Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH AL ISLAM KEMUHAMMADIYAAN V

HUKUM SEWA MENYEWA

Zainul muttaqin
1222160006

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI


FAKULTAS PERTANIAN, PETERNAKAN DAN PERIKANAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PAREPARE
2022

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang atas rah-
mat-Nya saya dapat menyelesaikan penyusunan makalah dengan materi “Sewa
Menyewa dan Utang Piutang”. Penulisan makalah ini adalah salah satu tugas mata
kuliah AL ISLAM KEMUHAMMADIYAAN V Dalam penulisan makalah ini
saya merasa masih banyak kekurangan baik pada teknis penulisan maupun materi,
mengingat akan kemampuan yang saya miliki. Untuk itu kritik dan saran dari
semua pihak sangat saya harapkan demi penyempurnaan pembuatan makalah ini.

Pare-pare, 25 November 2022

Zainul Muttaqin

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...............................................................................................................2

DAFTAR ISI ..............................................................................................................................3

BAB I PENDAHULUAN ..........................................................................................................4

1.1 Latar Belakang.............................................................................................................4

1.2 Rumusan Masalah .......................................................................................................5

BAB II PEMBAHASAN ...........................................................................................................6

2.1 Pengertian Ijarah ..........................................................................................................6

2.2 Dasar Hukum Ijarah ....................................................................................................7

2.3 Rukun dan Syarat-syarat Ijarah ...................................................................................8

2.4 Upah dalam Pekerjaan Ibadah .....................................................................................9

2.5 Menyewakan Barang Sewaan....................................................................................10

2.6 Pembatalan dan Berakhirnya Ijarah ..........................................................................10

2.7 Pengembalian Barang Sewaan ..................................................................................11

BAB III PENUTUP..................................................................................................................12

3.1 Kesimpulan ................................................................................................................12

DAFTAR PUSTAKA ..............................................................................................................13

3
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Salah satu bentuk kegiatan manusia dalam lapangan muamalah adalah


Ijarah. Ijarah sering disebut dengan “upah” atau “imbalan”. Kalau sekiranya
kitab-kitab fiqh sering mmenerjemahkan kata Ijarah dengan “sewa-
menyewa”, maka hal tersebut janganlah diartikan menyewa sesuatu barang
untuk diambil manfaatnya saja, tetapi harus dipahami dalam arti yang luas.
Manusia merupakan makhluk social yang tak dapat hidup tanpa bantuan
orang lain. Dalam hidupnya, manusia bersosialisi dalam upaya untuk memen-
uhi kebutuhan hidupnya, yang termasuk di dalamnya merupakan kegiatan
ekonomi.
Segala bentuk interaksi social guna memenuhi kebutuhan hidup manusia
memerlukan ketentuan-ketentuan yang membatasi dan mengatur kegiatan ter-
sebut.
Selain dipandang dari sudut ekonomi, sebagai umat muslim, kita juga
perlu memandang kegiatan ekonomi dari sudut pandang islam. Ketentuan-
ketentuan yang harus ada dalam kegiatan ekonomi sebaiknya juga harus
didasarkan pada ssumber-sumber hokum islam, yaitu Al‟Qur‟an dan Al-
Hadits.
Konsep Islam mengenai muamalah amatlah baik. Karena
menguntungkan semua pihak yang ada di dalamnya. Namun jika moral
manusia tidak baik maka pasti ada pihak yang dirugikan. Akhlakul Karimah
secara menyeluruh harus menjadi rambu-rambu kita dalam ber-muamalah dan
harus dipatuhi sepenuhnya.
Dan di sini kami membahas lebih lengkap dan jelas mengenai salah satu
dari bentuk interaksi sosial manusia dalam rangka memenuhi kebutuhan
hidupnya (kegiatan ekonomi), yaitu Ijarah.

4
1.2 Rumusan Masalah

1. Apa Pengertian Ijarah?

2. Bagaimana Dasar Hukum Ijarah?

3. Bagaimana Rukun dan Syarat-syarat Ijarah?

4. Bagaimana Upah dalam Pekerjaan Ibadah?

5. Bagaimana Menyewakan Barang Sewaan?

6. Bagaimana Pembatalan dan Berakhirnya Ijarah?

7. Bagaimana pengembalian Barang Sewaan?

5
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Ijarah

Menurut etimologi, ijarah adalah ‫( ﺑﯿﻊ اﻟﻤﻨﻔﻌﺔ‬menjual manfa‟at). Al-ijarah


berasal dari kata al-ajru yang arti menurut bahasanya ialah al-„iwadh yang arti
dalam bahasa Indonesianya ialah ganti dan upah. Sewa-menyewa atau dalam
bahasa arab ijarah berasal dari kata ‫ اﺟﺮ‬yang sinonimnya:
1. ‫اﻛﻮى‬yang artinya menyewakan, seperti dalam kalimat ‫( اﺟﺮاﻟﺸﺊ‬me-
nyewakan sesuatu)
2. ‫اﻋﻄﺎ ﻩ اﺟﺮا‬yang artinya ia member upah, seperti dalam kalimat
‫(اﺟﺮﻓﻼﻧﺎﻋﻠﻰ ﻛﺬا‬ia memerikan kepada si fulan upah sekian)
3. ‫اﺛﺎﺑﻪ‬yang artinya memberinya pahala, seperti dalam kalimat ‫اﺟﺮﷲ‬
‫(ﻋﺒﺪﻩ‬Allah memberikan pahala kepada hamba-Nya)
Sedangkan menurut istilah, para ulama berbeda-beda mendefinisikan ija-
rah, antara lain adalah sebagai berikut:
a. Ulama Hanafiyah

Artinya: “Akad atas suatu kemanfaatan dengan pengganti.”

b. Ulama Asyafi‟iyah

Artinya: “Akad atas suatu kemanfaatan yang mengandung mak-


sud tertentu dan mubah, serta menerima pengganti atau kebolehan
dengan pengganti tertentu.”
c. Ulama Malikiyah dan Hanabilah

Artinya: “Menjadikan milik suatu kemanfaatan yang mubah da-


lam waktu tertentu dengan pengganti.”
d. Menurut syaikh Syihab Al-Din dan Syaikh Umairah bahwa yang di-
maksud dengan ijaroh ialah:
6
“Akad atas manfa‟at yang diketahui dan disengaja untuk mem-
ber dan mem
bolehkan dengan imbalan yang diketahui ketika itu”.

e. Menurut Muhammad Al-Syarbini Al-Khatib bahwa yang dimaksud


dengan ijaroh adalah:
“Pemilikan manfaat dengan adanya imbalan dan syarat-syarat.”

f. Menurut Sayyid Sabiq bahwa Ijaroh ialah suatu jenis akad untuk
mengambil manfaat dengan jalan penggantian.
g. Menurut Hasbi Ash-Shiddiqie bahwa ijarah adalah:

“Akad yang objeknya ialah penukaran manfaat untuk masa ter-


tentu, yaitu pemilikan manfaat dengan imbalan, sama dengan
menjual manfaat.”
Berdasarkan definisi-definisi di atas, kiranya dapat dipahami bahwa ija-
rah adalah menukar sesuatu dengan ada imbalannya, diterjemahkan dalam
bahasa Indonesia berarti sewa-menyewa dan upah-mengupah, sewa menyewa
adalah:
‫ﺑﯿﻊ اﻟﻤﻨﺎﻓﻊ‬

“Menjual manfaat”

Dan upah mengupah adalah

‫ﺑﯿﻊ اﻟﻘﻮﺓ‬

“Menjual tenaga atau kekuatan.”

Ada beberapa istilah dan sebutan yang berkaitan dengan ijarah, yaitu
mu‟jir, musta‟jir, ma‟jur dan ajru atau ijarah.ma‟jir ialah pemilik benda yang
menerima uang (sewa) atas suatu manfaat. Musta‟jir ialah orang yang mem-
berikan uang atau pihak yang menyewa. Ma‟jur ialah pekerjaan yang diakad-
kan manfaatnya. Sedangkan ajr atau ujrah ialah uang (sewa) yang diterima
sebagai imbalan atas manfaat yang diberikan :

2.2 Dasar Hukum Ijarah


Dasar-dasar hukum atau rujukan ijarah adalah al-qur‟an, al-sunnah dan

7
al-ijma‟

Dasar hukum ijarah dalam alqur‟an adalah:

(‫ﻓﺎن ا رﺿﻌﻦ ﻟﻜﻢ ﻓﺎ ﺗﻮ ﻫﻦ اﺟﻮرﻫﻦ )اﻟﻄﻼﻕ‬


Artinya: “Jika mereka telah menyusukan anakmu, maka berikanlah
upah mereka” (Al-Thalaq: 6).
Dasar hukum ijarah dari al-hadits adalah:

‫اﻋﻄﻮ ااﻻﺟﯿﺮا ﺟﺮﻩ ﻗﺒﻞ ا ن ﯾﺠﻒ ﻋﺮ ﻗﻪ‬


“Berikanlah olehmu upah orang sewaan sebelum krtingatnya ker-
ing.” (Riwayat Ibnu Majah)
Landasan Ijma‟nya ialah semua umat sepakat, tidak ada seorang ulama
pun yang membantah kesepakatan (ijma‟) ini, sekalipun ada beberapa orang
diantara mereka yang berbeda pendapat, tetapi hal itu tidak dianggap.

2.3 Rukun dan Syarat-syarat Ijarah

Menurut Hanafiyah rukun ijarah hanya satu yaitu ijab dan qabul dari dua
belah pihak yang bertransaksi. Adapun menurut jumhur ulama iajarah ada
empat yaitu:
1. Dua orang yang berakad

2. Sighat (ijab dan qabul)

3. Sewa atau imbalan

4. Manfaat

Adapun syarat-syarat ijarah sebagimana yang ditulis Nasrun Haroen se-


bagai berikut:
1. Yang terkait dengan dua orang yang berakad. Menurut ulama
Syafi‟iyah dan Hanabalah disyaratkan ytelah balig dan berakal.
2. Kedua belah pihak yang berakad menyatakan kerelaannya
melakukan akad al-ijarah
3. Manfaat yang menjadi objek ijarah harus dikatahui, sehingga tidak
muncul perselisihan dikemudian hari
4. Objek ijarah itu boleh diserahkan dan digunakan secara langsung dan
tidak ada cacatnya
8
5. Objek ijarah itu sesuatu yang dihalalkan oleh syara‟

6. Yang disewakan itu bukan suatu kewajiban bagi penyewa

7. Objek ijarah itu merupakan sesuatu yang biasa disewakan

8. Upah atau sewa dalam ijarah harus jelas

2.4 Upah dalam Pekerjaan Ibadah

Para ulama berbeda sudut pandang dalam hal upah atau imbalan terhadap
pekerjaan-pekerjaan yang sifatnya ibadah atau perwujudan ketaatan kepada
Allah. Madzhab hanafi berpendapat bahwa ijarah dalam perbuatan ibadah
atau ketaatan kepada Allah seperti menyewa orang lain untuk sholat, puasa,
haji atau membaca alqur‟an yang pahalanya dihadiahkan kepada orang terten-
tu seperti kepada arwah orang tua yang menyewa, menjadi muadzin, menjadi
imam, dan lain-lain yang sejenis haram hukumnya mengambil upah dari
pekerjaan tersebut berdasarkan sabda Rasulullah SAW:
‫اﻗﺮؤاﻟﻘﺮان وﻻﺗﺎؤﻛﻠﻮاﺑﻪ‬

“bacalah olehmu alqur’an dan janganlah kamu cari makan dengan jalan
itu”.
Perbuatan seperti adzan, shalat, haji, puasa, membaca alqur‟an dan dzikir
adalah tergolong perbuatan untuk taqarrub kepada Allah, karenanya tidak
boleh mengambil upah untuk pekerjaan itu selain dari Allah.
Menurut madzhab Hambali, boleh mengambil upah dari pekerjaan-
pekerjaan mengajar alqur‟an dan sejenisnya, jika tujuannya termasuk untuk
mewujudkan kemaslahatan. Tetapi haram hukumnya mengambil upah jika
tujuannya termasuk kepada taqqrrub kepada Allah.
Madzhab maliki, Syafi‟I dan ibnu Hazm, membolehkan mengambil upah
sebagai iambalan mengajar aklqur‟an dan kegiatan-kegiatan sejenis, karena
hal ini termasuk jenis imbalan dari perbuatan yang diketahui (terukur) dan
dari tenaga yang diketahui pula. Ibnu Hazm mengatakan bahwa mengambil
upah sebagai imbalan mengajar alqur‟an dan kegiatan sejenis, baik secara bu-
lanan atau secara sekaligus dibolehkan dengan alasan tidak ada nash yang
melarangnya.

9
2.5 Menyewakan Barang Sewaan

Menurut Sayyid sabiq, penyewa dibolehkan menyewakan lagi barang


sewaan tersebut pada orang lain, dengan syarat penggunaan barang itu sesuai
dengan penggunaan yang dijanjikan ketika akad awal. Sementara itu, menurut
Hendi Suhendi bila ada kerusakan pada benda yang disewa, maka yang ber-
tanggung jawab adalah pemilik barang (al-mu‟jir) dengan syarat kerusakan
itu bukan akibat dari kelalaian penyewa atau al-musta‟jir maka yang ber-
tanggung jawab adalah penyewa atau al-musta‟jir itu sendiri.

2.6 Pembatalan dan Berakhirnya Ijarah

Para ulama fiqih berbeda pendapat tentang sifat akad ijarah, apakah ber-
sifat mengikat kedua belah pihak atau tidak. Ulama Hanafiah berpendirian
bahwa akad ijarah itu bersifat mengikat, tetapi boleh dibatalkan secara
sepihak apabila terdapat udzur dari salah satu pihak yang berakad seperti sa-
lah satu pihak sudah wafat atau kehilangan kecakapan bertindak dalam
hukum.
Adapun jumhur ulama dalam hal ini mengatakan bahwa akad ijaraj itu
seperti mengikat kecuali ada cacat atau barang itu tidak boleh dimanfaatkan.
Akibat berbeda pendapat ini dapat diamati dalam kasus apabila seorang
meninggal dunia. Menurut ulama Hanafiah, apabila salah seorang meninggal
dunia maka akad ijarah batal karena manfaat tidak boleh diwariskan. Akan
tetapi jumhur ulama mengatakan, bahwa manfaat itu boleh diwariskan karena
termasuk harta (al-mal). Oleh sebab itu kematian salah satu pihak yang be-
rakad tidak membatalkan akad ijarah.
Selanjutnya sampai kapankah akad ijarah itu berakhir? Menurut al-kasani
dalam kitab al-Bada‟iu ash-shanaa‟iu, menyatakan bahwa akad ijarah be-
rakhir bila ada hal-hal sebagai berikut:
1. Objek ijarah hilang atau musnah

2. Tenggang waktu yang disepakati dala akad ijarah telah berakhir

3. Wafatnya salah seorang yamh berakad

4. Apabila ada udzur dari salah satu pihak


10
Sementara itu, menurut Sayyid sabiq, ijarah akan menjadi batal dan be-
rakhir bila ada hal-hal sebagai berikut:
1. Terjadinya cacat pada barang sewaan ketika ditangan penyewa

2. Rusaknya barang yang disewakan

3. Rusaknya barang yang diupahkan

4. Telah terpenuhinya manfaat yang diakadkan sesuai dengan masa


yang telah ditentukan dan selesainya pekerjaan
5. Menurut Hanafi salah satu pihak dari yang berakad boleh membatal-
kanijarah jika ada kejadian-kejafian yang luar biasa.

2.7 Pengembalian Barang Sewaan

Menurut Sayyid Sabiq jika akad ijarah telah berakhir, penyewa


berkewajiban mengembalikan barang sewaan. Jika barang itu berbentuk ba-
rang yang dapat dipindah (barang bergerak) seperti kendaraan, binatang dan
sejenisnya, ia wajib menyerahkannya langsung pada pemiliknya. Dan jika
berbentuk barang yang tidak dapat berpindah (barang yang tidak dapat berge-
rak) seperti rumah, tanah, bangunan, ia berkewajiban menyerahkan kepada
pemiliknya dalam keadaan kosong, seperti keadaan semula.
Madzhab Hambali berpendapat bahwa ketika ijarah telah berakhir
penyewa harus melepaskan barang sewaan dan tidak ada kemestian mengem-
balikan untuk menyerahterimakannya, seperti barang titipan. Selanjutnya
mereka juga berpendapat bahwa setelah berakhirnya masa akad ijarah dan
tidak terjadi kerusakan yang tanpa disengaja, maka tidak ada kewajiban me-
nanggung bagi penyewa.

11
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Menurut etimologi, ijarah adalah ‫( ﺑﯿﻊ اﻟﻤﻨﻔﻌﺔ‬menjual manfa‟at). Al-ijarah


berasal dari kata al-ajru yang arti menurut bahasanya ialah al-„iwadh yang
arti dalam bahasa Indonesianya ialah ganti dan upah. Sedangkan menurut
istilah, ijarah adalah menukar sesuatu dengan ada imbalannya, diter-
jemahkan dalam bahasa Indonesia berarti sewa-menyewa dan upah-
mengupah.
Dasar-dasar hukum atau rujukan iajarah adalah al-qur‟an, al-sunnah dan
al-ijma‟.
Menurut Hanafiyah rukun ijarah hanya satu yaitu ijab dan qabul dari
dua belah pihak yang bertransaksi. Adapun menurut jumhur ulama iajarah
ada empat yaitu:
1. Dua orang yang berakad

2. Sighat (ijab dan qabul)

3. Sewa atau imbalan

4. Manfaat

Adapun syarat-syarat ijarah sebagimana yang ditulis Nasrun Haroen se-


bagai berikut:
1. Yang terkait dengan dua orang yang berakad. Menurut ulama
Syafi‟iyah dan Hanabalah disyaratkan ytelah balig dan berakal.
2. Kedua belah pihak yang berakad menyatakan kerelaannya
melakukan akad al-ijarah
3. Manfaat yang menjadi objek ijarah harus dikatahui, sehingga tidak
muncul perselisihan dikemudian hari
4. Objek ijarah itu boleh diserahkan dan digunakan secara langsung dan
tidak ada cacatnya
5. Objek ijarah itu sesuatu yang dihalalkan oleh syara‟

6. Yang disewakan itu bukan suatu kewajiban bagi penyewa.


12
DAFTAR PUSTAKA

GHAZALY ABDUL RAHMAN dkk. FIQH MUAMALAT Jakarta:


CKENCANA.2012
Huda, Qomarul. Fiqh muamalah. Yogyakarta:teras.2011
Suhendi, Hendi. FIQH MUAMALAH. Jakarta:PT RAJA GRAFINDO PER-
SADA.2002
Syafei, Rachmat. FIQIH Muamalah. Bandung:CV PUSTAKA SETIA. 2001 Wardi
Muslich, Ahmad. Fiqh Muamalat. Jakarta: Amzah.2010
Al-Fauzan, shaleh. Fiqih Sehari-hari. Jakarta: Gema Insani Press, 2005. Muslich,
Ahmad Wardi. Fiqh Muamalat. Jakarta: Amzah, 2010.
Suhendi, Hendi. Fiqh Muamalah. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2008.
http://wongreceh.blogspot.com/2014/05/makalah-utang-piutang.html
http://gladieblog.blogspot.com/2014/06/al-qardh-hutang-piutang.html
http://www.academia.edu/5936759/Makalah_utang
http://iman53.blogspot.com/2014/02/hutang-piutangfiqih-muamalah.html

13
14
15

Anda mungkin juga menyukai