Anda di halaman 1dari 6

IJARAH DAN JU’ALAH

A. Pengertian Ijarah
Dalam istilah ahli fikih sewa-menyewa disebut ijarah. Sedangkan yang dimaksud
dengan ijarah adalah:
“Ijarah menurut arti lugat (bahasa) ialah diambil dari kata ajrah, yang berarti upah,
sedangkan menurut syarat memberikan manfaat sesuat dengan ada penukarannya
dengan beberapa syarat tertentu.”

Jadi ijarah (sewa menyewa ) maksudnya adalah mengambil manfaat sesuatu dari
orang lain dengan jalan membayar sesuai dengan perjanjian dan syarat-syarat
tertentu.

B. Hukum Ijarah
Ijarah dan sewa menyewa hukumnya mubah atau diperbolehkan.
Kebolehan transaksi ijarah didasarkan Al Qur’an

QS. Az-Zukhruf : 32

“Apakah mereka yang membagi-bagi rahmat Tuhanmu? Kami telah menentukan antara
mereka penghidupan mereka dalam kehidupan dunia, dan kami telah meninggikan
sebahagian mereka atas sebagian yang lain beberapa derajat, agar sebagian mereka dapat
mempergunakan sebagian yang lain. Dan rahmat Tuhanmu lebih baik dari apa yang mereka
kumpulkan”.

QS. Al-Kahfi: 77

”Maka keduanya berjalan; hingga tatkala keduanya sampai kepada penduduk suatu negeri,
mereka minta dijamu kepada penduduk negeri itu, tetapi penduduk negeri itu tidak mau
menjamu mereka, kemudian keduanya mendapatkan dalam negeri itu dinding rumah yang
hampir roboh, maka Khidhr menegakkan dinding itu. Musa berkata: Jikalau kamu mau,
niscaya kamu mengambil upah untuk itu.” (QS. 18:77)

2. As-Sunnah

Hadist Rasulullah SAW:


a. Hadis riwayat Ibnu Majah dari Ibnu Umar, bahwa Nabi Muhammadsaw. Bersabda :

Artinya : Berikanlah upah pekerja sebelum keringatnya kering.

b. Hadis riwayat Abd.Razaq dari Abu Hurairah, bahwa Nabi Muhammad saw. Bersabada :
Artinya : Barangsiapa yang mempekerjakan pekerja, beritahukanlah upahnya.

c. Hadis riwayat Abu Dawud dari Saad bin Abi Waqqash, bahwa Nabi Muhammad saw.
Bersabada:

Artinya : Kami pernah menyewakan tanah dengan (bayaran) hasil pertaniannya, maka
Rasulullah melarang kami melakukan hal tersebut dan memerintahkan agar kami
menyewakannya dengan emas atau perak.

d. Hadis riwayat Tirmizi dari Amr bin Auf, bahwa Nabi Muhammad saw. Bersabada :

Artinya : Perdamaian dapat dilakukan diantara kaum muslimin, kecuali perdamaian yang
mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram, dan kaum muslimin terikat
dengan syarat-syarat mereka kecuali syarat yang mengharamkan yang halal atau
menghalalkan yang haram.

3. Ijma

Ijma ulama tentang kebolehan melakukan akad sewa menyewa / Ijarah.

Kaidah fiqh:

Pada dasarnya semua bentuk muamalah boleh dilakukan kecuali ada dalil yang
mengharamkannya.

Menghindarkan mafsadat (kerusakan/bahaya) harus didahulukan atas mendatangkan


kemaslahatan.

Artinya
“Dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, maka tidak ada dosa
bagimu bila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut. Bertakwalah kamu
kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha Melihatapa yang kamu kerjakan.”
(Q.S.Al-Baqarah:233)
C. Syarat-syarat Ijarah
Syarat sewa menyewa adalah sebagai berikut:
 Manfaatnya diketahui
 Diketahui jenisnya
 Diketahui kadarnya
 Diketahui sifatnya
 Manfaatnya diperbolehkan
 Upahnya diketahui

D. Rukun & Syarat Ijarah

1. Mu’jir(orang/barang yang disewa).

Mu’jir adalah orang yang memberikan upah dan yang menyewakan atau mu’jir
adalah orang yang menggunakan jasa atau tenaga orang lain untuk mengerjakan
suatu pekerjaan tertentu.
2. Musta’jir (orang yang menyewa).

Musta’jir adalah orang yang menerima upah untuk melakukan sesuatu atau
musta’jir adalah orang yang menyumbangkan tenaganya, atau orang yang menjadi
tenaga kerja dalam suatu pekerjaan dan mereka menerima upah dari pekerjaannya
itu.

3. Objek transaksi (manfaat)

Pekerjaan dan barang yang akan dijadikan objek kerja harus memiliki manfaat yang
jelas, seperti mengerjakan proyek, membajak sawah dan sebagainya.

4. Sighat (ijab dan qabul).

Sighat merupakan suatu bentuk persetujuan dari kedua belah pihak untuk
melakukan ijarah.

Ijab merupakan pernyataan dari pihak pertama (mu’jir) untuk menyewakan barang
atau jasa. Sedangkan Qabul adalah jawaban persetujuan dari pihak kedua untuk
menyewakan barang atau jasa yang dipinjamkan oleh mu’jir.
5. Imbalan atau Upah.

Upah sebagaimana terdapat dalam kamus umum Bahasa Indonesia adalah uang
dan sebagainya yang dibayarkan sebagai pembalas jasa atau sebagai pembayar
tenaga yang sudah dikeluarkan untuk mengerjakan sesuatu.

D. Ketentuan-ketentuan Ijarah

Beberapa ketentuan bentuk kegiatan ijarah (sewa menyewa) pada barang jasa dan
pekerjaan adalah sebagai berikut:
1. Menyewa guru itu diperbolehkan
2. Menyewa rumah atau mobil diperbolehkan
3. Jika seseorang menyewa sesuatu kemudian ia dilarang memanfaatkannya pada
suatu waktu, uang sewa dipotong sesuai dengan masa ia dilarang
memanfaatkannya.
4. Ijarah menjadi batal dengan kerusakan pada sesuatu yang disewakan sehingga
tidak dapat dimanfaatkan lagi.
5. Uang sewa harus dilakukan dengan akad dan penyerahannya dilakukan setelah
selesainya pemanfaatan sesuatu yang disewakan atau selesainya pekerjaan,
kecuali jika disyaratkan uang sewanya harus dibayar pada akad.
6. Pekerja berhak menahan barang yang disuruh mengerjakan hingga upahnya
dibayar, jika ulahnya menahan barang tersebut tidak berpengaruh pada barang
yang ditahannya.
7. Barangsiapa mengobati orang sakit dengan upah, namun sebenarnya ia bukan
ahli pengobatan, kemudian merusak dari salah satu organ tubuh pasiennya, ia
harus membayar ganti rugi.

2. Upah atas Jasa Kerja (Ju’alah)

A. Pengertian dan Hukum Ju’alah


Menurut istilah fikih Islam, ju’alah adalah upah tertentu yang diberikan atas suatu
pekerjaan yang sulit diketahui bentuk dan waktunya atau jasa untuk melakukan
sesuatu yang bermanfaat.
B. Ketentuan Pelaksanaan Jualah
Diantara hukum-hukum jualah adalah sebagai berikut
a) Ju’alah adalah akad yang diperbolehkan
b) Dalam ju’alah, masa pekerjaan tidak disyaratkan diketahui.
c) Ju’alah tidak boleh pada hal-hal yang diharamkan
d) Jika pekerjaan dilakukan sejumlah orang, hadiahnya dibagikan secara adil,
menurut tanggung jawab yang diperankan.
e) Jika seseorang berkata. “barangsiapa makan atau minum sesuatu (yang
dihalalkan), ia berhak mendapat upah.”
f) Jika pemilik ju’alah dan pekerja tidak sependapat tentang ju’alah, ucapan yang
diterima adalah ucapan pemilik ju’alah dengan disuruh bersumpah. Jika
keduanya berbeda pendapat tentang pokok ju’alah, ucapan yang diterima ialah
ucapan pekerja dengan disuruh bersumpah.

Perbedaan Ijarah dan Ju’alah

Transaksi ju’alah itu memiliki kesamaan dengan transaksi ijarah (jual jasa)
yaitu adanya upah karena mendapatkan manfaat atau jasa. Namun ada
beberapa perbedaan antara transaksi ju’alah dan ijarah. Detailnya adalah
sebagai berikut:
- Pertama, ju’alah adalah transaksi yang mengikat manakala pekerja mulai
melakukan pekerjaannya. Pada saat itu, tidak boleh ada pihak yang
membatalkan transaksi secara sepihak. Sedangkan ijarah adalah transaksi
yang bersifat mengikat semenjak transaksi diadakan.
- Kedua, dalam transaksi ju’alah upah menjadi hak pekerja setelah dia selesai
bekerja dan pihak yang mempekerjakannya telah mendapatkan manfaat dari
pekerjaan yang dia lakukan.
Sedangkan dalam transaksi ijarah, upah atau uang sewa itu telah menjadi
hak pihak yang menyewakan manakala pihak yang menyewakan telah
memberikan kesempatan kepada pihak penyewa untuk memanfaatkan
barang yang menjadi objek transaksi. Upah dalam transaksi ijarah orang itu
sebanding dengan pekerjaan yang dilakukan. Dalam transaksi ijarah uang
sewa boleh diserahkan di muka.
- Ketiga, di antara syarat sah transaksi ijarah adalah adanya kejelasan jasa
dan atau manfaat yang dijual disamping kejelasan masa sewa. Adapun dalam
transaksinya tidak disyaratkan harus ada kejelasan masa kerja boleh jadi
sebentar, boleh jadi lama semisal transaksi ju’alah untuk mengembalikan
hewan yang kabur.
Dalam transaksi ju’alah hanya disyaratkan adanya kejelasan jasa atau
manfaat yang menjadi objek transaksi. Adapun kejelasan besaran upahnya
mengacu kepada upah standar di suatu daerah untuk pekerjaan semacam itu
jika terjadi sengketa antara dua orang yang mengadakan transaksi ju’alah.
Adapun contoh dari ju’alah dengaan umpamanya, seseorang berkata: “Siapa
saja yang dapat menemukan SIM atau KTP saya yang hilang, maka akan
saya beri imbalan upah lima pulih ribu rupiah”.
Dalam masyarakat Indonesia ini, biasanya diiklankan di surat kabar supaya
dapat dibaca orang.

Perbedaan pendapat anatara para ahli mazhab.


a.Mazhab maliki mendenifisikan ju’alah: “suatu pah yang dijanjikan sebagai
imbalan atas suatu jasa yang belum pasti bisa dilaksanakan oleh seseorang.
b.Mazhab Syafi;i mendenifisikannya: “seseorang yang menjanjikan suatu
upah kepada orang yang mampu memberikan jasa tertentu kepadanya”.

Anda mungkin juga menyukai