Anda di halaman 1dari 17

AL-QUR’AN DAN HADITS TENTANG IJARAH

MUNTAHIYA BIT TAMLIK

Disusun Guna Memenuhi Tugas

Mata Kuliah : Studi Qur’an dan Hadits Ekonomi

Dosen Pengampu : Dr. Mukhamad Agus Zuhurul Fuqohak, M.S.I

Disusun Oleh:

UMI KAMILIA (226010006)

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI KUDUS


PASCASARJANA
PROGRAM STUDI EKONOMI SYARIAH
TAHUN 2023
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Manusia merupakan makhluk sosial yang tidak dapat hidup tanpa
bantuan orang lain. Dalam hidupnya manusia bersosialisasi dengan tujuan
untuk memenuhi kebutuhan hidupnya termasuk dalam kegiatan ekonomi.
Salah satu bentuk kegiatan manusia adalah muamalah.
Kegiatan muamalah memiliki beragam jenis, termasuk ijarah yang
sering kali berkaitan dengan kehidupan sehari-hari, baik keluarga ataupun
warga sekitar. Hal ini juga didukung oleh perkembangan zaman dan
perekonomian di masyarakat yang terus meningkat disertai adanya permintaan
dari masyarakat terkait beragam bentuk akad menjadikan lembaga keuangan
syariah di Indonesia menawarkan jasa pembiayaan. Salah satu jenis
pembiayaan yang ditawarkan oleh lembaga keuangan syariah adalah
pembiayaan ijarah dan ijarah Muntahiya bit tamlik.
Islam merupakan agama yang kompleks yang mengatur segala aspek
kehidupan, termasuk dalam kegiatan muamalah. Tak terkecuali dalam akad
ijarah Muntahiya bit tamlik. Terdapat beberapa aturan dan ketentuan syariah
yang mendasari pada praktik akad ijarah Muntahiya bit tamlik. Oleh karena
itu, pada makalah ini akan diuraikan mengenai ijarah Muntahiya bit tamlik
serta al-Qur’an dan haditsnya dengan harapan makalah ini dapat menambah
wawasan pembaca terkhusus bagi penulis agar dalam melaksanakan praktik
ijarah Muntahiya bit tamlik tidak salah dan sesuai dengan ketentuan syariah
Islam.

B. Rumusan Masalah
1. Apa definisi dari Ijarah Muntahiya Bit Tamlik?
2. Apa saja syarat, rukun, dan ketentuan dari Ijarah Muntahiya Bit Tamlik?
3. Bagaimana landasan hukum dari praktik Ijarah Muntahiya Bit Tamlik?
4. Apa saja bentuk-bentuk dari Ijarah Muntahiya Bit Tamlik?

1
5. Bagaimana skema Ijarah Muntahiya Bit Tamlik?

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui definisi dari Ijarah Muntahiya Bit Tamlik
2. Untuk mengetahui syarat, rukun, dan ketentuan dari Ijarah Muntahiya Bit
Tamlik
3. Untuk mengetahui landasan hukum dari Ijarah Muntahiya Bit Tamlik
4. Untuk mengetahui jenis-jenis Ijarah Muntahiya Bit Tamlik
5. Untuk mengetahui skema Ijarah Muntahiya Bit Tamlik

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Ijarah Muntahiya Bit Tamlik


Ijarah Muntahiya bit Tamlik memiliki struktur kata yang terdiri dari
“at-ta’jiir atau al-ijarah (sewa)” dan “at-tamlik (kepemilikan).” Secara bahasa
al-ijarah berasal dari kata al-ajru yang artinya adalah al-iwadh dalam Bahasa
Indonesia dimaknai sebagai ganti dan upah. Adapun secara luas, ijarah
merupakan akad yang berisi penukaran manfaat sesuatu dengan jalan
memberikan imbalan dalam jumlah tertentu. Al-ijarah merupakan akad
perpindahan hak guna atas barang atau jasa, melalui pembayaran upah sewa,
tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan atas barang itu sendiri.
Transaksi ijarah didasari adanya perpindahan manfaat (hak guna) tidak
perindahan hak milik. Jadi, pada dasarnya prinsip ijarah sama seperti prinsip
jual beli, yang membedakannya adalah objek transaksinya dimana pada akad
ijarah berupa barang dan jasa sedangkan jual beli berupa barang.1
Menurut fatwa Dewan Syariah Nasional – Majelis Ulama Indonesia
(DSN-MUI) ijarah diartikan sebagai akad pemindahan hak guna (manfaat) atas
suatu barang atau jasa dalam waktu tertentu melalui pembayaran sewa/upah,
tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan barang itu sendiri. Sedangkan
dalam KUH Perdata, ijarah disebut sebagai sewa menyewa. Sewa menyewa
merupakan suatu perjanjian dimana pihak yang satu mengikatkan diri untuk
memberikan kepada pihak lainnya berupa kenikmatan dari suatu barang,
selama waktu tertentu dan dengan pembayaran sejumlah harga yang besarnya
sesuai dengan kesepakatan.2
Kata at-tamlik secara Bahasa memiliki arti menjadikan orang lain
memiliki sesuatu. Adapun menurut istilah at-tamlik berarti kepemilikan

1
Ismail, Perbankan Syariah (Jakarta: Kencana, 2017), 127-128.
2
Diky Faqih Maulana, “Analisis Terhadap Kontrak Ijaran Dalam Praktik Perbankan
Syariah,” Muslim Heritage 6, no. 1 (2021): 185,
https://doi.org/10.21154/muslimheritage.v6i1.2569.

3
terhadap benda, kepemilikan terhadap manfaat, bisa dengan ganti atau tidak.
Istilah tersebut dapat dibedakan dalam beberapa kategori berikut:
1. Jika kepemilikan terhadap sesuatu terjadi dengan adanya ganti maka ini
adalah jual beli.
2. Jika kepemilikan terhadap suatu manfaat dengan adanya ganti maka
disebut persewaan.
3. Jika kepemilikan terhadap sesuatu tanpa adanya ganti maka ini adalah
hibah/pemberian.
4. Adapun jika kepemilikan terhadap suatu manfaat tanpa adanya ganti maka
disebut pinjaman.3

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat diambil makna dari ijarah


muntahiyah bit tamlik merupakan gabungan dari dua akad dalam satu transaksi
dimana akad-akadnya saling independen dan tidak tergantung satu sama
lainnya. Ijarah muntahiya bit tamlik (IMBT) dalam fatwa DSN-MUI adalah
perjanjian sewa-menyewa yang disertai dengan opsi pemindahan hak milik atas
benda yang disewakan kepada penyewa, setelah selesai masa sewa. Sedangkan
Tufiqur Rahman mengartikan IMBT sebagai akad sewa menyewa (ijarah)
yang diakhiri dengan pemindahan hak kepemilikan barang dari mu’ajir kepada
musta’jir setelah berakhirnya masa ijarah (sewa-menyewa) melalui jual beli
atau hibah.4
Jadi dapat disimpulkan bahwa ijarah muntahiya bit tamlik merupakan
kombinasi dari ijarah dan at-tamlik dimana akad tersebut diawali dengan sewa-
menyewa dan diakhiri dengan perpindahan kepemilikan atas objek transaksi.

3
Hendri Hermawan Adinugraha and Mila Sartika, Perbankan Syariah Fenomena Terkini
Dan Praktiknya Di Indonesia (Pekalongan: Penerbit NEM, 2020), 51.
4
Taufiqur Rahman, Buku Ajar Fiqih Muamalah Kontemporer (Lamongan: Academia
Publication, 2021), 192.

4
B. Rukun, Syarat, dan Ketentuan Ijarah Muntahiya Bit Tamlik
Menurut Hanafiyah rukun al-ijarah hanya satu yaitu ijab dan qabul dari
kedua pihak yang bertransaksi. Sedangkan menurut Jumhur Uama rukun ijarah
ada empat, yaitu:5
1. Dua orang yang berakad
2. Ijab dan qabul (sighat)
3. Sewa atau imbalan
4. Manfaat
Fatwa DSN-MUI No. 27/DSN-MUI/III/2002 tentang al-Ijarah al-
Muntahiyah bi al-Tamlik menjelaskan rukun dan syarat akad al-Ijarah al-
Muntahiyah bi al-Tamlik sama dengan rukun dan syarat akad ijarah
sebagaimana dalam fatwa DSN-MUI No. 09/DSN-MUI/IV/2000 tentang
Pembiayaan Ijarah, yaitu:
1. Sighat Ijarah, yaitu ijab dan qabul berupa pernyataan dari kedua belah
pihak yang berakad (berkontrak), baik secara verbal atau dalam bentuk
lain.
2. Pihak-pihak yang berakad: terdiri atas pemberi sewa/pemberi jasa dan
penyewa/pengguna jasa.
3. Obyek akad ijarah adalah:
a. Manfaat barang dan sewa; atau
b. Manfaat jasa dan upah.6

Selanjutnya ketentuan akad ijarah muntahiya bit tamlik dapat


dijelaskan sebagai berikut:
1. Perjanjian untuk melakukan akad al-Ijarah al-Muntahiyah bi al-Tamlik
harus disepakati ketika akd Ijarah ditandatangani.
2. Hak dan kewajiban setiap pihak harus dijelaskan dalam akad.

5
Darwis Harahap and Arbanur Rasyid, Fiqih Muamalah 1 (Medan: Merdeka Kreasi Group,
2022), 153.
6
Dewan Syariah Nasional, “DSN-MUI No. 27/DSN-MUI/III/2002 Tentang Al-Ijarah Al-
Muntahiyah Bi Al-Tamlik” (2002).

5
3. Pihak yang melakukan al-Ijarah al-Muntahiah bi al-Tamlik harus
melaksanakan akad Ijarah terlebih dahulu. Akad pemindahan
kepemilikan, baik dengan jual beli atau pemberian, hanya dapat dilakukan
setelah masa Ijarah selesai.
4. Janji pemindahan kepemilikan yang disepakati di awal akad Ijarah adalah
wa’d yang hukumnya tidak mengikat. Apabila janji itu ingin dilaksanakan,
maka harus ada akad pemindahan kepemilikan yang dilakukan setelah
masa Ijarah selesai.
5. Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika terjadi
perselisihan di antara kedua belah pihak, maka penyelesaiannya dilakukan
melalui Badan Arbitrasi Syari’ah setelah tidak tercapai kesepakatan
melalui musyawarah.7

C. Dasar Hukum Ijarah Muntahiya Bit Tamlik


Sebagian besar para ulama ahli fikih sependapat bahwa dasar hukum
ijarah bersumber dari al-Qur’an, as-Sunah/hadits, dan ijma’.
1. Al Qur’an

ِ ‫ٓأَيٰيُّها ٱلَّ ِذين ءامنُو۟ا َٰل َٰتْ ُكلُو۟ا أٰم ٓولٰ ُكم ب ي نٰ ُكم بِٱلْب‬
‫ٓط ِل إََِّلأ أٰن تٰ ُكو ٰن ِ ٓتٰٰرًة ٰعن‬ٰ ْٰ ٰ ْ ‫أ‬ ٰٰ ٰ ٰ ٰ
‫۝‬ ۲۹ ‫اض ِمن ُك ْم‬
ٍ ‫ۚتٰٰر‬
Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman janganlah kaliam memakan
harta di antara kalian dengan batil, kecuali dengan jalan
perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara
kamu..” (An-Nisa: 29)

Ayat di atas menjelaskan printah untuk melaksanakan akad dengan


cara yang baik yaitu melalui persetujuan kedua belah pihak. Hal ini
merupakan salah satu syarat dari sahnya akad, yaitu adanya persetujuan
dua pihak yang berakad.8

7
Dewan Syariah Nasional, “DSN-MUI No. 27/DSN-MUI/III/2002 Tentang Al-Ijarah Al-
Muntahiyah Bi Al-Tamlik” (2002).
8
Ahmad Wardi Muslich, Fiqh Muamalat (Jakarta Timur: Amzah, 2022), 322.

6
‫اح ٰعلْٰي ُك ْم اِ ٰذا ٰسلَّ ْمتُ ْم َّماأ آتْٰي تُ ْم‬‫ن‬
ٰ
ٰ ُ‫ج‬ ‫َل‬
ٰ ‫ف‬
ٰ ‫م‬ْ ‫ك‬
ُ ‫د‬
ٰ ‫َل‬
‫و‬
ٰ ْٰ‫ا‬ ‫ا‬
‫و‬ ‫أ‬ ‫ع‬ ِ ‫واِ ْن اٰرْد ُُّّْت اٰ ْن تٰسَت‬
‫ض‬
ْ ْٰ ْ
ُ ٰ ٰ
ِ ‫ف واتَّ ُقوا ٓاّلل و ْاعلٰمأوا اٰ َّن ٓاّلل ِِبٰا تٰعملُو ٰن ب‬ِۗ
ِ ِ
‫۝‬۲۳۳ ‫ص ْير‬ ٰ ْ ْٰ ٰ ُْ ٰ ٰ ٰ ‫ِبلْ ٰم ْع ُرْو‬
Artinya: “Dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, Maka
tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran
menurut yang patut. Bertakwalah kamu kepada Allah dan
ketahuilah bahwa Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.”
(Al-Baqarah: 233)

Pada ayat di atas ungkapan “apabila kamu memberikan


pembayaran yang patut” ungkapan tersebut menunjukkan adanya jasa
yang diberikan berkat kewajiban membayar upah secara patut.9 Pada ayat
tersebut juga berlaku pada akad ijarah (sewa) dimana pengguna manfaat
atau penyewa berkewajiban untuk memberikan upah (fee) kepada pihak
yang menyewakan. Surah al-Baqarah ayat 233 yang dijelaskan tersebut
juga serupa dengan surah ath-Thalaq ayat 6 sebagai berikut:

‫۝‬
۶ ‫ُج ٰورُه َّن‬
ُ ‫وه َّن أ‬ ٰ ‫فِٰإ ْن أ ْٰر‬
ُ ُ‫ض ْع ٰن لٰ ُك ْم فٰٰات‬
Artinya: “Maka jika mereka menyusui (anak) untuk kalian, maka
berikanlah upah-upah mereka…” (Ath-Thalaq: 6)

Pada ayat di atas serupa dengan ayat sebelumnya yang menjelaskan


perintah untuk memberikan upah kepada yang berhak menerimanya
(pekerja) yang ditunjukkan dengan ungkapan “berikanlan upah-upah
mereka”. Kalimat tersebut merupakan perintah agar memberikan upah
secara patut kepada pekerja.10 Upah yang dijelaskan pada ayat tersebut
dalam bentuk umum, termasuk dalam akad ijarah (sewa-menyewa)
dimana penyewa berkewajiban memberikan upah kepada yang
menyewakan barang atau jasa.

ِ ُّ ‫ت ٱستْٰ ِجره ۖ إِ َّن خي م ِن ٱستْٰجرت ٱلْ ٰق ِو‬


ِ
‫۝‬
۲۶ ‫ي‬
ُ ‫ى ْٱْلٰم‬ ٰ ْ ٰ ْ ٰ ْٰ ٰ ُ ْ ْ ٰ‫ت إِ ْح ٰدىٓ ُه ٰما ٰٓأَيٰب‬
ْ ٰ‫قٰال‬
9
Ismail, Perbankan Syariah, 128.
10
Dara Fitriani and Nazaruddin, “Ijaran Dalam Sistem Perbankan Syariah,” Al-Hiwalah:
(Sharia Economic Law) 1, no. 1 (2022): 42,
https://doi.org/https://doi.org/10/47766/alhiwalah.v1i1.895.

7
ۖ ‫ِن ِح ٰج ٍج‬ ِٓ ِ ْ ِ ٓ َّٰ ٰ‫ك إِ ْح ٰدى ٱبْن‬
ٰ ٰ‫َت ٰهتٰ ْي ٰعلٰ ٓأى أٰن َٰت ُجٰرّن ٰث‬
ِ ‫يد أٰ ْن أ‬
ٰ ‫ُنك ٰح‬ ُ ‫ال إِِّنأ أُِر‬
ٰ ٰ‫ق‬
‫ك ۚ ٰستٰ ِج ُدِّنأ إِن‬ ُ ‫يد أٰ ْن أ‬
ٰ ‫ٰش َّق ٰعلْٰي‬
ِ ‫فِٰإ ْن أْْٰتٰمت ع ْشرا فٰ ِمن ِع‬
ُ ‫ند ٰك ۖ ٰوٰماأ أُِر‬ ْ ً ٰ ٰ ْ
‫۝‬۲۷ ‫ي‬ ِ ِ َّٓ ‫ٱّلل ِمن‬
ٰ ‫ٱلصلح‬ ٰ َُّ ٰ‫ٰشاأء‬
Artinya: “Salah dari kedua wanita itu berkata: Hai ayahku, ambilah ia
sebagai orang yang bekerja pada (kita), karena sesungguhnya
orang yang paling baik yang kamu ambil untuk bekerja (pada
kita) adalah orang kuat lagi dapat dipercaya.” (Al-Qashash: 26).
“Berkatalah dia (Syu’aib): Sesungguhnya aku bermaksud
menikahkan kamu dengan salah seorang dari kedua anakku ini,
atas dasar bahwa kamu bekerja denganku delapan tahun dan jika
kamu cukupkan sepuluh tahun maka itu adalah (suatu kebaikan)
dari kamu, maka aku tidak hendak memberati kamu. Dan kamu
InsyaAllah akan mendapatiku termasuk orang-orang yang baik.”
(Al-Qashash: 27).

Kedua ayat tersebut menceritakan mengenai kisah Nabi Musa a.s


bertemu dengan Nabi Syu’aib a.s dan melakukan transaksi ijarah dan
kerjasama serta akad nikah untuk salah seorang putrinya. Ayat tersebut
membangun teknis pengupahan dan perikatan dalam kegiatan ekonomi
dan bisnis.11 Ayat tersebut merupakan salah satu bentuk ijarah yang
dicontohkan oleh Nabi Musa a.s dengan Nabi Syu’aib a.s.
2. Hadits
Selain al-Qur’an juga ada as-Sunah atau al-Hadits yang dijadikan
sebagai dasar hukum ijarah.
Salah satu hadits yang menjelaskan tentang pemanfaatan tanah
adalah hadits riwayat Imam Bukhori yang artinya: “Telah menceritakan
kepada kami Ibrahim bin Al Mundzir telah menceritakan kepada kami
Anas bin ‘Iyadh dari ‘Ubaidullah dari Nafi’ bahwa ‘Abdullah bin ‘Umar
ra. mengabarkannya bahwa Nabi Saw mempekerjakan orang untuk
memanfaatkan tanah Khaibar dengan ketentuan separuh dari hasilnya
berupa kurma atau sayuran untuk pekerja. Beliau membagikan hasilnya

11
Dhaifina Fitriani, “Studi Al-Qur’an Dan Hadis Aturan Hukum Konkrit: Ijarah (Sewa
Menyewa),” LENTERA: Indonesian Journal of Multidisciplinary Islamic Studies 2, no.1 (2020): 36,
https://doi.org/10.32505/lentera.v2i1.2112.

8
kepada isteri-isteri Beliau sebanyak seratus wasaq, delapan puluh wasaq
kurma dan dua puluh wasaq gandum. Pada zamannya, ‘Umar ra.
membagi-bagikan tanah Khaibar. Maka isteri-isteri Nabi Saw ada yang
mendapatkan air (sumur), tanah atau seperti hak mereka sebelumnya. Dan
diantara mereka ada yang memilih tanah dan ada juga yang memilih
menerima hak dari hasilnya. Sedangkan ‘Aisyah ra memilih tanah.”
Dalam hadits tersebut diterangkan bahwa Nabi Saw pernah
melakukan praktik ijarah berupa pemanfaatan tanah dengan ketentuan
bagi hasil. Selain hadits di atas, terdapat pula hadits lainnya yang
menjelaskan mengenai perintah untuk segera membayarkan upah kepada
orang yang dipekerjakan, yaitu:

ِ ِ‫الدم ْش ِقي حدَّثٰنا وهب بن سع‬


‫يد بْ ِن ٰع ِطيَّ ٰة‬ ِ ِِ
ٰ ُ ْ ُ ْ ٰ ٰ ٰ ُّ ٰ ‫اس بْ ُن الْ ٰوليد‬ ُ َّ‫ٰحدَّثٰنٰا الْ ٰعب‬
‫اّلل بْ ِن‬َِّ ‫الر ْْح ِن بن زي ِد ب ِن أٰسلٰم عن أٰبِ ِيه عن عب ِد‬ ِ َّ
ْٰ ْ ٰ ْ ٰ ٰ ْ ْ ْٰ ُ ْ ٰ َّ ‫السلٰم ُّي ٰحدَّثٰنٰا ٰعْب ُد‬
ِ ِ َّ ‫اّلل صلَّى‬ ِ ُ ‫ال رس‬
‫ٰجٰرهُ قٰ ْب ٰل‬ ْ ‫اّللُ ٰعلْٰيه ٰو ٰسلَّ ٰم أ ْٰعطُوا ْاْلٰج ٰي أ‬ ٰ َّ ‫ول‬ ُ ٰ ٰ ٰ‫ال ق‬ ٰ ٰ‫عُ ٰمٰر ق‬
ُ‫ف ٰعٰرقُه‬ َّ ‫أٰ ْن َِٰي‬
Artinya: “Telah menceritakan kepada kami (Al Abbas bin Al Walid Ad
Dimasyqi) berkata, telah menceritakan kepada kami (Wahb bin
Sa’id bin Athiah As Salami) berkata, telah menceritakan kepada
kami (‘Abdurrahman bin Zaid bin Aslam) dari (Bapaknya) dari
(Abdullah bin Umar) ia berkata, Rasulullah Saw bersabda:
Berikanlah upah kepada pekerja sebelum kering keringatnya.”

Pada hadits di atas Nabi Saw menekankan untuk menyegerakan


membayarkan upah kepada orang yang dipekerjakan.12 Hal ini merupakan
bentuk dari timbulnya hak dan kewajiban dari pelaksanaan akad termasuk
akad ijarah muntahiya bit tamlik. Pada praktik IMBT yang berkewajiban
membayarkan adalah penyewa atau pengguna manfaat atas barang atau
jasa, dimana ia berkewajiban membayarkan sejumlah upah kepada

12
Tri Hidayati and Muhammad Syarif Hidayatullah, “Analisis Hadits Akad Ijarah, Ijarah
Muntahiyah Bittamlik Dan Ijarah Maushufah Fi Dzimmah (Telaah Fatwa DSN-MUI),” Al-
Mustashfa: Jurnal Penelitian Hukum Ekonomi Islam 6, no. 2 (2021): 207.

9
penyewa atas pengambilan manfaat dari barang atau jasa yang dimiliki
penyewa. Perbuatan menunda untuk membayarkan upah kepada yang
berhak tanpa adanya uzur apapun merupakan salah satu bentuk
kezhaliman, termasuk perbuatan yang berdosa apalagi sampai tidak
membayarnya. Kemudian hadits yang sejalan yaitu hadits yang
diriwayatkan dari ibnu Abbas bahwa Rasulullah Saw, bersabda,
“berbekamlah kamu, kemudian berikanlah olehmu upahnya kepada tukang
bekam itu (H.R Bukhari dan Muslim).
Selanjutnya hadits mengenai pelarangan multi akad dalam satu
transaksi sebagaimana hadits berikut:

‫ِف بْٰي ٰع ٍة‬ ِ ِ


ْ ِ ‫صلَّى هللاُ ٰعلْٰيه ٰو ٰسلَّ ٰم َٰنٰى ٰع ْن بْٰي ٰعتٰ ْي‬ َّ ‫أ‬
َّ ِ‫ٰن الن‬
ٰ ‫َِّب‬
Artinya: “Rasulullah Saw melarang dua akad dalam satu transaksi.”

Hadits tersebut mengandung hukum adanya larangan


menggabungkan dua akad dalam satu transaksi sebab dikhawatirkan akan
mengandung unsur riba.13 Hadits ini sesuai dengan ketentuan akad ijarah
muntahiya bit tamlik sebagaimana yang dijelaskan dalam fatwa DSN-MUI
No. 27/DSN-MUI/III/2002 tentang Al-Ijarah Al-Muntahiyah Bi Al-Tamlik
yang menguraikan bahwa akad ijarah muntahiya bit tamlik dilakukan akad
ijarah pada awal akad, setelah masa sewa berakhir baru melaksanakan
akad baru berupa jual beli atau hibah.
3. Ijma’
Disamping al-Qur’an dan as-Sunnah, ada juga ijma’ yang dijadikan
sebagai sumber atau landasan hukum ijarah. Ijma’ adalah kesepakatan
seluruh mujtahid dari kaum muslimin pada suatu masa setelah wafatnya
Rasulullah SAW. atas sesuatu hukum syara’ dalam suatu kasus tertentu.
Landasan ijma’nya ialah umat Islam pada masa sahabat sepakat bahwa
ijarah dibolehkan, tidak ada seorang ulama pun yang membantah (ijma’)

13
Tri Hidayati and Muhammad Syarif Hidayatullah, “Analisis Hadits Akad Ijarah, Ijarah
Muntahiyah Bittamlik Dan Ijarah Maushufah Fi Dzimmah (Telaah Fatwa DSN-MUI),” 208.

10
ini, meskipun ada beberapa ulama yang berbeda pendapat. Ijarah
dibolehkan sebab bermanfaat bagi manusia.14
4. Kaidah Fiqih
“Di mana terdapat kemaslahatan, disana terdapat hukum Allah.”
Dari kaidah tersebut dapat dipahami bahwa segala bentuk transaksi
muamalah apapun yang dilakukan oleh manusia selama masih dalam
batasan syariah dan di dalamnya terdapat kebaikan dan kemaslahatan bagi
mereka maka hal itu diperbolehkan.15

D. Bentuk-Bentuk Ijarah Muntahiya Bit Tamlik


Terdapat lima bentuk ijarah muntahiya bit tamlik menurut Imam
Mustofa, yaitu:
1. Akad ijarah yang sejak awal dimaksudkan untuk memindahkan barang
sewa kepada pihak penyewa. Penyewa akan menyewa suatu barang
dengan pembayaran sewa secara diangsur dalam waktu tertentu dengan
jumlah tertentu dan ketika masa sewa berkahir barang sewaan akan
berpindah kepemilikan kepada pihak penyewa. Dalam hal ini tidak
terdapat akad baru untuk memindahkan hak barang tersebut setelah sewa
lunas.
2. Akad ijarah dari awal dimaksudkan hanya untuk sewa, namun penyewa
diberi hak untuk memiliki barang sewaan dengan memberikan uang
pengganti dalam jumlah tertentu. Pada akad ini tidak terdapat perjanjian
yang mengikat antara kedua pihak untuk memindahkan hak barang dengan
cara jual-beli. Artinya ada dua akad dalam waktu yang berbeda, yakni akad
ijarah sampai masa sewa habis, kemudian akad baru berupa jual-beli.
3. Akad ijarah yang dimaksudkan untuk sewa suatu barang, yaitu saat akad
pihak penyewa dan pemberi sewa membuat perjanjian yang mengikat
untuk melakukan akad jual-beli barang objek sewa. Pemberi sewa akan
menjual barang yang disewa kepada penyewa dengan sejumlah harga

14
Hendi Suhendi, Fiqih Muamalah (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2005), 124.
15
Rahman, Buku Ajar Fiqih Muamalah Kontemporer, 194.

11
tertentu setelah angsuran sewa lunas. Jadi terdapat perjanjian antara kedua
pihak bahwa akan ada akad jual beli diakhir masa sewa.
4. Akad ijarah yang ditujukan untuk sewa barang, yaitu ketika akad pihak
penyewa dan pemberi sewa membuat perjanjian yang mengikat utnuk
melakukan hibah barang objek sewa.
5. Akad ijarah yang ditujukan untuk sewa suatu barang dalam jangka waktu
tertentu dengan pembayaran dalam jumlah tertentu. Ketika akad, pihak
penyewa dan pemberi sewa akan membuat perjanjian yang mengikat untuk
memberikan hak tiga opsi kepada pihak penyewa, meliputi: pihak
penyewa menjadi pemilik dengan pembayaran sejumlah uang yang telah
diangsurkan bersamaan dengan angsuran uang sewa, memperpanjang
masa sewa, pihak penyewa mengembalikan barang sewaan kepada
pemberi sewa.16

E. Skema Ijarah Muntahiya Bit Tamlik


Berikut merupakan skema terjadinya akad ijarah muntahiya bit tamlik:

Gambar 2. 1 Skema Akad Ijarah Muntahiya Bit Tamlik

Nasabah atau
Penjual atau
Objek Sewa Pengguna
Supplier
B. Milik Manfaat

A. Milik 3. Sewa
2. Beli Objek Beli
Sewa 1.Pesan Objek
Sewa
Lembaga Keuangan
Syariah

16
Daffa Muhammad Dzubyan, Erina Azzahra, and Melani Puspitasari, “Analisis Akad Ijarah
Muntahiya Bittamlik (IMBT) Dalam Perspektif Hukum Islam Dan Hukum Posisit Di Indonesia,”
Amwaluna: Jurnal Ekonomi Dan Keuangan Syariah 3, no. 2 (2019): 187-188,
https://doi.org/https://doi.org/10.29313/amwaluna.v3i2.4304.

12
Dari skema di atas dapat dijelaskan ketika awal akad dilakukan LKS
merupakan sebagai pemilik dari objek yang disewakan, dimana LKS tersebut
yang awalnya membeli barang dari supplier. Kemudian ketika awal perjanjian
IMBT harus ditentukan bahwa LKS memberi kuasa kepada nasabah untuk
membeli barang yang akan menjadi objek ijarah. Dengan demikian pada
perjanjian IMBT akadnya adalah ijarah dengan wa’ad jual beli/hibah yang
akan ditandatangani setelah ijarah berakhir (jika nasabah menghendakinya).
Oleh sebab itu perlu dilampirkan konsep perjanjian jual beli/hibah, juga
dilampirkan konsep kuasa kepada LKS untuk menjual aset jika pada akhir masa
sewa (ijarah) nasabah tidak ingin memiliki aset/obyek sewa. Kuasa jual
diperlukan sebab aset sejak masa sewa sudah dicatatkan atas nasabah. Konsep
kuasa jual ditandatangani setelah masa ijarah berakhir.
Secara umum, kontrak ijarah bagaimanapun bentuknya apabila
obyeknya adalah barang yang tidak bergerak, LKS akan membelinya untuk
kepentingan nasabah, yang akan menyerahkan kepada bank suatu imbalan
penyewaan dalam jangka waktu yang telah ditentukan, yang cukup untuk
menutupi modal pokok pemula, dan LKS akan mendapatkan keuntungan dari
aktifitas usaha, dan biasanya berakhir dengan perolehan nasabah untuk
memiliki barang yang tidak bergerak tersebut. Jika berbentuk barang yang
bergerak, LKS juga akan membelinya dan menyewakannya kepada nasabah,
di mana nasabah itu memiliki hak pilih ketika berakhirnya sewa, antara
memiliki barang tersebut, membuat akad baru atau menggugurkan berdasarkan
persyaratan yang telah disepakati kedua pihak.17

17
Adinugraha and Sartika, Perbankan Syariah Fenomena Terkini Dan Praktiknya Di
Indonesia, 57-58.

13
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan pada bab sebelumnya dapat disimpulkan
sebagai berikut:
1. Ijarah Muntahiya Bit Tamlik (IMBT) merupakan kombinasi dari ijarah
dan at-tamlik dimana akad tersebut diawali dengan sewa-menyewa dan
diakhiri dengan perpindahan kepemilikan atas objek transaksi.
2. Syarat, rukun, dan ketentuan dari IMBT yaitu ijab dan qabul, orang yang
berakad, upah, dan manfaat. Adapun akad IMBT dilakukan pertama kali
dengan akad ijarah, setelah masa sewa berakhir baru dilakukan akad jual
beli atau hibah.
3. Dasar hukum IMBT terdapat pada al qur’an, hadits, dan kaidah fikih yang
memperbolehkan dilakukannya praktik IMBT asalkan sesuai dengan
ketentuan syariah Islam.
4. Terdapat lima bentuk IMBT meliputi: IMBT yang berujung kepemilikan,
IMBT murni, IMBT dengan perjanjian jual beli pada akhir sewa, IMBT
dengan perjanjian hibah pada akhir sewa, dan IMBT dengan tiga opsi.
5. Praktik IMBT dilakukan oleh penyewa yang ingin menyewa dengan tujuan
berpindah kepemilikan setelah masa akhir sewa, kemudian LKS sebagai
pemilik dari objek yang disewakan, dimana LKS tersebut yang awalnya
membeli barang dari supplier. Kemudian ketika awal perjanjian IMBT
harus ditentukan bahwa LKS memberi kuasa kepada nasabah untuk
membeli barang yang akan menjadi objek ijarah.

14
DAFTAR PUSTAKA

Adinugraha, Hendri Hermawan, and Mila Sartika. Perbankan Syariah Fenomena


Terkini Dan Praktiknya Di Indonesia. Pekalongan: Penerbit NEM, 2020.

Dzubyan, Daffa Muhammad, Erina Azzahra, and Melani Puspitasari. “Analisis


Akad Ijarah Muntahiya Bittamlik (IMBT) Dalam Perspektif Hukum Islam Dan
Hukum Posisit Di Indonesia.” Amwaluna: Jurnal Ekonomi Dan Keuangan
Syariah 3, no. 2 (2019).
https://doi.org/https://doi.org/10.29313/amwaluna.v3i2.4304.

Fitriani, Dara, and Nazaruddin. “Ijaran Dalam Sistem Perbankan Syariah.” Al-
Hiwalah: (Sharia Economic Law) 1, no. 1 (2022).
https://doi.org/https://doi.org/10/47766/alhiwalah.v1i1.895.

Fitriani, Dhaifina. “Studi Al-Qur’an Dan Hadis Aturan Hukum Konkrit: Ijarah
(Sewa Menyewa).” LENTERA: Indonesian Journal of Multidisciplinary
Islamic Studies 2, no.1 (2020). https://doi.org/10.32505/lentera.v2i1.2112.

Harahap, Darwis, and Arbanur Rasyid. Fiqih Muamalah 1. Medan: Merdeka Kreasi
Group, 2022.

Hidayati, Tri, and Muhammad Syarif Hidayatullah. “Analisis Hadits Akad Ijarah,
Ijarah Muntahiyah Bittamlik Dan Ijarah Maushufah Fi Dzimmah (Telaah
Fatwa DSN-MUI).” Al-Mustashfa: Jurnal Penelitian Hukum Ekonomi Islam
6, no. 2 (2021).

Ismail. Perbankan Syariah. Jakarta: Kencana, 2017.

Maulana, Diky Faqih. “Analisis Terhadap Kontrak Ijaran Dalam Praktik Perbankan
Syariah.” Muslim Heritage 6, no. 1 (2021).
https://doi.org/10.21154/muslimheritage.v6i1.2569.

Muslich, Ahmad Wardi. Fiqh Muamalat. Jakarta Timur: Amzah, 2022.

Nasional, Dewan Syariah. DSN-MUI No. 27/DSN-MUI/III/2002 tentang Al-Ijarah

15
Al-Muntahiyah Bi Al-Tamlik (2002).

Rahman, Taufiqur. Buku Ajar Fiqih Muamalah Kontemporer. Lamongan:


Academia Publication, 2021.

Suhendi, Hendi. Fiqih Muamalah. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2005.

16

Anda mungkin juga menyukai