Oleh :
AFRIANI
FAISA R.
AHMAD SURUR
SENGKANG
KATA PENGANTAR
Puji syukur Penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas limpahan
rahmat dan hidayahnya sehingga Penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul "Akad
Ijarah dan Ariyah ". Pada makalah ini Penulis banyak mengambil dari berbagai sumber dan
refrensi dan pengarahan dari berbagai pihak. oleh sebab itu, dalam kesempatan ini Penulis
mengucapkan terima kasih sebesar-sebesarnya kepada semua pihak yang telah membantu
dalam penyusunan makalah ini.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini sangat jauh dari sempurna, untuk
itu Penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun guna
kesempurnaan makalah ini.
Akhir kata Penulis mengucapkan terima kasih dan semoga makalah ini dapat
bermanfaat untuk semua pihak yang membaca…
Penulis
ii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL....................................................................................... i
KATA PENGANTAR.................................................................................... ii
DAFTAR ISI................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................... 1
A. Latar Belakang ............................................................................ 1
B. Rumusan Masalah....................................................................... 1
C. Tujuan Penulisan ........................................................................ 1
A. Kesimpulan.................................................................................. 10
B. Saran ........................................................................................... 10
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Telah kita ketahui bersama bahwa Allah SWT menciptakan manusia untuk menjadi
makhluk sosial dan saling tolong-menolong, artinya manusia membutuhkan sesamanya untuk
bertukar pikiran dan berinteraksi dalam mencukupi segala kebutuhannya. Adapun cara
mendapatkan gadai, pinjaman, sewa-menyewa atau upah mengupah yang dapat menyatukan
manusia dalam komunitas yang tidak terpisah adalah dengan cara memperbanyak teman.
Akad Ijarah dan ‘Ariyah sangat bersentuhan langsung dengan kehidupan manusia
khususnya masalah mu’amalah, semua manusia pasti akan melakukan interaksi dengan
sesamanya. Akan tetapi yang menjadi masalah sekarang ini adalah kesalah-pahaman
panjang lebar mengenai hal tersebut. Penulis tidak banyak menguraikan secara detail
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang yang telah penulis singgung di atas maka dapat diperinci rumusan
C. Tujuan Penulisan
1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi Ijarah
Menurut etimologi, ijarah adalah ( َبْي ُع الَم ْنَفَع ِةmenjual manfaat). Menurut kaidah
sharraf kata Ijarah diderivasi dari bentuk fi’il “ajara – ya’juru – ajran ”, yang berarti upah,
sewa, imbalan atau ganti. Secara terminologi, pengertian ijarah ialah akad atas beberapa
manfaat atas penggantian. Adapun pengertian ijarah yang dikemukakan oleh para ulama’
عقد على منفعة مقصودة معلومة مباحة قابلة للبذل واالباحة بعوض معلوم
“Pemilikan manfaat suatu yang dibolehkan dalam waktu tertentu dengan suatu
pengganti.”
Ijarah secara sederhana diartikan dengan “transaksi manfaat atau jasa dengan imbalan
tertentu”. Bila yang menjadi objek transaksi adalah manfaat atau jasa dari suatu benda disebut
ijarat al-‘ain atau sewa menyewa ; seperti menyewa rumah untuk ditempati. Bila yang
menjadi objek transaksi adalah manfaat atau jasa dari tenaga seseorang, disebut ijarat al-
zimmah atau upah mengubah menjahit pakaian. Keduanya disebut al-Ijarah dalam literatul
arab.1
2
3
Jumhur ulama fiqih berpendapat bahwa ijarah adalah menjual manfaat, dan yang
boleh disewakan adalah manfaatnya bukan bendanya. Oleh karena itu, mereka melarang
menyewakan pohon untuk diambil buahnya, domba untuk diambil susunya, sumur untuk
diambil airnya, dll, sebab semua itu bukan manfaatnya melainkan bendanya.
Manfaat sesuatu dalam konsep ijarah, mempunyai pengertian yang sangat luas
meliputi imbalan atas manfaat suatu benda atau upah terhadap suatu pekerjaan tertentu.
B. Macam-macam Ijarah
Macam-macam ijarah terbagi menjadi dua:
1. Ijarah ‘ala al-manafi’, yaitu ijarah yang objek akadnya adalah manfaat, seperti
menyewakan rumah untuk ditempati, mobil untuk dikendarai, baju untuk dipakai, dll.
2. Ijarah ‘ala al-‘amaal ijarah, yaitu ijarah yang objek akadnya jasa atau pekerjaan,
seperti membangun gedung atau menjahit pakaian. Akad ijarah ini terkai erat dengan
masalah upah mengupah. Oleh karena itu pembahasannya lebih dititikberatkan kepada
Al- ijarah seperti ini, menurut ulama fiqh, hukumnya boleh apabila jenis pekerjaan itu
jelas, seperti buruh bangunan, tukang jahit, buruh pabrik dan tukang sepatu. Al-ijarah seperti
ini ada yang bersifat pribadi, seperti menggaji seorang pembantu rumah tangga, dan yang
bersifat serikat, yaitu seseorang atau sekelompok orang menjual jasanya untuk kepentingan
orang banyak, seperti tukang sepatu, buruh pabrik, dan tukang jahit. Kedua bentuk al-ijarah
C. Hukum Ijarah
Hukum ijarah shahih adalah tetapnya kemanfaatan bagi penyewa, dan tetapnya upah
bagi pekerja atau orang yang menyewakan, sebab ijarah termasuk jual beli pertukaran, hanya
Adapun hukum ijarah rusak, menurut ulama Hanafiyah, jika penyewa telah
mendapatkan manfaat tetapi orang yang menyewakan atau yang bekerja dibayar lebih kecil
dari kesepakatan pada waktu akad. Akan tetapi, jika kerusakan disebabkan penyewa tidak
a. Hukum sewa-menyewa
Dibolehkan ijarah atas barang mubah, seperti rumah, kamar, dll, tetapi
b. Hukum upah-mengupah
Upah-mengupah atau ijarah ‘ala al-a’mal, yakni jual beli jasa, biasanya berlaku dalam
beberapa hal seperti menjahitkan pakaian, membangun rumah, Dll. Ijarah ‘ala al
1. Ijarah Khusus
Ijarah Khusus yaitu ijarah yang dilakukan oleh seorang pekerja. Hukumnya orang
yang bekerja tidak boleh bekerja selain dengan orang yang telah memberinya upah.
2. Ijarah Musytarik
Ijarah Musytarik yaitu ijarah yang dilakukan secara bersama-sama atau melalui kerja
Ijarah baik dalam bentuk sewa–menyewa maupun dalam bentuk upah mengupah itu
merupakan muamalah yang telah disyariatkan dalam islam. Hukum asalnya adalah boleh atau
mubah bila dilakukan sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan islam.
1. Al-Qur’an
َاْس ِكُنْو ُهَّن ِم ْن َح ْيُث َس َك ْنُتْم ِّم ْن ُّو ْج ِد ُك ْم َو اَل ُتَض ۤا ُّر ْو ُهَّن ِلُتَض ِّيُقْو ا َع َلْيِهَّۗن َو ِاْن ُك َّن ُاوٰل ِت َحْمٍل َفَاْنِفُقْو ا
َع َلْيِهَّن َح ّٰت ى َيَض ْع َن َح ْم َلُهَّۚن َفِاْن َاْر َض ْع َن َلُك ْم َفٰا ُتْو ُهَّن ُاُجْو َر ُهَّۚن َو ْأَتِم ُرْو ا َبْيَنُك ْم ِبَم ْع ُرْو ٍۚف َو ِاْن َتَع اَس ْر ُتْم
٦ َفَس ُتْر ِض ُع َلٓٗه ُاْخ ٰر ۗى
Terjemahnya
“jika mereka menyusui (anak-anakmu) untukmu, maka berikanlah mereka upahnya”.
(QS. At-Thalaq : 6)
5
َقاَل ِاِّنْٓي ُاِر ْيُد َاْن ُاْنِكَح َك ِاْح َدى٢٦ َقاَلْت ِاْح ٰد ىُهَم ا ٰٓيَاَبِت اْسَتْأِج ْر ُهۖ ِاَّن َخ ْيَر َمِن اْسَتْأَج ْر َت اْلَقِوُّي اَاْلِم ْيُن
اْبَنَتَّي ٰه َتْيِن َع ٰٓلى َاْن َتْأُج َرِنْي َثٰم ِنَي ِحَج ٍۚج َفِاْن َاْتَم ْم َت َع ْش ًرا َفِم ْن ِع ْنِد َۚك َو َم ٓا ُاِر ْيُد َاْن َاُش َّق َع َلْيَۗك َس َتِج ُد ِنْٓي ِاْن
٢٧ َش ۤا َء ُهّٰللا ِم َن الّٰص ِلِح ْيَن
Terjemahnya
“salah seorang dari kedua wanita itu berkata, “Ya ayahku, ambilah ia sebagai orang
yang bekerja (pada kita),karena sesungguhnya orang yang paling baik kamu ambil
untuk bekerja (pada kita) ialah orang yang kuat lagi dipercaya”. Berkatalah
dia” (Syu’aib), “sesungguhnya aku bermaksud menikahkan kamu dengan salah
seorang dari kedua anakku ini, atas dasar bahwa kamu bekerja denganku delapan
tahun. Dan jika kamu cukupkan sepuluh tahun, maka itu adalah (suatu kebaikan) dari diri
kamu.” QS. Al-Qashash: 26-27
2. As-Sunnah
اعطوااالجيَر اجَر ه قبل ان يجّف عرُقه.
Artinya:
“berikanlah upah pekerja sebelum keringatnya kering.” (HR. Ibnu Majah dari Ibnu
Umar)
3. Ijma’
Umat islam pada masa sahabat telah berijma’ bahwa ijarah dibolehkan sebab
E. Pengertian ‘Ariyah
berarti datang dan pergi. Menurut sebagian pendapat, ‘ariyah berasal dari kata ( )الَّتَع اُو ُرyang
6
sama artinya dengan ( ( )الّتَناُو ُل او الَّتَناُو ُبsaling menukar dan mengganti), yakni dalam tradisi
pinjam meminjam.2
antara lain:
Akad ini ini berbeda dengan hibah, karena ariyah dimaksudkan untuk mengambil
manfaat dari suatu benda, sedangkan hibah mengambil zat benda tersebut.
Pengertian pertama memberikan makna kebolehan, sehingga peminjam tidak boleh
meminjamkan kembali barang pinjman tersebut kepada orang lain. Adapun pengertin kedua
Dalam arti sederhana ‘ariyah adalah menyerahkan suatu wujud barang untuk
dimanfaatkan tanpa imbalan. Sehubungan dengan pengertian tersebut, maka bila Barang yang
di manfaatkan itu harus dengan imbalan tertentu, maka dia dinamai sewa-menyewa atau
ijarah bukan ‘ariyah. Karena yang di transaksikan dalam hal ini hanya manfaatnya, yang
dapat dikuasai oleh yang meminjam hanyalah mannfaatnya sedangkan wujud bendanya tetap
milik bagi yang punya yang harus dikembalikan. Bila yang dikembalikan itu bukan wujud
barangnya, tetapi nilai atau harganya atau dalam bentuk lain tidak dinamakan pinjam
‘Ariyah secara kebahasaan berarti “pinjaman”. Kata ini sudah menjadi suatu istilah
teknis dalam ilmu fiqih untuk menyebutkan perbuatan pinjam-meminja, sebagai salah satu
pemberian milik untuk sementara waktu oleh seseorang kepada pihak lain, pihak yang
menerima kepemilikan itu dipebolehkan memanfaatkan serta mengambil manfaat dari harta
yang diberikan itu tanpa harus membayar imbalan,dan pada waktu tertentu penerima harta itu
wajib mengembalikan harta yang diterimanya itu kepada pihak pemberi. Inilah kira-kira
gambaran dari kegiatan pinjam-meminjam (‘ariyah). Oleh sebab itu, para ulama biasanya
mendefinisikan ‘ariyah itu sebagai pembolehan oleh seseorang untuk di manfaatkan harta
F. Macam-macam ‘Ariyah
1. ‘Ariyah Mutlak
‘Ariyah mutlak yaitu pinjam-meminjam barang yang dalam akadnya (transaksi) tidak
dijelaskan persyaratan apapun, seperti apakah pemanfaatannya hanya untuk meminjam saja
atau dibolehkan orang lain, atau tidak dijelaskan cara penggunaannya. Contohnya, seorang
meminjam binatang, namun dalam akad tidak disebutkan hal-hal yang berkaitan dengan
sebagaimana pemilik hewan-hewan, yaitu dapat mengambil. Namun, demikian, harus sesuai
dengan kebiasaan yang berlaku pada masyarakat. Tidak dibolehkan menggunakan binatang
tersebut siang dan malam tanpa henti. Sebaliknya, jika penggunaannya tidak sesuai kebiasaan
2. ‘Ariyah Muqayyad
'Ariyah muqayyad adalah meminjamkan suatu barang yang dibatasi dari segi waktu
dan kemanfaatannya, baik disyaratkan pada keduanya maupun salah satunya. Hukumnya,
peminjam harus sedapat mungkin untuk menjaga batasan tersebut. Hal ini karena asal dari
8
batas adalah menaati batasan, kecuali ada kesulitan yang menyebabkan peminjam tidak dapat
dengan musta’ir (peminjam) tentang lamanya waktu meminjam, berat barang yang dibawa
barang pinjaman, atau tempat meminjam, pendapat yang harus dimenangkan atau diterima
adalah mu’ir (yang meminjamkan barang), karena dialah yang pemberi izin untuk mengambil
‘Ariyah dianjurkan (mandub) dalam islam, yang didasarkan pada al-Qur’an dan al-
Sunnah.
1. Al-Qur’an
ٰۤا
ٰٓيَاُّيَها اَّلِذ ْيَن ٰا َم ُنْو ا اَل ُتِح ُّلْو ا َش َع ۤا ِٕىَر ِهّٰللا َو اَل الَّش ْهَر اْلَحَر اَم َو اَل اْلَهْد َي َو اَل اْلَقۤاَل ِٕىَد َو ٓاَل ِّم ْيَن اْلَبْيَت اْلَحَر اَم
َيْبَتُغ ْو َن َفْض اًل ِّم ْن َّرِّبِهْم َو ِرْض َو اًناۗ َو ِاَذ ا َح َلْلُتْم َفاْص َطاُد ْو اۗ َو اَل َيْج ِر َم َّنُك ْم َشَنٰا ُن َقْو ٍم َاْن َص ُّد ْو ُك ْم َع ِن اْلَم ْس ِج ِد
اْلَحَر اِم َاْن َتْعَتُد ْو ۘا َو َتَع اَو ُنْو ا َع َلى اْلِبِّر َو الَّتْقٰو ۖى َو اَل َتَع اَو ُنْو ا َع َلى اِاْل ْثِم َو اْلُع ْد َو اِن ۖ َو اَّتُقوا َهّٰللاۗ ِاَّن َهّٰللا َش ِد ْيُد
٢ اْلِع َقاِب
Terjemahnya
2. Al-Sunnah
Dalam hadits Imam Bukhari dan Muslim dari Anas, dinyatakan bahwa Rasulullah
SAW. telah meminjam kuda dari Abu Thalhah kemudian beliau mengendarainya.
Dalam hadits lain yng diriwayatkan oleh Abu Daud dengan sanad yang jayyid dari
Shafwan bin Umayyah, dinyatakan bahwa Rasulullah SAW. pernah meminjam perisai
kepada Shafwan bin Umayyah pada wktu perang hunain. Shafwan bertanya: “Apakah engkau
merampasnya wahai Muhammad ?” Nabi menjawab: “Cuma meminjam dan aku yang
bertanggung-jawab.
Berdasarkan ayat dan hadis diatas para ulam fiqh sepakat mengatakan bahwa
hukum al-’ariyah adalah mandub (sunah, karena melakukan’ariyah ini merupakan salah satu
A. Kesimpulan
Ijarah adalah “transaksi manfaat atau jasa dengan imbalan tertentu”. Bila yang
menjadi objek transaksi adalah manfaat atau jasa dari suatu benda disebut ijarat al-‘ain atau
sewa menyewa ; seperti menyewa rumah untuk ditempati. Bila yang menjadi objek transaksi
adalah manfaat atau jasa dari tenaga seseorang, disebut ijarat al-zimmah atau upah mengubah
manafi’ dan Ijarah ‘ala al-‘amaal ijarah. Adapun dalil tentang ijarah yaitu berlandaskan pada
‘Ariyah adalah menyerahkan suatu wujud barang untuk dimanfaatkan tanpa imbalan.
Sehubungan dengan pengertian tersebut, maka bila Barang yang di manfaatkan itu harus
dengan imbalan tertentu, maka dia dinamai sewa-menyewa atau ijarah bukan ‘ariyah. Karena
yang di transaksikan dalam hal ini hanya manfaatnya, yang dapat dikuasai oleh yang
meminjam hanyalah mannfaatnya sedangkan wujud bendanya tetap milik bagi yang punya
Bila yang dikembalikan itu bukan wujud barangnya, tetapi nilai atau harganya atau
dalam bentuk lain tidak dinamakan pinjam meminjam, tetapi utang- piutang.
Macam-macam ‘Ariyah itu ada dua macam, yaitu ‘Ariyah Muthlak dan ‘Ariyah
Muqayyad. Dan dasar hukum yang menerangkan tentang ‘Ariyah ini juga sama halnya
10
DAFTAR PUSTAKA
Harun, Nasrun , Fiqh Mu’amalah, Jakarta: Gaya Media Pratama, 2007.
Syarifuddin Amir, Garis-Garis Besar Fiqh, Bogor : PrenadaMedia, 2003.
Rozalinda, Fiqh Mu’amalah Dan Aplikasinya Pada Perbankan Syari’ah, Padang: Haifa Press,
2005.
Karim, Helmi, Fiqh Mu’amalah, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2009.
Syafe’i Rachmat, Fiqih Mu’amalah,Bandung : CV. Pustaka Setia, 2001.
Huda, Qamarul, Fiqih Mu’malah, Yogyakarta: Teras, 2011.
11