Disusun oleh :
Kelompok 5
Astuti (20.11.2567)
Supiaturoohimah (20.11.2630)
Assalamualaikum wr. wb
Puji dan syukur kami ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, karena
berkat rahmat dan karunia-Nya kami dapat menyelesaikan tugas makalah ini. Saya
juga bersyukur atas berkat rezeki dan kesehatan yang diberikan kepada kami
sehingga kami dapat mengumpulkan bahan – bahan materi makalah ini dari internet
dan perpustakaan. Kami telah berusaha semampu saya untuk mengumpulkan
berbagaimacam bahan tentang “Ijarah dan Ariyah (hutang piutang)”.
Kami sadar bahwa makalah yang kami buat ini masih jauh dari sempurna,
karena itu kami mengharapkan saran dan kritik yang membangun untuk
menyempurnakan makalah ini menjadi lebih baik lagi. Oleh karena itu kami mohon
bantuan dari para pembaca.
Demikianlah makalah ini kami buat, apabila ada kesalahan dalam penulisan,
kami mohon maaf yang sebesarnya dan sebelumnya kami mengucapkan terima
kasih.
Wassalam
Penyusun
i
DAFTAR ISI
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Manusia adalah makhluk hidup yang mempunyai kebutuhan beraneka
ragam dan kebutuhan itu selalu meningkat, sedang kemampuan untuk
mencapai sesuatu yang diinginkannya itu terbatas. Manusia membutuhkan satu
sama lain untuk bertahan hidup, sehingga manusia memerlukan pula kerjasama
yang bersifat saling menguntungkan dengan yang lain.
Problematika kehidupan umat manusia yang semakin kompleks dengan
tuntunan hajat hidup yang semakin besar telah banyak membentuk polapikir
dan tingkah laku masyarakat. Di satu sisi, manusia mengharapkan sebuah
tatanan kehidupan bahagia, damai, aman dan menjamin kesejahteraan
hidupnya.. Jika ingin memperoleh kehidupan yang lebih baik maka harus
dilakukan dengan saling membutuhkan antara yang satu dan yang lainnya.
Dalam memenuhi kebutuhannya manusia dibatasi aturan-aturan dan
hukum yang telah ditentukan oleh Allah. Hukum dalam Islam merupakan
aturan-aturan yang berkaitan dengan hubungan individu dengan individu lain,
maupun individu dengan penciptanya. Oleh karenanya Allah mengingatkan
agar dalam pemenuhan kebutuhannya, manusia tidak saling merugikan satu
sama lainnya, dalam hal ini tukar menukar keperluan antar anggota masyarakat
adalah satu jalan yang adil. 1
Dalam rangka memenuhi hajat hidup yang bersifat materiil itulah
masing-masing mengadakan ikatan yang berupa perjanjian-perjanjian atau
akad-akad. Seperti jual beli, sewa-menyewa, syirkah dan sebagainya, yang
semuanya itu tercakup dalam muamalah. 2
B. Latar Belakang
1. Apa Yang Dimaksud Dengan Ijarah?
2. Apa Yang Dimaksud Dengan Ariyah?
1
1Nazar Bakry, Problematika Pelaksanaan Fiqih Islam, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1994),
hal. 56
2
AniaAnicaJanuarti,file:///D:/bahaan skripsi Muamalah dalam Kaca Mata Syariah Halal atau
Haram sistem pinjam pakai KOMPASIANA.com.html. Diakses pada tanggal 02-01-2016
1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Ijarah
Ijarah berasal dari bahasa Arab yang berarti upah,sewa,jasa,imbalan
atau ganti. Al- ijarah merupakan salah satu bentuk kegiatan muamalah dalam
memenuhi keperluan hidup manusia,sewa-menyewa, kontrak, atau menjual
jasa perhotelan dan lain-lain.
Secara terminologi, ada beberapa definisi al-ijarah yan dikemukakan
para ulama fiqih. Yang pertama meurut Hanafiyah al ijarah adalah Transaksi
terhadap suatu manfaat dengan imbalan. Yang ke dua menurut ulama syafi’iyah
ijarah adalah Transaksi terhadap suatu manfaat yang dituju, tertentu, bersifat
mubah dan boleh dimanfaatkan dengan imbalan tertentu. Yang ke tiga menurut ulama
Malikiyah dan Hambaliah al ijarah adalah Pemilikan manfaat suatu yang dibolehkan
dalam waktu tertentu dengan suatu imbalan. 3
Ijarah secara sederhana diartikan dengan “transaksi manfaat atau jasa
dengan imbalan tertentu”. Bila yang menjadi objek transaksi adalah manfaat
atau jasa dari suatu benda disebut ijarat al-‘ain atau sewa menyewa ; seperti
menyewa rumah untuk ditempati. Bila yang menjadi objek transaksi adalah
manfaat atau jasa dari tenaga seseorang, disebut ijarat al-zimmah atau upah
mengubah menjahit pakaian. Keduanya disebut AL-Ijarah dalam literatul
arab. 4
Para ulama ijma’ tentang kebolehan ijarah karena manusia senantiasa
membutuhkan manfaat dari suatu barang atau tenaga orang lain. Ijarah adalah
suatu bentuk aktifitas yang dibutuhkan oleh manusia, karena ada manusia yang
tidak mampu memenuhi kebutuhan hidupnya melalui sewa-menyewa atau
upah-mengubah terlebih dahulu.
3
Nasrun Harun, Fiqh Muamalah, (Jakarta : Gaya Media Pratama,2007), hlm. 228-229
4
Amir Syarifuddin, Garis-Garis Besar Fiqh, (Bogor : PrenadaMedia,2003), hlm.215-216
2
Ijarah baik dalam bentuk sewa –menyewa maupun dalam bentuk
upah mengupah itu merupakan muamalah yang telah disyariatkan dalam
islam. Hukum asalnya adalah boleh atau mubah bila dilakukan sesuai
dengan ketentuan yang ditetapkan islam.
Adapun landasan hukum al ijarah terdapat dalam Q.S al-Baqarah : 233.
Allah SWT Berfirman:
ضعُ ْٓوا اَن ا َ َردتُّم َواِن َ ْٓ ف ٰات َيتُم َّما
ِ سلَّمتُم اِذَا لَيكُم ََع ُجنَا َح فَ َل اَو ََلدَكُم ت َست َر ِ ِبال َمع ُرو
Artinya : “jika kamu menginginkan mengupahkan menyusukan anakmu,
boleh saja asal kamu menyerahkan upahnya secara patut”.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga memerintahkan
memberikan upah sebelum keringat si pekerja kering. Dari ‘Abdullah bin
‘Umar, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
3. Syarat-syarat al ijarah
5
Helmi Karim, Fiqh Muamalah, (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada,1993), hlm. 32-33
3
a. Untuk kedua orang yang berakad (al-muta’aqidin), menurut ulama
syafi’iyah dan hanabillah, di syariatkan telah baligh dan berakal. Tetapi
menurut ulama Hanafiyah dan malikkiyah berpendapat bahwa kedua
orang yang berakad tidak harus mencapai usia baligh, tapi anak yang
telah mumayyiz pun boleh melakukan akad al-ijarah,namun ,mereka
mengatakan apabila seorang anak yang mumayyiz melakukan al-ijarah
terhadap harta atau dirinta, maka akad itu sah apabila disetujui oleh
walinya.
b. Kedua belah pihak yang berakad menyatakan kerelaannya untuk
melakukan akad al-ijarah.
c. Manfaat yang menjadi obyek al-ijarah harus diketahui secara sempurna,
sehingga tidak muncul perlselisihan kikemudian hari.
d. Obyek al-ijarah itu boleh diserahkan dan dipergunakan secara lansung
dan tidak cacat.
e. Obyek al-ijarah itu sesuatu yang dihalalkan oleh syara’. Kaidah fiqh
menyatakan “sewa menyewa dalam masalah maksiat tidak boleh”.
f. Yang disewakan itu bukan suatu kewajiban bagi penyewa.
g. Obyek yang disewakan itu merupakan sesuatu yang biasa disewakan,
seperti rumah, mobil,dan hewan tungangan.
h. Upah/sewa dalam akad al-ijarah harus jelas, tertentu dan sesuai yan
bernilai harta. Seperti khamar dan babi tidak boleh jadi upah dalam
akad al-ijarah, karena kedua benda itu tidak bernilai harta dalam islam.
i. Ulama Hanafiyah menyatakan upah/sewa itu sejenis dengan manfaat
yang disewa..6
6
Nasrun Harun, Fiqh Muamalah, (Jakarta : Gaya Media Pratama,2007), hlm.231-235
4
Dilihat dari segi obyeknya, akad al-ijarah dibagi oleh para ulama
fiqh kepada dua macam, yaitu :
5
B, Pengertian Ariyah
7
Helmi Karim, Fiqh Muamalah, (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada,1997), hlm. 37
6
Artinya: “ Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan)
kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan
permusuhan. Bertakwalah kepada Allah, sungguh, Allah sangat berat
siksaan-Nya.”
8
Nasrun Harun, Fiqh Muamalah,op cit,hlm.239
7
meminjam barang pada waktu transaksi sebabmemanfaatkan milik barang
bergantung pada adanya izin.
1. Mu’ir (peminjam)
2. Musta’ir (yang meminjamkan)
3. Mu’ar (barang yang dipinjam)
4. Shighat, yakni sesuatu yang menunjukkan kebolehan untuk mengambil
manfaat, baik dengan ucapan maupun perbuatan. 9
9
Rahmat Syafe’i, Fiqih Muamalah,(Bandung : CV. Pustaka Setia,2001),hlm. 141
8
Macam – macam ‘ariyah
1. Ariyah Mutlak
Ariyah mutlak yaitu pinjam-meminjam barang yang dalam
akadnya (transaksi) tidak dijelaskan persyaratan apapun, seperti apakah
pemanfaatannya hanya untuk meminjam saja atau dibolehkan orang lain,
atau tidak dijelaskan cara penggunaannya. Contohnya, seorang
meminjam binatang, namun dalam akad tidak disebutkan hal-hal yang
berkaitan dengan penggunaan binatang tersebut, misalnya waktu tempat
mengendarainya. Jadi hukumnya sebagaimana pemilik hewan-hewan,
yaitu dapat mengambil. Namun, demikian, harus sesuai dengan
kebiasaan yang berlaku pada masyarakat. Tidak dibolehkan
menggunakan binatang tersebut siang dan malam tanpa henti.
Sebaliknya, jika penggunaannya tidak sesuai kebiasaan dan barang
pinjaman rusak, peminjam harus bertanggung jawab.
2. Ariyah Muqayyad
Ariyah muqayyad adalah meminjamkan suatu barang yang
dibatasi dari segi waktu dan kemanfaatannya, baik disyaratkan pada
keduanya maupun salah satunya. Hukumnya, peminjam harus sedapat
mungkin untuk menjaga batasan tersebut. Hal ini karena asal dari batas
adalah menaati batasan, kecuali ada kesulitan yang menyebabkan
peminjam tidak dapat mengambil manfaat barang. Dengan demikian
dibolehkan untuk melanggarbatasan tersebutapabila kesulitan untuk
memanfaatkannya.
Batasan penggunaan ariyah oleh diri peminjam
Jika mu’ir membatasi hak penggunaan manfaat itu untuk dirinya
sendiri dan masyarakat memandang adanya perbedaan tentang penggunaan
dalam hal lainya,seperti mengendarai binatang atau memakai pakaian .
1) Pembatasan waktu atau tempat
9
Jika ariyah dibatasi waktu dan tempat, kemudian peminjam melewati
tempat atau menambah waktunya, ia bertanggung jawab atas
penambahan tersebut.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Ijarah adalah “transaksi manfaat atau jasa dengan imbalan tertentu”.
Bila yang menjadi objek transaksi adalah manfaat atau jasa dari suatu benda
disebut ijarat al-‘ain atau sewa menyewa ; seperti menyewa rumah untuk
10
ibid,hlm.144-145
10
ditempati. Bila yang menjadi objek transaksi adalah manfaat atau jasa dari
tenaga seseorang, disebut ijarat al-zimmah atau upah mengubah menjahit
pakaian. Keduanya disebut AL-Ijarah dalam literatul arab. Sedangkan ,
‘Ariyah adalah menyerahkan suatu wujud barang untuk dimanfaatkan
tanpa imbalan. Sehubungan dengan pengertian tersebut, maka bila Barang yang
di manfaatkan itu harus dengan imbalan tertentu, maka dia dinamai sewa-
menyewa atau ijarah bukan ‘ariyah. Karena yang di transaksikan dalam hal ini
hanya manfaatnya, yang dapat dikuasai oleh yang meminjam hanyalah
mannfaatnya sedangkan wujud bendanya tetap milik bagi yang punya yang
harus dikembalikan. Bila yang dikembalikan itu bukan wujud barangnya,
tetapi nilai atau harganya atau dalam bentuk lain tidak dinamakan pinjam
meminjam, tetapi utang- piutang.
B. Saran
Kami penyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih banyak
memiliki kekurangan baik dari segi isi maupun penulisannya. Maka dari itu
kami menerima semua saran dan tanggapan yang teman-teman semua berikan.
11
DAFTAR PUSTAKA
12