Anda di halaman 1dari 6

Materi Fikih Freny

1. Pengertian dan Landasan Syar’i Ijarah

Syar’i memiliki arti sesuatu yang dilakukan berdasarkan ketentuan


syariah.Sedangkan syariah adalah aturan atau ketetapan yang Allah perintahkan
kepada hamba-hambaNya. Kata ijarah berasal dari kata al-ajr yang mempunyai
arti balasan atau ganjaran atas suatu pekerjaan. Ijarah berasal dari bahasa arab
yang merupakan kata ajaran yang mempunyai beberapa arti; pertama akra artinya
menyewakan, kedua a’thahu ajran berarti dia memberinya upah; dan yang ketiga
atsabahu artinya memberinya pahala atau ganjaran atas suatu pekerjaan (Anis,
1972). Dengan kata lain ijarah berarti sewa, jasa atau imbalan, berdasarkan
transaksi yang dilakukan atas dasar manfaat dengan imbalan jasa (Nazir &
Hasanuddin, 2004).

Pengertian ijarah secara terminologi dikemukakan oleh ulama fiqh, yang


pertama adalah ulama Hanafiyah yang mendifinisikan ijarah dengan transaksi atau
akad terhadap suatu manfaat dengan disertai ganti/imbalan (Dedu, 2019). Menurut
ulama Syafi’iyah ijarah adalah akad/transaksi atas suatu manfaat yang diinginkan,
tertentu, bersifat mubah dan boleh dimanfaatkan dengan imbalan tertentu.
Sedangkan ulama malikiyah dan hanabilah memberi pengertian ijarah sebagai
pemilikan manfaat sesuatu yang diperbolehkan dalam jangka waktu tertentu
dengan imbalan (Suhendra & Hadi, 2016).1

Menurut jumhur ulama berpendapat bahwa akad ijarah bersifat mengikat


kecuali jika terdapat cacat pada objek sewa atau objek sewa tidak boleh
dimanfaatkan (Al-Zuhayli, 2003).

Dari beberapa pendapat ualama dan Madzhab diatas dapat kita tarik
kesimpulan bahwa ijarah adalah suatu jenis perikatan atau perjanjian yang
bertujuan mengambil manfaat atas suatu benda yang diterima dari orang lain
dengan cara membayar upah sesuai dengan perjanjian antara kedua belah pihak
dengan memenuhi rukun dan syarat yang telah ditentukan. Pengambilan manfaat
1
Ahmad Syaichoni Jurnal Transformation Ijarah “Maushufah Fi Al-Dzimmah Dalam Kajian
Muamalah Kontemporer” Vol. 1 No.10, Desember 2020 hlm.669
terhadap benda atau jasa sesuai dengan jangka waktu yang ditentukan serta
adanya imbalan atau upah tanpa adanya pemindahan kepemilikan.2

Landasan Ijarah

1) Al-Thalaq ayat 6

Artinya : “Tempatkanlah mereka (para istri) dimana kamu bertempat tinggal


menurut kemampuanmu dan janganlah kamu menyusahkan mereka untuk
menyempitkan (hati) mereka. Dan jika mereka (isteri-isteri yang sudah ditalaq)
itu sedang hamil,maka berikanlah kepada mereka nafkahnya hingga mereka
bersalin,kemudian jika mereka menyusukan (anak-anak) mu untukmu maka
berikanlah kepada mereka upahnya,dan musyawarahkanlah diantara kamu
(segala sesuatu) dengan baik,dan jika kamu menemui kesulitan maka perempuan
lain boleh menyusukan (anak itu) untuknya” (QS.Al-Thalaq:6)

Ayat diatas dapat dipahami menjelaskan mengenai apabila orang tua menyuruh
orang lain untuk menyusukan anak mereka karena kesulitan,maka sebaiknya
diberikan upah kepada orang yang menyusukan anak itu.

2) Al-Qashash ayat 26

Artinya: ”Salah seorang dari kedua wanita itu berkata: “Ya bapakku ambillah ia
sebagai orang yang bekerja (pada kita), karena sesungguhnya orang yang paling
baik yang kamu ambil untuk bekerja (pada kita) ialah orang yang kuat lagi dapat
dipercaya” (QS. Qashash:26)
2
Siti Nurma Ayu dan Dwi Yuni Erlina Jurnal Keadaban “Akad Ijarah dan Akad Wadi’ah” Vol.3
No.2 2021 lm.15-17
Adapun ayat ini menjelaskan mengenai orang yang kita pilih pada saat
pengambilan ataupun penyewaan pekerja untuk bekerja kepada kita sesungguhnya
mereka itu adalah orang yang kuat dan dapat kita percaya karena kita telah
memilihnya.

Hadist ke 1

Artinya: “Dari Urwah binZubair bahwa sesungguhnya Aisyah ra. istri Nabi SAW
berkata: Rasulullah SAW dan Abu Bakar menyewa seorang laki-laki dari suku
Ad-Dayl,petunjuk jalan yang mahir,dan ia masih memeluk agama orang
Quraisy.Nabi dan Abu Bakar kemudian menyerahkan kendaraan mereka,dan
mereka berdua menjanjikan kepadanya untuk bertemu di Gua Tsaur dengan
kendaraan mereka setelah tiga hari pada pagi hari selasa. (HR. Al-Bukhari)

Dari ayat-ayat Al-Qur’an dan Hadist diatas jelaslah bahwa akad ijaah atau
sewa menyea hukumnya dibolehkan,karena memang akad tersebut dibutuhkan
oleh masyarakat baik pada zaman dulu maupun sekarang.

3. Rukun dan Syarat Ijarah

Secara etimologi, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, rukun adalah sesuatu
hal yang harus dipenuhi untuk sahnya suatu pekerjaan. Rukun ijarah menurut
Hanafiyah adalah ijab dan qabul, sedangkan menurut jumhur ulama terdapat
empat rukun yang harus dipenuhi dalam akad ijarah.

Adapun menurut jumhur ulama, rukun ijarah ada 3, yaitu :


1. Aqid (orang yang berakad). Orang yang berakad harus sudah berkal baligh,
berakal dan tidak terpaksa atau didasari kerelaan dari dua belah pihak yang
melakukan akad ijarah tersebut.

2. Ma'qud 'alaihi (Ujrah dan Manfaatnya). Di dalam akad ijarah Ujrah harus
diketahui oleh kedua belah pihak, baik secara langsung dapat dilihat ataupun
disebutkan kriterianya secara lengkap semisal “seratus ribu rupiah”.

Adapun beberapa manfaat Ujroh adalah sebagai berikut :

a. Barang yang disewakan harus mutaqawwamah (bernilai secara syariat),


maklum, mampu diserahkan, manfaat dapat dirasakan oleh pihak penyewa,
manfaat yang diperoleh pihak penyewa bukan berupa barang.

b. Mengetahui manfaat dengan sempurna barang yang telah diakadkan,


sehingga mencegah terjadinya perselisahan,

c. Kemanfaatan benda di perbolehkan menurut syara’.

d. Objek transaksi akad (barangnya) dapat dirasakan manfaat dan kegunaannya


menurut kriteria, dan realita.

3. Sighat akad Sighat (kalimat yang digunakan dalam transaksi) seperti perkataan
orang yang menyewakan kepada pihak penyewa. Sebagaimana transaksi yang
lain, didalam ijarah juga diisyaratkan sighat dari pihak penyewa dan pihak yang
menyewakan dengan bentuk kata-kata yang enunjukkan terhadap transaksi ijarah.3

Sedangkan fatwa dewan syariah nasional nomor 09/DSNMUI/IV2000 tanggal


13 April 2000 tentang pembiayan ijarah menetapkan rukun ijarah sebagai berikut:

1. Pernyataan ijab dan qabul.

2. Pihak-pihak yang berakad (berkontrak): terdiri atas pemberi sewa (lessor,


pemilik aset, lembaga keuangan syariah) dan penyewa (lessee, pihak yang
mengambil manfaat dari penggunaan aset, nasabah).

3. Objek kontrak: pembayaran (sewa) dan manfaat dari penggunaan aset.

Siti Nurma Ayu dan Dwi Yuni Erlina Jurnal Keadaban “Akad Ijarah dan Akad Wadi’ah” Vol.3
3

No.2 2021 lm.18-19


4. Manfaat dari penggunaan aset dalam ijarah adalah objek kontrak yang harus
dijamin, karena ia rukun yang harus dipenuhi sebagai ganti dari sewa dan bukan
aset itu sendiri.

5. Sighat ijarah adalah berupa pernyataan dari kedua belah pihak yang berkontrak,
baik secara verbal atau dalam bentuk lain yang equivalent, dengan cara penawaran
dari pemilik aset (lembaga keuangan syariah) dan penerimaan yang dinyatakan
oleh penyewa (nasabah).

Akad ijarah dianggap sah jika memenuhi beberapa syarat berikut:

a. Kerelaan kedua belah pihak, jika salah satu dari pihak yang berakad melakukan
transaksi dengan keadaan dipaksa maka akad ijarah menjadi tidak sah.
Pensyaratan adanya kerelaan ini tidak hanya berlaku pada akad jual beli tetapi
juga berlaku pada akad ijarah.

b. Mengetahui manfaat dari barang yang dijadikan objek transaksi dalam akad
ijarah.

c. Barang yang dijadikan objek transaksi ijarah dapat dihitung.

d. Manfaat barang yang dijadikan objek transaksi ijarah dibolehkan menurut


aturan syari’at dan bukan barang yang diharamkan.

e. Kemampuan musta’jir (penyewa) dalam menyerahkan atau mengembalikan


barang (Sabiq, 2017).

Ketentuan Objek ijarah :

a. Objek ijarah adalah manfaat dari penggunaan barang dan atau jasa.

b. Manfaat barang harus bisa dinilai dan dapat dilaksanakan dalam kontrak.

c. Pemenuhan manfaat harus yang bersifat dibolehkan.

d. Kesanggupan memenuhi manfaat harus nyata dan sesuai dengan syariah.

e. Manfaat harus dikenali secara spesifik sedemikian rupa untuk menghilangkan


jahalah (ketidaktahuan) yang akan mengakibatkan sengketa.
f. Spesifikasi manfaat harus dinyatakan dengan jelas, termasuk jangka waktunya.
Bisa juga dikenali dengan spesifikasi atau identifikasi fisik.

g. Sewa adalah sesuatu yang dijanjikan dan dibayar nasabah kepada lembaga
keuangan syariah sebagai pembayaran manfaat. Sesuatu yang dapat dijadikan
harga dalam jual beli dapat pula dijadikan sewa dalam ijarah.

h. Pembayaran sewa boleh berbentuk jasa (manfaat lain) dari jenis yang sama
dengan obyek kontrak.

i. Kelenturan (flexibility) dalam menentukan sewa dapat diwujudkan dalam


ukuran waktu, tempat dan jarak.4

DAFPUS

Ahmad Syaichoni Jurnal Transformation Ijarah “Maushufah Fi Al-Dzimmah


Dalam Kajian Muamalah Kontemporer” Vol. 1 No.10, Desember 2020

Siti Nurma Ayu dan Dwi Yuni Erlina Jurnal Keadaban “Akad Ijarah dan Akad
Wadi’ah” Vol.3 No.2 2021

4
Ahmad Syaichoni Jurnal Transformation Ijarah “Maushufah Fi Al-Dzimmah Dalam Kajian
Muamalah Kontemporer” Vol. 1 No.10, Desember 2020 hlm.670

Anda mungkin juga menyukai