Anda di halaman 1dari 11

PERTEMUAN KE-9

TRANSAKSI SEWA DAN UPAH

A. PENGERTIAN
Atas konsep ijarah ini terdapat sejumlah definisi yang dikemukakan oleh para
ahli, yaitu:1
Transaksi terhadap suatu manfaat dengan suatu
Ulama Hanafi
imbalan/fee/penukar manfaat.
Transaksi terhadap manfaat tertentu yang dibolehkan,
Ulama Syafi`iyah dapat digunakan dan dengan imbalan (bayaran)
tertentu
Ulama Maliki dan Kepemilikan manfaat atas sesuatu yangdibolehkan,
dalam waktu tertentu dengan imbalan (bayaran
Hambali tertentu
Ijarah adalah menjual manfaat, sehingga yang boleh
disewakan adalah manfaatnya, bukan bendanya.
Berdasarkan hal tersebut dilarang menyewakan
pohon untuk diambil buahnya. Tidak boleh menyewa
kambing untuk diambil susunya, lemaknya, bulunya
atau anaknya. Juga tidak boleh menyewa sungai,
Jumhur Ulama` Fiqih sumur, atau mata air yang diambil airnya. Tidak
boleh menyewa kolam atau danau untuk dipancing
ikannya. Tidak boleh mengontrak padang rumput
untuk mengambil rumputnya, karena rumput adalah
benda. Tidak boleh mengontrak unta jantan untuk
kehamilan yang betina. Juga tidak boleh menyewa
uang dirham dan dinar.2
Transaksi atas suatu manfaat yang mubah yang
Ensiklopedia fiqih berupa barang tertentu atau yang dijelaskan sifatnya
dalam tanggungan pada waktu tertentu. Atau suatu
muamalah transaksi atas suatu pekerjaan yang diketahui dengan
upah yang diketahui pula
Fatwa DSN MUI NO: Ijarah adalah akad pemindahan hak guna (manfaat)
1
Fathurrahman Djamil,Penerapan Hukum Perjanjian Dalam Transaksi Lembaga Keuangan
Syariah(Jakarta: Sinar Grafika, 2012), h. 150-164. Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah, Cet. Ke-9,
(jakarta: RajaGrafindo, 2014), h. 113-124. Abdul Rahman Ghazaly, dkk., Fiqh Muamalah, (Jakarta:
Kencana-Prenada Media Group, 2010), h. 275-287. Ibdalsyah dan Hendri Tanjung, Fiqh
Muamalah: Konsep dan Praktik, (Bogor: Azam, 2014), h. 79-81. Gemala Dewi, dkk., Hukum
Perikatan Islam di Indonesia, (Jakarta: Kencana-Prenada Media Group dan Fakultas Hukum UI,
2005), h. 112-115. Peraturan Mahkamah Agung RI No. 2 Tahun 2008, Kompilasi Hukum Ekonomi
Syariah (KHES), Buku II, h. 69-77. Abdullah bin Muhammad Thayyar, dkk., Ensiklopedi Fiqh
Muamalah, (Yogyakarta: Maktabah al-hanif, 2004), h. 311.
2
Lihat: Wahbah Al-Zuhaily, al-fiqh Al-Islam wa adillatuhu, Juz 4 (Damsyik: Dar al-Fikr, 1989), h. 6-
7/57
atas suatu barang atau jasa dalam waktu tertentu
melalui pembayaran sewa/upah, tanpa diikuti dengan
09/DSN-MUI/IV/2000
pemindahan kepemilikan barang itu sendiri. Akad
dan No. 112/DSN- ijarah adalah akad sewa antara mu`jir dengan
musta`jir atau antara musta`jir dengan a`jir untuk
MUI/IX2017
mempertukarkan manfa`ah dan ujrah, baik manfaat
barang maupun jasa.
KHES Buku II Bab I Ijarah adalah sewa barang dalam jangka waktu
Pasal 20 ayat (9) tertentu dengan pembayaran
Dengan demikian ijarah adalah akad pemindahan hak atas barang atau jasa
(manfaat) tanpa diikuti dengan perpindahan kepemilikan atas benda yang
dimanfaatkan, melalui pembayaran sewa. Manfaat (jasa) yang disewakan adalah
sesuatu yang dibolehkan Menurut ketentuan syariat dan dapat dimanfaatkan.
Transaksi ijarah didasarkan pada adanya pengalihan hak manfaat atas suatu objek
yang disewakan.
Semua ulama menetapkan bahwa ijarah hukumnya mubah didasarkan pada
dalil Al-Quran antara lain QS. Al-Baqarah [2]:233;QS. Az-Zukhruf [43]:32; QS.
At-Thalaq [65]: QS. Al-Qasash [28]:26 dan sunnah. Ibn Qudamah menguatkan
bahwa kebutuhan atas manfaat sama kuatnya dengan kebutuhan atas benda.3
Sejumlah Fatwa DSN MUI khusus tentang ijarah telah terbit antara lain fatwa
DSN MUI No. 09 tahun 2000 tentang Pembiayaan Ijarah,No. 27 tentang Ijarah
Muntahiyah Bit Tamlik,No. 56 tentang review Ujrah, No. 101 dan 102 tentang
Ijarah Maushufah Fi Dzimmah, serta No. 107 tentang Akad Ijarah.

B. JENIS-JENIS IJARAH
Akad ijarah digolongkan kepada beberapa jeni, yaitu:4

Jenis ijarah Konsep


A`mal atau asykhas Akad sewa atas jasa/pekerjaan seseorang. Ijarah yang
digunakan untuk memperoleh jasa dari seseorang
dengan membayar upah atas jasa yang diperoleh.
Penggunaanjasa disebut Mustajir dan pekerja disebut
3
Fathurrahman Djamil,Penerapan Hukum Perjanjian Dalam Transaksi Lembaga Keuangan
Syariah, h. 132-133
4
Fathurrahman Djamil, Penerapan Hukum Perjanjian, h. 155-156. Fatwa DSN MUI No. 112/DSN-
MUI/IX/2017 tentang akad Ijarah, No. 101//DSN-MUIIX/2016 tentang Ijarah maushufah fi al-
dzimmah.
Ajir dan upah yang diberikan disebut ujrah (fee)
Akad sewa atas manfaat barang. Sejarahyang
digunakan untuk penyewaan aset dengan tujuan untuk
`Ayn (muthlaqah) atau mengambil manfaat dari aset. Objeksewa pada ijarah
`ala al-a`yan ini adalah barang dan tidak ada klausul yang
memberikan pilihan kepada penyewa untuk membeli
aset selama masa sewa atau pada akhir masa sewa.
Yaitu transaksi sewa-menyewa antara pemilik objek
sewa dengan penyewa untuk mendapatkan imbalan
atas objek sewa yang disewakan dengan opsi
perpindahan hak milik objek sewa baik dengan jual-
Muntahiya bittamlik beli atau pemberian (hibah) pada saat tertentu sesuai
dengan akad. Atauakad ijarah atas manfaat barang
yang disertai dengan janji pemindahan hak milik atas
barang sewa kepada penyewa, setelah selesai atau
diakhiri akad Ijarah.
Akad ijarah atas Manfaat suatu barang (manfaat `ayn)
Ijarah mausufah fi al- dan atau jasa (`amal) yang pada saat akad hanya
dzimmah disebutkan sifat-sifat dan spesifikasi kuantitas dan
kualitas
Akad ijarah atas manfaat barang yang tidak disertai
Ijarah tasy-ghiliyyah dengan janji pemindahan hak milik atas barang sewa
kepada penyewa

C. RUKUN DAN SYARAT IJARAH

Berkaitan dengan rukun dan syarat ijarah dalam bahasan mengenai syarat
terdapat empat hal yang berkaitan dengan syarat yaitu:pertama, syarat terjadinya
akad (al-in`iqad) yang menghendaki terpenuhinya ketentuan berkaitan dengan
para pelaku akan sewa (`aqidayn), zat (objek) akad sewa, dan tempat
berlangsungnya akad sewa;kedua, syarat pelaksanaan akad (an-nafadz) yang
berkaitan dengan pelaksanaan akad ijarah; ketiga, syarat sahnya ijarah yang
berkaitan dengan keabsahan ajad ijarah yang berhubungan dengan pemenuhan
syarat pihak yang berakad, objek sewa (ma'qud alaih) upah/sewa (ujrah), dan zat
yang dijadikan sebagai bahan sewa (nafs al-`uqud).
Rukun ijarah menurut hanafiyah adalah zigot Ijab dan Qabul sedangkan
menurut mayoritas ulama rukun ijarah ada 4 penjelasan rukun dan syarat ijarah
dijelaskan sebagai berikut.5

Rukun Syarat
Peyewa (`ajir/mu`jir) dan yang menyewa (musta`jir)
1. Baligh, berakal cerdas, memiliki kecakapan untuk
melakukan tasharruf atau mengendalikan harta. Ulama
Hanafiah mensyaratkan berakal dan mumayiz (minimal 7
tahun) dan tidak disyaratkan baligh. Jika menyangkut
barang bukan miliknya maka dipandang sah bila seijin
walinya. Malikiyah mensyaratkan tamyiz sedangkan
transaksi yang belum baligh bergantung keizinan
walinya.Sedangkan Malikiyah dan Syafi`iyah menyaratkan
Ulama mukallaf yaitu baligh dan berakal tidak anak
mumayiz.Tidak sah akad sewa anak kecil dan orang gila.
2. Pihak yang berakad memiliki kekuasaan untuk
melaksanakan akad, di mana penyewa memiliki kemampuan
membayar sewa dan pihak yang menyewakan berhak
menyewakan objek sewa.
3. Adanya saling Rela tidak sah akad sewa yang dipaksakan.
4. Kedua pihak mengetahui manfaat barang yang di sewa
untuk apa disewakan.
Pasal 257: Untuk menyelesaikan suatu proses akad ijarah,
pihak-pihak yang melakukan akad harus mempunyai kecakapan
melakukan perbuatan hukum.
KHES
Pasal 259: Pihak yang menyewakan benda haruslah pemilik,
wakilnya, atau pengampunya.
Fatwa DSN 1. Akad ijarah boleh dilakukan oleh orang (Syakhsiyah
thabi`iyah/natuurlijke person)maupun yang dipersamakan
MUI
dengan orang baik berbadan hukum maupun tidak berbadan
hukum(syakhshiyahi`tibariah/syakhshiyah
hukmiiyah/rechtsperson)berdasarkan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
2. Mu`Jir, Musta`Jir, dan Ajirwajib cakap hukum sesuai
dengan syariah dan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
3. Mu`jir wajib melakukan kewenangan (wilayah) untuk
5
Rachmat Syafei, Fiqh Muamalah, h. 125-130. Fathurrahman Djamil, Penerapan Hukum
Perjanjian, h. 155-156. Ibdalsyah dan Hensri Tanjung, Fiqh Muamalah, h. 81-82.Hendi
Suhendi, Fiqh Muamalah, h. 117-118. Nasrun Haroen, Fiqh Muamalah, (Jakarta: Gay
Media Pratama, 2000), h. 232-235. Abdul Rahman, FiqhMuamalat, h. 279-280. Abdullah
bin Muhammad Thayyar, dkk., Ensklopedi Fiqh Muamalah, h. 311-313., 316-319.
melakukan akad ujrah baik kewenangan yang
bersifatashliyyah maupun niyabiyyah.
4. Mu`jirwajib memiliki kemampuan untuk menyerahkan
manfaat.
5. Musta'jir wajib memiliki kemampuan untuk membayar
ijarah.
6. Ajir wajib memiliki kemampuan untuk menyerahkan jasa
atau
7. Melakukan perbuatan hukum yang dibebankan kepadanya.
Objek sewa (benda/manfaat/pekerjaan/ uang sewa/upah)

1. Manfaat yang menjadi objek sewa harus jelas dan diketahui


secara sempurna sehingga tidak menimbulkan perselisihan
di kemudian hari, meliputi:a) barang yang disewakan harus
jelas manfaatnya dan mubah (tidak bertentangan dengan
syariat Islam), tidak boleh menyewakan barang hasil
kejahatan atau menyewakan untuk tujuan
kejahatan;ssaffesfeb) benda objek sewa harus dapat
diserahkan kepada penyewa tidak boleh menyewakan benda
yang hilang, atau pekerjaan yang diupahkan mesti dapat
dikerjakan; c) benda yang disewakan kekal zatnya sehingga
dapat ditentukan tempo sewanya; dan d) jenis pekerjaan jika
Ulama
ijazah pekerjaan.
2. Penyewa barang berhak memanfaatkan barang sewaan baik
untuk dirinya sendiri maupun untuk orang lain dengan cara
meminjamkan atau menyewakannya lagi.
3. Objek ijarah dalam bentuk jasa atau tenaga orang bukanlah
merupakan kewajiban individual seperti salat dan puasa.
4. Objek ijarah dalam bentuk barang merupakan sesuatu yang
dapat disewakan.
5. Imbalan sewa atau upah harus jelas tertentu dan
bernilai.Tidak boleh sejenis dengan barang manfaat dari
Ijarah
KHES Benda Ijarah:
Pasal 260: 1)Penggunaan benda ijarah harus dicantumkan
dalam akad;2) Ijarah jika penggunaan benda ijarah tidak
dinyatakan secara pasti dalam akad maka benda ijarah
digunakan berdasarkan aturan umum dan kebiasaan.

Pasal 261:Jika salah satu syarat dalam akad ijarah tidak ada
maka akad itu batal.

Uang Ijarah:
Pasal 262: 1)Uang ijarah tidak harus dibayar apabila akad ijarah
nya batal; 2)Harga ijarah yang wajar atau ujrah Al-mitsli adalah
harga ijarah yang ditentukan oleh ahli yang berpengalaman dan
jujur.

Pasal 263:Jasa penyewaan dapat berupa uang, surat berharga,


dan atau benda lain Berdasarkan kesepakatan; 2)Jasa
penyewaan dapat dibayar dengan atau tanpa uang muka,
pembayaran didahulukan, pembayaran setelah objek ijarah
selesai digunakan, atau diutang berdasarkan kesepakatan.

Pasal 264: 1) Uang muka ijarah yang sudah dibayar tidak dapat
dikembalikan kecuali ditentukan lain dalam akad; 2)Uang muka
ijarah harus dikembalikan oleh pihak yang menyewakan jika
pembatalan ijarah dilakukan oleh pihak yang menyewakan;
3)Uang muka ijarah tidak harus dikembalikan oleh pihak yang
menyewakan jika pembatalan ijarah dilakukan oleh pihak yang
akan menyewa.

Penggunaan objek ijarah:


Pasal 265: 1) Penyewa dapat menggunakan objek ijarah secara
bebas jika akad ijarah dilakukan secara mutlak; 2)Penyewa
hanya dapat menggunakan objek ijarah secara tertentu jika akad
ijarah dilakukan secara terbatas.

Pasal 266: Penyewa dilarang menyewakan dan meminjamkan


objek ijarah kepada pihak lain kecuali atas izin dari pihak yang
menyewakan.

Pasal 267: Uang ijarah wajib dibayar oleh pihak penyewa


meskipun benda yang sejarahnya tidak digunakan.

Pemeliharaan objek ijarah tanggung jawab kerusakan dan


nilai serta jangka waktu ijarah:
Pasal 268: Pemeliharaan objek ijarah adalah tanggung jawab
pihak penyewa kecuali ditentukan lain dalam akad

Pasal 269: 1) Kerusakan objek ijarah karena kelalaian pihak


penyewa adalah tanggung jawab penyewa kecuali ditentukan
lain dalam akad; 2)Jika objek ijarah rusak selama masa akad
yang terjadi bukan karena kelalaian penyewa, maka pihak yang
menyewakan wajib menggantinya; 3)Jika dalam akad ijarah
tidak ditetapkan mengenai pihak yang bertanggungjawab atas
kerusakan objek ijarah, maka hukum kebiasaan yang berlaku di
kalangan mereka yang dijadikan hukum.

Pasal 270: Penyewa wajib membayar objek ijarah yang rusak


berdasarkan waktu yang telah digunakan dan besarnya ijarah
ditentukan melalui musyawarah harga dan jangka waktu ijarah.
Pasal 271: 1) Nilai atau harga ijarah antara lain ditentukan
berdasarkan satuan waktu; 2)Satuan waktu yang dimaksud
adalah menit, jam, hari, bulan, dan atau tahun.

Pasal 272:1) Awal waktu ijarah ditetapkan dalam akad atau


atau atas dasar kebiasaan; 2)Waktu ijarah dapat diubah
Berdasarkan kesepakatan para pihak.

Pasal 273: Kelebihan waktu dalam ijarah and yang dilakukan


oleh pihak penyewa harus dibayar Berdasarkan kesepakatan
atau kebiasaan.

Jenis barang yang diijarah kan dan pengembalian objek


ijarah:
Pasal 274:1) Benda yang menjadi objek ijarah harus benda
yang halal atau mubah; 2)Benda yang di ijarah harus digunakan
untuk hal-hal yang dibenarkan menurut syari`at; 3)Setiap benda
yang dapat dijadikan objek jual beli dapat dijadikan objek
ijarah.

Pasal 275:1) Benda yang di ijazahkan boleh keseluruhannya


dan boleh pula sebagiannya yang ditetapkan dalam akad;
2)Hak-hak tambahan penyewa yang berkaitan dengan objek
ijarah ditetapkan dalam akad ijarah; 3)Apabila hak-hak
tambahan penyewa tidak ditetapkan dalam akad, maka hak-hak
tambahan tersebut ditentukan berdasarkan kebiasaan.

Pengembalian Objek Ijarah:


Pasal276:Ijarah berakhir dengan berakhirnya waktu ijarah yang
ditetapkan dalam akad.

Pasal277:1) Cara pengembalian objek ijarah dilakukan


berdasarkan ketentuan yang terdapat dalam akad; 2)Bila cara
pengembalian objek ijarah tidak ditentukan dalam akad maka
pengembalian benda ijarah dilakukan sesuai dengan kebiasaan.
Fatwa DSN Mengenai Hukum Dan Bentuk Ijarah:
1. Akad ijarah boleh direalisasikan dalam bentuk akad ijarah
MUI
`ala al a`yan dan akad ijarah `ala Al-`amal/ijarah `ala al-
asykhash.
2. Akad ijarah boleh direalisasikan dalam bentuk akad
ijarahtasyghiliyyah, ijarah muntahiyyah bi al-tamlik (IMBT)
dan ijarahmaushufah fi al-dzimmah (IMFD).

Mengenai objek ijarah:


1. Mahall al-manfa`ah harus berupa barang yang dapat
dimanfaatkan dan manfaatnya dibenarkan (tidak dilarang)
secara Syariah (Mutaqawwam).
2. Mahall al-manfa`ah sebagaimana dalam angka 1, harus
dapat diserahterimakan (maqdur al-taslim) pada saat akad
atau pada waktu yang disepakati dalam akad ijarah
maushufah al-dzimmah.

Mengenai Manfaat dan Waktu Sewa:


1. Manfaat harus berupa manfaat yang dibenarkan (tidak
dilarang) secara syariat Islam (mutaqawwam)
2. Manfaat harus jelas sehingga diketahui oleh Mu'jir dan
Musta'jir atau Ajir.
3. Tata cara penggunaan barang sewa serta jangka waktu sewa
harus disepakati oleh Mu'jir dan Musta'jir.
4. Musta'jir dalam akad ijarah `ala al-ayan, boleh
menyewakan kembali (al-ijarah min al-bathin) kepada
pihak lain kecuali tidak diizinkan (dilarang) oleh mu`jir.
5. Musta'jir dalam akad ijarah`ala al-a`yan, tidak wajib
menanggung risiko terhadap kerugian yang timbul karena
pemanfaatan, kecuali karenaal-ta`addi, al-taqshir, atau
mukhalafat al-syuruth.

Mengenai `Amalyang Dilakukan Ajir:


1. `Amal (pekerjaan atau jasa) yang dilakukan ajir harus
berupa pekerjaan yang dibolehkan menurut syariah dan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
2. `Amal yang dilakukan agar harus diketahui jenis,
spesifikasi, dan ukuran pekerjaannya serta jangka waktu
kerjanya.
3. `Amal yang dilakukan ajir harus berupa pekerjaan yang
sesuai dengan tujuan akad.
4. Musta'jir dalam akad ijarah `ala al-a`mal, boleh
menyewakan kembali kepada pihak lain kecuali tidak
diizinkan (dilarang) oleh Ajir atau peraturan perundang-
undangan.
5. Ajir tidak wajib menanggung risiko terhadap kerugian yang
timbul karena perbuatan yang dilakukannya kecuali karena
al-ta`addi, al-taqshir, atau mukhalafat al-syuruth.

Ketentuan terkait Ujrah:


1. Ujrah boleh berupa uang, manfaat barang, jasa atau barang
yang boleh dimanfaatkan menurut syariah (mutaqawwam)
dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
2. Kuantitas dan/atau kualitas uirah harus jelas, baik berupa
angka nominal, prosentase tertentu, atau rumus yang
disepakati dan diketahui oleh para pihak yang melakukan
akad.
3. Ujrah boleh dibayar secara tunai, bertahap atau angsur dan
tangguh berdasarkan kesepakatan sesuai dengan syariah
dan/atau peraturan perundang-undangan yang berlaku.
4. Ujrah yang telah disepakati boleh ditinjau-ulang atas
manfaat yang belum diterima oleh musta'jir sesuai
kesepakatan
1. Transaksi ijarah dilaksanakan secara jelas.
Sighat Ijab 2. Kedua belah pihak memahami transaksi ijarah dengan baik.
dan Kabul 3. Adanya kesesuaian antara ucapan penyewa dan jawaban
pihak yang menyewakan.
Pasal 252: Shigat akad ijarah harus menggunakan kalimat yang
jelas; Akad ijarah dapat dilakukan dengan lisan, tulisan dan
atau isyarat.

Pasal 253: Akad ijarah dapat diubah, diperpanjang, dan atau


dibatalkan Berdasarkan kesepakatan.

Pasal 254:1) Akad ijarah dapat diberlakukan untuk waktu yang


akan datang; 2) Para pihak yang melakukan akad ijarah tidak
boleh membatalkannya hanya karena akad itu masih belum
berlaku.
KHES
Pasal 255: Akad ijarah yang telah disepakati tidak dapat
dibatalkan karena ada penawaran yang lebih tinggi dari pihak
ke-3.
Pasal 256:1) Jika pihak yang menyewa menjadi pemilik dari
harta yang diijarahkan, maka akad ijarah berakhir dengan
sendirinya; 2) ketentuan ini berlaku juga pada ijarah jama`i atau
kolektif.

Pasal 258: Akad ijarah dapat dilakukan dengan tatap muka


maupun jarak jauh.
1. Akad ijarah harus dinyatakan secara tegas dan jelas serta
dimengerti oleh Mu`Jir/Ajir dan Musta'jir.
Fatwa DSN 2. Akad ijarah boleh dilakukan secara lisan, tertulis, isyarat,
MUI dan perbuatan atau tindakan serta dapat dilakukan secara
elektronik sesuai syariah dan peraturan perundang-undangan
yang berlaku.
D. HAK DAN KEWAJIBAN DALAM IJARAH

Para pihak yang melaksanakan transaksi ijarah memiliki hak dan kewajiban
tertentu, yaitu antara lain:6

1. Pemberi sewa berkewajiban menyediakan aset yang disewa dan menjamin


apabila timbul kecacatan terhadap barang sewa. Dalam penyediaan aset ini
pemberi sewa dapat membuat, membeli, atau menyewa barang yang akan
disewakan termasuk melengkapi dan menyediakan sarana yang diperlukan
sesuai dengan manfaat yang akan diperoleh oleh penyewa. Begitupula
Apabila ada kecacatan dari barang sewa yang menyebabkan kerusakan
manfaat dari objek barang sewa, pemberi sewa berkewajiban menjelaskan
kecacatan tersebut kepada penyewa, dan apabila cacat tersebut diketahui
setelah terjadinya akad, maka pemberi sewa memberikan hak opsi (khiyar)
kepada penyewa untuk membatalkan akad sewa atau mendapat pengurangan
atas pembayaran imbalan sewa.
2. Penyewa berkewajiban untuk menjaga keutuhan aset yang di sewa dan
membayar sewa.Para ulama sepakat bahwa aset yang disewa adalah amanah
di tangan penyewa. Namun, apabila aset yang disewa rusak tanpa
pelanggaran dari yang dibolehkan atau lalai dalam menjaganya dari pihak
penyewa, maka ia tidak bertanggung jawab atas kerusakan tersebut, karena
ketika penyewa diizinkan oleh pemberi sewa untuk menikmati manfaat dari
aset yang di sewa, ia tidak dianggap sebagai menjamin dari aset yang sewa
itu.
3. Berkaitan dengan pemeliharaan terhadap aset yang disewa, kedua belah pihak
dapat merinci hak dan kewajiban masing-masing sesuai dengan kebiasaan dan
kelaziman dalam masyarakat.Misalnya, penyewa dapat meminta pemberi
sewa untuk melaksanakan pemeliharaan objek sewa untuk memastikan
penggunaan yang berkelanjutan (misalnya oli yang diperlukan untuk mesin
dan peralatannya), atau untuk memungkinkan aset itu terus memberikan
manfaat, sehingga diminta pemeliharaan dilakukan secara periodik.
6
Fathurrahman Djamil,Penerapan Hukum Perjanjian Dalam Transaksi Lembaga Keuangan
Syariah, h. 157-158.

Anda mungkin juga menyukai