Anda di halaman 1dari 11

FIKIH TENTANG IJARAH

Dosen Pengampu ; Bpk.Musbihin Sahal LC. ,M.A

DISUSUN OLEH :

IDA ZULVA 53020180046

LIKO TEGAR MUHAMAD 53020180047

ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR

FAKULTAS USHULUDDIN, ADAB DAN HUMANIORA

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA

TAHUN 2018
KATA PENGANTAR

Segala puji syukur kami panjatkan kehadirat Alloh SWT atas berkah dan rahmat-Nya kami
dapat menyelesaikan makalah “FIKIH TENTANG IJAROH” ini dengan lancar. Sholawat
serta salam kami haturkan kepada Nabi Muhammad SAW semoga apa yang kami tulis dapat
bermanfaat bagi pembacanya.

Kami menyadari banyaknya kekurangan dalam penyusunan makalah ini, oleh sebab
itu kritik dan saran sangat kami nantikan untuk menyempurnakan makalah kami.

Kami ucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu
memberikan saran dalam penyusunan makalah ini baik secara moril maupun secara materiil
sehingga makalah ini dapat terselesaikan dengan baik.
BAB I

PENDAHULUAN

1. LATAR BELAKANG
Fikih muamalah merupakan aturan yang membahas tentang hubungan
manusia dengan manusia lainya dalam sebuah masyarakat.Didalamnya termasuk
kegiatan masyarakat.Salahsatu jenis transaksi ekonomi yang dibahas dalam fikih
muamalah adalah ijarah.
Ijarah merupakan salah satu bentuk transaksi muamalah yang banyak
dilakukan manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.Didalam pelaksaan ijarah
ini,yang menjadi objek transaksi adalah manfaat yang terdapat dalam sebuah
zat.Ijarah sering disebut dengan upah atau imbalan.Ijarah sering kita kenal dengan
persewaan,sangat sering membantu kehidupan,karena dengan adanya ijarah
ini,seseorang yang terkadang belum bisa membeli benda untuk kebutuhan
hidupnya,maka bisa menggunakan dengan cara menyewa.

2. RUMUSAN MASALAH

1.Apa pengertian ijarah?


2.Bagaimana dasar hukum ijarah?
3.Apa syarat dan rukun ijarah?
4.Apa macam-macam ijarah?
5.Bagaimana pembayaran upah dan sewa?
6.Bagaimana hukum menyewakan barang sewaan?
7..Bagaimana pembatalan dan berakhirnya ijarah?

3. TUJUAN

1. Mengetahui pengertian dari ijarah


2. Mengetahui dasar-dasar hukum ijarah
3.Mengetahui rukun dan syarat sah nya ijarah
4.Mengetahui macam-macam ijarah
5.Mengetahui pembayarah upah dan sewa
6.Mengetahui hukum menyewakan barang sewaan
7.Mengetahui pembatalan dan berakhirnya ijarah
BAB II

PEMBAHASAN

A.Pengertian Ijarah

Ijarah secara bahasa berarti “upah” atau “ganti” atau “imbalan”. karena itu lafaz ijarah
mempunyai pengertian umum yang meliputi upah atas pemanfaatan sesuatu benda atau
imbalan sesuatu kegiatan, atau upah karena melakukan sesuatu aktivitas.
Dalam arti luas, ijarah bermakna suatu akad yang berisi penukaran manfaat sesuatu
dengan jalan memberikan imbalan dalam jumlah tertentu. Hal ini sama artinya dengan
menjual manfaat sesuatu benda, bukan menjual ‘ain dari benda itu sendiri.
Sedangkan menurut istilah beberapa ulama’ mendefinisikan sebagai berikut :
Pertama, ulama’ Hanafiyah mendefinisikannya dengan :
َ ‫َع ْق ٌد َع‬
ٍ ‫لى َمنَافِ ِع بِ ِع َو‬
‫اض‬
”Transaksi terhadap suatu manfaat dengan imbalan.”
Kedua, ulama’ Syafi’iyah mendefinisikan dengan :
‫اض َم ْعلُ ْو ٍم‬ َ َ‫اح ٍة قَابِلَ ٍة لِ ْلبَ ْذ ِل َو ْا ِألب‬
ٍ ‫اح ِة بِ ِع َو‬ َ َ‫َع ْق ٌد َعل َى َم ْنفَ َع ٍة َم ْقص ُْو َد ٍة ُمب‬
”Transaksi terhadap suatu manfa’at yang dituju tertentu, bersifat mubah dan boleh
dimanfaatkan dengan imbalan tertentu”.
Ketiga, ulama’ Malikiyah dan Hanabilah mendefinisikan dengan :

ِ ‫احة ُم َّدة َمحْ لُ ْو ٍم بِ ِع َو‬


‫ض‬ َ َ‫ك َمنَافِ ِع َشي ٍْئ ُمب‬
ُ ‫تَ ْملِ ْي‬
”Pemilikan manfa’at sesuatu yang dibolehkan dalam waktu tertentu dengan suatu imbalan”.
Dari pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa akad Ijarah identik dengan akad jual beli,
namun demikian dalam Ijarah kepemilikan barang dibatasi dengan waktu. Secara harfiah, Al-
Ijarah bermakna jual beli manfaat dan juga merupakan makna istilah syar’i. Al-Ijarah bisa
diartikan sebagai akad pemindahan hak guna atas barang atau jasa dalam batasan waktu
tertentu, melalui pembayaran upah sewa, tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan atas
barang.

B.Dasar Hukum Ijaroh


Q.S Al-Qashash ayat 26
           
26. salah seorang dari kedua wanita itu berkata: "Ya bapakku ambillah ia sebagai orang yang
bekerja (pada kita), karena Sesungguhnya orang yang paling baik yang kamu ambil untuk
bekerja (pada kita) ialah orang yang kuat lagi dapat dipercaya".

Q.S Al-Baqarah 233


            
          
233. dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, Maka tidak ada dosa bagimu
apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut. bertakwalah kamu kepada Allah
dan ketahuilah bahwa Allah Maha melihat apa yang kamu kerjakan.

Dari sumber-sumber hukum tersebut dapat disimpulkan bahwa praktek ijarah atau sewa
menyewa boleh adanya.Tetapi harus sesuai dengan ajaran agama Islam dan tidak melenceng
dari syari’at Islam.
Ada beberapa istilah dan sebutan yang berkaitan dengan ijarah,yaitu antara lain
Mu’jir(pemilik benda yang menerima uang sewa atas suatu manfaat),Musta’jir(pihak yang
menywa),Ma’jur(pekerjaan yang diakadkan manfaatnya),dan ajr atau ujrah(uang sewa yang
diberikan atau diterima sebagai imbalam atas manfaat yang diberikan).

C.Syarat dan Rukun Ijarah


Rukun-rukun dan syarat-syarat Ijarah adalah sebagai berikut:
a.       Mu’jir dan Musta’jir, yaitu orang yang melakukan akad sewa-menyewa atau upah-
mengupah. Mu’jir adalah yang memberikan upah yang menyewakan, Musta’jir adalah orang
yang menerima upah untuk melakukan sesuatu dan yang menyewa sesuatu.
Bagi orang yang berakad ijarah juga disyarat mengetahui manfaat barang yang diakadkan
dengan sempurna sehingga dapat mencegah terjadinya perselisihan.
Syaratnya :
a.      Baligh
b.      Berakal
c.      Atas kehendak sendiri
b.      Shighat ijab kabul antar Mu’jir dan Musta’jir, ijab kabul sewa-menyewa dan upah-
mengupah, ijab kabul sewa-menyewa misalnya: “Aku sewakan mobil ini kepadamu setiap
hari Rp 5.000,00”, maka musta’jir menjawab “Aku terima sewa mobil tersebut dengan harga
demikian setiap hari”.
Ijab kabul upah mengupah misalnya seseorang berkata, “Kuserahkan kebun ini kepada mu
untuk dicangkuli dengan upah setiap hari Rp5.000,00”, kemudian Musta’jir menjawab “Aku
akan kerjakan pekerjaan itu sesuai dengan apa yang engkau ucapkan”.
c.       Ujrah, disyaratkan diketahui jumlahnya oleh kedua belah pihak, baik dalam sewa-menyewa
maupun upah-mengupah.
Syaratnya :
a.      Tidak berkurang nilainya
b.      Harus jelas
c.      Bisa membawa manfaat yang jelas
d.      Barang yang disewakan atau sesuatau yang dikerjakan dalam upah-mengupah, disyaratkan
pada barang yang disewakan dengan beberapa syarat berikut ini :
  Hendaklah barang yang menjadi objek akad sewa-menyewa dan upah mengupah dapat
diamanfaatkan kegunaannya.
  Hendaklah benda yang menjadi objek sewa-menyewa dan upah-mengupah dapat diserahkan
kepada penyewa dan pekerja berikut kegunaannya (khusus dalam sewa-menyewa).
  Manfaat dari benda yang disewakan adalah perkara yang mubah (boleh) menurut syara’ bukan
hal yang dilarang (diharamkan).
  Benda yang disewakan disyaratkan kekal ‘ain(zat)-nya hingga waktu yang ditentukan menurut
perjanjian dalam akad.

D.Macam-Macam Ijarah
Ijarah terbagi dua, yaitu Ijarah terhadap benda atau sewa-menyewa, dan Ijarah atas
pekerjaan atau upah-mengupah.
a.      Sewa-Menyewa
Diperbolehkan Ijarah atas barang mubah seperti rumah, kamar, dan lain-lain, tetapi
dilarang Ijarah terhadap benda-benda yang diharamkan.
  Cara memanfaatkan barang sewaan.
         Sewa Rumah
Jika seseorang menyewa rumah, dibolehkan untuk memanfaatkannya sesuai kemauannya,
baik dimanfaatkan sendiri atau dengan orang lain, bahkan boleh disewakan lagi atau
dipinjamkan kepada orang lain.
         Sewa tanah
Sewa tanah diharuskan untuk menjelaskan tanaman apa yang akan ditanam atau bangunan
apa yang akan didirikan disana. Jika tidak dijelaskan, Ijarah dipandang rusak.
         Sewa kendaraan
Dalam menyewa kendaraan, baik hewan atau kendaraan lainnya harus dijelaskan salah
satu diantara dua hal, yaitu waktu dan tempat. Juga harus dijelaskan barang yang akan dibawa
atau benda yang akan diangkut.
  Perbaikan barang sewaan.
Menurut ulama Hanafiyah, jika barang yang disewakan rusak, seperti pintu rusak atau
dinding jebol dan lain-lain. Pemiliknya lah yang berkewajiban memperbaikinya, tetapi ia
tidak boleh dipaksa sebab pemilik barang tidak boleh dipaksakan untuk memperbaiki
barangnya sendiri. Apabila penyewa bersedia memperbaikinya, ia tidak diberikan upah sebab
dianggap suka rela.
    Kewajiban penyewa setelah habis masa sewa
Diantara kewajiban penyewa setelah masa sewa habis adalah :
         Mengembalikan apa yang sudah disewa. Misalnya, jika menyewa rumah maka harus
mengembalikan kunci kepada pemilik rumah.
         Jika yang disewakan kendaraan, maka harus dikembalikan ketempat asalnya.
b.      Upah-mengupah
Upah-mengupah atau Ijarah ‘ala al-a’mal, yakni jual beli jasa, biasanya berlaku dalam
beberapa hal seperti menjahit pakaian, membangun rumah, dan lain-lain. Ijarah ‘ala al-a’mal
terbagi dua,yaitu:
  Ijarah khusus
Ijarah khusus yaitu Ijarah yang dilakukan oleh seorang pekerja. Hukumnya, orang
yang bekerja tidak boleh bekerja selain dengan orang yang telah memberi upah.
  Ijarah Musytarik
Ijarah musytarik yaitu ijarah yang dilakukan secara bersama-sama atau melalui kerja
sama. Hukumnya dibolehkan bekerjasama dengan orang lain.

E.Pembayaran Upah dan Sewa


Menurut Imam Syafi’i dan Ahmad,jika mu’jir menyerahkan zat benda yang disewa kepada
musta’jir,ia berhak menerima bayaranya,karena penyewa(musta’jir) sudah menerima
kegunaan.
Hak menerima upah bagi musta’jir adalah sebagai berikut:
1.Ketika pekerjaan selesai dikerjakan,beralasan kepada hadis Rasulullah yang diriwayatkan
oleh Ibnu Majah dengan arti sebagai berikut:”Berikanlah upah sebelum keringat pekerja itu
kering”.
2.Jika menyewa barang,uang sewaan dibayar ketika akad sewa,kecuali bila dalam akad
ditentukan lain,manfaat barang yang di-ijarahkan mengalir selama penyewaan berlangsung.

F.Hukum Menyewakan Barang Sewaan


Diperbolehkan menyewakan lagi barang sewaan tersebut pada orang lain,dengan syarat
penggunaan barang itu sesuai dengan penggunaan yang dijanjikan ketika akad awal.Bila ada
kerusakan pada benda yang disewa,maka yang bertanggung jawab adalah pemilik barang(al-
mu’jir) dengan syarat kerusakan itu bukan akibat dari kelalaian penyewa atau al-
musta’jir.Jika itu dari kelalalian dari al-musta’jir maka yang bertanggung jawab adalah
penyewa atau al-musta’jir itu sendiri.

G.Pembatalan dan Berakhirnya Ijarah


Pada dasarnya perjanjian sewa-menyewa merupakan perjanjian yang lazim, di mana
masing-masing pihak yang terikat dalam perjanjian itu tidak mempunyai hak untuk
membatalkan perjanjian itu tidak mempunyai hak untuk membatalkan perjanjian (tidak
mempunyai hak pasakh), karena jenis perjanjian termasuk kepada perjanjian timbal balik.
Ijarah akan menjadi batal (fasakh) bila ada hal-hal sebagai berikut :
a.       Terjadi cacat pada barang sewaan yang terjadi pada tangan penyewa.
b.      Rusaknya barang yang disewakan, seperti rumah menjadi runtuh dan sebagainya.
c.       Rusaknya barang yang diupahkan (ma’jur ‘alaih), seperti baju yang diupahkan untuk
dijahitkan.
d.      Terpenuhinya manfaat yang diakadkan, berakhirnya masa yang telah ditentukan dan
selesainya pekerjaan.
e.       Menurut Hanafiyah, boleh fasakh Ijarah dari salah satu pihak, seperti yang menyewa toko
untuk dagang, kemudian dagangannya ada yang mencuri, maka ia dibolehkan memfasakhkan
sewaan itu.
Jika Ijarah telah berakhir, penyewa berkewajiban mengenbalikan barang sewaan, jika
barang itu dapat dipindahkan, ia wajib menyerahkannya kepada pemiliknya, dan jika bentuk
barang sewaan adalah benda tetapi (‘Iqar), ia wajib menyerahkan dalam keadaan kosong, jika
barang sewaan itu tanah, ia wajib menyerahkan kepada pemiliknya dalam keadaan kosong
dari tanaman, kecuali bila ada kesulitan untuk menghilangkannya.
Para ulama’ fiqh menyatakan bahwa akad Al-Ijarah akan berakhir apabila:
a.       Apabila barang yang menjadi objek perjanjian merupakan barang yang bergerak, seperti
kendaraan.
b.      Apabila obyek sewa menyewa dikualifikasikan sebagai barang tidak bergerak, maka pihak
penyewa berkewajiban mengembalikannya kepada pihak yang menyewakan dalam keadaan
kosong, maksudnya tidak ada harta pihak penyewa di dalamnya, misal dalam perjanjian sewa
menyewa rumah.
c.       Jika yang menjadi obyek perjanjian sewa menyewa adalah barang yang berwujud tanah,
maka pihak penyewa wajib menyerahkan tanah kepada pihak pemilik dalam keadaan tidak
ada tanaman penyewa diatasnya.

KESIMPULAN
Ijarah secara bahasa berarti “upah” atau “ganti” atau “imbalan”. karena itu lafaz ijarah
mempunyai pengertian umum yang meliputi upah atas pemanfaatan sesuatu benda atau
imbalan sesuatu kegiatan, atau upah karena melakukan sesuatu aktivitas.
Rukun-rukun Ijarah:
a.mu’jir dan musta’jir
b.ijab qabul
c.ujrah
Syarat-syarat ijaroh:
a.      Tidak berkurang nilainya
b.      Harus jelas
c.      Bisa membawa manfaat yang jelas
d.      Barang yang disewakan atau sesuatau yang dikerjakan dalam upah-mengupah
Diperbolehkan menyewakan lagi barang sewaan tersebut pada orang lain,dengan syarat
penggunaan barang itu sesuai dengan penggunaan yang dijanjikan ketika akad awal.
Ijarah akan menjadi batal (fasakh) bila ada hal-hal sebagai berikut :
a.       Terjadi cacat pada barang sewaan yang terjadi pada tangan penyewa.
b.      Rusaknya barang yang disewakan, seperti rumah menjadi runtuh dan sebagainya.
c.       Rusaknya barang yang diupahkan (ma’jur ‘alaih), seperti baju yang diupahkan untuk
dijahitkan.
d.      Terpenuhinya manfaat yang diakadkan, berakhirnya masa yang telah ditentukan dan
selesainya pekerjaan.
e.       Menurut Hanafiyah, boleh fasakh Ijarah dari salah satu pihak, seperti yang menyewa toko
untuk dagang, kemudian dagangannya ada yang mencuri, maka ia dibolehkan memfasakhkan
sewaan itu.

PENUTUP
Syukur  Alhamdulillah demikian makalah yang dapat kami susun. Dalam penyusunan
makalah ini kami menyadari masih terdapat banyak kekurangan. Untuk itu, kritik dan saran
yang bersifat konstruktif sangat kami harapkan demi kesempurnaan makalah kami ini dan
berikutnya. Semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua. Aamin.

DAFTAR PUSTAKA

Huda,Qomarul.Fiqh muamalah.Yogyakarta:teras.2011
Wardi Muslich, Ahmad. Fiqh Muamalat.Jakarta:Amzah.2010
GHAZALY ABDUL RAHMAN dkk. FIQH MUAMALAT Jakarta:KENCANA.2012

Anda mungkin juga menyukai