Anda di halaman 1dari 14

AKAD IJARAH DAN ‘ARIYAH

Makalah Ini Disusun Untuk Memenuhi Perkuliahan


Mata Kuliah Ilmu Tasawuf
Ahwal al-Syakhsiyah
Semester III

Oleh :

AFRIANI

FAISA R.

AHMAD SURUR

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

INSTITUT AGAMA ISLAM (IAI) AS’ADIYAH

SENGKANG
KATA PENGANTAR

Puji syukur Penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas limpahan
rahmat dan hidayahnya sehingga Penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul "Akad
Ijarah dan Ariyah ". Pada makalah ini Penulis banyak mengambil dari berbagai sumber dan
refrensi dan pengarahan dari berbagai pihak. oleh sebab itu, dalam kesempatan ini Penulis
mengucapkan terima kasih sebesar-sebesarnya kepada semua pihak yang telah membantu
dalam penyusunan makalah ini.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini sangat jauh dari sempurna, untuk
itu Penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun guna
kesempurnaan makalah ini.

Akhir kata Penulis mengucapkan terima kasih dan semoga makalah ini dapat
bermanfaat untuk semua pihak yang membaca…

Sengkang, 28 November 2023

Penulis

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL....................................................................................... i
KATA PENGANTAR.................................................................................... ii
DAFTAR ISI................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN.......................................................................... 1
A. Latar Belakang ............................................................................ 1
B. Rumusan Masalah....................................................................... 1
C. Tujuan Penulisan ........................................................................ 1

BAB II PEMBAHASAN ............................................................................. 2-9


A. Definisi Ijarah.............................................................................. 2
B. Macam-Macam Ijarah................................................................. 3
C. Hukum Ijarah............................................................................... 3
D. Dasar Hukum Ijrah...................................................................... 4
E. Definisi ‘Ariyah........................................................................... 5
F. Macam-Macam ‘Ariyah.............................................................. 7
G. Dasar Hukum ‘Ariyah................................................................. 8
BAB III PENUTUP....................................................................................... 10

A. Kesimpulan.................................................................................. 10
B. Saran ........................................................................................... 10

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 11

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Telah kita ketahui bersama bahwa Allah SWT menciptakan manusia untuk menjadi

makhluk sosial dan saling tolong-menolong, artinya manusia membutuhkan sesamanya untuk

bertukar pikiran dan berinteraksi dalam mencukupi segala kebutuhannya. Adapun cara

mendapatkan gadai, pinjaman, sewa-menyewa atau upah mengupah yang dapat menyatukan

manusia dalam komunitas yang tidak terpisah adalah dengan cara memperbanyak teman.

Akad Ijarah dan ‘Ariyah sangat bersentuhan langsung dengan kehidupan manusia

khususnya masalah mu’amalah, semua manusia pasti akan melakukan interaksi dengan

sesamanya. Akan tetapi yang menjadi masalah sekarang ini adalah kesalah-pahaman

masyarakat tentang istilah sewa-menyewa, upah mengupah dan pinjam-meminjam.

Banyak masyarakat yang tidak mengetahuinya, akibatnya juga banyak masyarakat

menyelewengkan tentang hukum-hukum ijarah dan ‘ariyah. Selanjutnya akan dibahas

panjang lebar mengenai hal tersebut. Penulis tidak banyak menguraikan secara detail

dikarenakan menyesuaikan dengan kisi-kisi yang telah diberikan dosen pengampu.

B. Rumusan Masalah

Dari latar belakang yang telah penulis singgung di atas maka dapat diperinci rumusan

masalahnya sebagai berikut:

1. Bagaimana definisi Ijarah, macam-macam, hukum dan dalilnya ?

2. Bagaimana definisi ‘Ariyah, macam-macam, hukum dan dalilnya?

C. Tujuan Penulisan

1. Untuk mengetahui definisi Ijarah, macam-macam, hukum dan dalilnya

2. Untuk mengetahui definisi ‘Ariyah, macam-macam, hukum dan dalilnya

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi Ijarah

Menurut etimologi, ijarah adalah ‫( َبْي ُع الَم ْنَفَع ِة‬menjual manfaat). Menurut kaidah

sharraf kata Ijarah diderivasi dari bentuk fi’il “ajara – ya’juru – ajran ”, yang berarti upah,

sewa, imbalan atau ganti. Secara terminologi, pengertian ijarah ialah akad atas beberapa

manfaat atas penggantian. Adapun pengertian ijarah yang dikemukakan oleh para ulama’

madzhab fiqih adalah sebagai berikut:

1. Menurut ulama Hanafiyah:


‫عقد على المنافع بعوض‬

“akad atas sesuatu kemanfaatan dengan pengganti.”

2. Menurut ulama Syafi’iyah:

‫عقد على منفعة مقصودة معلومة مباحة قابلة للبذل واالباحة بعوض معلوم‬

“Transaksi terhadap suatu manfaat yang dituju, tertentu, bersifat mubahdanboleh

dimanfaatkan dengan imbalan tertentu.”


3. Menurut ulama Malikiyah dan Hanabilah:

‫تمليك منافع شىء مباحة مّد ًة معلومًة بعوض‬

“Pemilikan manfaat suatu yang dibolehkan dalam waktu tertentu dengan suatu

pengganti.”

Ijarah secara sederhana diartikan dengan “transaksi manfaat atau jasa dengan imbalan

tertentu”. Bila yang menjadi objek transaksi adalah manfaat atau jasa dari suatu benda disebut

ijarat al-‘ain atau sewa menyewa ; seperti menyewa rumah untuk ditempati. Bila yang

menjadi objek transaksi adalah manfaat atau jasa dari tenaga seseorang, disebut ijarat al-

zimmah atau upah mengubah menjahit pakaian. Keduanya disebut al-Ijarah dalam literatul

arab.1

1 Harun, Nasrun , Fiqh Mu’amalah, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2007), h. 71

2
3

Jumhur ulama fiqih berpendapat bahwa ijarah adalah menjual manfaat, dan yang

boleh disewakan adalah manfaatnya bukan bendanya. Oleh karena itu, mereka melarang

menyewakan pohon untuk diambil buahnya, domba untuk diambil susunya, sumur untuk

diambil airnya, dll, sebab semua itu bukan manfaatnya melainkan bendanya.

Manfaat sesuatu dalam konsep ijarah, mempunyai pengertian yang sangat luas

meliputi imbalan atas manfaat suatu benda atau upah terhadap suatu pekerjaan tertentu.

B. Macam-macam Ijarah
Macam-macam ijarah terbagi menjadi dua:

1. Ijarah ‘ala al-manafi’, yaitu ijarah yang objek akadnya adalah manfaat, seperti

menyewakan rumah untuk ditempati, mobil untuk dikendarai, baju untuk dipakai, dll.

2. Ijarah ‘ala al-‘amaal ijarah, yaitu ijarah yang objek akadnya jasa atau pekerjaan,

seperti membangun gedung atau menjahit pakaian. Akad ijarah ini terkai erat dengan

masalah upah mengupah. Oleh karena itu pembahasannya lebih dititikberatkan kepada

pekerjaan atau buruh (ajir).

Al- ijarah seperti ini, menurut ulama fiqh, hukumnya boleh apabila jenis pekerjaan itu

jelas, seperti buruh bangunan, tukang jahit, buruh pabrik dan tukang sepatu. Al-ijarah seperti

ini ada yang bersifat pribadi, seperti menggaji seorang pembantu rumah tangga, dan yang

bersifat serikat, yaitu seseorang atau sekelompok orang menjual jasanya untuk kepentingan

orang banyak, seperti tukang sepatu, buruh pabrik, dan tukang jahit. Kedua bentuk al-ijarah

terhadap pekerjaan ini menurut ulama fiqih hukumnya boleh.

C. Hukum Ijarah

Hukum ijarah shahih adalah tetapnya kemanfaatan bagi penyewa, dan tetapnya upah

bagi pekerja atau orang yang menyewakan, sebab ijarah termasuk jual beli pertukaran, hanya

saja dengan kemanfaatan.

Adapun hukum ijarah rusak, menurut ulama Hanafiyah, jika penyewa telah

mendapatkan manfaat tetapi orang yang menyewakan atau yang bekerja dibayar lebih kecil

dari kesepakatan pada waktu akad. Akan tetapi, jika kerusakan disebabkan penyewa tidak

memberitahukan jenis pekerjaan perjanjiannya, upah harus diberikan semestinya.


4

Ijarah terbagi dua, yaitu ijarah terhadap benda atau sewa-menyewa,

dan ijarah terhadap pekerjaan atau upah-mengupah.

a. Hukum sewa-menyewa

Dibolehkan ijarah atas barang mubah, seperti rumah, kamar, dll, tetapi

dilarang ijarah atas barang-barang yang diharamkan.

b. Hukum upah-mengupah

Upah-mengupah atau ijarah ‘ala al-a’mal, yakni jual beli jasa, biasanya berlaku dalam

beberapa hal seperti menjahitkan pakaian, membangun rumah, Dll. Ijarah ‘ala al

a’mal terbagi menjadi dua:

1. Ijarah Khusus

Ijarah Khusus yaitu ijarah yang dilakukan oleh seorang pekerja. Hukumnya orang

yang bekerja tidak boleh bekerja selain dengan orang yang telah memberinya upah.

2. Ijarah Musytarik

Ijarah Musytarik yaitu ijarah yang dilakukan secara bersama-sama atau melalui kerja

sama. Hukumnya dibolehkan bekerja sama dengan orang lain.

D. Dasar Hukum Ijarah

Ijarah baik dalam bentuk sewa–menyewa maupun dalam bentuk upah mengupah itu

merupakan muamalah yang telah disyariatkan dalam islam. Hukum asalnya adalah boleh atau
mubah bila dilakukan sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan islam.

Jumhur ulama’ berpendapat bahwa ijarah disyariatkan berdasarkan Al-Qur’an, As-

Sunnah, dan Ijma’.

1. Al-Qur’an

Firman Allah dalam surat At-Thalaq:

‫َاْس ِكُنْو ُهَّن ِم ْن َح ْيُث َس َك ْنُتْم ِّم ْن ُّو ْج ِد ُك ْم َو اَل ُتَض ۤا ُّر ْو ُهَّن ِلُتَض ِّيُقْو ا َع َلْيِهَّۗن َو ِاْن ُك َّن ُاوٰل ِت َحْمٍل َفَاْنِفُقْو ا‬
‫َع َلْيِهَّن َح ّٰت ى َيَض ْع َن َح ْم َلُهَّۚن َفِاْن َاْر َض ْع َن َلُك ْم َفٰا ُتْو ُهَّن ُاُجْو َر ُهَّۚن َو ْأَتِم ُرْو ا َبْيَنُك ْم ِبَم ْع ُرْو ٍۚف َو ِاْن َتَع اَس ْر ُتْم‬
٦ ‫َفَس ُتْر ِض ُع َلٓٗه ُاْخ ٰر ۗى‬
Terjemahnya
“jika mereka menyusui (anak-anakmu) untukmu, maka berikanlah mereka upahnya”.
(QS. At-Thalaq : 6)
5

Firman Allah dalam surat Al-Qashash :

‫ َقاَل ِاِّنْٓي ُاِر ْيُد َاْن ُاْنِكَح َك ِاْح َدى‬٢٦ ‫َقاَلْت ِاْح ٰد ىُهَم ا ٰٓيَاَبِت اْسَتْأِج ْر ُهۖ ِاَّن َخ ْيَر َمِن اْسَتْأَج ْر َت اْلَقِوُّي اَاْلِم ْيُن‬
‫اْبَنَتَّي ٰه َتْيِن َع ٰٓلى َاْن َتْأُج َرِنْي َثٰم ِنَي ِحَج ٍۚج َفِاْن َاْتَم ْم َت َع ْش ًرا َفِم ْن ِع ْنِد َۚك َو َم ٓا ُاِر ْيُد َاْن َاُش َّق َع َلْيَۗك َس َتِج ُد ِنْٓي ِاْن‬
٢٧ ‫َش ۤا َء ُهّٰللا ِم َن الّٰص ِلِح ْيَن‬
Terjemahnya
“salah seorang dari kedua wanita itu berkata, “Ya ayahku, ambilah ia sebagai orang
yang bekerja (pada kita),karena sesungguhnya orang yang paling baik kamu ambil
untuk bekerja (pada kita) ialah orang yang kuat lagi dipercaya”. Berkatalah
dia” (Syu’aib), “sesungguhnya aku bermaksud menikahkan kamu dengan salah
seorang dari kedua anakku ini, atas dasar bahwa kamu bekerja denganku delapan
tahun. Dan jika kamu cukupkan sepuluh tahun, maka itu adalah (suatu kebaikan) dari diri
kamu.” QS. Al-Qashash: 26-27

2. As-Sunnah
‫اعطوااالجيَر اجَر ه قبل ان يجّف عرُقه‬.
Artinya:
“berikanlah upah pekerja sebelum keringatnya kering.” (HR. Ibnu Majah dari Ibnu
Umar)

‫َم ن استأجر اجيرا فلَيعمل اجَر ه‬.


Artinya:
“barang siapa yang meminta untuk menjadi buruh, beritahukanlah upahnya.” (HR.
Abd Razaq dari Abu Hurairah)

3. Ijma’

Umat islam pada masa sahabat telah berijma’ bahwa ijarah dibolehkan sebab

bermanfaat bagi manusia.

E. Pengertian ‘Ariyah

Menurut etimologi, ‘ariyah adalah (‫ )العارية‬diambil dari kata ( ‫ )َع اَر‬yang

berarti datang dan pergi. Menurut sebagian pendapat, ‘ariyah berasal dari kata ( ‫ )الَّتَع اُو ُر‬yang
6

sama artinya dengan ( ‫( )الّتَناُو ُل او الَّتَناُو ُب‬saling menukar dan mengganti), yakni dalam tradisi

pinjam meminjam.2

Menurut terminologi syara’ ulama fiqih berbeda pendapat dalam mendefinisikannya,

antara lain:

1. Menurut ulama Syafi’iyah dan Hambaliyah:


‫اباحة المنفعة بال عوض‬
Terjemahnya
“pembolehan (untuk mengambil) manfaat tanpa mengganti.”3

2. Menurut ulama Hanafiyah:


‫تملك المنافع مّجنًا‬
Terjemahnya
“pemilikan manfaat secara cuma-cuma atau geratis.”4

3. Menurut ulama Malikiyah:


‫تمليك منفعة مؤقتة ال بعوض‬
Terjemahnya
“pemilikan manfat dalam jangka waktu dengan tanp imbalan.”5

Akad ini ini berbeda dengan hibah, karena ariyah dimaksudkan untuk mengambil

manfaat dari suatu benda, sedangkan hibah mengambil zat benda tersebut.
Pengertian pertama memberikan makna kebolehan, sehingga peminjam tidak boleh

meminjamkan kembali barang pinjman tersebut kepada orang lain. Adapun pengertin kedua

memberikan makna kepemilikan, sehingga peminjam dibolehkan untuk meminjamkan barang

pinjaman tersebut kepada orang lain.

Dalam arti sederhana ‘ariyah adalah menyerahkan suatu wujud barang untuk

dimanfaatkan tanpa imbalan. Sehubungan dengan pengertian tersebut, maka bila Barang yang

di manfaatkan itu harus dengan imbalan tertentu, maka dia dinamai sewa-menyewa atau

ijarah bukan ‘ariyah. Karena yang di transaksikan dalam hal ini hanya manfaatnya, yang

2 Syarifuddin Amir, Garis-Garis Besar Fiqh, (Bogor : PrenadaMedia, 2003), h 43


3 Rozalinda, Fiqh Mu’amalah Dan Aplikasinya Pada Perbankan Syari’ah, (Padang: Haifa Press, 2005),
h. 56
4 Karim, Helmi, Fiqh Mu’amalah, (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2009), h. 89
5 Syafe’i Rachmat, Fiqih Mu’amalah,(Bandung : CV. Pustaka Setia, 2001), h. 67
7

dapat dikuasai oleh yang meminjam hanyalah mannfaatnya sedangkan wujud bendanya tetap

milik bagi yang punya yang harus dikembalikan. Bila yang dikembalikan itu bukan wujud

barangnya, tetapi nilai atau harganya atau dalam bentuk lain tidak dinamakan pinjam

meminjam, tetapi utang- piutang.

‘Ariyah secara kebahasaan berarti “pinjaman”. Kata ini sudah menjadi suatu istilah

teknis dalam ilmu fiqih untuk menyebutkan perbuatan pinjam-meminja, sebagai salah satu

aktivitas antara manusia. Dalam pelaksanaannya,’ariyah di artikan sebagai perbuatan

pemberian milik untuk sementara waktu oleh seseorang kepada pihak lain, pihak yang

menerima kepemilikan itu dipebolehkan memanfaatkan serta mengambil manfaat dari harta

yang diberikan itu tanpa harus membayar imbalan,dan pada waktu tertentu penerima harta itu

wajib mengembalikan harta yang diterimanya itu kepada pihak pemberi. Inilah kira-kira

gambaran dari kegiatan pinjam-meminjam (‘ariyah). Oleh sebab itu, para ulama biasanya

mendefinisikan ‘ariyah itu sebagai pembolehan oleh seseorang untuk di manfaatkan harta

miliknya oleh oang lain tanpa diharuskan memberi imbalan.

F. Macam-macam ‘Ariyah

1. ‘Ariyah Mutlak

‘Ariyah mutlak yaitu pinjam-meminjam barang yang dalam akadnya (transaksi) tidak

dijelaskan persyaratan apapun, seperti apakah pemanfaatannya hanya untuk meminjam saja
atau dibolehkan orang lain, atau tidak dijelaskan cara penggunaannya. Contohnya, seorang

meminjam binatang, namun dalam akad tidak disebutkan hal-hal yang berkaitan dengan

penggunaan binatang tersebut, misalnya waktu tempat mengendarainya. Jadi hukumnya

sebagaimana pemilik hewan-hewan, yaitu dapat mengambil. Namun, demikian, harus sesuai

dengan kebiasaan yang berlaku pada masyarakat. Tidak dibolehkan menggunakan binatang

tersebut siang dan malam tanpa henti. Sebaliknya, jika penggunaannya tidak sesuai kebiasaan

dan barang pinjaman rusak, peminjam harus bertanggung jawab.

2. ‘Ariyah Muqayyad

'Ariyah muqayyad adalah meminjamkan suatu barang yang dibatasi dari segi waktu

dan kemanfaatannya, baik disyaratkan pada keduanya maupun salah satunya. Hukumnya,

peminjam harus sedapat mungkin untuk menjaga batasan tersebut. Hal ini karena asal dari
8

batas adalah menaati batasan, kecuali ada kesulitan yang menyebabkan peminjam tidak dapat

mengambil manfaat barang. Dengan demikian dibolehkan untuk melanggarbatasan

tersebutapabila kesulitan untuk memanfaatkannya.

Jika ada perbedaan antara mu’ir (orang yang meminjamkan barang)

dengan musta’ir (peminjam) tentang lamanya waktu meminjam, berat barang yang dibawa

barang pinjaman, atau tempat meminjam, pendapat yang harus dimenangkan atau diterima

adalah mu’ir (yang meminjamkan barang), karena dialah yang pemberi izin untuk mengambil

manfaat barang pinjaman tersebut seuai dengan keinginannya.6

G. Dasar Hukum ‘Ariyah

‘Ariyah dianjurkan (mandub) dalam islam, yang didasarkan pada al-Qur’an dan al-

Sunnah.

1. Al-Qur’an

‫ٰۤا‬
‫ٰٓيَاُّيَها اَّلِذ ْيَن ٰا َم ُنْو ا اَل ُتِح ُّلْو ا َش َع ۤا ِٕىَر ِهّٰللا َو اَل الَّش ْهَر اْلَحَر اَم َو اَل اْلَهْد َي َو اَل اْلَقۤاَل ِٕىَد َو ٓاَل ِّم ْيَن اْلَبْيَت اْلَحَر اَم‬
‫َيْبَتُغ ْو َن َفْض اًل ِّم ْن َّرِّبِهْم َو ِرْض َو اًناۗ َو ِاَذ ا َح َلْلُتْم َفاْص َطاُد ْو اۗ َو اَل َيْج ِر َم َّنُك ْم َشَنٰا ُن َقْو ٍم َاْن َص ُّد ْو ُك ْم َع ِن اْلَم ْس ِج ِد‬
‫اْلَحَر اِم َاْن َتْعَتُد ْو ۘا َو َتَع اَو ُنْو ا َع َلى اْلِبِّر َو الَّتْقٰو ۖى َو اَل َتَع اَو ُنْو ا َع َلى اِاْل ْثِم َو اْلُع ْد َو اِن ۖ َو اَّتُقوا َهّٰللاۗ ِاَّن َهّٰللا َش ِد ْيُد‬
٢ ‫اْلِع َقاِب‬

Terjemahnya

“dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan


jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran.” (QS. Al-Maidah: 2)

2. Al-Sunnah

Dalam hadits Imam Bukhari dan Muslim dari Anas, dinyatakan bahwa Rasulullah

SAW. telah meminjam kuda dari Abu Thalhah kemudian beliau mengendarainya.

Dalam hadits lain yng diriwayatkan oleh Abu Daud dengan sanad yang jayyid dari

Shafwan bin Umayyah, dinyatakan bahwa Rasulullah SAW. pernah meminjam perisai

kepada Shafwan bin Umayyah pada wktu perang hunain. Shafwan bertanya: “Apakah engkau

merampasnya wahai Muhammad ?” Nabi menjawab: “Cuma meminjam dan aku yang

bertanggung-jawab.

6 Huda, Qamarul, Fiqih Mu’malah,( Yogyakarta: Teras, 2011), h. 74


9

Berdasarkan ayat dan hadis diatas para ulam fiqh sepakat mengatakan bahwa

hukum al-’ariyah adalah mandub (sunah, karena melakukan’ariyah ini merupakan salah satu

bentuk ta’abbud (ketaatan) pada Allah SWT.


BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Ijarah adalah “transaksi manfaat atau jasa dengan imbalan tertentu”. Bila yang

menjadi objek transaksi adalah manfaat atau jasa dari suatu benda disebut ijarat al-‘ain atau

sewa menyewa ; seperti menyewa rumah untuk ditempati. Bila yang menjadi objek transaksi

adalah manfaat atau jasa dari tenaga seseorang, disebut ijarat al-zimmah atau upah mengubah

menjahit pakaian. Keduanya disebut AL-Ijarah dalam literatul arab.

Sedangkan macam-macam ijarah terbagi menjadi dua: Ijarah ‘ala al-

manafi’ dan Ijarah ‘ala al-‘amaal ijarah. Adapun dalil tentang ijarah yaitu berlandaskan pada

al-Qur’an, al-Hadits dan Ijma’.

‘Ariyah adalah menyerahkan suatu wujud barang untuk dimanfaatkan tanpa imbalan.

Sehubungan dengan pengertian tersebut, maka bila Barang yang di manfaatkan itu harus

dengan imbalan tertentu, maka dia dinamai sewa-menyewa atau ijarah bukan ‘ariyah. Karena

yang di transaksikan dalam hal ini hanya manfaatnya, yang dapat dikuasai oleh yang

meminjam hanyalah mannfaatnya sedangkan wujud bendanya tetap milik bagi yang punya

yang harus dikembalikan.

Bila yang dikembalikan itu bukan wujud barangnya, tetapi nilai atau harganya atau

dalam bentuk lain tidak dinamakan pinjam meminjam, tetapi utang- piutang.

Macam-macam ‘Ariyah itu ada dua macam, yaitu ‘Ariyah Muthlak dan ‘Ariyah

Muqayyad. Dan dasar hukum yang menerangkan tentang ‘Ariyah ini juga sama halnya

dengan ijarah, yaitu juga menggunakan al-Qur’an dan al-Hadits.

10
DAFTAR PUSTAKA
Harun, Nasrun , Fiqh Mu’amalah, Jakarta: Gaya Media Pratama, 2007.
Syarifuddin Amir, Garis-Garis Besar Fiqh, Bogor : PrenadaMedia, 2003.
Rozalinda, Fiqh Mu’amalah Dan Aplikasinya Pada Perbankan Syari’ah, Padang: Haifa Press,
2005.
Karim, Helmi, Fiqh Mu’amalah, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2009.
Syafe’i Rachmat, Fiqih Mu’amalah,Bandung : CV. Pustaka Setia, 2001.
Huda, Qamarul, Fiqih Mu’malah, Yogyakarta: Teras, 2011.

11

Anda mungkin juga menyukai