Anda di halaman 1dari 6

IJARAH (SEWA-MENYEWA)

 DEFINISI

Sewa-menyewa dalam bahasa arab diistilahkan dengan al-ijarah. Menurut pengertian hukum islam,
sewa-menyewa diartikan sebagai suatu jenis akad untuk mengambil manfaat dengan jalan penggantian
( Sayyid Sabiq, 13, 1988:15).

Dari pengertian diatas terlihat bahwa yang dimaksud sewa-menyewa adalahmengambil


manfaat dari suatu benda. Jadi, dalam hal ini bendanya tidak berkurang sama sekali. Dengan kata lain,
terjadinya sewa-menyewa, yang berpindah hanyalah manfaat dari benda yang disewakan tersebut, dalam
hal ini dapat berupa manfaat barang seperti kendaraan, rumah dan manfaat karya.

Di dalam istilah hukum islam, orang yang menyewakan di sebut mu’ajjirsedangkan orang yang
menyewa disebut musta’jir, benda yang disewakan diistilahkan ma’jur dan uang sewa atau imbalan atas
pemakaian manfaat barang disebut ajran atau ujrah

 DASAR HUKUM

1. Al-Qur’an

Allah Swt berfirman,

‫َأُهْم َيْقِسُم وَن َر ْح َم َة َر ِّبَك َنْح ُن َقَسْم َنا َبْيَنُهم َّمِع يَشَتُهْم ِفي اْلَح َياِة الُّد ْنَيا َو َر َفْعَنا َبْع َض ُهْم‬
‫َفْو َق َبْع ٍض َد َرَج اٍت ِلَيَّتِخ َذ َبْعُضُهم َبْعًضا ُس ْخ ِرًّيا َو َر ْح َم ُت َر ِّبَك َخ ْيٌر ِّمَّم ا َيْج َم ُعوَن‬
“Apakah mereka yang membagi-bagi rahmat Tuhanmu? Kami telahmenentukan antara
mereka penghidupan mereka dalam kehidupan dunia, dan kami
telah meninggikan sebahagian mereka atas sebagianyang lain beberapa derajat, agar sebagian
mereka dapat mempergunakan sebagian yang lain. Dan rahmat Tuhanmu lebih baik dari apa yang
mereka kumpulkan”. (Q.S. Az Zukhruf 43 : 32)

Allah Swt berfirman,

‫َفِإْن َأْر َض ْع َن َلُك ْم َفآُتوُهَّن ُأُجوَر ُهَّن‬


“Jika mereka telah menyusukan anakmu maka berilah upah mereka”. (Q.S. Ath-Thalaq 65 : 6)

Allah Swt berfirman,

‫َقاَلْت ِإْح َد اُهَم ا َيا َأَبِت اْسَتْأِج ْر ُه ِإَّن َخ ْيَر َمِن اْسَتْأَج ْر َت اْلَقِوُّي اَأْلِم يُن‬
“Salah seorang dari kedua wanita itu berkata: "Ya bapakku ambillah ia sebagai orang yang bekerja
(pada kita), karena sesungguhnya orang yang paling baik yang kamu ambil untuk bekerja (pada
kita) ialah orang yang kuat lagi dapat dipercaya”. (Q.S. Al-Qashash 28 : 26)
2. As-Sunnah

Dahulu kami menyewa tanah dengan jalan membayar dari tanaman yang tumbuh.
Lalu Rasulullah Saw melarang kami cara itu dan memerintahkan kami agar membayarnya dengan
dinar dan dirham. (HR. Ahmad dan Abu Dawud)

Rasulullah Saw bersabda, “Berikanlah olehmu upah orang sewaan sebelum keringatnya
kering”. (HR. Ibnu Majah)

Rasulullah Saw bersabda, “Berbekamlah kamu, kemudian berikanlah olehmu upahnya kepada
orang yang membekamnya”. (HR. Bukhari dan Muslim)

Rasulullah Saw bersabda, “Barangsiapa yang meminta menjadi buruh (pekerja),


beritahukanlah upahnya”. (HR. Abd Razaq dari Abu Hurairah)

3. Ijma

Hampir semua ulama ahli fiqih sepakat bahwa ijarah disyariatkan dalam Islam.

 SYARAT SEWA-MENYEWA

1. Orang yang menyewa dan yang menyewakan disyaratkan :


a) Baligh (dewasa)

b) Berakal (orang gila tidak sah melakukan sewa-menyewa)

c) Dengan kehendak sendiri (tidak dipaksa)

2. Benda yang disewakan disyaratkan :


a) Benda itu dapat diambil manfaatnya

b) Benda itu dikeahui jenisnya, keadaanya, sifatnya, dan jangka waktu disewakanya

3. Sewa (upah) harus diketahui secara jelas kadarnya.


Sewa-menyewa (ijarah) berakir atau batal jika benda yang disewakan itu rusak/hilang sehingga tidak
dapat diambil manfaatnya Jika rusak disebabkan kecerobohan atau kelalaian penyewa, maka
penyewa dapat dituntut ganti rugi atas kerusakan itu. Sebaliknya jika penyewa sudah memelihara
barang sewaan dengan sebaik-baiknya tetapi benda itu rusak, maka penyawa tidak wajib maka
penyewa tidak wajib mengganti. Sewa-menyewa juga berakhir jika telah habis masa yang dijalankan.
Apabila salah satu pihak meninggal dunia, maka aqad sewa-menyewa tidak batal dan tetap berlaku
dan urusan selanjutnya diteruskan oleh ahli warisnya sampai batas waktu sesuai dengan pernjanjian
itu berakhir, kecuali ditentukan lain dalm perjanjian.

 RUKUN SEWA-MENYEWA

Menurut ulama Hanafiyah, rukun ijarah adalah ijab dan qabul, antara lain dengan menggunakan
kalimat: al-ijarah, al-isti’jar, al-ikhtira’, dan al-ikra.
Sedangkan menurut Ibnu Juzay dalam kitabnya Al-Qowanin Al-Fiqhiyah menerangkan tentang rukun
ijarah, yakni :
‫ ويشترط فيهما ما يشترط في المتبايعين ويكره أن يؤاجر‬.. ‫ (الثاني) األجير‬. ‫ (األول) المستأجر‬: ‫وهي جائزة عند الجمهور وأركانها أربعة‬
‫ وأما على التفصيل فأما‬. ‫ (الرابع) المنفعة ويشترط فيها ما يشترط في الثمن والمثمن على الجملة‬. ‫ (الثالث) األجرة‬. ‫المسلم نفسه من كافر‬
‫ األجرة ففيها مسألتان‬.
Artinya:
“Ijarah itu diperbolehkan menurut kesepakatan para ulama, adapun rukun ijarahyakni:
1. Orang yang menyewa
2. Orang Yang menyewakan. Dan disyaratkan bagi keduanya sebagaimana disyaratkan dalam
transaksi jual beli, dan dimakruhkan orang muslim menyewakan kepada orang kafir
3. Uang sewa
4. Adanya manfaat dari barang sewa tersebut. Dan disyaratkan dalam manfaat sebagaimana
disyaratkan dalam jual beli tentang harga dan barang yang dihargai”.[2]

Adapun menurut jumhur ulama, rukun ijarah ada (4) yaitu sebagai berikut:

1. ‘Aqid (orang yang akad).

2. Shighat akad.

3. Ujrah (upah)

4. Manfaat

 MACAM-MACAM IJARAH

Dari segi objeknya, akad ijarah dibagi para ulama fiqih kepada dua macam:

1. Ijarah yang bersifat manfaat (sewa). Ijarah yang bersifat manfaat umpamanya adalah sewa-menyewa
rumah, toko, dan kendaraan. Apabila manfaat itu merupakan manfaat yang dibolehkan syara’ untuk
digunakan, maka para ulama fiqih sepakat hukumnya boleh dijadikan objek sewa-menyewa

Dari perspektif objek dalam kontrak sewa (al-maqud alaih), ijarah terbagi 3 :

1. Ijarah’Ain : Ijarah’Ain adalah akad sewa-menyewa atas manfaat yang bersinggungan


langsung dengan bendanya, seperti sewa tanah atau rumah 1juta sebulan untuk tempo setahun.

2. Ijarah’Amal : Ijarah amal adalah apa yang dijadikan adalah kerja itu sendiri,yaitu upah
kepakarannya dalam kerja, seperti dokter,dosen,lawyer,tukang,dll.
3. Ijarah Mawshufah Fi al-Zimmah atau Ijarah al- Zimmah : Yaitu akad sewa menyewa dalam
bentuk tanggungan, misalnya menyewakan mobil dengan ciri tertentu untuk kepentingan
tertentu pula.

2. Ijarah yang bersifat pekerjaan (jasa). Ijarah yang bersifat pekerjaan ialah memperkerjakan seseorang
untuk melakukan suatu pekerjaan. Ijarah seperti ini menurut para ulama fiqih hukumnya boleh
apabila jenis pekerjaan itu jelas dan sesuai syari’at, seperti buruh pabrik, tukang sepatu, dan tani. [41]
Ijarah ‘ala al-‘amal (upah mengupah) terbagi kepada dua yaitu:

1. Ijarah Khusus
Yaitu ijarah yang dilakukan oleh seorang pekerja. Hukumnya orang yang bekerja tidak boleh bekerja
selain dengan orang yang memberinya upah. Seperti pembantu rumah tangga.

1. Ijarah Musytarak
Yaitu ijarah yang dilakukan secara bersama-sama atau melalui kerjasama. Hukumnya dibolehkan
bekerjasama dengan orang lain. Contohnya para pekerja pabrik..

Adapun perbedaan spesifik antara jasa dan sewa adalah pada jasa tenaga kerja, disyaratkan kejelasan
karakteristik jasa yang diakadkan. Sedang pada jasa barang, selain persyaratan yang sama, juga
disyaratkan bisa dilihat (dihadirkan) pada waktu akad dilangsungkan, sama seperti persyaratan barang
yang diperjual belikan.[43]

 PEMBATALAN DAN BERAKHIRNYA IJARAH

Ijarah menjadi fasakh (batal) bila terjadi hal-hal sebagai berikut :

1. Terjadinya cacat pada barang sewaan yang terjadi pada tangan musta’jir

2. Rusaknya barang yang disewakan, seperti rumah menjadi runtuh.

3. Rusaknya barang yang diupahkan (ma’jur alaih) seperti baju yang diupahkan untuk dijahitkan

4. Terpenuhinya manfaat yang diakadkan, berakhirnya masa yang telah ditentukan dan selesainya
pekerjaan

5. Menurut Hanafiyah, boleh fasakh ijarah dari salah satu pihak, seperti musta’jir menyewa toko untuk
dagang, kemudian dagangannya ada yang mencuri maka ia dibolehkan memfasakhkan sewaan itu
 HIKMAH IJARAH
Hikmah disyari’atkannya ijarah dalam bentuk pekerjaan atau upah mengupah adalah karena
dibutuhkan dalam kehiduan manusia.[56] Tujuan dibolehkan ijarah pada dasarnya adalah untuk
mendapatkan keuntungan materil. Namun itu bukanlah tujuan akhir karena usaha yang dilakukan atau
upah yang diterima merupakan sarana untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT.

Adapun hikmah diadakannya ijarah antara lain:

1. Membina ketentraman dan kebahagiaan


Dengan adanya ijarah akan mampu membina kerja sama antara mu’jir dan mus’tajir. Sehingga akan
menciptakan kedamaian dihati mereka. Dengan diterimanya upah dari orang yang memakai jasa,
maka yang memberi jasa dapat memenuhi kebutuhan sehari-harinya. Apabila kebutuhan hidup
terpenuhi maka musta’jir tidak lagi resah ketika hendak beribadah kepada Allah.
Dengan transaksi upah-mengupah dapat berdampak positif terhadap masyarakat terutama dibidang
ekonomi, karena masyarakat dapat mencapai kesejahteraan yang lebih tinggi. Bila masing-masing
individu dalam suatu masyarakat itu lebih dapat memenuhi kebutuhannya, maka masyarakat itu akan
tentram dan aman [57] .

2. Memenuhi nafkah keluarga


Salah satu kewajiban seorang muslim adalah memberikan nafkah kepada keluarganya, yang meliputi
istri, anak-anak dan tanggung jawab lainnya. Dengan adanya upah yang diterima musta’jir maka
kewajiban tersebut dapat dipenuhi. Kewajiban itu sebagaimana yang terdapat dalam surat al-Baqarah
ayat 233
Artinya: ”Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara ma’ruf”

3. Memenuhi hajat hidup masyarakat


Dengan adanya transaksi ijarah khususnya tentang pemakaian jasa, maka akan mampu memenuhi
hajat hidup masyarkat baik yang ikut bekerja maupun yang menikmati hasil proyek tersebut. Maka
ijarah merupakan akad yang mempunyai unsur tolong menolong antar sesama.

4. Menolak kemungkaran
Diantara tujuan ideal berusaha adalah dapat menolak kemungkaran yang kemungkinan besar akan
dilakukan oleh yang menganggur.[59]Pada intinya hikmah ijarah yaitu untuk memudahkan manusia
dalam memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari.
MENYEWAKAN BARANG SEWAAN

Musta’jir dibolehkan menyewakan lagi bawang sewaan kepada orang lain dengan syarat
penggunaan barang itu sesuai dengan penggunaan yang dijanjikan ketika akad. Seperti penyewaan
seekor kerbau, ketika akad dinyatakan bahwa kerbau itu disewa untuk membajak sawah, kemudian
kerbau tersebut disewakan lagi dan timbul musta’jir kedua, maka kerbau itu pun harus digunakan
untuk membajak pula. Harga penyewaan yang kedua ini boleh lebih besar, lebih kecil atau sama.

Bila ada kerusakan pada benda yang disewa, maka yang bertanggung jawab adalah pemilik barang
(mu’jir) dengan syarat kecelakaan itu bukan akibat dari kelalaian musta’jir, bila kecelakaan atau
kerusakan benda yang disewa akibat kelalaian musta’jir maka yang bertanggung jawab adalah
musta’jir itu sendiri.

Misalnya menyewa mobil, kemudian mobil itu hilang dicuri karena disimpan bukan pada tempat
yang aman.

PENGEMBALIAN SEWAAN

Jika ijarah telah berakhir, musta’jir berkewajiban mengembalikan barang sewaan. Jika barang itu
dapat dipindahkan, ia wajib menyerahkannya kepada pemiliknya dan jika bentuk barang sewaan
adalah ‘iqar (tetap), ia wajib menyerahkan kembali dalam keadaan kosong.

Jika sewaan itu tanah maka ia wajib menyerahkan kepada mu’jir (pemiliknya) dalam keadaan
kosong dari tanaman kecuali bila ada kesulitan untuk menghilangkannya.

Anda mungkin juga menyukai