PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Fiqih muamalah merupakan aturan yang membahas tentang hubungan
manusia dengan manusia lainnya dalam sebuah masyarakat. Didalamnya
termasuk kegiatan perekonomian masyarakat. Salah satu jenis transaksi
ekonomi yang dibahas didalam fiqih muamalah ialah ijarah.
Ijarah merupakan salah satu bentuk transaksi muamalah yang banyak
dilakukan manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Didalam
pelaksanaan ijarah ini, yang menjadi obyek transaksi adalah manfaat yang
terdapat pada sebuah zat. Ijarah sering disebut dengan ‘upah’ atau ‘imbalan’.
Ijarah yang sering kita kenal dengan persewaan, sangat sering membantu
kehidupan, karena dengan adanya ijarah ini, seseorang yang terkadang belum
bisa membeli benda untuk kebutuhan hidupnya, maka bisa diperbolehkan
dengan cara menyewa.
Sebagaimana transaksi umum, maka ijarah memiliki aturan-aturan
tertentu. Kebanyakan para pelaku ijarah saat ini melakukan transaksi ini hanya
berdasarkan kebiasaan saja, tanpa tahu dasar hukum dan aturan-aturan yang
berlaku.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud Ijarah ?
2. Bagaimana dasar hukum ijarah ?
3. Apa rukun dan syarat ijarah ?
4. Apa macam-macam ijarah ?
5. Bagaimana ketentuan-ketentuan ijarah?
6. Bagaimana aplikasi dalam perbankan syariah?
7. Apasaja produk-produk ijarah?
8. Bagaimana berakhirnya akad ijarah?
1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Ijarah
Ijarah/sewa berasal dari kata al-ajru yang artinya ‘ganti’, upah atau
menjual manfaat. Menurut Zuhaily (1989: 729), transaksi sewa (ijarih) identic
dengan jual beli, tetapi dalam sewa (ijarah) pemilikan dibatasi dengan waktu.
Secara istilah syariah, menurut ulama ushul fiqih, menurut Al-Jazari
(2005: 523), sewa dalam akad terhadap manfaat untuk masa tertentu dengan
harga tertentu. Menurut Sabiq (1983: 194), sewa adalah suatu jenis akad untuk
mengambil manfaat dengan jalan penggantian.1
Adapun pengertian ijarah yang dikemukakan oleh para ulama madhab
sebagai berikut:
1. Pengertian ijarah menurut ulama Hanafiyah ialah:
عقذ يفيد تملك منفعة معلومة مقصودة عن العين المستاجرة معوض
“Akad untuk membolehkan pemilikan manfaat yang diketahui dan
dilakukan dengan sengaja dari satu zat yang disewa dengan disertai
imbalan.”
2. Pengertian ijarah menurut ulama Malikiyah ialah:
تسمية التناقد على منفعةاألدمى وبعدالمنقوالت
“Nama bagi akad-akad untuk kemanfaatan yang bersifat manusiawi dan
juga untuk sebagai yang dapat dipindahkan.”
3. Pengertian ijarah menurut Sayyid Sabiq ialah:
عقد على المنافع بعوض
“jenis akad untuk mengambil manfaat dengan jalan penggantian.”2
Berdasarkan hal itu, menyewakan pohon agar dimanfaatkan
buahnya hukumnya tidak sah karena pohon itu sendiri bukan keuntungan
atau manfaat. Demikian juga hukumnya menyewakan dua jemis mata uang
(emas dan perak), makanan untuk dimakan, barang yang dapat ditakar dan
1
Syyid Sabiq, Fiqih Sunnah,(Jakarta: Pena Pundi Aksara, 1983), Cet I, h.194
2
Qomarul Huda, M.Ag, Fiqih Mu’amalah, (Yogyakarta:TERAS, 2011), Cet. I, h. 77-78.
2
dirimbang. Alasannya, semua jenis barang tersebut tidak dapat
dimanfatkan kecuali dengan mengkonsumsi bagian dari barang tersebut.
Semua manfaat, terkadang berbentuk manfaat atas barang, seperti rumah
untuk ditempati, mobil untuk dikendarai. Pihak pemilik yang menyewakan
manfaat sesuatu disebut mu’ajjir. Adapun pihak yang menyewa
disebut musta’jir. Dan, sesuatu yang diambil manfaatnya
disebut ma’jur. Sedangkan jasa yang diberikan sebagai imbalan atas
manfaat tersebut disebut ajrah atau ujrah upah.
Apabila akad sewa diputuskan, penyewa sudah memiliki hak atas
manfaat dan pihak yang menyewa berhak mengambil kompensasi sebab
sewa adalah akadmu’awadhah timbal balik.3
3
Syyid Sabiq, Fiqih Sunnah,(Jakarta: Pena Pundi Aksara, 2006), Cet I, h.201.
3
Dalam hasits lain, Rasulullah juga bersabda:
أن رسول هللا أحتجم واعطى الحجام أججره واستعطى
“Rasulullah SAW. melakukan bekam, dan membayar upah terhadap
tukang bekam tersebut, kemudian Rasul menggunakan obatnya.”
Adapun dasar hukum ijarah dari ijma’ ialah bahwa semua ulama telah
sepakat terhadap keberadaan praktek ijarah ini, meskipun mereka mangalami
perbedaan dalam ataran teknisnya.4
Adapun hukum syariat mengesahkan praktek sewa karena kehidupan
sosial memang membutuhkannya. Sepertihalnya masyarakat membutuhkan
rumah untuk tempat tinggal dan satu sama lain saling membutuhkan.
4
Qomarul Huda, M.Ag, Fiqih Mu’amalah, (Yogyakarta:TERAS, 2011), Cet. I, h.78-80.
5
Ibid., h.80-81.
4
1. Ijarah dilakukan oleh orang yang mempunyai hak tasharru
f(membelanjakan harta). Syarat ini berlaku bagi semua jenis mu’amalah.
Manfaat dapat diketahui, seperti menempati rumah, mengajarkan suatu
ilmu, dll.
2. Diketahui upahnya
3. Barang yang menjadi obyek akad dapat diserahterimakan pada saat akad,
baik secara fisik atau definitif.
4. Manfaat dalam ijarah adalah mubah, tidak sah manfaat yang haram.6
D. Macam-macam Ijarah
Berdasarkan uraian tentang definisi dan syarat ijarah, maka ijarah dapat
dikelompokkan menjadi dua bagian:
1. Ijarah ‘ala al-munafi’.yaitu ijarah yang obyek akadnya adalah manfaat.
Dalam ijarah ini tidak diperbolehkan menjadikan obyeknya sebagai tempat
yang dimanfaatkan untuk kepentingan yang dilarang oleh syara’. 7 Menurut
ulama Hanafiyyah dan Malikiyyah, akad ijarah dapat ditetapkan sesuai
dengan perkembangan manfaat yang dipakai. Konsekuensi dari pendapat
ini adalah bahwa sew tidak dapat dimiliki oleh pemilik barang ketika akad
itu berlangsung, melainkan harus dilihat dahulu perkembangan
penggunaan manfaat tersebut. Namun ada akad ijarah ‘ala
al’manafi’ yang perlu mendapat perincian lebih lanjut, yaitu:
a. Ijarah al- ‘ardh (akad sewa tanah ) untuk ditanami atau didirikan
bangunan. Akad sewa tersebut baru sah jika dijelaskan peruntukannya.
Apabila akadnya untuk ditanami, harus diterangkan jenis tanamannya,
kecuali jika pemilik tanah memberi izin untuk ditanami apa saja.
b. Akad sewa pada binatang harus jelas peruntukannya, untuk angkutan
atau kendaraan dan juga masa penggunaannya. Karena binatang
6
Prof. Dr. Abdullah bin Muhammad Ath-Thayyar, Ensiklopedi Fiqih
Muamalah, (Yogyakarta: Maktabah Al-Hanif, 2014), cet II, h.313.
7
Dr. H. Hendri Suhendri, Fiqih Muamalah,(Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2005),
Cet.I, h. 121.
5
binatang dapat dimanfaatkan banyak hal, jika untuk menghindari
sengketa kemudian hari, harus disertai rincian pada saat akad.
2. Ijarah ‘ala al-‘amaal ijarah, yaitu ijarah yang obyek akadnya atau
pekerjaannya, seperti membangun gedung menjahit pakaian. Akad ijarah
ini terkait erat dengan masalah upah mengupah. Karena itu,
pembahasannya lebih dititikberatkan kepada pekerja atau buruh
(ajir). Ajir itu sendiri terbagi menjadi dua macam yaitu ajir khass dan ajir
musytarak. Pengertian ajir khass adalah pekerjaan atau buruh yang
melakukan suatu pekerjaan secara individual dalam waktu yang telah
ditetapkan, seperti pembantu rumah tangga. Sedangkan ajir
musytarak adalah seorang yang bekerja dengan profesinya dan tidak
terikat oleh orang tertentu. Dia mendapat upah karena profesinya, bukan
karena penyerahan dirinya terhadap pihak lain, misalnya pengacara dan
konsultan.8
8
Qomarul Huda, M.Ag, Op.Cit,h.85-88.
6
8. Pembayaran sewa boleh berbentuk jasa (manfaat lain) dari jenis yang sama
dengan obyek kontrak.
9. Kelenturan (flexibility) dalam menentukan sewa dapat diwujudkan dalam
ukuran waktu, tempat dan jarak.
Berkaitan dengan kelenturan dalam menentukan ujrah dapat dijelaskan
lebih jauh sebagai berikut:
1. Ujrah dapat ditentukan dalam ukuran waktu, tempat dan jarak. Misalnya,
seorang mustakjir berkata kepada Muajjir, ”Jika seseorang menyewa
mobil saya bulan ini sewanya Rp 2.500,000 perbulan, jika bulan depan
(masa lebaran), sewanya Rp 3.000.000,-“.
2. Contoh lain, “Jika seseorang menggunakan gedung ini untuk bank syariah,
sewanya Rp 25 juta setahun, jika anda gunakan untuk Baitul Mal wat
Tamwil sewanya Rp 20 juta setahun”.
Sedangkan syarat Ujrah (fee, bayaran sewa) sebagai berikut:9
1. Harus termasuk dari harta yang halal
2. Harus diketahui jenis, macam dan satuannya
3. Tidak boleh dari jenis yang sama dengan manfaat yang akan disewa untuk
menghindari kemiripan riba fadhl.
4. Kebanyakan ulama membolehkan fee ijarah bukan dengan uang tetapi
dalam bantuk jasa (manfaat lain). Misalnya membayar sewa mobil 1
minggu dengan mengajar anaknya matematika selama 1 bulan 8 Kali
pertemuan.
5. Pemilik asset / manfaat dibolehkan meminta pembayaran di muka, baik
sebagian maupun seluruhnya. Hal ini dimaksudkan sebagai tanda
keseriusan penyewa dalam janjinya untuk menggunakan asset / manfaat
tersebut.
9
Anshori, Abdul Ghofur, 2010, Hukum Perjanjian Islam di Indonesia, Yogyakarta,
Gadjah Mada University Press,h.32
7
F. Aplikasi dalam perbankan Syariah
Bank- bank Islam yang mengoperasikan produk al –ijarah, dapat
melakukan leasing, baik dalam bentuk operating lease maupun financial
lease. Akan tetapi, pada umumnya, bank- bank tersebut lebih banyak
menggunakan al- ijarah al- muntahia bit- tamlik karena lebih sederhana dari
sisi pembukuan. Selain itu, bank pun tidakdirepotkan untuk mengurus
pemeliharaan aset, baik pada saat leasing maupun sesudahnya.
10
Ascarya, 2011, Akad & Produk Bank Syari’ah, Jakarta, Rajawali Pers,h.92
11
Amin Suma, Muhammad, 2002, Ekonomi Syariah Suatu Alternatif Sistem Ekonomi
Konvensional, Jurnal Hukum Bisnis,h.43
8
3. Rusaknya barang yang diupahkan (ma’jur ‘alaih), seperti baju yang
diupahkan untuk dijahitkan;
4. Terpenuhinya manfaat yang diakadkan, berakhirnya masa yang telah
ditentukan dan selesai perkejaan;
5. Menurut Hanafiyah, boleh fasakh ijarah dari salah satu pihak, seperti yang
menyewa toko untuk dagang, kemudian dagangannya ada yang mencuri,
maka ia dibolehkan memfasakhkan sewaan itu.
Pengembalian Sewaan
Jika ijarah telah berakhir, penyewa berkewajiban mengembalikan
barang sewaan jika barang itu dapat dipindahkan, ia wajib menyerahkannya
kepada pemiliknya, dan jika bentuk barang sewaan adalah benda
tetap (‘Iqar), ia wajib menyerahkan kembali dalam keadaan kosong, jika
barang sewaan tanah, ia wajib menyerahkan kepada pemiliknya dalam
keadaan kosong dari tanaman, kecuali bila ada kesulitan untuk
menghilangkannya.
Mazhab Hanbali berpendapat bahwa ketika ijarah telah berakhir,
penyewa harus melepaskan barang sewaan dan tidak ada kemestian
mengembalikan untuk menyerahterimakannya, seperti barang titipan.12
12
Afandi, Yazid, 2009, Fiqh Muamalah Dan Imlementasinya Dalam Lembaga Keuangan
Syari’ah, Yogyakarta, Logung Pustaka,h.53
9
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pada dasarnya, ijarah di definisikan sebagai hak untuk memanfaatkan
barang/jasa dengan membayar imbalan tertentu. Akad ijarah merupakan akad
jual beli, namun demikian, dalam ijarah kepemilikan dibatasi dengan waktu.
Para fuoha sepakat bahwa ijarah merupakan akad yang diperbolehkan oleh
syara’. Rukun ijarah ada empat yaitu: ‘Aqid (orang yang akad), shigat akad,
ujrah(upah), dan manfaat.
Syarat ijarah terdiri dari empat macam, sebagaimana syarat dalam jual
beli, yaitu: syarat Al- inqad(terjadi akad), syarat An-Nafadz (syarat
pelaksanaan akad), syarat sah, dan syarat lazim.
B. Saran
Penulis menyadari bahwa manusia adalah makhluk yang tidak pernah
luput dari kesalahan, sehingga secara pribadi penulis sangat mengharapkan
adanya kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan makalah
ini agar nantinya dapat bermanfaat bagi seluruh pembaca khususnya bagi
penulis sendiri.
10
DAFTAR PUSTAKA
Sabiq, Sayyid. 2006. Fiqih Sunnah, Jakarta: Pena Pundi Aksara, Cet. I.
Suhendi, Hadi. 2005. Fiqih Muamalah, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, Cet. I.
Ascarya, 2011, Akad & Produk Bank Syari’ah, Jakarta, Rajawali Pers.
11
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah yang telah memberikan kami kemudahan sehingga
dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul “Akad Ijarah” Tanpa
pertolongan-Nya mungkin penyusun tidak akan sanggup menyelesaikannya
dengan baik. Shalawat dan salam semoga terlimpah curahkan kepada baginda
tercinta kita yakni Nabi Muhammad SAW.
Selanjutnya kami ucapkan terima kasih kepada Ibuk Dosen yang telah
berkenan membimbing kami dalam mata kuliah “Fiqih Muamalah II” yang telah
membantu. Dalam makalah ini tentu sangat banyak kelemahannya, oleh
karenanya kritik dan saran yang membangun sangat kami harapkan dan terlebih
dahulu kami ucapkan terima kasih.
Demikian makalah ini kami sajikan semoga bermanfaat bagi kami dan
pembaca.
i 12
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .......................................................... 1
B. Rumusan Masalah ..................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Ijarah ...................................................... 2
B. Dasar Hukum Ijarah ................................................. 3
C. Rukun dan Syarat Ijarah ........................................... 4
D. Macam-macam Ijarah ............................................... 5
E. Ketentuan Akad Ijarah.............................................. 6
F. Aplikasi dalam perbankan Syariah ........................... 8
G. Produk Keuangan Syariah ........................................ 8
H. Pembatalan dan Berakhirnya Ijarah ......................... 8
DAFTAR PUSTAKA
ii 13