Anda di halaman 1dari 19

Penerapan Akad Ijarah pada Rental Mobil

Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah


“Fiqih Mumalah I”
Dosen Pengampu :
Adin Fadilah M. E. Sy

Disusun oleh:
1. Farida Nurul Azizah (931421618)

PROGRAM STUDI PERBANKAN SYARIAH


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI KEDIRI
2019
2
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa
pertolongan-Nya tentunya kami tidak akan sangggup untuk menyelesaikan
makalah ini dengan baik. Shalawat serta salam semoga terlimpah curahkan kepada
baginda kita tercinta yaitu Nabi Muhammad SAW yang kita nanti-nantikan
syafaatnya di akhirat nanti.

Penulis juga menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna
dan masih banyak terdapat kesalahan serta kekurangannya. Untuk itu, kami
sebagai penulis mengharapkan kritik serta saran daripada pembaca, supaya kami
dapat meperbaikinya menjadi lebih baik lagi.

Kami juga mengucapkan terimakasih kepada Bapak Adin Fadilah M. E.


Sy sebagai dosen pengampu mata kuliah Fiqh Muamalah 1 yang telah
membimbing kami dalam mengerjakan tugas ini yang karenanya kami dapat
belajar dan berproses dalam pembuatan makalah ini. Demikian, semoga makalah
ini bermanfaat.

Kediri, 20 November 2019

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .......................................................................................... i

DAFTAR ISI ........................................................................................................ ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang .......................................................................................... 1


B. Rumusan Masalah ..................................................................................... 1
C. Tujuan ....................................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Ijarah....................................................................................... 3
B. Dasar Hukum Ijarah ................................................................................. 4
C. Syarat dan Rukun Ijarah ........................................................................... 6
D. Jenis-Jenis Ijarah ...................................................................................... 8
E. Berakhirnya Akad Ijarah..........................................................................9
F. Contoh Sewa-Menyewa Mobil Pada Bank Syariah................................10
G. Analisis Masalah.....................................................................................11
BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan ............................................................................................. 13
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 14

ii
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam Islam sewa-menyewa diistilahkan dengan al-ijarah. Ijarah
merupakan bentuk muamalah yang telah diatur oleh syariat Islam. Sewa menyewa
menjadi praktek muamalah yang masih banyak kita jumpai dalam kehidupan
sehari-hari. Secara etimologi, ijarah berarti upah atau ganti atau imbalan.
Sedangkan ijarah secara terminologi yaitu pengambilan manfaat sesuatu benda
dengan jalan penggantian.1
Ada yang menerjemahkan, ijarah sebagai jual-beli jasa (upah mengupah)
yakni mengambil manfaat tenaga manusia, ada pula yang mnerjemahkan sewa-
menyewa dengan sebuah transaksi yang mengambil manfaat dari barang.
Sehingga ijarah terbagi menjadi dua bagian, yaiu ijarah atas jasa dan ijarah atas
benda. Jumhur ulama fiqh berpendapat bahwa ijarah adalah menjual manfaat dan
yang boleh disewakan adalah manfaatnya bukan bendanya.2
Salah satu penerapan akad ijarah yang bisa kita temui dilingkungan sekitar
adalah sewa-menyewa mobil atau kendaraan. Disetiap daerah pasti dapat kita
temukan rental mobil, tapi kita belum mengetahui apakah rental mobil ini
dijalankan sesuai dengan syariat Islam atau tidak. Banyak masyarakat Islam yang
membuka rental mobil tetapi belum mengerti prosedur atau mekanisme sewa-
menyewa dalam hukum Islam.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan ijarah?
2. Apa landasan hukum akad ijarah?
3. Bagaimana Syarat dan rukun ijarah?
4. Apa saja jenis-jenis akad ijarah?
5. Bagimana pengaplikasian akad ijarah dalm kehidupan sehari-hari?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui pengertian ijarah.
2. Untuk mengetahui landasan hukum akad ijarah.

1
Helmi Karim, Fiqih Muamalah, (Jakarta: Raja Grafindo Persada,1993), 52.
2
Rachmat Syafei, Fiqh Muamalah, Cet.III, (Bandung: Pustaka Setia, 2006), 12.

1
3. Untuk mengetahui Syarat dan rukun ijarah.
4. Untuk mengetahui jenis-jenis akad ijarah.
5. Untuk mengetahui pengaplikasian akad ijarah dalam kehidupan sehari-hari.

2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Teori Ijarah
1. Pengertian Ijarah
Secara etimologis, ijarah adalah upah sewa-menyewa yang diberikan
kepada seseorang yang telah mengerjakan satu pekerjan sebagai balasan atas
pekerjaanya. Untuk definisi ini digunakan istilah-istilah ajr, ujrah, dan ijarah.
Kata ajara-hu dan ajara-hu digunakan apabila seseorang memberikan
imbalan atas pekerjaan orang lain. Kata al-ajr (pahala) biasanya digunakan
untuk balasan di akhirat, sedangkan kata ujrah (upah sewa) digunakan untuk
balasan didunia.3
Secara terminologis, pengarang Mughni Al- Muhtaj yang bermadza
Syafi’iah mendefinisikan ijarah sebagai transaksi atas manfaat dari sesuatu
yang telah diketahui, yang mungkin diserahkan dan dibolehkan, dengan
imbalan yang juga telah diketahui. Sementara itu, Al-Qaduri yang bermadzab
Hanafiah mendefinisikannya sebagai transaksi atas berbagai manfaat
(sesuatu) dengan memberikan imbalan.4
Sedangkan menurut fatwa DSN- MUI No. 09/DSN-MUI/IV/2000 tanggal
13 April 2000 tentang Pembiayaan Ijarah, yang dimaksudkan dengan ijarah
adalah pemindahan hak pakai atas suatu barang atau jasa dalam waktu tertentu
melalui pembayaran sewa atau upah, tanpa diikuti dengan pemindahan
kepemilikan barang itu sendiri.5
Inti dari suatu perjanjian sewa-menyewa adalah perjanjian yang berkaitan
dengan pemberian manfaat kepada pihak penyewa dengan kontraprestasi
berupa biaya sewa. 6 Dengan demikian, dalam ijarah tidak hanya barang yang
dapat menjadi objek ijarah tetapi juga jasa. Selain itu, tidak terjadi perubahan
bkepemilikan atas objek ijarah, tetapi hanya terjadi perpindahan hak pakai
dari pemilik uang menyewakan barang atau jasa kepada penyewa. Menurut

3
Fakhri Ghafur, Buku Pintar Transaksi Syariah, (Jakarta: Mizan Publika, 2010), 145.
4
Ibid.
5
Sutan Remy Sjahdeini, Perbankan Syariah (Jakarta: Kencana, 2015), 264.
6
Khotibul Umam, Perbankan Syariah (Jakarta: Rajawali Press,2016), 122.

3
konsep keuangan Islam, ijarah adalah suatu bai’ (sale) atau jual beli. Yang
diperjual belikan bukan hak kepemilikan tetapi manfaat atau usufruct atau hak
pakai. Bagi ijarah yang objeknya barang, yang diperjualbelikan adalah
manfaa atau hak pakai dari barang itu. Sementara itu, jika objeknya adalah
jasa seseorang maka yang diperjualbelikan adalah manaat dari jasa tersebut.7
Ijarah adalah sesuatu yang diperbolehkan oleh kebanyakan ahli hukum
dan para ilmuwan syariah. Dizinkannya ijarah berdasarkan pada ketentuan
dalam AL-Qur’an, Sunnah Nabi, dan ijma’ dari para ahli hukum Islam.8
2. Landasan Hukum Ijarah
Landasan hukum tentang perjanjian sewa-menyewa ini dapat kita jumpai
dalam Al-ur’an , Hadis, Ijma’ serta ketentuan hukum positif. Penjelaan
mengenai dasar hukum tersbut, yakni sebgai berikut.
a. Al- Qur’an
Dasar hukum ijarah dapat kita jumpai dala Al Qur’an Surat Al-Baqarah
(2): 233 dan Ath-Thalaq (65): 6, sebagai berikut:

‫سلَّ ْمت ُ ْم َما‬


َ ‫ضعُوا أ َ ْو ََلدَ ُك ْم فَ ََل ُجنَا َح َعلَ ْي ُك ْم إِذَا‬ِ ‫َوإِ ْن أ َ َر ْدت ُ ْم أ َ ْن ت َ ْست َ ْر‬
‫صير‬ َّ ‫َّللاَ َوا ْعلَ ُموا أ َ َّن‬
ِ َ‫َّللاَ ِب َما ت َ ْع َملُونَ ب‬ َّ ‫وف ۗ َواتَّقُوا‬ ِ ‫آت َ ْيت ُ ْم ِب ْال َم ْع ُر‬
Artinya: “Dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain,
maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran
menurut yang patut. Bertakwalah kamu kepada Allah dan ketahuilah
bahwa Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan”.9
b. Hadist

َّ ‫ير أ َ ْج َرهُ قَ ْب َل أ َ ْن يَ ِج‬


)‫ف َع َرقُهُ (رواه ابن ماجه عن ابن عمر‬ ُ ‫أ َ ْع‬
َ ‫طوا األ َ ِج‬
Artinya: “Berikanlah upah pekerja sebelum keringatnya kering.”

(HR. Ibn Majah dari Ibn Umar)

7
Sutan Remy Sjahdeini, Perbankan Syariah (Jakarta: Kencana, 2015), 264.
8
Ibid
9
Al-Qur’an dan Terjemah, Departemen Agama RI (Bandung: CV. Darus Sunnah, 2015), QS.Al-
Baqarah: 233.

4
‫ي َع ْن َربِي َعةَ ب ِْن أ َ ِبي‬ُّ ‫س َحدَّث َنَا ْاأل َ ْوزَ ا ِع‬ َ ُ‫سى ب ُْن يُون‬ َ ‫َحدَّثَنَا إِ ْس َح ُق أ َ ْخبَ َرنَا ِعي‬
ٍ‫سأ َ ْلتُ َرافِ َع بْنَ َخ ِديج‬َ ‫ي قَا َل‬ ُّ ‫ار‬ َ ‫ظلَةُ ب ُْن قَي ٍْس ْاأل َ ْن‬
ِ ‫ص‬ َ ‫الر ْح َم ِن َحدَّثَنِي َح ْن‬َّ ‫َع ْب ِد‬
‫اس‬ُ َّ‫س ِب ِه ِإنَّ َما َكانَ الن‬ َ ْ ‫ق فَقَا َل ََل َبأ‬ ِ ‫ب َو ْال َو ِر‬ ِ ‫ض ِبالذَّ َه‬ ِ ‫اء ْاأل َ ْر‬ ِ ‫َع ْن ِك َر‬
‫ت َوأ َ ْق َبا ِل‬ِ ‫سلَّ َم َعلَى ْال َما ِذ َيانَا‬ َّ ‫صلَّى‬
َ ‫َّللاُ َعلَ ْي ِه َو‬ َ ِ ‫اج ُرونَ َعلَى َع ْه ِد النَّ ِبي‬ ِ ‫يُ َؤ‬
‫الز ْرعِ فَيَ ْه ِلكُ َهذَا َويَ ْسلَ ُم َهذَا َويَ ْسلَ ُم َهذَا َويَ ْه ِلكُ َهذَا‬ َّ ‫ْال َجدَا ِو ِل َوأ َ ْشيَا َء ِم ْن‬
‫ض ُمون‬ ْ ‫ش ْيء َم ْعلُوم َم‬ َ ‫اس ِك َراء ِإ ََّل َهذَا فَ ِلذَ ِل َك ُز ِج َر َع ْنهُ فَأ َ َّما‬ ِ َّ‫فَلَ ْم يَ ُك ْن ِللن‬
‫س بِ ِه‬ َ ْ ‫فَ ََل بَأ‬
Artinya: Telah menceritakan padaku ishaq telah menceritakan kepada kami
isa bin yunus telah menceritkan kepada kami Al-Auza’i dari Rabi’ah bin
Abdurrahman telah menceritakan kepadaku Handlalah bin Qais Al-Anshari
dia berkata: “saya bertanya kepada Rafi’ bin Khadij mengenai penyewaan
tanah perkebunan dengan bayaran emas dan perak.” Maka dia menjawab
“Hal itu tidak mengapa. Dulu pada masa Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wassalam, banyak para sahabat yang menyewakan tanahnya dengan imbalan
memperoleh hasil panen dari tanaman yang tumbuh di sekitar parit atau
saluran air atau sejumlah tanaman itu sendiri, apabila suatu ketika pemilik
tanah itu rugi, justru pemilik tanah itu merasa diuntungkan, atau pemilik
tanah mendapat keuntungan dan penyewa yang merasa dirugikan, tetapi
anehnya banyak dari orang orang yang melakukan penyewaan seperti itu.
Oleh karena itu Rasullullah shallallahu ‘alaihi wassalam melarang
penyewaan tanah seperti diatas sedangkan penyewaan tanah yang sudah
diketahui dan dapat dipertanggung jawabkan maka hal itu tidaklah

dilarang10.

c. Ijma’

10
Muhammad Vandestra, Kitab Hadist Shahih Bukhari & Muslim Edisi Bahasa (Jakarta: Dragon
Promedia,2018),1479.

5
Mengenai ijaah ini juga sudah mendapatkan ijma’ ulama, berupa
kebolehan seorang Muslim untuk membuat dan melaksanakan aka ijarah
atau perjanjian sewa-menyewa. Hal ini sejalan juga dengan prinsip
muamalah, bahwa semua bentuk muamalah adalah boleh, kecuali ada
dalil yang melarangnya.11
3. Syarat dan Rukun Ijarah
a. Transaktor
Transaktor adalah dua orang yang bertransaksi yaitu mu’jir
(pemilik) dan musta’jir (penyewa). Keduanya disyaratkan memiliki
kompetensi berupa akil baligh dan kemampuan memilih yang optimal. 12
b. Objek Ijarah
Objek kontrak meliputi pembayaran sewa dan manfaat dari
penggunaan aset. Dalam hal ini, manfaat harus bisa dikenali secara
spesifik termasuk jangka waktunya.13
Tidak semua harta benda boleh diakadkan ijarah atasnya, kecuali
memenuhi persyaratan sebagai berikut ini:14
1.) Manfaat dari objek akad harus diketahui secara jelas. Hal ini dapat
dilakukan, misalnya dengan memeriksa,atau pemilik memberikan
informasi secara transparan tentang kualitas manfaat barang.
2.) Objek ijarah dapat diserah terimakan dan dimanfaatkan secara
langsung dan tidak mengandung cacat yang menghalangi fungsinya.
3.) Objek ijarah dan pemanfaatanya haruslah tidak bertentangan dengan
hukum syara’. Menyewakan VCD porno dan menyewakan rumah
untuk kegiatan maksiat
4.) Objek yang disewakan adalah manfaat langsung dari sebuah benda.
Misalnya menyewa rumah untuk ditempati, mobil untuk dikendarai,
buku untuk dibaca, tanah dan kebun untuk ditanami.

11
Setiawan Budi Utomo, Perbankan Syariah (Jakarta: Raja Grafindo Persada,2016), 123.
12
Musthafa Dib Al-Bugha, Buka Pintar Transaksi Syariah., 150.
13
Ibid.
14
Ghufron A.Mas’adi.Fiqh Muamalah Kontekstual., 183-184.

6
5.) Harta benda yang menjadi objek ijarah haruslah harta benda yang
bersifat isti’maliy, yakni harta benda yang dapat dimanfaatkan
berulang kali tanpa mengakibatkan kerusakan dzat dan pengurangan
sifatnya, seperti tanah,rumah,mobil.
Adapun ijarah yang mentransaksikan suatu pekerjaan atas seorang
pekerja atau buruh, harus memenuhi beberapa persyaratan sebagai
berikut ini.
a. Perbuatan tersebut harus jelas batas waktu pekerjaan, misalnya
bekerja menjaga rumah satu malam, atau satu bulan. Dan harus jelas
jenis pekerjaanya, misalnya pekerjaan menjahit baju, memasak,
mencuci dan lain sebagainya.15
b. Pekerjaan yang menjadi objek ijarah tidak berupa pekerjaan yang
telah menjadi kewajiban pihak mus’tajir (pekerja) sebelum
berlangsung akad ijarah, seperti kewajiban membayar hutang,
mengembalikan pinjaman,menyusui anak dan lain-lain.
Menurut imam Malik dan Syafi’I ijarah atas pengajaran al-Quran,
mengumandangkan adzan dan menjadi imam masjid adalah boleh.
Karena ijarah tersebut berlaku pada suatu pekerjaan yang jelas dan
bukan merupakan kewajiban pribadi.

c. Shighat (Ijab dan Qabul)


Ijab dan kabul dalam akad ijarah merupakan pernyataan dari kedua
belah pihak yang berkontrak, dengan cara penawaran dari pemilik aset
dan penerimaan yang dinyatakan oleh penyewa. 16
Shighat transaksi mencakup hal-hal berikut :
1.) Ijab dan kabul harus sesuai.
2.) Antara kalimat ijab dan kalimat kabul tidak berselang waktu yang lama
atau diselingi dengan ucapan lain yang tidak ada kaitannya dengan
transaksi karena hal ini menunjukkan adanya penolakan terhadap akad.

15
Ibid., 185.
16
Rachmat Syafei, Fiqih Muamalah (Bandung; Pustaka Setia,20010, 135.

7
3.) Tidak boleh menggantungkan tranaksi pada suatu syarat, misalnya, “jika
Zaid datang, akan aku sewakan ini kepadamu.”
d. Al-manafi (manfaat sewa)17
Manfaat ijarah mencakup hal-hal berikut:
1.) Dapat ditaksir. Maksudnya, manfaat (dari barang yang disewa) dapat
ditetapkan secara jelas, baik berdasarkan syariat maupun adat (‘urf) agar
harta penggantinya layak diserahkan.
2.) Orang yang menyewakan (mu’jir) sanggup menyerahkan manfaat (benda
yang disewakan). Hal demikian agar orang yang menyewa (musta’jir)
dapat menikmatinya.
3.) Manfaat harus dirasakan oleh penyewa (musta’jir), bukan oleh yang
menyewakan (mu’jir). Oleh ebab itu, tidak sah menyewa orang untuk
melakukan ibadah yang membutuhkan niat yang tidak bisa digantikan,
seperti shalat dan puasa, karena manfaat pekerjaan itu merupakan pahala
bagi orang yang menyewakannya, bukan untuk penyewa.
4.) Tidak boleh secara sengaja mengambil bagian orang (‘ain) yang disewa.
Oleh sebab itu, tidak sah menyewa kebun untuk diambilbuah-buahan
yang ada di dalamnya, juga tidak sah menyewa kambing untuk diambil
bulu, susu, atau anaknya karena asal transaksi ijarah adalah penguasaan
manfaat..
5.) Hendaknya kedua pihak yang melakukan transaksi mengetahui bentuk,
sifat, dan ukuran yang akan disewa. Ini merupakan syarat sahnya ijarah.
4. Jenis- Jenis Ijarah
a. Ijarah ‘ain (sewa langsung) adalah sewa taas manfaat dari sesuatu yang
sudh tentu (secara langsung manfaatny didapat dari barang yang disewa).
Seseorang disewa langsung untuk menegerjakan suatu pekerjaan,
misalnya menjahit baju.
b. Ijarah dzimmah (sewa tidak langsung) adalah sewa atas manfaat dari
sesuatu yang dikuasasi (dioperasikan atau diatur) seseorang (bukan dari
barangnya secara langsung). Pada zaman sekarang ini transaksi yang
termasuk dalam jenis ijarah dzimmah ini adalah penggunaan berbagai alat

17
Abu Azam Al Hadi. Fikih Muamalah Kontemporer., 81.

8
transportasi umum. Persewaanya kembali kepada manfaat yang datang
dari penguasaan atas barang itu, bukan langsung dari barang yang disewa.
Akad ijarah dilihat dari segi objeknya menurut ulama fikih dibagi
menjadi dua macam, yaitu
a. Ijarah yang bersifat manfaat, pada ijarah ini benda atau barang yang
disewakan harus memiliki manfaat. Misalnya sewa menyewa rumah, tanah
pertanian, kendaraan, pakaian, perhiasan, lahan kosong yang dibangun
pertokoan, dan sebagainya.
b. Ijarah yang bersifat pekerjaan, pada ijarah ini seseorang memperkerjakan
untuk melakukan suatu pekerjaan, dan hukumnya boleh apabila jenis
pekerjaanya jelas dan tidak ada mengandung unsur tipuan. 18
5. Berakhirnya Akad Ijarah
Adapun hal-hal yang menyebabkan batalnya perjanjian sewa-menyewa
adalah disebabkan sebagai berikut :
a. Rusaknya benda yang disewakan barang yang menjadi objek perjanjian
sewa-menyewa mengalami kerusakan atau musnah sehingga tidak dapat
digunakan sesuai dengan perjanjian.19, seperti menyewakan rumah lalu
rumah tersebut hancur, atau menyewakan tanah untuk ditanami lalu airnya
berhenti.
b. Hilangnya tujuan yang diingankan dari ijarah tersebut. Misalnya, sesorang
menyewa dokter untuk mengobatinya, namun ia sembuh sebelum sang
dokter memulai tugasnya. Dengan begitu penyewa tidak dapat mengambil
apa yang diinginkan dari akad ijarah tersebut.
c. Terjadinya aib pada barang sewaan yang kejadianya ditangan penyewa
atau terlihat aib lama padanya.
d. Terpenuhinya manfaat yang diakadkan, atau selesainya pekerjaan, atau
berakhirnya masa.
Akad ijarah akan berakhir apabila tidak memenuhi beberapa
kriteria diantaranya :

18
Abu Azam Al Hadi. Fikih Muamalah Kontemporer., 84.
19
Suhrawadi K. Lubis dan Farid Wajdi, Hukum Ekonomi Islam (Jakarta Timur: Sinar Grafika,
2012), 163.

9
a. Objek hilang atau musnah, seperti rumah terbakar atau baju yang
dijahitnya hilang.
b. Tenggang waktu yang disepakati dalam akad ijarah telah berakhir.
Apabila yang disewa itu rumah, maka rumah itu dikembalikan pada
pemiliknya. Barang yang disewakan tidak diserahkan dalam rentang
waktu yang telah ditentukan maka hukum sewa-menyewa batal.20
c. Menurut Ulama Hanafiyah, wafatnya salah seorang yang berakad,
karena akad ijarah, menurut mereka tidak boleh diwariskan.
Sedangkan jumhur ulama, akad ijarah tidak batal dengan wafatnya
salah seorang yang berakad, karena manfaat, menurut mereka boleh
diwariskan dan ijarah sama dengan jual beli, yaitu mengikat
keduanya.21
B. Conoh Kasus Sewa-Menyewa Mobil Pada Bank Syariah
Bapak Kholid membuka usaha dan membutuhkan mobil tapi pada saat itu
belum mampu membelinya. Kemudian Bapak Kholid mengajukan pembiayaan ke
bank syariah.
Dalam kesepakatan Bapak Kholid akan menerima sebuah mobil dengan harga
Rp 150.000.000 yag akan dibeli oleh bank kepada diller mobil yang telah menjadi
mitra bank syariah.
Disepakati bapak Kholid akan menyewa selama 15 bulan, dengan ongkos sewa
Rp 5.000.000 per bulan. Sehingga dalam 15 bulan terebut, Bapak Kholid akan
membayar total sewa sebesar Rp 75.000.000.
Konsekuensi akad ijarah muntahiya bittamlik bagi Bapak Kholid adalah
kewajiban membayar harga barang yang disewa yaitu Rp 150.000.000 diangsur
selama waktu perjanjian yaitu 15 bulan.

JENIS WAKTU JUMLAH TOTAL

PEMBIAYAAN ANGSURAN

Harga barang/ mobil Rp. 150.000.000

20
Musthafa Dib Al-Bugha, Buku Pintar Transaksi Syariah., 173.
21
Hendi Suhendi, Fiqih Muamalah (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2007), 122

10
Waktu Perjanjian 15 bulan

Ujrah Per bulan Rp. 5000.000

Cicillan Pokok
Rp 10.000.000
Harga Barang

Total Angsuran Rp. 15.000.000 Rp. 225.000.000

C. Analisis Masalah
1. Nama Akad
Ijarah terbagi ke dalam ijarah al-‘adah dan ijarah muntahiya bit-
tamlik. Pembagin ini diqiyaskan kepada wadi’ah yang berkembang
menjadi wadi’ah al-amanah dan wadiah yad adh-dhamanah. Wadi’h al-
amanah menjadi definisi operasional setelah berkemban wadiah yad adh-
dannah.
2. Ongkos Sewa
Ongkos sewa (ujrah) berprinsip pada kelenturan (flexibility) sesuai
dngan waktu,tempat, dan jarak. Oleh karenanya ujrah dalam ijarah al-
‘adah (ijarah biasa) ataupun pada ijarah muntahiya bit tamlik tidak
didasarkan pda nominal harga barang yang disewa (Rp. 150.000.000,-)
kemudin dibagi lamanya perjanjian (15 bulan). Akan tetapi ujrah
didasarkan pada kelaziman sewa mobil perbulan dimana bank syariah
tersebut berada.
Jika pembiayan ijarah dua bank syariah ditempat yang berbeda
(Jakarta dan Purwokerto) terhadap pmbiayaan senilai yang sama ( Rp.
150.000.000,-), maka ujrah yan dibebankan kepada nasabah akan berbeda.
Di Jakarta, 1 bualn sewa mobil adalah Rp 6.000.000,- sedangkan di
Purwokwerto keumuman sewa mobil perbulan Rp 4.000.000,-, maka ujrah
pun akan menjadi Rp 4.000.000,-
Ujrah juga bersifat tetap, tidak terkait dengan lama waktu
perjanjian. Jika mobil tersebut disewa oleh nasabah hanya 10 bulan, maka
akan tetap Rp 5.000.000,- per bulan. Kecuali dalam perjanjian awal
disebutkan jika pada waktu tertentu terjadi perubahan harag sewa mobil

11
secara umum, maka pejanjian akan disusun kembali, dan nominal ujrah
juga dapat berubah.
3. Cicilan Barang Sewa
Berbeda dengan ujrah yang disesuaikan dengan waktu dan tempat,
maka nominal cicilan barang sewa dalam ijarah muntahiya bit tamlik harus
sesuai (equivalen) dengan harga barang. Besar kecilnya cicilan ditentukan
oleh lama waktu pembiayaan.
Bapak Kholid pada tabel diatas dikenakan Rp 10.000.000,- atas
barang seharga Rp 150.000.000,- dikarenakan waktu perjanjiannya adalah
15 bulan. Jika waktu perjanjian menjadi 10 bulan, maka cicilan barang
sewa akan menjadi Rp 15.000.000,- per bulan.
4. Jenis Barang
Jenis barang atau barang yang disewa (ma’jur) perlu dijelaskan
perbedaan dasar antara ijarah al-‘adah dengan Ijarah Muntahiya
bittamlik.
Untuk mempermudah, ijarah muntahiya bittamlik paling tepat
digunakan untuk barang bergerak, seperti mobil, motor, dan sebagainya.
Dari aspek pasar, pembiayaan jenis ini paling banyak dibutuhkan, dari
aspek likuiditas juga mudah dipenuhi oleh bank syariah terutama pada
tingkat BPRS. Juga dari aspek estetika, tidak mungkin suatu bank akan
menjadi tempat bagi barang-barang yang telah disewa oleh nasabah tapi
tidak terjadi perpindahan kepemilikan barang tersebut. Tentu akan
dibutuhkan banyak lokasi dan tempat bagi bank untuk barang-barang
tersebut.
Sedangkan ijarh al-‘adah diaplikasikan untuk pembiayaan barang
tidak bergerak seperti bangunan yang tidak dipergunakan. Namun
demikian, jika melihat aspek keumuman bank, terutama didaerah-daerah,
banyak bank syariah yang masih gedung dan kantornya saja masih
menyewa, maka akan terasa aneh jika bank tersebut mengaplikasikan
ijarah al-‘adah untuk barang tidak bergerak sejenis bangunan, padahal
kantor bank tersebut ,asih menyewa kepada pihak lain.

12
BAB III
KESIMPULAN
Ijarah adalah upah sewa-menyewa yang diberikan kepada seseorang yang
telah mengerjakan satu pekerjan sebagai balasan atas pekerjaanya. Untuk definisi
ini digunakan istilah-istilah ajr, ujrah, dan ijarah. Kata ajara-hu dan ajara-hu
digunakan apabila seseorang memberikan imbalan atas pekerjaan orang lain. Kata
al-ajr (pahala) biasanya digunakan untuk balasan di akhirat, sedangkan kata ujrah
(upah sewa) digunakan untuk balasan didunia. Sedangkan menurut fatwa DSN-
MUI No. 09/DSN-MUI/IV/2000 tanggal 13 April 2000 tentang Pembiayaan
Ijarah, yang dimaksudkan dengan ijarah adalah pemindahan hak pakai atas suatu
barang atau jasa dalam waktu tertentu melalui pembayaran sewa atau upah, tanpa
diikuti dengan pemindahan kepemilikan barang itu sendiri. Landasan hukum
tentang perjanjian sewa-menyewa ini dapat kita jumpai dalam Al-Qur’an , Hadis,
Ijma’ serta ketentuan hukum positif. Rukun dan syarat ijarah adalah dua orang
yang bertransaksi, objek benda, dan shigat. Adapun jenis-jenis akad ijarah yaitu,
ijarah ‘ain dan ijarah dzimmah.
Adapun hal-hal yang menyebabkan batalnya perjanjian sewa-menyewa
yaitu, rusaknya benda yang disewakan barang yang menjadi objek perjanjian
sewa-menyewa mengalami kerusakan atau musnah sehingga tidak dapat
digunakan sesuai dengan perjanjian, hilangnya tujuan yang diingankan dari ijarah
tersebut, terjadinya aib pada barang sewaan yang kejadianya ditangan penyewa
atau terlihat aib lama padanya, terpenuhinya manfaat yang diakadkan, atau
selesainya pekerjaan, atau berakhirnya masa.

13
DAFTAR PUSTAKA

Karim, Helmi Fiqih Muamalah. Jakarta: Raja Grafindo Persada. 1993.

Syafei, Rachmat. Fiqh Muamalah, Cet.III,. Bandung: Pustaka Setia. 2006.

Ghafur, Fakhri. Buku Pintar Transaksi Syariah. Jakarta: Mizan Publika. 2010.

Sjahdeini, Sutan Remy. Perbankan Syariah. Jakarta: Kencana. 2015.

Umam, Khotibul. Perbankan Syariah. Jakarta: Rajawali Press. 2016.

Departemen Agama RI. Al-Qur’an dan Terjemah. Bandung: CV. Darus Sunnah.
2015.

Vandestra, Muhammad. Kitab Hadist Shahih Bukhari & Muslim Edisi Bahasa.
Jakarta: Dragon Promedia. 2018.

Utomo, Setiawan Budi Perbankan Syariah. Jakarta: Raja Grafindo Persada. 2016.

Al-Bugha, Musthafa Dib Buka Pintar Transaksi Syariah.

Mas’adi Ghufron A. Fiqh Muamalah Kontekstual.

Al Hadi, Abu Azam. Fikih Muamalah Kontemporer.

Lubis, Suhrawadi K. dan Farid Wajdi. Hukum Ekonomi Islam. Jakarta Timur:
Sinar Grafika. 2012.

Suhendi, Hendi. Fiqih Muamalah. Jakarta: Raja Grafindo Persada. 2007.

14

Anda mungkin juga menyukai