Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

IJARAH DAN IJARAH MUNTAHIYA BITTAMLIK


Dosen Pengampu:
Miti Yurmanida ,M.Ag

Disusun Oleh:

1. Andi Samudra (2223130180)


2. M.Wahyu Alqadri (2223130197)
3. Megi Dwi Putra (2223130191)

PRODI EKONOMI SYARIAH


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI FATMAWATI SUKARNO BENGKULU

TAHUN AJARAN 2023


DAFTAR ISI

Kata Pengantar..................................................................................................

Daftar isi..............................................................................................................

A.    BAB I PENDAHULUAN
a)      Latar Belakang...................................................................................
b)      Rumusan Masalah..............................................................................

B.     BAB II PEMBAHASAN
a)      Pengertian Ijarah Dan Ijarah Muntahia Bittamlik..............................
b)      Landasan Syariah...............................................................................
c)      Rukun Dan Syarat Ijarah ...................................................................
d)     Ketentuan Objek Ijarah......................................................................
e)      Bentuk Ijarah Muntahia Bittamlik.....................................................

f)       Perbedaan Antara Ijarah Dan Ijarah Muntahia Bittamlik..................

g)      Kewajiban Pemberi Dan Penerimamanfaat Barang Atau Jasa...........

h)      Syarat Ujrah (Fee, Bayaran Sewa).....................................................

i)        Pembatalan Dan Berakhirnya Ijarah...................................................

j)       Pengembalian Sewaan........................................................................

C.    BAB III PENUTUP


a)      Kesimpulan.........................................................................................
b)      Saran...................................................................................................
 Daftar Pustaka.........................................................................................
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT. Atas segala rahmatdan karunia-
Nya, penulis dapat menyelesaikan makalah ini. Tak lupa shalawat serta salam tetap
tercurahlimpahkan kepada Nabi Muhamad SAW, kepada keluarga, sahabat dan kita selaku
umatnya. Amin.

Tujuan pembuatan makalah ini yakni untuk memnuhi tugas mata kuliah Fikih
muamalah yang dibimbing oleh Ibuk Miti Yurmanida. Makalah ini berjudul “Ijarah dan
Ijarah Muntahiyah Bittamlik yang mana di dalamnya mencakup data yaitu Pengertian,rukun
ijarah,,dasar hukum ijarah.

Penulis menyadari bahwa makalah ini jauh dari kata sempurna, maka untuk kritik
yang membangun akan diterima dengan hati terbuka. Semoga makalah ini dapat bermanfaat
bagi pembaca. Terimakasih.

Bengkulu,29 Mei 2023

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN

A.   Latar Belakang Masalah

Muamalah merupakan bagian dari rukun islam yang mengatur hubungan antara
seseorang dan orang lain. Contoh hukum islam yang termasuk muamalah salah
satunya adalah ijarah (sewa-menyewa dan upah).Seiring dengan perkembangan
zaman, transaksi muamalah tidak terdapat miniatur dari ulama klasik, transaksi
tersebut merupakan terobosan baru dalam dunia modern.Dalam hal ini kita
harus cermat, apakah transaksi modern ini memiliki pertentangan tidak dengan
kaidah fiqih? Jika tidak, maka transaksi dapat dikatakan mubah.Sebelum
dijelaskan mengenai ijarah, terlebih dahulu akan dikemukakan mengenai makna
operasional ijarah itu sendiri. Idris Ahmad dalam bukunya yang berjudul Fiqh
Syafi’I, berpendapat bahwa ijarah berarti upah-mengupah, hal ini terlihat ketika
beliau menerangkan rukun dan syarat upah-mengupah, mu’jir dan musta’jir,
sedangkan Kamaluddin

A. Marzuki sebagai penerjemah Fiqh Sunnah karya Sayyid Sabiq menjelaskan


makna ijarah dengan sewa-menyewa.
Kegiatan ijarah ini tidak dapat dilepaskan dari kehidupan kita sehari-hari baik
dilingkungan keluarga maupun masyarakat sekitar kita. Oleh sebab itu kita
harus mengetahui apa pengertian dari ijarah yang sebenarnya, rukun dan syarat
ijarah, dasar hukum ijarah, manfaat ijarah dan lain sebagainya mengenai ijarah.
Karena begitu pentingnya masalah tersebut maka permasalahan ini akan
dijelaskan dalam pembahasan makalah ini.
Dalam kehidupan sehari-hari, masyarakat memiliki kebutuhan-kebutuhan yang
harus dipenuhi baik kebutuhan primer, sekunder maupun tersier. Ada kalanya
masyarakat tidak memiliki cukup dana untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
Oleh karenanya, dalam perkembangan perekonomian masyarakat yang semakin
meningkat muncullah jasa pembiayaan yang ditawarkan oleh lembaga keuangan
bank salah satunya sewa guna usaha (leasing), dimana kegiatan  pembiayaan
ini berdasarkan prinsip syariah yang  menggunakan akad Ijarah dan Ijarah
Muntahiyah Bittamlik.
BAB II
PEMBAHASAN

I.  IJARAH

A. Pengertian Ijarah

Alijarah berasal dari kata al-ajru yang arti menurut bahasanya al-‘iwadh, yang
arti dalam bahasa Indonesia ialah ganti dan upah.
Sedangkan menurut istilah, para ulama berbeda pendapat mendefinisikan al
ijarah, antara lain sebagai berikut:

1.  Menurut Hanafiyah  bahwa ijarah ialah:

‫َع‬ ِ ‫ْن ْالمُسْ َتأ ِج َر ِة‬


‫ب‬ ِ ‫ك َم ْن َف َع ٍة َمعْ لُ َو َم ٍة َم ْقص ُْودَ ٍة م َِن ْال َعي‬
ُ ‫ُع ْق ٌد ُيفِ ْي ُد َت ْملِ ْي‬

“Akad untuk membolehkan pemilikan manfaat yang diketahui dan


disengaja dari suatu zat yang disewa dengan imbalan”.

2.      Menurut Malikiyah bahwa ijarah ialah:

ِ ْ‫َتسْ ِم َي ُة ال َّت َعاقُ ِد َعلَى َم ْن َف َع ِة اآلدَ مِىِّ َو َبع‬


‫ض ال َم ْنقُ ْوالَ ِن‬
“Nama bagi akad-akadd untuk kemanfaatan yang bersifat manusiawi dan untuk
sebagian yang dapat dipindahkan”.

3.      Menurut Muhammad Al-Syarbini al-Khatib bahwa ijarah ialah:

ٍ‫شر ُْوط‬ ٍ ‫ك َم ْن َف َع ٍة ِبع َِو‬


ُ ‫ض ِب‬ ُ ‫َتمْ لِ ْي‬
“Pemilikan manfaat dengan adanya imbalan dan syarat-syarat”.

4.      Menurut Sayyid Sabiq bahwa ijarah ialah suatu jenis akad untuk
mengambil manfaat dengan jalan penggantian.
Berdasarkan definisi di atas, dapat dipahami bahwa ijarah adalah menukar
sesuatu dengan ada imbalan.

B.     Dasar Hukum Ijarah

Dasar-dasar hukum ijarah adalah Al-Qur’an, sunnah, dan ijma’.


1.      Dasar hukum ijarah dalam Al-Qur’an adalah:

َّ‫ن‬ ‫ضعْ َن َل ُك ْم َفْأ ُت ْو هُنَّ ُأج ُْو َر ُه‬


َ ْ‫َفِإنْ َأر‬
“ Jika mereka telah menyusukan anakmu, maka berilah upah mereka (Al-
Thalaq: 6)”.

2.      Dasar Hukum ijarah dari Hadits/sunnah adalah:

ُ ‫ُأع‬
َ ‫ُطوا ْاَأل ِجي َْرَأجْ َرهُث َق ْب َل اَنْ َّي ِج‬
‫ف ُع ُر ُق ُه‬
“Berikanlah upah pekerja sebelum keringatnya kering”  (Riwayat Ibnu Majah)

C.    Rukun dan Syarat Ijarah

Menurut Hanafiyah rukun ijarah hanya satu yaitu ijab dan qabul dari dua
belah pihak yang bertransaksi. Adapun menurut Jumhur Ulama rukun ijarah ada
empat yaitu:
1. Dua orang yang berakad (akid) yaitu mu’jir (orang yang menyewakan atau
orang yang memberi upah) dan musta’jir (orang yang menyewasesuatu atau
menerima upah).
2. Sighat
3. Sewa atau imbalan
4. Manfaat

Adapun syarat-syarat ijarah sebagai berikut:

1.  Dua orang yang berakad (akid). Menurut ulama Syafiiyah dan Hanabalah dua
orang yang berakad disyaratkan telah baligh dan berakal. Oleh sebab itu,
apabila orang yang belum atau tidak berakal ijarahnya tidak sah. Akan tetapi,
ulama Hanafiyah dan Malikiyah berpendapat bahwa kedua orang yang berakad
tidak harus berakal dan baligh. Oleh karenanya, anak yang baru mumayiz pun
boleh melakukan akad ijarah, hanya pengesahannya perlu persetujuan walinya.

2.   Kedua belah pihak yang berakad menyatakan kerelaannya untuk melakukan


akad ijarah. Apabila salah seorang diantaranya terpaksa melakukan akad ini,
maka akad ijarah tidak sah.

3.   Sighat
Sighat ijarah adalah berupa pernyataan dari kedua belah pihak yang berkontrak,
baik secara verbal, cengan cara penawaran dari penilik asset (lembaga
keuangan syariah) dan penerimaan yang dinyatakan oleh penyewa (nasabah).

4.  Ujrah (upah)
Para ulama telah menetapkan syarat upah, yaitu:
a. Berupa harta tetap yang diketahui oleh kedua belah pihak.
b. Tidak boleh sejenis dengan barang manfaat dari ijarah, seperti menyewa
rumah dengan menempati rumah tersebut.

Manfaat yang menjadi objek ijarah harus diketahui, sehingga tidak


muncul perselisihan dikemudian hari. Apabila manfaat menjadi objek yang tidak
jelas, maka akadnya tidak sah. Kejelasan manfaat itu dapat dilakukan dengan
menjelaskan jenis manfaatnya dan penjelasan berapa lama manfaat itu ditangan
penyewanya.

D.    Sifat dan Hukum Akad Ijarah

Mengenai sifat akad ijarah, para ulama fiqih berbeda pendapat dalam mensifati
akad ijarah. Ulama Hanafiyah berpendapat bahwa akad ijarah bersifat mengikat,
tetapi boleh dibatalkan secara sepihak apabila terdapat uzur dari salah satu
pihak yang berakad. Sedangkan jumhur ualama berpendapat bahwa akad ijarah
bersifat mengikat, kecuali terdapat cacat atau barang itu tidak boleh
dimanfaatkan.
Sedangkan hukum akad ijarah, terdapat dua hukum yaitu:
1. Hukum ijarah sahih

Yaitu tepatnya kepemilikan kemanfaatan bagi penyewa dan tepatnya upah bagi
pekerja atau orang yang menyewakan, sebab ijarah termasuk akad jual beli
pertukaran hanya saja dalam bentuk kemanfatan.

2. Hukum ijarah rusak

Menurut ulama Hanafiyah, jika penyewa telah mendapatkan manfaat tetapi


orang yang menyewakan atau yang bekerja dibayar lebih kecil dari kesepakatan
pada waktu akad, bila kerusakan tersebut terjadi pada syarat. Akan tetapi, jika
kerusakan disebabkan penyewa tidak member tahukan jenis pekerjaan
perjanjiannya harus diberikan semestinya.

E.   Macam-macam Akad Ijarah

Dalam hukum islam ada dua jenis ijarah, yaitu:


1. Ijarah yang berhubungan dengan sewa jasa, yaitu memperkerjakan jasa
seseorang dengan upah sebagai imbalan jasa yang disewa.
2. Ijarah yang berhubungan dengan sewa asset atau property yaitu
memindahkan hak untuk memakai dari asset atau property tertentu kepada
orang lain dengan imbalan biaya sewa. Bentuk ijrah seperti ini mirip dengan
leasing (sewa) pada bisnis konvensional.

F.  Pembatalan dan Berakhirnya Ijarah

Ijarah adalah jenis akad lazim, yaitu akad yang tidak membolehkan
adanya fasakh pada salah satu pihak, karena ijarah merupakan akad
pertukaran, kecuali bila didapati hal-hal yang mewajibkan fasakh.

Ijarah akan mendai fasakh (batal) bila ada hal-hal sebagai berikut:
1. Terjadinya cacat pada barang sewaan yang terjadi pada tangan penyewa.
2. Rusaknya barang yang disewakan.
3. Rusaknya barang yang diupahkan (ma’jur ‘alaih).
4. Terpenuhinya manfaat yang diakadkan, berakhirnya masa yang telah
ditentukan dan selesainya pekerjaan.
5. Menurut Hanafiyah, boleh fasakh ijarah dari salahg satu pihak seperti yang
menyewa took untuk dagang, ke,mudian dagangannya ada yang mencuri, maka
ia dibolehkan memfasakhkan sewaan itu.

  II.  IJARAH MUNTAHIA BITTAMLIK

A. Pengertian Ijarah Muntahia Bittamlik

1. Menurut Undang-Undang No. 21 Tahun 2008 dan Peraturan Bank Indonesia


akad ijarah muntahiya bittamlik" adalah Akad penyediaan dana dalam rangka
memindahkan hak guna atau manfaat dari suatu barang atau jasa berdasarkan
transaksi sewa dengan opsi pemindahan kepemilikan barang.

2. Ijarah Muntahiya Bittamlik adalah sejenis perpaduan antara kontrak jual beli
dan sewa lebih tepatnya akad sewa yang diakhiri dengan kepemilikan barang
ditangan si penyewa. Sifat permindahan kepemilikan ini pula yang membedakan
dengan ijarah biasa.

B. Rukun dan Syarat Ijarah Muntahia Bittamlik

Dalam semua pembiayan murabahab, termasuk pembiayaan KPR syariah,


terdapat rukun ijarah muntahia bittamlik diantaranya:
1. Adanya pihak yang berakad.
2. Objek yang diakadkan.
3. Akad/sighat

Dengan mengacu pada murobahah dapat disimpulkan syarat-syarat yang harus


dipenuhi dalam transaksi KPR Syariah adalah sebagai berikut:

1. Pihak bank harus memberitahukan biaya pembelian rumah kepada nasabah


2. Kontrak transaksi harus sah dan terbebas dari riba.
3. Objek transaksi jelas.
4. Penjual harus menjelaskan semua hal yang berkaitan dengan proses
perolehan barang tersebut.

Selain itu juga, dalam pelaksanaan akad IMBT ada ketentuan ketentuan yang
bersifat umum dan ketentuan bersifat khusus. Adapun ketentuan yang bersifat
umum dalam akad ijarah muntahiya bittamlik sebagai berikut:

1. Rukun dan syarat yang berlaku dalam akad ijarah berlaku pula dalam aqad
IMBT,
2. Perjanjian untuk melakukan akad IMBT harus disepakati ketika akad ijarah
ditandatangani,
3. Hak dan kewajiban setiap pihak dijelaskan dalam aqad.

Sedangkan ketentuan yang bersifat khusus dalam akad ijarah muntahiya


bittamlik sebagai berikut:

1. Pihak yang melakukan IMBT harus melakukan akad ijarah terlebih dahulu.
Akad pemindahan kepemilikan baik dengan jual beli (bai’) atau pemberian
(hibah) hanya dapat dilakukan setelah masa ijarah selesai.
2. Janji pemindahan kepemilikan yang disepakati diawal akad ijarah adalah
wa’ad (janji) yang hukumnya tidak mengikat. Apabila wa’ad (janji)
dilaksanakan, maka pada akhir masa ijarah (sewa) wajib dibuat akad
pemindahan kepemilikan. Artinya dalam akad IMBT tidak bertentangan dengan
prinsip syariah yaitu melarang 2 (dua) akad dalam satu perjanjian. Namun
Ijarah Muntahiya Bittamlik memiliki perbedaan dengan leasing konvensional.

C. Landasan Hukum Ijarah Muntahia Bittamlik

1. Bersumber Al-Quran
Sebagai suatu transaksi yang bersifat tolong menolong, ijarah mempunyai
landasan yang kuat dalam Al-Quran dan Hadist. Konsep ini mulai dikembangkan
pada masa Khalifah Umar bin Khattab yaitu ketika adanya sistem bagian tanah
dan adanya langkah revolusioner dari Khalifah Umar yang melarang pemberian
tanah bagi kaum muslimin di wilayah yang ditaklukkan. Langkah alternatif dari
larangan ini adalah membudayakan tanah berdasarkan pembayaran Kharaj dan
Jizyah. Landasan ijarah disebut secara terang dalam Al-Qur’an dan Hadist.Dalam
Al-Qur’an Surat Al Baqarah Ayat 233 Allah menjelaskan bahwa :

Artinya: dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, Maka tidak ada
dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut.
bertakwalah kamu kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha melihat apa
yang kamu kerjakan”.

Dalam ayat diatas dijelaskan bahwa tidak berdosa jika ingin mengupahkan
sesuatu kepada orang lain dengan syarat harus membayar upah terhadap
pekerjaan tersebut, dalam ayat ini dijelaskan bahwa jika ingin anak-anak disusui
oleh orang lain, maka pekerjaan seperti ini tidak berdosa asalkan kita membayar
upah. Jika dipahami lebih dalam ayat ini mengisyaratkan kebolehan untuk
menyewa jasa orang lain dalam melakukan sesuatu pekerjaan yang kita
butuhkan. Dalam ayat diatas dijelaskan bahwa tidak berdosa jika ingin
mengupahkan sesuatu kepada orang lain dengan syarat harus membayar upah
terhadap pekerjaan tersebut, dalam ayat ini dijelaskan bahwa jika ingin anak-
anak disusui oleh orang lain, maka pekerjaan seperti ini tidak berdosa asalkan
kita membayar upah. Jika dipahami lebih dalam ayat ini mengisyaratkan
kebolehan untuk menyewa jasa orang lain dalam melakukan sesuatu pekerjaan
yang kita butuhkan.

2. Bersumber Hadits
Dan Rasullullah SAW bersabda dalam sebuah riwayat :
‫إحتجمواعطالحجرههامااج‬
Artinya : Diriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa Rasulullah bersabda :
“berbekamlah kamu, kemudian berikanlah olehmu upahnya kepada tukang
bekam itu”. (H.R. Bukhari dan Muslim.
Hadist diatas mengidentifikasi bahwa pada masa Rasulullah juga pernah terjadi
transaksi ijarah, yaitu dengan cara Rasulullah memerintahkan kepada orang
yang dibekam untuk memberikan upah kepada tukang bekam disebarkan dia
telah menyelesaikan bekam.

Dalam riwayat lain Nabi juga bersabda :


‫إأعطوااألجيرأجرهقبل أن يجف عرقه‬
Artinya : Dari Ibnu Umar, bahwa Rasullah bersabda : “Berikanlah upah pekerja
sebelum keringatnya kering” (H.R Ibnu Majah).
Dalam hadit di atas menggunakan makna yaitu setiap penyewaan keahlian
(jasa) seseorang harus dibayar upahnya secepatnya sebelum keringat pekerja
tersebut kering, jangan sampai diundur-undurkan.

Penekanan hadist ini sangat jelas bahwa jangan sekali-kali pembayaran upah itu
dilakukan ketika seseorang itu telah menjadi lemah atau ketika orang tersebut
sudah sakit, karena dengan upah tersebut penyewa bisa menggunakan upah
tersebut untuk keperluaanya.
Pada prinsipnya terdapt kesepakatan di kalangan para sahabat bahwa
dibolehkan melakukan aqad ijarah dalam kehidupan bermuamalah. Alasan ini
mereka membolehkan aqad ini adalah karena sewa merupakan jual manfaat
yang dibutuhkan, namun ketika kontrak yang dibuat terhadap manfaat ini tidak
dapat diserah terimakan, inilah sebabnya ada ulama yang mengatakan aqad ini
tidak boleh, karena tidak dapat diserah terimakan seperti pada aqad jual beli.
Dasarkan hukum ijarah muntahiya bittamlik menurut pendapat ualam masih
terdapat perbedaan mengenai kebolehannya, sebagian yang kontroversi
berlakunya transaksi ijarah di kalangan ulama madzhab yaitu tentang sewa yang
diakhiri dengan pemilikan atau hibah bersyarat. Ulama madzhab Hanafi, Syafi’I,
dan Zaidiyah, dan Imamiyah membolehkan aqad ijarah muntahiya bittamlik ini,
sedangkan ulama madzab Hambali, sebagian ulama madzhab Hanafi, dan
madzhab Maliki, tidak membolehkannya.
Perbedaan pendapat ulama tersebut dikarenakan masing-masing mempunyai
perbedaan pemahaman tentang kerelasi aqad ijarah dengan hibah, tetapi
walaupun demikian eksistensi ijarah ini dapat dilakukan boleh, karena
didasarkan pada salah satu pendapat ulama yang mengatakan boleh hukumnya.
Hibah ini bersifat mengikat terhadap masa akan datang. Hukumnya boleh
menurut ketentuan Fiqh Islam. Demikian pula dalam jual beli yang bersifat
mengikat dengan waktu. Misalnya, “jika anda telah menyelesaikan cicilan sewa
pada masa tertentu, maka saya menjual barang ini kepada anda”. Praktek ini
dibenarkan menurut Ibnu Taymiyah dan Ibnu Qayyim.
Selain itu menurut para ulama perpindahan kepemilikan secara otomatis seperti
cara-cara diatas tidak perlu membuat kontrak baru. Hal ini dipertegas dengan
fatwa DSN-MUI bahwa pihak yang melakukan ijarah muntahiya bittamlik harus
melaksanakan aqad ijarah terlebih dahulu. Aqad pemindahan kepemilikan, baik
dengan jual beli maupun pemberian (hibah), hanya dapat dilakukan setelah
masa ijarah selesai.
Dari penjelasan dan dalil di atas dapat diketahui bahwa ijarah itu hukumnya
boleh dan begitu juga dengan ijarah muntahiya bittamlik juga boleh, karena
tidak ada dalil yang mengharamkannya.

3. Menurut Konsep Fatwa MUI No: 09/DSN-MUI/IV/2000

4. Menurut Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah (KHES)

Pasal berikut merupakan pasal yang tertera dalam Kompilasi Hukum Ekonomi
Syariah (KHES) mengenai Ijarah Muntahiya Bittamlik
Ijarah Muntahiya Bittamlik
Pasal 278
Rukun dan syarat dalam ijarah dapat diterapkan dalam pelaksanaan Ijarah
Muntahiya Bittamlik.

Pasal 279
Dalam akad Ijarah Muntahiya Bittamlik suatu benda antara mu’jir/ pihak yang
menyewakan dengan musta’jir pihak penyewa diakhiri dengan pembelian
ma’jur/objek ijarah oleh musta’jir/pihak penyewa.

Pasal 280
1)      Ijarah Muntahiya Bittamlik harus dinyatakan secara eksplisit dalam aka
2)      Akad pemindahan kepemilikan hanya dapat dilakukan setelah masa
Ijarah Muntahiya Bittamlik berakhir.

Pasal 281
            Musta’jir/ penyewa dalam akad ijarah muntahiya bittamlik dilarang
menyewakan dan a     tau menjual ma’jur/benda yang disewa

Pasal 282
Harga ijarah dalam akad ijarah muntahiya bittamlik sudah termasuk dalam
pembayaran benda secara angsuran

Pasal 283
1)      Pihak mu’jir/yang menyewakan dapat melakukan penyelesaian akad
ijarah muntahiya bittamlik bagi musta’jir/penyewa yang tidak mampu melunasi
pembiayaan sesuai kurun waktu yang disepakati.
2)      Penyelesaian sebagaimana dalam ayat 1) dapat diselesaikan melalui
perdamaian dan atau pengadilan.

Pasal 284
Pengadilan dapat menetapkan untuk menjual objek ijarah muntahiya bittamlik
yang tidak dapat dilunasi oleh penyewa dangan harga pasar untuk melunasi
utang penyewa.

Pasal 285
1)      Apabila harga jual objek ijarah muntahiya bittamlik melebihi sisa utang,
maka pihak yang menyewakan harus mengembalikan sisanya kepada penyewa.
2)      Apabila harga jual objek ijarah muntahiya bittamlik lebih kecil dari sisa
utang, maka sisa utang tetap wajib dibayar oleh penyewa.
3)      Apabila peminjam sebagaimana dalam ayat (2) tidak dapat melunasi sisa
utangnya. Pengadilan dapat membebaskanya atas izin pihak yang
menyewakanya.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Bahwa ijarah adalah menukar sesuatu dengan ada imbalan.


para ulama berbeda pendapat mendefinisikan al ijarah, antara lain sebagai
berikut:

1.      Menurut Hanafiyah  bahwa ijarah ialah:

‫ض‬ٍ ‫ْن ْالمُسْ َتأ ِج َر ِة ِب َع ْو‬


ِ ‫ك َم ْن َف َع ٍة َمعْ لُ َو َم ٍة َم ْقص ُْودَ ٍة م َِن ْال َعي‬
ُ ‫ُع ْق ٌد ُيفِ ْي ُد َت ْملِ ْي‬
“Akad untuk membolehkan pemilikan manfaat yang diketahui dan disengaja dari
suatu zat yang disewa dengan imbalan”.

2.      Menurut Malikiyah bahwa ijarah ialah:

ِ ْ‫َتسْ ِم َي ُة ال َّت َعاقُ ِد َعلَى َم ْن َف َع ِة اآلدَ مِىِّ َو َبع‬


‫ض ال َم ْنقُ ْوالَ ِن‬
“Nama bagi akad-akadd untuk kemanfaatan yang bersifat manusiawi dan untuk
sebagian yang dapat dipindahkan”.

3.    Menurut Muhammad Al-Syarbini al-Khatib bahwa ijarah ialah:

ٍ‫شر ُْوط‬ ٍ ‫ك َم ْن َف َع ٍة ِبع َِو‬


ُ ‫ض ِب‬ ُ ‫َتمْ لِ ْي‬
“Pemilikan manfaat dengan adanya imbalan dan syarat-syarat”.

Akad Ijarah Muntahiya Bittamlik (IMBT) merupakan akad penyediaan


dana dalam rangka memindahkan hak guna atau manfaat dari suatu barang
atau jasa berdasarkan transaksi sewa dengan opsi pemindahan kepemilikan
barang kepada pihak penyewa yaitu nasabah. Pemindahan kepemilikan bisa
dilakukan dengan opsi jual beli atau dengan opsi hibah. 

B. Saran

Demikian makalah yang dapat kami sajikan, mudah-mudahan dapat


bermanfaat bagi pembaca. Kritik dan saran yang membangun kami harapkan
untuk penyempurnaan penyusunan makalah selanjutnya. Jika ada kesalahan
atau kekurangan dalam penyusunan makalah ini, kami mohon ma’af sebesar-
besarnya.

DAFTAR PUSTAKA

Anonimus, Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah ( KHES ), Fokus Media: Bandung,


2010

Atang Abd. Hakim, Fiqh Perbankan Syariah, PT Refika Aditama : Bandung, 2011.

Djuwaini, Dimyauddin. 2010. Pengantar FIQH MUAMALAH. Yogyakarta : Pustaka


Pelajar.
Hendi suhendi, Fiqh Muamalah, PT Rajagrafindo Persada : Jakarta , 2010.

Hasbi Ash Shiddieqi, Teungku Muhammad. 1997. Hukum-hukum Fiqih Islam.


          Yogyakarta : PT. Pustaka Rizki Putra.
Muhammad Syafi’I Antonio. Bank Syariah Dari Teori Ke Praktik, Gema Insani:
Jakarta, 2001.

Anda mungkin juga menyukai