ke bank syariah Pihak penyelenggara akad, baik penyewa maupun yang menyewakan tidak atas 2. Bank kemudian memberi/menyewa barang yang diinginkan oleh nasabah sebagai keterpaksaan. Kemudian, orang yang tidak sah melakukan akad ijarah adalah objek ijarah,tarif ijarah,dari supplier/penjual/pemilik. orang yang belum dewasa atau dalam keadaan tidak sadar. 3. Setelah dicapai kesepakatan antara nasabah dengan bank mengenai barang objek Objek yang disewakan harus berwujud sama sesuai dengan realitas dan tidak ijarah. Nasabah diwajibkan menyerahkan jaminan yang dimiliki Bank dapat meminta dilebih-lebihkan, sehingga meminimalisir unsur penipuan. penyewa/nasabah untuk menyerahkan jaminan atas ijarah untuk menghindari risiko Kegunaan dari objek yang disewakan merupakan sesuatu yang bersifat mubah kerugian. (dibolehkan), bukan haram. 4. Bank menyerahkan objek ijarah kepada nasabah sesuai akad yang disepakati. Dalam Pemberian imbalan atau upah dalam transaksi Ijarah harus berwujud sesuatu al-ljarah, pemindahan hak milik terjadi dengan salah satu dari dua cara yaitu: yang dapat memberikan keuntungan bagi pihak penyewa. 1) Pihak yang menyewakan berjanji akan menjual barang yang disewakan b) Kewajiban LKS dan Nasabah dalam Pembiayaan Ijarah tersebut pada akhir masa sewa. 1. Kewajiban LKS sebagai pemberi manfaat barang atau jasa: 2) Pihak yang menyewakan berjanji akan menghibahkan barang tersebut pada a. Menyediakan barang yang disewakan atau jasa yang diberikan akhir masa sewa. b. Menanggung biaya pemeliharaan barang. 5. Bila bank membeli objek ijarah tersebut setelah masa periode berakhir maka objek c. Menjamin bila terdapat cacat pada barang yang disewakan. ijarah tersebut disimpan okeh bank sebagai aset yang dapat disewakan. 2. Kewajiban nasabah sebagai penerima manfaat barang atau jasa: 6. Bila bank menyewa objek ijarah tersebut setelah periode ijarah berakhir objek ijarah a. Membayar sewa atau upah dan bertanggung jawab untuk menjaga keutuhan tersebut dikembalikan oleh bank kepada supplier/penjual/pemilik. barang serta menggunakannya sesuai kontrak. b. Menanggung biaya pemeliharaan barang yang sifatnya ringan (tidak materiil). a) Dalam Fatwa Dewan Syariah Nasional No: 09/DSN-MUI/IV/2000 tentang c. Jika barang yang disewa rusak, bukan karena pelanggaran dari penggunaan Pembiayaan Ijarah, dijelaskan yang dibolehkan, juga bukan karena kelalaian pihak penerima manfaat dalam Rukun dan Syarat Ijarah: menjaganya, ia tidak bertanggung jawab atas kerusakan tersebut. 1. Sighat Ijarah, yaitu ijab dan qabul berupa pernyataan dari kedua belah pihak yang berakad (berkontrak), baik secara verbal atau Akad mudharabah (FATWA DEWAN SYARI’AH NASIONAL NO: 07/DSN- dalam bentuk lain. MUI/IV/2000) 2. Pihak-pihak yang berakad: terdiri atas pemberi sewa/pemberi jasa dan penyewa/pengguna jasa. 3. Obyek akad ijarah adalah : a. manfaat barang dan sewa; atau b. manfaat jasa dan upah. Berikut adalah syarat akad ijarah yang perlu Anda ketahui. 1. Nasabah datang ke bank dengan maksud mengajukkan pembiayaan mudharabah. 2. Ijab-Qabul 2. Kemudian bank memeriksa berkas pengajuan nasabah dalam hal ingin membuka Kedua pihak melakukan ijab dan qabul untuk menunjukkan kehendak dalam usaha apa ketika dapat pembiayaan. mengadakan kontrak. Syaratnya adalah sebagai berikut. 3. Setelah bank selesai melakukan pengecekan terhadap berkas data usaha, bank akan o Kedua pihak harus secara eksplisit menyebutkan tujuan kontrak/ akad. menyatakan kesediannya dengan menggunakan akad, akad yang di gunakan adalah akad o Penerimaan dan penawaran modal dilakukan bersamaan dengan mudharabah. pembuatan kontrak. 4. Bank kemudian memberikan modal usaha 100% kepada nasabah yang mengajukkan o Akad dituangkan dalam bentuk tertulis, korespondensi, atau cara-cara pembiayaan tersebut. modern lainnya. 5. Ketika akad berlangsung telah ditentukan proporsi bagi hasilnya 3. Adanya-modal 6. Setelah berjalannya waktu atas usahanya, pada tempo yang telah di tetapkan dari Modal sebagai rukun mudharabah harus memenuhi kriteria sebagai berikut. kesepakata nasabah memberikan hasil laporan usaha kepada bank untuk melakukan bagi o Diketahui jenis dan jumlahnya oleh kedua belah pihak. hasil seperti yang telah di sepakati pada pertemuan awal. o Modal berbentuk uang atau barang yang dapat ditakar nilainya. 7. Jika terjadi kerugian ketika menjalankan usaha yang bukan merupakan kelalaian o Modal tidak dalam bentuk piutang mudharib. nasabah maka kerugian di tanggung oleh bank o Saat modal diserahkan, mudharib menerimanya secara langsung. 8. Setelah proses usaha berjalan, keuntungan dibagi sesuai ketentuan nisbah. Selain itu 4. Keuntungan nasabah juga mengembalikan modal pokok kepada bank Keuntungan adalah sejumlah harta kelebihan hasil usaha dibanding modal yang 9. Keuntungan mudharabah adalah jumlah yang didapat sebagai kelebihan dari modal. dikeluarkan. Syarat keuntungan dalam rukun mudharabah adalah sebagai berikut. o Harus diperuntukkan bagi kedua belah pihak. Jenis mudharabah o Jumlah keuntungan harus diketahui secara jelas oleh kedua pihak. 1. Mudharabah Mutlaqah, shahibul maal tidak menentukan jenis usaha yang o Persentase keuntungan harus dituangkan dalam kontrak secara tegas, dijalankan sehingga hal ini murni inisiatif mudharib. misalnya melalui klausula bahwa shahibul maal mendapat bagian 1/3 dari 2. Mudharabah Muqayyadah, Shahibul maal menentukan jenis usaha yang akan total keuntungan sedangkan mudharib mendapatkan ⅔-nya. diberi modal sehingga mudharib tinggal mengelolanya saja. 5. Kegiatan usaha oleh pengelola (mudharib), sebagai perimbangan (muqabil) modal yang disediakan oleh penyedia dana, harus memperhatikan hal-hal berikut: Berdasarkan fatwa, Rukun dan Syarat Pembiayaan: a. Kegiatan usaha adalah hak eksklusif mudharib, tanpa campur tangan penyedia dana, 1. Terdapat-Pemilik-dan-Pengelola-Modal tetapi ia mempunyai hak untuk melakukan pengawasan. Ada 2 pihak, yakni pemilik modal (shahibul maal) dan pengelola (mudharib) b. Penyedia dana tidak boleh mempersempit tindakan pengelola sedemikian rupa yang yang harus memenuhi kriteria cakap hukum, yakni sebagai berikut. dapat menghalangi tercapainya tujuan mudharabah, yaitu keuntungan. o Sudah baligh (berusia di atas 15 tahun). c. Pengelola tidak boleh menyalahi hukum Syari’ah Islam dalam tindakannya yang o Tidak gila atau hilang ingatan. berhubungan dengan mudharabah, dan harus mematuhi kebiasaan yang berlaku dalam o Tidak dalam pengampuan. aktifitas itu. o Tidak dilarang oleh undang-undang. Akad musyarakah (FATWA DEWAN SYARI’AH NASIONAL NO: 08/DSN- o Tidak diizinkan menginvestasikan dana untuk kepentingan pribadi MUI/IV/2000) o Memiliki hak untuk mengatur aset musyarakah. 3. Objek Akad/Mauqud Alaih Objek akad terdiri dari modal dan kerja. Modal harus berupa uang tunai dan aset yang dapat dinilai dengan uang. Modal yang ada juga tidak boleh menjadi jaminan maupun dipinjamkan kepada pihak lain. Sedangkan, objek kerja harus dilakukan atas nama pribadi maupun mitra masing- masing. Pekerjaan yang dilakukan tidak harus sama besar, namun pihak yang mengerjakan lebih banyak, berhak mendapat tambahan keuntungan. 4. Bagi Hasil/Nisbah Keuntungan yang diperoleh wajib dibagi untuk para pihak, baik secara rata maupun sesuai kesepakatan. Sedangkan kerugian yang terjadi akan dibagi sesuai dengan jumlah modal yang disetorkan. (kalau bukan bank, mikir sendiri), (kalau bank) maka Syarat-syarat Musyarakah 1. Nasabah mengajukan pembiayaan kepada bank dengan akad musyarakah untuk Selain rukun, Anda juga perlu memperhatikan syarat-syarat musyarakah sebagai berikut: mendapatkan tambahan modal Perikatan dapat diwakilkan sesuai izin masing-masing pihak 2. Antara nasabah dan bank saling berkontribusi dalam usaha ini Persentase pembagian keuntungan diketahui para pihak ketika melangsungkan 3. Dalam hal ini antara kedua belah pihak saling bekerja sama akad. 4. Bank melakukan pembiayaan modal kepada nasabah dan dikelola menurut keahlian Keuntungan ditentukan dalam bentuk persentase, bukan dalam jumlah pasti. masing-masing nasabah. keduanya bekerja sama dalam melakukan suatu proyek yang keuntungannya dibagi berdasarkan sesuai kesepakatan. Rukun Akad Musyarakah 1. Ijab Kabul/Shighat Merupakan pernyataan para pihak yang secara jelas menunjukkan tujuan akad, penerimaan dan penawaran langsung saat kontrak, dan menuangkan akad dalam bentuk tertulis. 2. Pihak-pihak yang Berakad/Aqidain Ada beberapa kriteria pihak-pihak yang berakad, diantaranya yaitu, o Cakap hukum o Kompeten o Memiliki dana dan pekerjaan o Memiliki wewenang untuk mengelola aset mitranya Musyarakah vs mudharabah Bank Konvensional: Menawarkan berbagai produk dan layanan keuangan, termasuk tabungan, pinjaman, kartu kredit, dengan penerapan bunga pada produk-produk pinjaman. 3. Pendekatan terhadap Keuntungan dan Risiko: Bank Syariah: Keuntungan dan risiko dibagi antara bank dan nasabah. Bank tidak hanya mendapatkan keuntungan dari bunga tetapi juga dari bagi hasil dari investasi yang dilakukan bersama-sama dengan nasabah. Bank Konvensional: Bank mengenakan bunga pada pinjaman kepada nasabah dan mendapatkan keuntungan dari selisih bunga antara pinjaman dan simpanan. Risiko investasi umumnya ditanggung oleh bank. 4. Tujuan Sosial dan Etika: Bank Syariah: Memiliki tujuan untuk menciptakan sistem keuangan yang lebih adil, transparan, dan beretika sesuai dengan prinsip-prinsip Islam. Bank Konvensional: Tujuan utamanya adalah mencapai keuntungan bagi pemegang saham dan pemegang obligasi. 5. Pengawasan dan Regulasi: Bank Syariah: Diatur oleh otoritas keuangan dan lembaga pengawas syariah untuk memastikan bahwa operasinya sesuai dengan prinsip-prinsip syariah. Bank syariah dan konvensional Bank Konvensional: Diatur oleh otoritas keuangan nasional dan internasional 1. Prinsip Operasional: sesuai dengan undang-undang yang berlaku. Bank Syariah: Beroperasi berdasarkan prinsip-prinsip syariah Islam. Transaksi Pilihan antara bank syariah dan bank konvensional seringkali bergantung pada yang melibatkan riba (bunga), judi, alkohol, dan produk-produk yang dianggap keyakinan agama, nilai-nilai, dan preferensi individu. Beberapa orang memilih bank haram dalam Islam dihindari. Keuntungan dan risiko dibagi antara bank dan syariah karena sesuai dengan prinsip-prinsip agama Islam mereka, sementara yang lain nasabah. mungkin lebih memilih bank konvensional karena ketersediaan produk dan layanan yang Bank Konvensional: Beroperasi berdasarkan prinsip-prinsip kapitalisme. Bunga lebih luas atau alasan lainnya. (riba) diterapkan pada pinjaman dan tabungan. Bank konvensional tidak terikat oleh prinsip-prinsip syariah dalam transaksi mereka. 2. Produk dan Layanan: Bank Syariah: Menawarkan produk dan layanan yang sesuai dengan prinsip syariah, seperti mudarabah (bagi hasil), murabahah (jual beli dengan keuntungan ditentukan), dan wakalah (penyelenggaraan jasa dengan biaya). Jual beli vs riba (al baqarah 275) [1] Orang yang melakukan transaksi jual beli, dia melakukan kerja fisik yang riil. Mulai dari mencari barang, memindahkan sampai pada menjualkan barang. Berbeda dengan riba, hampir tidak ada usaha riil di sana. [2] Orang yang melakukan jual beli, mereka menanggung semua potensi resiko kerugian dalam setiap tahapan usahanya. Berbeda dengan riba, hampir tidak ada resiko, selalu di posisi aman. Mendapat keuntungan, tanpa menanggung resiko kerugian. [3] Jual beli berbasis pada penyediaan barang atau jasa. Sehingga ada manfaat riil yang diputar di masyarakat. Sementara riba berbasis pada permainan uang. Tidak ada barang atau jasa yang ditransaksikan. Uang ditransaksikan dengan uang, menghasilkan uang. [4] Jual beli membangun kegiatan perekonomian di masyarakat. Sementara riba mengajarkan masyarakat untuk menjadi pemalas, karena uang yang bekerja.
Kenapa jual beli boleh dan riba tidak?
Karena jual beli adalah ibadah, menolong orang lain dg kebutuhan, membuka lapangan pekerjaan Sebaliknya dg riba, banyak efek samping
Riba jual beli
Riba Fadl = penukaran barang sejenis dengan kadar berbeda Riba Nasiah = kelebihan pembayaran karena penangguhan pembayaran Riba Hutang Piutang Riba Qard = kelebihan yang disyaratkan kepada yang berhutang Riba Jahiliyah = kelebihan yang terjadi karena keterlambatan pembayaran