Anda di halaman 1dari 13

" IJARAH "

DISUSUN UNTUK MEMENUHI TUGAS MATA KULIAH FIQIH MUAMALAH PADA


JURUSAN PERBANKAN SYARIAH

Dosen Pembimbing :

Cut kasLinda, S.H.I., M.Ag.

Disusun Oleh :

Muhammad Iqbal (190603412)

Asrafil Rizal (18060366)

1
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Islam adalah agama yang sempurna. Seluruh aktifitas di dalamnya
telah diatur dengan hukum Islam, baik itu dalam hal ibadah, munkahat,
muamalah maupun jinayat. Dalam karya ilmiah ini, penulis akan
mendeskribsikan kajian tentang bab Ijarah (sewa-menyewa / upah-
mengupah). Ijarah merupakan salah satu pokok pembahasan yang masuk
dalam wilayah fiqh muamalah. Muamalah sendiri berarti “saling berbuat”
atau berbuat secara timbal balik. Sederhananya dapat diartikan dengan
“hubungan antar orang dengan orang”. Maka, dalam kajian fiqh mengandung
arti aturan yang mengatur hubungan antara seseorang dengan orang lain
dalam pergaulan hidup di dunia (dalam bagian ini berkaitan dengan harta).
Hubungan antara sesama manusia berkaitan dengan harta ini
dibicarakan dan diatur dalam kitab-kitab fiqh karena kecenderungan manusia
kepada harta itu begitu besar dan sering menimbukan persengketaan
sesamanya, sehingga jika tidak diatur, dapat menimbulkan ketidak stabilan
dalam pergaulan hidup sesama manusia. Di samping itu penggunaan harta
dapat bernilai ibadah bila digunakan sesuai dengan kehendak Allah, yang
berkaitan dengan harta itu(garis-garis besar fiqh: Amir Syarifuddin).
Hal ini adalah yang mendorong penulis untuk mengkaji lebih dalam
mengenai muamalah, khususnya bab Ijarah. Keterangan lebih lanjut akan
penulis paparkan pada bab pembahasan.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Ijarah?
2. Apa Pengertian syarat dan macam-macam ijarah?

2
3. Apa saja Lembaga Aplikasi Keuangan syarat Ijarah?
4. Bagaimana Berakhirnya akad Ijarah?

C. Tujuan Masalah
Dari penjelasan diatas dapat diambil tujuan masalah yaitu:
1. Mengetahui dengan Ijarah
2. Mengetahui Pengertian syarat dan macam-macam ijarah
3. Mengetahui Apa saja Lembaga Aplikasi Keuangan syarat Ijarah
4. Mengetahui Berakhirnya akad Ijarah

3
               BAB II         
PEMBAHASAN

A. Pengertian Ijarah
Secara bahasa ijarah digunakan sebagai nama bagi al-ajru yang
berarti "imbalan terhadap suatu pekerjaan" (‫ )الجزاء على العمل‬dan "pahala" (
‫ )الثواب‬Dalam bentuk lain, kata ijarah juga biasa dikatakan sebagai nama bagi
al-ujrah yang berarti upah atau sewa (‫راء‬AAA‫)الك‬. Dalam perkembangan
kebahasaan berikutnya, kata ijarah itu dipahami sebagai "akad" (‫)العقد‬, yaitu
akad (pemilikan) terhadap berbagai manfaat dengan imbalan (‫العقد على المنافع‬
‫ )بعوض‬atau akad pemilikan manfaat dengan imbalan. Ijarah sebagai jual beli
jasa yang bisa disebut upah mengupah, yakni nmengambil manfaat dari
tenaga manusia, ada pula yang mengatakan bahwa ijarah itu jual beli
kemanfa’atan dari suartu barang atau disebut dengan sewa – menyewa. Dari
definisi ijarah, bahwa ijarah di bagi menjadi dua yaitu ijarah atas jasa dan
ijarah atas benda 1
Dari berbagai pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa ijarah adalah
akad pemindahan hak guna atas barang atau jasa melalui pembayaran upah
sewa, tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan (ownership) atas barang
itu sendiri. Transaksi ijarah didasarkan pada adanya perpindahan manfaat.
Pada prinsipnya ia hampir sama dengan jual beli. Perbedaan antara keduanya
dapat dilihat pada dua hal utama, yaitu berbeda pada objek akad di mana
objek jual beli adalah barang konkrit, sedang yang menjadi objek pada ijarah
adalah jasa atau manfaat, antara jual beli dan ijarah juga berbeda pada
penetapan batas waktu, di mana pada jual beli tidak ada pembatasan waktu
untuk memiliki objek transaksi, sedang kepemilikan dalam ijarah hanya
untuk batas waktu tertentu.

1 l-Syihab al-Din dan Amirah Qalyubi., Qalyubiy wa Amirah, (Beyrout-liban: Dar Al-
kotob Al-Ilmiyah, 2003), Juz III, Hal 106

4
B. Rukun, Syarat dan Macam-macam Ijarah
Ijarah memiliki persamaan dengan jual beli. Selain terlihat dari definisi
di atas, di dalamnya juga terkandung makna pertukaran harta dengan harta.
Oleh karena itu dalam masalah rukun dan syaratnya, ijarah juga memiliki
rukun dan syarat yang berdekatan dengan jual beli. Jumhur ulama lebih
memandang rukun sebagai unsur-unsur yang membentuk sebuah perbuatan.
Rukun ijarah menurut jumhur ulama’ terdiri atas tiga unsur, yaitu aqidayn
(mu`jir dan musta`jir), sighaħ (ijab dan qabul), ma'qud 'alayh (ujrah dan
manfaat)2
1. Pelaku akad (al-mu'jir dan al-musta'jir)
Al-mu`jir (‫ )مؤجر‬terkadang juga disebut dengan al-ajir (‫)اآلجر‬, yaitu
pemilik benda yang menerima uang sewa atas suatu manfa’at. Sedang
yang dimaksud dengan al-musta`jir (‫ )المستأجر‬adalah orang yang menyewa
(‫)الذي أستأجر‬. Agar akad ijarah sah, pelaku akad ini diharuskan memenuhi
syarat berikut:3
a. Berakal
Dengan syarat berakal ini, yaitu ahliyatul aqidaini ( cakap
berbuat). tidak sah akad ijarah yang dilakukan orang gila dan anak,
baik ia sebagai penyewa atau orang yang menyewakan, agar akad
tersebut berlaku mengikat dan menimbulkan konsekwensi hukum,
ulama Syafi'iyyah dan Hanabilah, untuk sahnya Ijarah, hanya
mengemukakan satu syarat untuk pelaku akad, yaitu cakap hukum
(baligh dan berakal. Dalam pasal 1320 KUH Perdata Indonesia telah
dijelaskan bahwa salah satu syarat dari suatu perjanjian adalah adanya
kecakapan dari orang yang melakukan perikatan. Syarat dalam KUH
perdata sama dengan syarat tamyis dari rukun pertama akad dalam
hukum islam.

2 Ibnu Rusyd, Tarjamah Bidayatu’l Mujtahid, (Semarang: Asy-Syifa, 1990) h.45-65


3 Ibid, h. 66-70

5
b. Saling Ridha ( suka sama suka)
Agar akad ijarah yang dilakukan sah, seperti juga dalam jual beli,
disyaratkan kedua belah pihak melakukan akad tersebut secara suka
rela, terbebas dari paksaan dari pihak manapun. Konsekwensinya,
kalau akad tersebut dilakukan atas dasar paksaan, maka akad tersebut
tidak sah. Sementara ijarah itu sendiri termasuk dalam kategori
tijarah, dimana di dalamnya terdapat unsur pertukaran harta. Kalau
dalam akad itu terkandung unsur paksaan, maka akad itu termasuk
dalam kategori akad fasid, berdasarkan Al-Qur’an Surat An-Nisa’ 29:
       
         
        

Artinya: Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling


memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali
dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-
suka di antara kamu. dan janganlah kamu membunuh dirimu
Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.
(Q.S. An-Nisa’: 29)

2. Shighah
Seperti telah disinggung sebelumnya bahwa dalam hal pertukaran
objek akad, ijarah sama dengan jual beli. Oleh karena itu, persyaratan
shighaħ dalam ijarah juga sama dengan persyaratan shighah dalam jual
beli. Akad ijarah tidak sah bila antara ijab dan qabul tidak bersesuain,
seperti tidak bersesuain antara objek akad dan batas waktu. Ijab
disyaratkan harus jelas maksud dan isinya, baik berupa ungkapan lisan,
tulisan, isyarat maupun lainya, harus jelas jenis akad yang dikehendaki,
begitu pula qobul harus jelas maksud dan isinya akad.4
Dalam persoalan lafal teknis ijarah itu sendiri, mayoritas ulama
Hanafiyyah mengatakan harus dilakukan dengan lafal al-ijaraħ dan dan
al-ikrah dengan berbagai perubahannya. Begitu juga dalam hal sewa-
menyewa harus digunakan perkataan sewa menyewa atau kata lain yang
4 Rachmat Syafei, Fiqh Muamalah, (Bandung: Pustaka Setia, 2001). hal 121

6
disertai indikasi yang menunjukkan secara jelas maksud milik atas
manfa’at dengan suatu imbalan.
3. Ma'qûd 'alayh (manfaat dan upah)
Seperti transaksi pertukaran lainnya, dalam ijarah juga terdapat dua buah
objek akad, yaitu benda atau pekerjaan dan uang sewa atau upah.
Persyaratan masing-masingnya adalah sebagai berikut:
a. Barang yang diakadkan
Istilah teknis yang digunakan untuk benda yang di-ijaraħ-kan
juga beragam. Selain disebut dengan al-ma`jur isim maf'ul dari al-ajr,
ia juga biasa disebut dengan al-mu`jar, dan al-musta`jar. Maksudnya
adalah sesuatu yang diberikan dalam akad ijarah. Barang atau
pekerjaan yang diakadkan tersebut secara spesifik harus memenuhi
persyaratan berikut: Objek yang di-ijarah-kan dapat diserah terimakan
baik manfaat maupun bendanya,Maka tidak bolah menyewakan
sesuatu yang tidak dapat diserahterimakan. Untuk objek yang tidak
berada dalam majlis akad, dapat dideskripsikan dengan suatu
keterangan yang dapat memberikan gambaran mengenai objek. Dan
orang yang menyewakan dapat menyerahkan barang yang disewakan
kepada penyewa
b. Manfaat dari objek yang di-ijarah-kan harus sesuatu yang dibolehkan
oleh syara’. Artinya, benda yang di-ijarah-kan itu termasuk klasifikasi
harta mutaqawwim. Seperti menyewa sawah untuk ditanami,
menyewa rumah untuk didiami daan tidak melakukan ijarah terhadap
perbuatan maksiat
c. Manfaat dari objek yang akan di-ijarah-kan harus diketahui sehingga
perselisihan dapat dihindari. Pengetahuan kedua belah pihak terhadap
objek akad itu sendiri juga sangat menentukan adanya kerelaan kedua
belah pihak.
d. Obyek ijarah harus diketahui dengan jelas bentuk, ukuran, sifat,
tempat. Untuk penentuan ukuran, ukuran berat dan jarak (gram, liter,

7
meter dan sebagainya), bilangan (ekor untuk hewan, buah untuk benda
lain dan sebagainya)
e. Diketahui batas waktunya, awal dan akhirnya. Penentuan batas waktu
ini, biasanya mengikuti pemenggalan waktu yang diketahui secara
umum, seperti jam, hari, minggu, bulan, tahun dan sebagainya.
Imbalan terhadap benda yang disewa, harus ditentukan batas
waktunya. Menurut sebagian ulama Syafi'iyyah, mensyaratkan
batasan waktu sewa, agar tidak menyebabkan ketidaktahuan waktu
yang wajib dipenuhi
f. Objek Benda yang disewakan disyaratkan kekal ‘ain (zat) nya.  Benda
tersebut dapat dimanfa’atkan berulang kali tanpa mengakibatkan
kerusakan zat dan pengurangan zatnya, sampai  waktu yang
ditentukan menurut perjanjian dalam akad.
4. Upah atau Imbalan
Selain disebut ujrah, upah atau sewa dalam ijarah terkadang juga disebut
dengan al-musta`jar yaitu: Harta yang diserahkan pengupah kepada
pekerja sehubungan dengan pelaksanaan pekerjaan yang dikehendaki
akad ijarah.
Untuk sahnya ijarah, sesuatu yang dijadikan sebagai upah atau imbalan
harus memenuhi syarat berikut:5
a. Upah atau imbalan adalah sesuatu yang dianggap harta dalam
pandangan syari'at (mal mutaqawwim) dan diketahui secara jelas
jumlah, jenis dan sifatnya. Sesuatu yang berharga atau dapat dihargai
dangan uang sesuai dengan adat kebiasaan setempat.
b. Upah atau imbalan bukan manfaat atau jasa yang sama dengan yang
disewakan. Misalnya imbalan sewa rumah dengan sewa rumah, upah
mengerjakan sawah dengan mengerjakan sawah. Dalam pandangan
ulama Hanafiyyah, syarat seperti ini bisa mengantarkan kepada

5 CD Hadis Kutub Al-Tis'ah (selanjutnya disebut CD. Hadis), Mawsu'aħ al-Hadîts al-
Syarif, Shahih al-Bukhariy, Kitab al-Buyu', Hadis No. 1960 dan 205

8
praktIk riba. Dalam sebuah hadist yang diriwayatkan oleh Imam
Nasaiy dari Sa’ad Ibnu Abi Waqqash ia berkata:
َ‫ ُكنَّا نُ ْكري االَرْ ض بِما عَلى ال َس َواقى ِمن‬: ‫عن سعد ابن وقاص أن رسول هللا صلى هللا عليه وسلم قال‬
, ‫ق (رواه أحمد‬ ٍ َ‫ع فَنَهَى رسول هللا صلى هللا عليه وسلم عن َذلِك َواَ َم َرنَا أن ن ْك ِريَها َ بِ َذه‬
ٍ ‫ب أوْ َو َر‬ ِ ْ‫الزَر‬
)‫أبوداود والنسا ئى‬
Artinya :“Dulu kami biasa menyewakan tanah dengan bayaran hasil dari
bagian tanah yang dekat dengan sungai dan tanah yang banyak
mendapat air. Maka Rasulullah  SAW melarang kita dari itu,
dan menyuruh kita untuk menyewakan tanah dengan bayaran
emas atau perak.” (H.R. Ahmad, Abu Dawud dan Nasyaiy)

c. Jika menyewa barang, maka uang sewa dibayar pada akad sewa,
kecuali ada bila dalam akad ditentukan lain.

C. Macam-Macam Ijarah
Pembagian ijaraħ biasanya dilakukan dengan memperhatikan objek
ijarah tersebut. Ditinjau dari segi objeknya, akad ijarah dibagi ulama fiqih
menjadi dua macam, yaitu:
1. Ijarah ‘ala al-manafi’ (Sewa-menyewa)
Sewa menyewa adalah praktIk ijarah yang berkutat pada pemindahan
manfaat terhadap barang. Barang yang boleh disewakan adalah barang-
barang mubah seperti sawah untuk ditanami, mobil untuk dikendarai,
rumah untuk ditempati. Barang yang berada ditangan penyewa dibolehkan
untuk dimanfaatkan sesuai kemauannya sendiri, bahkan boleh disewakan
lagi kepada orang lain.
Apabila terjadi kerusakan pada benda yang disewa, maka yang
bertanggung jawab adalah adalah pemilikm barang (mu’jir) dengan sayarat
kecelakaan tersebut bukan akibat dari kelalaian penyewa (musta’jir).
Apabila kerusakaan benda yang disewakan itu, akibat dari kelalaian
penyewa (musta’jir) maka yang bertanggung jawab atas kerusakan barang
tersebut adalah penyewa itu sendiri.

9
2. Upah mengupah
Upah mengupah disebut juga dengan jual beli jasa. Misalnya
ongkos kendaraan umum, upah proyek pembangunan, dan lain-lain. Pada
dasanya pembayaran upah harus diberikan seketika juga, sebagaimana jual
beli yang pembayarannya waktu itu juga. Tetapi sewaktu perjanjian boleh
diadakan dengan mendahulukan upah atau mengakhirkan. Jadi
pembayarannya sesuai dengan perjanjiannya. Tetapi kalau ada perjanjian,
harus segera diberikan manakala pekerjaan sudah selesai.

D. Penetapan Aplikasi Ijarah dalam Lembaga Keuangan Syariah


1. Aplikasi dalam Perbankan
Bank-bank Islam yang yang mengoperasikan produk ijarah, dapat
melakukan leasing, baik dalam bentuk operating lease maupun financial
lease. Akan tetapi, pada umumnya, bank-bank tersebut lebih banyak
menggunakan ijarah muntahiya bit tamlik karena lebih sederhana dari sisi
pembukuan. Selain itu, bank pun tidak direpotkan untuk mengurus
pemeliharaan aset, baik pada saat leasing maupun sesudahnya.
2. Manfaat dan Risiko yang Harus Diantisipasi
Manfaat ari transaksi ijarah untuk bank adalah keuntungan sewa dan
kembalinya uang pokok. Adapun risiko yang mungkin terjadi dalam
ijarah adalah sebagai berikut:
a. Nasabah tidak membayar cicilan dengan sengaja
b. Rusak: aset ijarah rusak sehingga menyebabkan biaya pemeliharaan
bertambah, terutama bila disebutkan dalam kontrak bahwa
pemeliharaan harus dilakukan oleh bank.
c. Berhenti: nasabah berhenti di tengah kontrak dan tidak mau membeli
aset tersebut. akibatnya, bank harus menghitung kembali keuntungan
dan mengembalikan sebagian kepada nasabah.

10
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Pada dasarnya, ijarah di defnisikan sebagai hak untuk memanfaatkan
barang/jasa dengan membayar imbalan tertentu. ada yang menerjemahkan,

11
ijarah sebagai jual beli jasa (upah-mengupah), yakni mengambil manfaat
tenaga manusia, ada pula yang menerjemahkan sewa-menyewa, yakni
mengambil manfaat dari barang.
Transaksi ijarah di landasi adanya pemindahan manfaat (hak guna),
bukan pemindahan kepemilikan (hak milik). Jadi pada dasarnya prinsip ijarah
sama saja prinsip jual beli.

B. Saran
Penulis menyadari bahwa manusia adalah makhluk yang tidak perna
luput dari kesalahan, sehingga secara pribadi penulis sangat megharapkan
adanya kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan
makalah ini agar nantinya dapat bermanfaat bagi seluruh pembaca khususnya
bagi penulis sendiri.

DAFTAR PUSTAKA

Moh. Zuhri, Terjemah Fiqh Empat Madzhab, Semarang: Asy-Syifa, 1993


Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam (Hukum Fiqh Lengkap), Bandung: Sinar Baru
Algensido, 1994
Ibnu Rusyd, Tarjamah Bidayatu’l Mujtahid, Semarang: Asy-Syifa, 1990

12
Nasrun Haroen, Fiqh Muamalah, Jakarta: Gaya media Pratama, 2000
Suhendi, Hendi, Fiqh Muamalah, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2002
Karim, Helmi, Fiqh Muamalah, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1997

13

Anda mungkin juga menyukai