NIM : 4022020049
Unit : EK2U 1
MK : Fiqh Muamalah
Dosen Pembimbing : Dr. Iskandar, MCL
Dari bebrapa pendapat di atas dapat diartikan bahwa sebagian ulama beranggapan
bahwa rahn dapat digunakan pada transaksi dan akad jual beli yang bermacam-macam,
walaupun ada perbedaan ulama mengenai waktu dan pemanfaatan dari barang yang dijadikan
jaminan tersebut.
Akad Rahn sendiri di perbolehkan oleh syara dengan berbagai dalil yang terdapat
dalam Al-Qur'an dan Hadist Nabi Muhammad SAW.
"Jika kamu dalam perjalanan (dan bermu'amalah tidak secara tunai) sedang kamu tidak
memperoleh seorang penulis, maka hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang (oleh
yang berpiutang). Akan tetapi jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, maka
hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya (hutangnya) dan hendaklah ia
bertaqwa kepada Allah Rabbnya dan janganlah kamu (para saksi) menyembunyikan
persaksian. Dan siapa yang menyembunyikannya, maka sesungguhnya ia adalah orang yang
berdosa hatinya dan Allah Mengetahui apa yang kamu kerjakan". [Al-Baqarah : 283].
Dibolehkannya Ar-Rahn, juga dapat ditunjukkan dengan amalan Rasululloh
Shallallahu 'alaihi wa sallam, bahwa beliau pernah melakukan sistem gadai ini, sebagaimana
dikisahkan Umul Mukminin A'isyah Radhiyallahu 'anha.
"Sesungguhnya Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam membeli dari seorang yahudi bahan
makanan dengan cara hutang dan menggadaikan baju besinya"[HR Al Bukhari no 2513 dan
Muslim no. 1603]
Di dalam Rahn (gadai) ada rukun dan syarat-syarat nya yang harus di penuhi agar
rahn tersebut sah dan tidak melanggar hukum islam, ada beberapa rukun rahn yaitu antara
lain:
ٍ ك َم ْنفَ َع ٍة َم ْعلُ َو َم ٍة َم ْقص ُْو َد ٍة ِم َن ْال َعي ِْن ْال ُم ْستَأ ِج َر ِة بِ َع ْو
ض ُ ُع ْق ٌد يُفِ ْي ُد تَ ْملِ ْي
Ijarah akad untuk membolehkan pemilikan manfaat yang diketahui dan disengaja
dari suatu zat yang disewa dengan imbalan.
b) Menurut Malikiyah
Dari definisi tersebut dapat diambil intisari bahwa ijarah atau sewa-menyewa
adalah akad atas manfaat dengan imbalan. Adapun istilah-istilah dalam Al-Ijarah
pemilik yang menyewakan manfaat disebut Mu’ajjir (orang yang menyawakan).
Pihak lain yang memberikan sewa disebut Musta’jir ( orang yang menyawa =
penyewa). Dan, sesuatu yang di akadkan untuk diambil manfaatnya
disebut Ma’jur ( Sewaan). Sedangkan jasa yang diberikan sebagai imbalan manfaat
disebut Ajran atau Ujrah (upah). Dan setelah terjadi akad Ijarah telah berlangsung
orang yang menyewakan berhak mengambil upah, dan orang yang menyewa berhak
mengambil manfaat, akad ini disebut pula Mu’addhah (penggantian).
B. Dasar Hukum Al-Ijarah
Al-Ijarah dalam bentuk sewa-menyewa maupun dalam bentuk upah-
mengupah merupakan muamallah yang telah disyariatkan dalam Islam. Hukum
asalnya menurut Jumhur Ulama adalah Mubah atau boleh bila dilaksanakan sesuai
dengan ketentuan yang ditetapkan oleh syara’. Adapun dasar hukum tentang
kebolehan Al-Ijarah sebagai berikut:
Ujrah atau upah, disyaratkan diketahui jumlahnya oleh kedua belah pihak, baik
dalam sewa-menyewa maupun dalam upah-mengupah.
WAKALAH
Secara bahasa arti wakaalah atau wikaalah(dengan waw difathah dan dikasrah) adalah
melindungi.Secara linguistik, wakalah bermakna menjaga atau juga bermakna
mendelegasikan mandat, menyerahkan sesuatu.Hal ini sebagaimana firman Allah, “Dan
mereka menjawab,’cukuplah Allah (menjadi penolong) bagi kami dan dia sebaik-baik
pelindung.” (ali imran:173).Yaitu al-hafiizh (pelindung atau penjaga).Dan firman-
NYA,”Tidak ada tuhan selain Dia,maka jadikan lah Dia sebagai pelindung.”(al-
muzzammil:9).
Dalam definisi syara`,wakaalah menurut para ulama mazhab Hanaafi adalah tindakan
seseorang menempatkan orang lain ditempatnya untuk melakukan tindakan hukum yang tidak
mengikat dan diketahui.Atau penyerahan tindakan hukum dan penjagaan terhadap sesuatu
kepada orang lain yang menjadi wakil.Tindakan hukum ini mencakup pembelanjaan terhadap
harta,seperti jual-beli ,juga hal-hal lain yang secara syara bisa diwakilkan seperti juga
memberi izin kepada orang lain untuk masuk rumah.
َ ال قَائِ ٌل ِم ْنهُ ْم َك ْم لَبِ ْثتُ ْم ۖ قَالُوا لَبِ ْثنَا يَ ْو ًما أَ ْو بَع
ْض َ َك بَ َع ْثنَاهُ ْم لِيَتَ َسا َءلُوا بَ ْينَهُ ْم ۚ ق َ َِو َك ٰ َذل
يَ ْو ٍم ۚ قَالُوا َربُّ ُك ْم أَ ْعلَ ُم بِ َما لَبِ ْثتُ ْم فَا ْب َعثُوا أَ َح َد ُك ْم بِ َو ِرقِ ُك ْم ٰهَ ِذ ِه إِلَى ْال َم ِدينَ ِة فَ ْليَ ْنظُرْ أَيُّهَا
ف َواَل يُ ْش ِع َر َّن بِ ُك ْم أَ َحدًا ٍ أَ ْز َك ٰى طَ َعا ًما فَ ْليَأْتِ ُك ْم بِ ِر ْز
ْ َّق ِم ْنهُ َو ْليَتَلَط
“Dan demikianlah Kami bangunkan mereka agar mereka saling bertanya di antara mereka
sendiri. Berkatalah salah seorang di antara mereka: Sudah berapa lamakah kamu berada
(disini?)". Mereka menjawab: "Kita berada (disini) sehari atau setengah hari". Berkata
(yang lain lagi): "Tuhan kamu lebih mengetahui berapa lamanya kamu berada (di sini).
Maka suruhlah salah seorang di antara kamu untuk pergi ke kota dengan membawa uang
perakmu ini, dan hendaklah dia lihat manakah makanan yang lebih baik, maka hendaklah ia
membawa makanan itu untukmu, dan hendaklah ia berlaku lemah-lembut dan janganlah
sekali-kali menceritakan halmu kepada seorangpun”.
Dan Allah menceritakan tentang yusuf a.s, bahwa beliau berkata kepada raja:
Dan didalam kaitan ini banyak dijumpai hadits-hadits yang dapat dijadikan landasan
bolehnya wakalah,diantaranya:”Bahwasannya Rasulullah saw.,mewakilkan kepada abu rafi`
dan seorang Anshar untuk mewakilinya mengawini Maimunah r.a.”
Dan terbukti pula bahwa Rasulullah mewakilkan dalam membayar hutang,
mewakilkan dalam menetapkan had dan membayarnya, mewakilkan didalam mengurus
untanya, membagi kandang dan kulitnya dan lain-lainya.
ِ اونُوا َعلَى ْالبِرِّ َوالتَّ ْق َو ٰى ۖ َواَل تَ َعا َونُوا َعلَى اإْل ِ ْث ِم َو ْال ُع ْد َو
ۘ ان َ ۚ وتَ َع
َ
Artinya:
“Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan
tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran.”
Akad wakalah menjadi sah bila terpenuhi rukun dan syarat-syaratnya.Rukun wakalah
menurut golongan hanafiyah adalah ijab dan qabul dengan ungkapan ,”Saya wakilkan ini
kepada anda” atau dengan kalimat yang sejenis.kemudian,dia menjawab “saya terima” atau
yang semakna dengan ini.Sementara itu,rukun wakalah menurut jumhur adalah
muwakil,wakil,muwakil bih,dan shighat,seperti yang dijelaskan berikut ini:
1) Mempunyai hak untuk melkukan perbuatan hukum pada apa yang diwakilkan.Karena
itu,seseorang tidak sah melakukan perbuatan hukum tidak sah menerima wakil dari orang
gila,anak kecil yang belum mumayiz karena orang gila dan anak kecil yang belum mumayiz
tidak mempunyai kewenangan (ahliyah).
2) Muwakil disyaratkan cakap bertindak hukum atau mukallaf dan sempurna akalnya.
1) Berakal,mumayiz,tidak disyaratkan baligh. Sehingga tidak sah wakalah orang gila dan
anak-anak yang belum mumayiz.Artinya wakil harus sudah cakap bertindak hukum.Anak
kecil,orang gila,anak belum tamyiz,tidak boleh menjadi wakil,ini menurut pendapat ulama
hanafiyah.Ulama selain Hanafiyyah juga menyatakan hal yang sama.Anak kecil tidak boleh
menjadi wakil,karena mereka belum bisa terbebani yang dilakukan,belum bisa diakui.
2) Disyaratkan bagi orang yang akan menerima wakil untuk mengetahui objek yang
akan diwakilkan kepadanya supaya tidak terjadi penipuan terhadap orang menerima wakil
atau yang diberi kuasa.
3) Orang yang akan menerima kuasa itu harus jelas dan pasti.Dengan demikian,tidak
boleh mewakilkan sesuatu kepada salah seorang dari sekelompok manusia tanpa
menyebutkan identitasnya.
3) Sesuatu yang diwakilkan tersebut berada dalam pengetahuan dan emampuan orang
yang menerima wakil. Artinya perbuatan yang ditugaskan oleh pemberi kuasa harus diketahui
dengan jelas oleh orang yang menerima kuasa.Misalnya tugas untuk membeli barang maka
jenis,kualitas,bentuk,dan banyaknya barang harus disebutkan dengan jelas.
d.sighat akad,yakni ijab dan qabul dengan ungkapannya,”Saya wakilkan ini kepada anda”atau
dengan kalimat yang sejenis.Kemudian dijawab,”Saya terima” atau yang semakna dengan ini.
Para ulama menyatakan,wakil dalam masalah hak Allah seperti jarimah hudud tidak
boleh dilakukan,seperti maslaah zina.Begitu juga dalam hak-hak masalah manusia ,seperti
qishah juga tidak boleh diwakilkan.Namun,dalam masalah hak-hak manusia yang berkaitan
dengan kebendaan seperti utang,zakat boleh diwakilkan.Dalam menghadapi perkara di
pengadilan dengan menunjuk pengacara diolehkan.Jadi,seseorang mempunyai hak untuk
mewakilkan dirinya kepada siapa saja untuk menghadapi perkaranya di
pengadilan.Sementara wakalah dalam masalah jual-beli boleh dilakukan dengan syarat tidak
ada tipuan didalamnya. Apabila seseorang mewakilkan kepada orang lain untuk membelikan
sesuatu ,dikaitkan dengan syarat –syarat maka wakil atau orang yang menerima perwakilan
wajib memelihara persyaratan itu,baik persyaratan mengenai benda,maupun persyaratan
mengenai harga.
Wakil atau orang yang menerima perwakilan merupakan orang kepercayaan yang
diberi amanat oleh orang yang memberi kuasa untuk bertindak atas namanya terhadap apa
yang dikuasakan kepadanya.Karena wakil hanya berfungsi sebagai penerima amanat,ini
berarti dia tidak diwajibkan bertanggungjwab atau mengganti bila sesuatu yang
diwakilkannya itu rusak karena sesuatu yang berada diluar kekuasaanya.Kecuali terhadap
sesuatu yang diakibatkan oleh kelalaian maka dia harus bertanggung jawab terhadap
perbuatnnya.Misalnya,dia meletakkan di suatu tempat tanpa ada yang mengawasinya.