Anda di halaman 1dari 23

Ekonomi Syariah 2C

MAKALAH
“Pancasila Dalam Konteks Ketatanegaraan Republik Indonesia”
Disusun untuk memenuhi tugas
Mata Kuliah : Pancasila
Dosen Pengampu : Sahrian Sani,M.Pd.I.

Disusun Oleh :
Kelompok 11
Maulana Alisan
NIM: 2114120534
Liya Septiani
NIM: 2114120514
Freny Andriani
NIM: 2114120484

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PALANGKA RAYA


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
JURUSAN EKONOMI ISLAM
PRODI EKONOMI SYARIAH
TAHUN 2021/2022
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh


Puji syukur kehadirat Allah Subhanahu wa ta’ala atas segala limpahan
Rahmat, Inayah, Taufik dan Hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan
penyusunan makalah ini yang berjudul “Pancasila Dalam Konteks
Ketatanegaraan Republik Indonesia” dalam bentuk maupun isinya yang
sangat sederhana.

Pada kesempatan kali ini izinkan penulis untuk menyampaikan rasa


terima kasih kepada Bapak Sahrian Sani, M.Pd.I selaku dosen pembimbing
Mata Kuliah “Pancasila” dan semua pihak yang membantu kami dalam
penyelesaian makalah ini. Harapan kami dengan adanya makalah ini bisa
menjadi sesuatu yang bermanfaat bagi kita semua, khususnya para
mahasiswa/mahasiswi “Ekonomi Syariah” dan semua pihak pada umumnya.

Penulis mengakui makalah ini masih banyak kekurangan karena


pengalaman yang penulis miliki sangat kurang. Oleh karena itu, penulis
harapkan kepada para pembaca untuk memberikan masukan-masukan yang
bersifat membangun untuk kesempurnaan makalah ini.

Terlepas dari kekurangan-kekurangan makalah ini, penulis berharap


semoga makalah ini bermanfaat bagi teman-teman pembaca dan menjadi amal
sholeh bagi penulis. Aamiin Yaa Robbal A’lamin.

Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Palangka Raya, Mei 2022

Tim Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................i

DAFTAR ISI..........................................................................................................ii

BAB I.......................................................................................................................1

PENDAHULUAN...................................................................................................1

A. Latar Belakang Masalah..................................................................................1

B. Rumusan Masalah............................................................................................2

C. Tujuan..............................................................................................................2

D. Metode Penelitian............................................................................................2

BAB II.....................................................................................................................3

PEMBAHASAN.....................................................................................................3

A. Kedudukan Pancasila Sebagai Dasar Negara..................................................3

B. Kedudukan Pancasila Sebagai Sumber Dari Segala Sumber Hukum.............7

C. Isi Pembukaan UUD 1945 Sebagai Staatsfundamentalnorm........................12

BAB III..................................................................................................................18

PENUTUP.............................................................................................................18

A. Kesimpulan....................................................................................................18

B. Saran..............................................................................................................19

DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................20

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Sebagai dasar negara, Pancasila merupakan suatu asas kerohanian yang
dalam ilmu kenegaraan populer disebut sebagai dasar filsafat negara (pilisophisce
gronslag). Dalam kedudukan ini Pancasila merupakan sumber nilai dan sumber
norma dalam setiap aspek penyelenggaraan negara, termasuk dalam sumber tertib
hukum di Indonesia, sehingga Pancasila merupakan sumber nilai, norma dan
kaidah baik moral maupun hukum di Indonesia. Oleh karenanya, Pancasila
merupakan sumber hukum negara baik yang tertulis maupun yang tak tertulis
atau convensi.
Indonesia adalah negara demokrasi yang berdasarkan atas hukum, oleh karena itu
dalam segala aspek pelaksanaan dan penyelenggaraan negara diatur dalam system
peraturan perundang – undangan. Hal inilah yang dimaksud dengan pengertian
Pancasila dalam konteks ketatanegaraan Republik Indonesia.
Hal ini tidaklah lepas dari eksistensi pembukaan UUD 1945, yang dalam
konteks ketatanegaraan Indonesia memiliki kedudukan yang sangat penting karena
merupakan suatu staasfundamentalnorm dan berada pada hierarkhi tertib hukum
tertinggi di Indonesia.Dalam kedudukan dan fungsi Pancasila sebagai dasar Negara
Indonesia, pada hakikatnya merupakan suatu dasar dan asas kerohanian dalam
setiap aspek penyelenggaraan negara termasuk dalam penyusunan tertib hukum di
Indonesia. Maka kedudukan Pancasila sesuai dengan yang tercantum dalam
pembukaan UUD 1945 adalah sebagai sumber dari segala sumber hukum di
Indonesia, sesuai dengan yang tercantum dalam penjelasan tentang pembukaan
UUD yang termuat dalam Berita Republik Indonesia tahun II no. 7, hal ini dapat
disimpulkan bahwa pembukaan UUD 1945 adalah sebagai sumber hukum positif
Indonesia. Dengan demikian seluruh peraturan perundang-undangan di Indonesia
harus bersumber pada Pembukaan UUD 1945 yang di dalamnya terkandung dasar
filsafat Indonesia.
Pancasila dalam konteks ketatanegaraan RI. Dalam beberapa tahun ini
Indonesia mengalami perubahan yang sangat mendasar mengenai system
ketatanegaraan. Dalam hal perubahan tersebut Secara umum dapat kita katakan

1
bahwa perubahan mendasar setelah empat kali amandemen UUD 1945 ialah
komposisi dari UUD tersebut, yang semula terdiri atas Pembukaan, Batang Tubuh
dan Penjelasannya, berubah menjadi hanya terdiri atas Pembukaan dan pasal-
pasal.

B. Rumusan Masalah
Dari uraian latar belakang diatas maka dapat ditarik beberapa rumusan
masalah yaitu :

1. Bagaimana kedudukan Pancasila sebagai dasar negara?


2. Bagaimana kedudukan Pancasila sebagai sumber dari segala sumber
hukum?
3. Apa isi pembukaan UUD 1945 sebagai staatsfundamentalnorm?

C. Tujuan
Dari rumusan masalah di atas terdapat pula beberapa tujuan penulisan yaitu:

1. Untuk mengetahui kedudukan Pancasila sebagai dasar negara

2. Untuk mengetahui kedudukan Panncasila sebagai sumber dari segala


sumber hukum

3. Untuk mengetahui isi pembukaan UUD 1945 sebagai


staatsfundamentalnorm

D. Metode Penelitian
Adapun metode penulisan yang digunakan dalam makalah ini yaitu dengan
mencari referensi keperpustakaan (Library Research) sebagai referensi yang ada
kaitannya atau hubungannya dengan pembuatan makalah ini dan disimpulkan
dalam makalah.

2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Kedudukan Pancasila Sebagai Dasar Negara
Dari segi historis pada tanggal 01 Juni 1945 Ir. Soekarno berpidato tanpa
teks mengenai rumusan Pancasila sebagai Dasar Negara Pada tanggal 17 Agustus
1945 Indonesia memproklamirkan kemerdekaan, kemudian keesokanharinya 18
Agustus 1945 disahkanlah UUD 1945 termasuk Pembukaannya dimana
didalamnya terdapat rumusan 5 Prinsip sebagai Dasar Negara yang duberi nama
Pancasila. Sejak saat itulah Pancasila menjadi Bahasa Indonesia yang umum. Jadi
walaupun pada Alinea 4 Pembukaan UUD 45 tidak termuat istilah Pancasila
namun yang dimaksud dasar Negara RI adalah disebut istilah Pancasila hal ini
didaarkan interprestasi (penjabaran) historis terutama dalam rangka pembentukan
Rumusan Dasar Negara.

a. Asas-Asas Pancasila
 Asas Ketuhanan
Tuhan Yang Maha Esa adalah konsep Tuhan yang universal, Tuhan yang
sama dimiliki oleh semua agama dan kepercayaan. Tuhan yang sama
yang disembah Hindu, Budha, Islam dan Kristen. Konsep Tuhan
universal inilah yang dipakai di negara kita. Sila Katuhanan Yang
Maha Esa Bangsa Indonesia menyatakan kepercayaan dan ketaqwaan
terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan oleh karenanya manuasia percaya
dan taqwa terhadap Tuhan YME. Sesuai dengan agama dan
kepercayaannya masing-masing menurut dasar kemanusiaan yang adil
dan beradab
 Asas Kemanusiaan
Sila kemanusian Yang Adil dan Beradab Kemanusiaan yang adil dan
beradab menunjang tinggi nilai-nilai kemanusiaan, gemar melakukan
kegiatan –kegiatan kemanusiaan, dan berani membela kebenaran dan
keadilan. Sadar bahwa manusia adalah sederajat, maka bangsa
Indonesia merasa dirinya sebagai bagian dari seluruh umat manusia,

3
karena itu dikembangkanlah sikap hormat dan bekerja sama dengan
bangsa–bangsa lain.
 Asas Kenegaraan
Sila Persatuan Indonesia Dengan sila persatuan Indonesia, manusia
Indonesia menempatkan persatuan, kesatuan, serta kepentingan dan
keselamatan bangsa dan negara diatas kepentingan pribadi dan
golongan. Persatuan dikembangkan atas dasar Bhineka Tunggal Ika,
dengan memajukan pergaulan demi kesatuan dan persatuan bangsa.
 Asas Kerakyatan
Sila Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan Dalam
Permusyawaratan Perwakilan. Manusia Indonesia menghayati dan
menjungjung tinggi setiap hasil keputusan musyawarah, karena itu
semua pihak yang bersangkutan harus menerimannya dan
melaksanakannya dengan itikad baik dan penuh rasa tanggung jawab.
Disini kepentingan bersamalah yang diutamakan di atas kepentingan
pribadi atau golongan. Pembicaraan dalam musyawarah dilakukan
dengan akal sehat dan sesuai dengan hati nurani yang luhur.
Keputusan-keputusan yang diambil harus i dapat dipertanggung
jawabkan secara moral kepada Tuhan Yang Maha Esa, menjungjung
tinggi harkat dan martabat manusia serta nilai-nilai kebenaran dan
keadilan. Dalam melaksanakan permusyawaratan, kepercayaan
diberikan kepada wakil-wakil yang dipercayanya.
 Asas Persatuan
Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia Dengan sila keadilan
sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, manusia Indonesia menyadari hak
dan kewajiban yang sama untuk menciptakan keadilan sosial dalam
kehidupan masyarakat Indonesia. Dalam rangka ini dikembangkan
perbuatannya yang luhur yang mencerminkan sikap dan suasana
kekeluargaan dan gotong royong. Untuk itu dikembangkan sikap adil
terhadap sesama, menjaga kesinambungan antara hak dan kewajiban
serta menghormati hak-hak orang lain.
b. Kelebihan Pancasila Sebagai Dasar Negara

4
Pancasila sebagai ideologi memiliki karakter utama sebagai ideologi
nasional. Ia adalah cara pandang dan metode bagi seluruh bangsa Indonesia
untuk mencapai cita-citanya, yaitu masyarakat yang adil dan makmur.
Pancasila adalah ideologi kebangsaan karena ia digali dan dirumuskan untuk
kepentingan membangun negara bangsa Indonesia. Pancasila yang memberi
pedoman dan pegangan bagi tercapainya persatuan dan kesatuan di kalangan
warga bangsa dan membangun pertalian batin antara warga negara dengan
tanah airnya.

Pandangan Soekarno yang demikian ini merupakan pengulangan dari apa


yang pernah ia ucapkan pada Pidato 1 Juni, Hari Lahirnya Pancasila. Bukti
bahwa ideologi pancasila lebih baik dari dua ideologi itu karena; Pancasila
memuat pokok-pokok pikiran sedemikian rupa :

Pertama, sila Ketuhanan memuat pokok-pokok pikiran bahwa manusia


Indonesia menganut berbagai agama, dengan kata lain ada kebebasan untuk
beragama dan tidak beragama, serta ada kebebasan untuk berpindah agama
(keyakinan)nya. Bahkan mereka yang tidak percaya kepada Tuhan-pun,
karena toleransinya yang sudah menjadi sifat bangsa Indonesia, mengakui
bahwa kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa merupakan karakteristik
dari bangsanya, sehingga mereka menerima sila Pertama ini.

Kedua, Nasionalisme Indonesia (maksudnya sila ke-3 dari Pancasila)


bukanlah chauvinisme. Bangsa Indonesia tidak menganggap diri lebih unggul
dari bangsa lain. Ia tidak pula berusaha untuk memaksakan kehendaknya
kepada bangsa-bangsa lain (bandingkan dengan ideologi imperialisme dan
kapitalisme). Di Barat, Nasionalisme berkembang sebagai kekuatan agresif
yang mencari daerah jajahan demi keuntungan ekonomi nasionalnya. Di Asia,
Afrika, dan Amerika Latin nasionalisme adalah gerakan pembebasan, gerakan
protes terhadap penjajah akibat penindasan Barat.

Ketiga, Internasionalisme (maksudnya sila Kemanusiaan yang adil dan


beradab) menghendaki setiap bangsa mempunyai kedudukan yang sederajat,
setiap bangsa menghargai dan menjaga hak-hak semua bangsa.

5
Keempat, demokrasi (maksudnya sila ke-4 dari Pancasila) telah ada sejak
dahulu di bumi Indonesia meskipun bentuknya beda dengan demokrasi yang
ada di Barat. Demokrasi di Indonesia mengenal tiga prinsip: mufakat,
perwakilan, dan musyawarah.

Kelima, Keadilan Sosial. Pada sila ini terkandung maksud untuk keadilan
dan kemakmuran sosial, jadi bukan keadilan dan kemakmuran individu.
Hanya dalam suatu masyarakat yang makmur berlangsung keadilan sosial.

Sebagai bukti bahwa (ideologi) Pancasila mendapat dukungan dari seluruh


rakyat Indonesia, Soekarno mengajak semua unsur (golongan) yang ada di
Indonesia dalam pidatonya itu. Mereka yang ikut di belakang Soekarno pada
waktu itu adalah: para pejabat tinggi dan para politisi. Mereka terdiri atas para
panglima militer, ulama besar dari berbagai agama yang ada di Indonesia. Ada
pimpinan Partai Komunis Indonesia, ada perwakilan dari golongan Katolik
dan Protestan, dan ada pula sejumlah pimpinan dari golongan nasionalis (PNI
dan lain-lain). Diikutsertakan dalam delegasi ke SU PBB itu adalah wakil
buruh, tani, wakil golongan perempuan, dan wakil golongan cendekiawan.

Mengingat Pancasila, terutama demokrasi yang menitikberatkan musyawarah-


mufakat, yang tidak ada dalam demokrasi Barat, maka Soekarno mengajak
supaya bangsa-bangsa di dunia mengikuti ideologi Pancasila. Demikianlah
kata Soekarno dalam sidang itu, ‘Cara musyawarah ini dapat dijalankan,
karena wakil-wakil bangsa kami berkeinginan agar cara-cara itu dapat
berjalan….. semua menginginkannya, karena semuanya menginginkannya
tercapainya tujuan jelas dari Pancasila, dan tujuannya yang jelas itu ialah
masyarakat adil dan makmur. Dewasa ini, alih-alih Pancasila bisa diterima
bangsa-bangsa di dunia, nasib ideologi Pancasila pun di dalam negeri masih
dalam pertaruhan. Penyelewengan terhadap Pancasila mulai kentara di era
Orde Baru. Pancasila i telah dijadikan instrumen politik untuk menjaga status
quo. Pancasila telah dijadikan asas tunggal. Yaitu satu-satunya asas yang
menjadi dasar untuk hidup berbangsa, bernegara, bermasyarakat, termasuk
dalam asas Politik.

6
Pancasila kemudian dijadikan tafsir yang bersifat monolitik, direktif,
kaku, dan berorientasi ‘menghukum’ lawan-lawan politik pemerintah. Ada
usaha, memang, untuk mengembalikan Pancasila berikut tafsirnya, sesuai
dengan semangat para pejuang kemerdekaan, Pancasila yang dikehendaki
Soekarno, Pancasila yang ditawarkan ke Sidang Umum PBB 30 September
1960. Tetapi, kondisi sekarang sudah berbeda dengan kondisi ketika Soekarno
masih berkuasa. Indonesia sekarang, bahkan mulai Orba berkuasa, sudah
dicengkram oleh kekuatan Neoliberalisme (penjajah baru yang lebih masif dan
canggih dibandingkan dengan nenek moyangnya, Imperialisme dan
Kapitalisme).1

B. Kedudukan Pancasila Sebagai Sumber Dari Segala Sumber Hukum


Pancasila sebagai staatsfundamentalnorm (sumber segala sumber hukum)
pertama kali dikemukakan oleh Prof. Notonagoro. Sebagai
staatsfundamentalnorm dalam ketatanegaraaan RI, maka Pancasila semestinya
dijadikan kaidah pokok dalam pembuatan dan pelaksanaan hukum di Indonesia.
Sebagai sumber dari segala sumber hukum, Pancasila memiliki 4 (empat) kaidah
penuntun hukum yang harus dijadikan pedoman dalam politik hukum dan
pembentukan perundang-undangan pada umumnya, yaitu:

1. Melindungi tanah air dan bangsa Indonesia yang berarti semua hukum
yang dibuat dan diberlakukan harus mampu menjaga keutuhan kesatuan bangsa
baik secara teritori (wilayah) maupun ideologi.

2. Membangun kedaulatan hukum (nomokrasi) dan kedaulatan rakyat


(demokrasi) secara terpadu yang berarti hukum harus dapat membatasi
pelaksanaan demokrasi dan hukum harus dibentuksecara demokratis. Keputusan
dengan cara demokratis yang melanggar konstitusi dapat dianulir oleh lembaga
nomokratis seperti Mahkamah Konstitusi atau Mahkamah Agung, sesuai levelnya.

3. Mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia yang berarti


hukum yang berlaku harus menutup peluang tumbuhnya sistem eksploitasi oleh

1
Maspuk Alhamdani MAKALAH “Pancasila Sebagai Dasar Negara” h.10-14

7
yang kuat terhadap yang lemah dan harus selalu berupaya untuk mengurangi
kesenjangan dalam masyarakat,

4. Membangun toleransi kehidupan beragama yang berkemanusiaan yang


berarti hukum di Indonesia tidak boleh membeda-bedakan pemeluk agama
berdasarkan apapun. Negara juga tidak menjadikan agama tertentu sebagai
sumber hukum, akan tetapi negara harus melindungi semua pemeluk agama dalam
menjalankan agamanya.

Ketentuan mengenai Pancasila sebagai sumber segala sumber hukum


dapat ditemukan dalam perundang-undangan baik di era orde baru maupun era
reformasi. Di era orde baru, Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum
telah diatur dalam Tap MPR Nomor XX/MPRS/1966 jo Tap MPR Nomor
V/MPR/1973 jo Tap MPR Nomor IX/MPR/1978. Adapun di era reformasi diatur
dalam Tap MPR Nomor III/MPR/2000, UU Nomor 10 Tahun 2004 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (P3) dan UU Nomor 12 Tahun 2011
tentang P3 sebagai pengganti UU 12/2014.

Hal pokok yang diatur dalam Tap MPR Nomor XX/MPRS/1966 jo Tap MPR
Nomor V/MPR/1973 jo Tap MPR Nomor IX/MPR/1978 adalah bahwa Pancasila
sebagai sumber dari segala sumber hukum beserta penegasan penyempurnaannya.
Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum adalah kesadaran, cita-cita
moral dan pandangan hidup (way of life) yang meliputi suasana watak dan
kejiwaan rakyat negara yang bersangkutan. Pengertian ini menunjukkan bahwa
Pancasila merupakan sumber, dasar, ruh/spirit, karakter dan cita hukum Indonesia.
Lalu, bagaimana implementasi kedudukan Pancasila dalam hukum tersebut di era
orde baru?

Sebagai antitesa dari pelanggaran Pancasila sebagai faktor utama penyebab


kegagalan dan tumbangnya rezim orde lama, di awal kekuasaannya orde baru
telah mencanangkan pelaksaaan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan
konsekuen. Prioritas utamanya pembangunan ekonomi dan mengedepankan
stabilitas nasional. Pancasila disakralkan dan dikultuskan sehingga menjadi
ideologi tertutup dengan penafsiran tunggal milik pemerintah. Mereka yang
mendukung penuh pemerintah dikategorikan sebagai Pancasialis, sementara

8
pihak-pihak yang berseberangan bahkan hanya memberikan kritik atas kebijakan
atau policy pemerintah distempel anti Pancasila.

Dengan adanya pengkultusan dan menjadikan Pancasila “sakral” maka


setiap aspek kehidupan dalam berbangsa, bernegara dan bermasyarakat baik
secara politik, ekonomi, sosial dan hukum wajib melaksanakan Pancasila sesuai
versi/kehendak rezim. Hal ini berarti segala aspek kehidupan tidak boleh
menyimpang dengan Pancasila. Namun demikian, dalam pelaksanaan Pancasila
secara murni dan konsekuen tersebut, rezim orde baru menerapkan kekuasaan
otoritarian yang mengabaikan Hak Asasi Manusia (HAM) dan membelenggu
kebebasan rakyat. Misalnya, penanganan gerakan sparatis dengan pendekatan
militeristik semata, membredel media massa yang kritis terhadap pemerintah,
menghabisi aktivis HAM, dan sebagainya. Realitas semacam ini menyebabkan
gejolak dan ketidakpuasan rakyat kepada orde baru bahkan juga terhadap
Pancasila yang dipaksa menjadi ideologi tertutup dan sekaligus Pancasila yang
identik dengan orde baru, sehingga kegagalan orde baru sama dengan kegagalan
Pancasila. Ketidakpuasan rakyat Indonesia mencapai puncaknya dengan
pengunduran diri Suharto sebagai Presiden RI kedua tanggal 21 Mei 1998.
Peristiwa yang dijadikan sebagai awal masa reformasi tersebut juga
dilatarbelakangi tidak puasnya rakyat pada krisis multi dimensi baik dalam bidang
politik, ekonomi, hukum maupun kebebasan. Dari uraian tersebut dapat dikatakan
bahwa rezim orde baru belum benarbenar menjadikan Pancasila sebagai sumber
segala sumber hukum dan Pancasasila justru dijadikan sebagai alat kekuasaan
untuk memukul lawan politik dan melanggengkan kekuasaan.

Di era reformasi sebagaimana dijelaskan di atas, Pancasila sebagai sumber


dari segala sumber hukum dimuat dalam Tap MPR Nomor III/MPR/2000, UU
No. 10 Tahun 2004 dan UU No. 12 Tahun 2011 sebagai pengganti UU 10/2014.
Pasal 1 Tap MPR Nomor III/MPR/2000 tentang Sumber Hukum dan Tata Urutan
Peraturan Perundang-undangan mengatur dalam ayat (3) yang pada intinya bahwa
Pancasila sebagaimana dimuat dalam Pembukaan UUD 1945 sebagai sumber
norma dasar (grundnorm) yang ini bermakna Pancasila merupakan
staatfondamental norm (pokok kaidah negara yang fondamental) dan berarti pula
Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum.

9
UU Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-
undangan memuat ketentuan yang berbunyi “Pancasila merupakan sumber dari
segala sumber hukum negara” dan diperjelas dalam Penjelasan bahwa
“Penempatan Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum negara adalah
sesuai dengan Pembukaan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang
menempatkan Pancasila sebagai dasar dan ideologi negara serta sekaligus dasar
filosofis bangsa dan negara sehingga setiap Materi Muatan Peraturan Perundang-
undangan tidak boleh bertentangan dengan nilai-nilai yang terkandung dalam
Pancasila”. Pasal 2 ini mempertegas ketentuan Pasal 1 ayat (3) TAP MPR No.
III/MPR/2000 sekaligus menekankan bahwa materi muatan UUD 1945, undang-
undang, perppu, peraturan pemerintah, peraturan presiden, peraturan daerah dan
seluruh Peraturan Perundang-undangan lainnya harus sesuai dan tidak boleh
bertentangan dengan Pancasila. Sedangkan UU Nomor 12 Tahun 2011
menyebutkan dalam Pasal 2 bahwa “Pancasila merupakan sumber segala sumber
hukum negara” dan dijabarkan dalam Penjelasan “Penempatan Pancasila sebagai
sumber dari segala sumber hukum negara adalah sesuai dengan Pembukaan UUD
NRI Tahun 1945 alinea keempat yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan
yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang dipimpin oleh
hikmat kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/ Perwakilan, dan Keadilan sosial
bagi seluruh rakyat Indonesia”. Ketentuan ini sama dengan UU 10/2004, akan
tetapi berbeda dalam penjelasannya, dimana UU 10/2014 lebih tegas dengan
mengamanatkan agar semua jenis peraturan perundang-undangan harus sesuai
dengan Pancasila. Dengan demikian dapat dikatakan terjadinya kemunduran
mengenai pengaturan Pancasila sebagai sumber segala sumber hukum dalam Pasal
2 UU 12/2011.

Lalu, bagaimana implementasi Pancasila sebagai sumber dari segala


sumber hukum di era reformasi sampai dengan saat ini? Era reformasi merupakan
momen beralihnya kekuasaan otitarian menjadi demokratis dan berkeadilan.
Namun demikian, menurut Fais Yonas Bo’a bukan berarti reformasi tanpa
mempunyai kerugian. Salah satu kerugian di era reformasi adalah terkikisnya
Pancasila sebagai sumber segala sumber hukum dalam sistem hukum nasional.
Paling tidak ada tiga alasan terkikisnya Pancasila sebagai sumber segala sumber

10
hukum sejak reformasi sampai dengan saat ini, yakni adanya: (1) sikap resistensi
atas orde baru, (2) menguatnya pluralisme hukum, dan (3) kenyataan hukum yang
menempatkan Pancasila sebagai lambang/simbol semata.

Mengenai alasan ketiga, Fais Yonas Bo’a menjelaskan bahwa hal yang
paling nyata untuk menggambarkan formalitas Pancasila dalam materi muatan
perundang-undangan adalah begitu banyaknya gugatan-gugatan hukum melalui
langkah pengujian undang-undang (judicial review) terhadap UUD 1945 di
Mahkamah Konstitusi. Menurut data pada laman resmi Mahkamah Konstitusi,
rekapitulasi putusan pengujian UU sampai dengan tanggal 5 November 2021
sebanyak 1451 (44% dari perkara yang diajukan ke MK). Dari jumlah tersebut,
putusan yang dikabulkan 105 perkara, dikabulkan sebagian 174 perkara, putusan
ditolak 524 perkara, putusan tidak dapat diterima 468 perkara, putusan tidak
berwenang 12 perkara, gugur 23 perkara, dan ditarik kembali 145 perkara.
Berdasarkan data tersebut, sejak awal dibentuknya Mahkamah Konstitusi tahun
2003 sampai saat ini sebanyak 279 perkara amar putusannya adalah dikabulkan.
Hal ini menunjukkan bahwa 279 materi muatan dalam UU yang bertentangan
dengan UUD 1945 dan sekaligus adanya ketidaksungguhan pembentuk UU
merujuk UUD 1945 dalam pembentukan UU.

Demikian pula dengan pembentukan perundangundangan berupa peraturan


daerah. Di tahun 2016 Kementerian Dalam Negeri mempublikasikan 3.143
peraturan daerah yang dibatalkan/direvisi oleh pemerintah pusat, dengan rincian
1.765 Perda atau Perkada kabupaten/kota yang dicabut/direvisi Mendagri, 111
peraturan/putusan Mendagri, dan 1.267 Perda/perkada kabupaten/kota yang
dicabut atau direvisi gubernur. Presiden Jokowi mengatakan perda yang
dibatalkan itu adalah perda yang menghambat proses perizinan dan investasi serta
menghambat kemudahan berusaha, dan perda yang bertentangan dengan praturan
perundang-unangan yang lebih tinggi (sehingga berlaku asas lex superiori dero gat
legi inferiori, pen).2

2
Sholikul Hadi, EKSISTENSI PANCASILA SEBAGAI SUMBER SEGALA SUMBER HUKUM
DALAM KONSTITUSI INDONESIA, vol.3 No.2 (2021), Hal :113-123

11
C. Isi Pembukaan UUD 1945 Sebagai Staatsfundamentalnorm
Didasarkan pada asas bahwa Pancasila merupakan sumber dari segala
sumber hukum negara, maka setiap aturan hukum positif yang berlaku di
Indonesia, haruslah mencerminkan nilai-nilai luhur dan murni yang terkandung
dalam masing-masing Sila Pancasila dan tentunya dituntun oleh Sila Ketuhanan.
Terkait dengan hal ini, menurut Darji Darmodiharjo dan Shidarta,dikatakan
bahwa apabila filsafat hukum mengadakan penilaian terhadap hukum (apakah
hukum yang ada itu sudah memenuhi rasa keadilan, kepastian hukum, dan
kemanfaatan), bagi bangsa Indonesia, yang dipergunakan sebagai ukuran, alat
penilai, atau batu ujiannya adalah Pancasila sebagai sumber dari segala sumber
hukum, yang identik dengan pokok-pokok pikiran di Pembukaan UUD 1945.

Kedudukan Pancasila dalam sistem ketatanegaraan Indonesia adalah sebagai


staatsfundamentalnorm. Jimly Asshiddiqie dan M. Ali Safa’at dikatakan bahwa
penempatan Pancasila sebagai staatsfundamentalnorm pertama kali disampaikan
Notonagoro. Pancasila dilihat sebagai cita hukum (rechtsidee) merupakan bintang
pemandu. Posisi ini mengharuskan pembentukan hukum positif adalah untuk
mencapai ide-ide dalam Pancasila, serta dapat digunakan untuk menguji hukum
positif. Dengan ditetapkannya Pancasila sebagai staatsfundamentalnorm maka
pembentukan hukum, penerapan dan pelaksanaannya tidak dapat dilepaskan dari
nilai-nilai Pancasila.3

Kepastian yuridis dalam kedudukan Pancasila dalam Tata Hukum di


Indonesia menurut Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 secara
eksplisit UUD NRI 1945 tidak menyebutkan kata atau frasa Pancasila di
dalamnya begitupun dengan kedudukannya. Tetapi secara subtantif nilai Pancasila
terkandung di dalam Pembukaan UUD NRI 1945 yang dengan jelas dan tegas
menyebutkan pada alinea keempat, lima nilai yang kita akui sebagai Pancasila dan
ditempatkan sebagai dasar bagi Indonesia yang tercerminkan dari kalimat
“,,,maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu
Undang-Undang Dasar Negara Indonesia, yang terbentuk dalam Negara
Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasarkan kepada

3
Tengku Erwinsyahbana & Tengku R.F Syahbana “Perspektif Negara Hukum Indonesia
Berdasarkan Pancasila” h.14-15

12
Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab, Persatuan
Indonesia, dan Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
Permusyawaratan/Perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu Keadilan sosial
bagi seluruh rakyat Indonesia.”

Berdasar pada rumusan pada alinea ke empat tersebut kita dapat


memberikan satu kesimpulan bahwa Pancasila menjadi dasar bagi bangsa
Indonesia. Selain itu juga faktor historis menjadi satu faktor pendukung pada
penempatan Pancasila sebagai dasar Negara.

Pancasila memilki kedudukan yuridis sebagai dasar Negara dan sumber segala
sumber hukum yang ada di Indonesia. Kepada persoalan atau silang pendapat
apakah Pembukaan UUD NRI 1945 merupakan satu kesatuan yang utuh dengan
Batang Tubuhnya, ataukah merupakan bagian terpisah yang menempatkan
Pembukaan sebagai sesuatu yang lebih tinggi dari batang tubuhnya seperti dalam
pendapat Simorangkir dalam sistematikanya Pembukaan bukan merupakan bagian
dari konstitusi, terpisah dan berdiri sendiri. Pembukaan ditempatkan diatas kepala
Undang-Undang Dasar dan dalam penjelasannya dipisahkan sebagai dasar UUD
NRI 1945 yang meliputi suasana kebatinan (geistlichen hintergrund). Begitupun
dengan Maria Farida yang menempatkan Pembukaan dengan Batang Tubuh
secara terpisah, yaitu Pembukaan atau Pancasila sebagai staatsfundamentalnorm
dan batang tubuh sebagai verfassungnorm atau staatsgrundgesetz. 4

Pancasila sebagai dasar (filsafat) negara diwujudkan dengan pembentukan sistem


hukum nasional dalam suatu tertib hukum dimana Pancasila menjadi norma
dasarnya,pancasila adalah dasar negara dari NKRI. Menurut teori jenjang norma
(stufentheorie) yang dikemukakan oleh Hans Kelsen, dasar negara berkedudukan
sebagai norma dasar (grundnorm) dari suatu negara atau disebut juga
normafundamental negara (staatsfundamental norm). Grundnorm merupakan
hukum tertinggi dalam negara. Dibawah grundnorm terdapat norma-norma
hukum yang lebih rendah dan membentuksusunan hierarkis. Teori Hans Kelsen
ini dikembangkan oleh muridnya yang bernama Hans Nawiasky, dalam karyanya
yang berjudul “Allgemeine Rechtslehre als System der rechtlichen
4
Diyaul,dkk “Kepastin Yuridis Pancasila Sebagai Staatsfundamentalnorm Dalam Negara Hukum
Republik Indonesia” Vol.28,Nomor 7,Januari 2022 h.4163

13
Grundbegriffe.” Teori yang ajarkan Nawiasky disebut dengan theorie von
stufenufbau der rechtsordnung, dan susunan norma menurut teori adalah

1. Norma fundamental negara (staatsfundamentalnorm)


2. Aturan dasar negara (staatsgrundgesetz)
3. Undang-undang formal (formell gesetz)
4. Peraturan pelaksanaan dan peraturan otonom (verordnung en autonome
satzung).
Penjelasan singkat staatsfundamentalnorm adalah norma yang merupakan
dasar bagi pembentukan konstitusi atau Undang Undang Dasar (staatsverfassung)
dari suatu negara. Posisi hukum dari staatsfundamentalnorm adalah sebagai syarat
bagi berlakunya suatu konstitusi. Staatsfundamentalnorm ada terlebih dahulu dari
konstitusi suatu negara. Menurut Nawiasky, norma tertinggi yang oleh Kelsen
disebut sebagai norma dasar (basic norm) dalam suatu negara sebaiknya tidak
disebut sebagai staatsgrundnorm melainkan staatsfundamentalnorm atau norma
fundamental negara. Attamimi menunjukkan struktur hierarki tata hukum
Indonesia dengan menggunakan teori Nawiasky, dan berdasarkan teori ini, maka
struktur tata hukum Indonesia adalah:

1. Staatsfundamentalnorm: Pancasila (Pembukaan UUD 1945).


2. Staatsgrundgesetz: Batang Tubuh UUD 1945, TAP MPR, dan Konvensi
Ketatanegaraan.
3. Formell gesetz: Undang-undang.
4. Verordnung en Autonome Satzung: secara hirarkis mulai dari Peraturan
Pemerintah hingga Keputusan Bupati atau Walikota.
Struktur tata hukum diatas dapat digambarkan pada skema sebagai berikut :

Struktur Tata Hukum Indonesia

14
Gambar 1.1

Dapat dijelaskan bahwa kedudukan Pancasila dalam sistem ketatanegaran


Indonesia yang merupakan norma tertinggi atau disebut juga norma fundamental
negara, harus dijadikan ukuran atau patokan nilai terhadap keberlakuan suatu
peraturan perundang-undangan. Pencerminan nilai-nilai luhur Pancasila dalam
setiap instrumen hukum yang berlaku di Indonesia inilah yang merupakan unsur
pembeda antara konsep negara hukum Pancasila dengan konsep negara hukum
(rechtstaats atau the rule of law) yang umumnya dikenal pada negara lain.5

Norma hukum pokok dan disebut pokok kaidah fundamental daripada negara itu
dalam hukum mempunyai hakikat dan kedudukan yang tetap, kuat, dan tak
berubah bagi negara yang dibentuk. Dengan perkataan lain, dengan jalan hukum
tidak dapat diubah. Fungsi dan kedudukan Pancasila sebagai pokok kaidah yang
fundamental. Hal ini penting sekali karena UUD harus bersumber dan berada di
bawah pokok kaidah negara yang fundamental itu. Suatu tertib hukum (legal order
atau Rechtsodnung) akan terlihat sebagai suatu bangunan yang tersusun secara
hierarkis, atau tertib derajat, tertib tingkat, dimana dalam susunan tersebut
terdapat hukum yang berperan sebagai dasar dan sumber dari segala sumber
hukum negara, yang lazim dikenal dengan sebutan Pokok Kaidah Negara yang
Fundamental. Menurut Prof. Notonagoro yang disebut Pokok Kaidah Negara yang
Fundamental mengendung dua unsur pokok, yaitu:

5
Tengku Erwinsyahbana & Tengku R.F Syahbana “Perspektif Negara Hukum Indonesia
Berdasarkan Pancasila” h.15-17

15
1) Asal usul terjasinya Pokok Kaidah Negara yang Fundamental; bahwa
Pokok Kaidah Negara yang Fundamental haruslah dibentuk oleh pembentuk
atau pendiri negara, dan terjelma dalam suatu pernyataan lahiriyah sebagai
pengejawantahan atau penjelmaan kehendak dan kemauan pembentuk negara
untuk menjadikan hal-hal tertentu sebagai dasar-dasar negara yang
dibentuknya
2) Isi Pokok Kaidah Negara yang Fundamental; bahwa Pokok Kaidah
Negara yang Fundamental memuat asas kerohnanian negara, asas politik
negara, serta memuat ketentuan diadakannya UUD.
Dilihat dari kedua unsur pokok yang harus ada pada setiap norma hukum
yang pokok ( Pokok Kaidah Negara yang Fundamental) maka Pembukaan UUD
1945 telah memenuhi kedua syarat tersebut diatas. Sebab, ditinjau dari segi
sejarah terbentuknya, Pembukaan UUD 1945 dibentuk oleh pembentuk atau
pendiri negara. Sedangkan apabila ditinjau dari segi isinya, Pembukaan UUD
1945 nenuat asas kerohanian negara yaitu Pancasila, asas politik yaitu Republik
yang berkedaulatan rakyat, memeuat tujuan negara seperti yang tercantum dalam
UUD 1945 alinea keempat, selanjutnya menetapkan pula adanya suatu Undang-
undang Dasar Negara yaitu Undang-Undang Dasar 1945. Dari segi Pokok Kaidah
Negara yang Fundamental bagi Negara Republik Indonesia maka menjadi isi
intinya ialah Pancasila selaku asas kerohanian negara Republik Indonesia. Oleh
karena kedudukan demikian dapat dikatakan juga Pancasial berfungsi sebagai
Pokok Kaidah Negara yang Fundamental bagi Republik Indonesia. Sebagai dasar
negara Pancasila dipergunakan untuk mengatur seluruh tatanan kehidupan bangsa
dan negara Indonesia, artinya segala sesuatu yang berhubungan dengan
pelaksanaan sistem ketatanegaraan Negara Kesatuan RepublikIndonesia (NKRI)
harus berdasarkan Pancasila. Hal ini berarti juga bahwa semua peraturan yang
berlaku di negara Republik Indonesia harus bersumberkan kepada Pancasila.
Pancasila juga mempunyai fungsi dan kedudukan sebagai pokok atau kaidah
negara yang mendasar (fundamental norm). Kedudukan Pancasila sebagai dasar
negara bersifat tetap, kuat, dan tidak dapat diubah oleh siapa pun, termasuk oleh
MPR-DPR hasil pemilihan umum. Mengubah Pancasila berarti membubarkan
Negara Kesatuan Republik Indonesia yang diproklamasikan pada tanggal 17

16
Agustus 1945. Pancasila sebagai kaidah negara yang fundamental berarti bahwa
hukum dasar tertulis (UUD), hukum tidak tertulis (konversi), dan semua hukum
atau peraturan perundang-undangan yang berlaku dalam negara Republik
Indonesia harus bersumber dan berada di bawah pokok kaidah negara yang
fundamental tersebut. Dasar hukum Pancasila sebagai dasar Negara.6

6
Yusron Pahlevi “Analisis Yuridis Pancasila Sebagai Norma Fundamental Negara” h.6-7

17
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pancasila sebagai ideologi memiliki karakter utama sebagai ideologi nasional.
Ia adalah cara pandang dan metode bagi seluruh bangsa Indonesia untuk mencapai
cita-citanya, yaitu masyarakat yang adil dan makmur. Pancasila adalah ideologi
kebangsaan karena ia digali dan dirumuskan untuk kepentingan membangun
negara bangsa Indonesia. Pancasila yang memberi pedoman dan pegangan bagi
tercapainya persatuan dan kesatuan di kalangan warga bangsa dan membangun
pertalian batin antara warga negara dengan tanah airnya.

UU Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-


undangan memuat ketentuan yang berbunyi “Pancasila merupakan sumber dari
segala sumber hukum negara” dan diperjelas dalam Penjelasan bahwa
“Penempatan Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum negara adalah
sesuai dengan Pembukaan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang
menempatkan Pancasila sebagai dasar dan ideologi negara serta sekaligus dasar
filosofis bangsa dan negara sehingga setiap Materi Muatan Peraturan Perundang-
undangan tidak boleh bertentangan dengan nilai-nilai yang terkandung dalam
Pancasila”.

Pancasila sebagai dasar (filsafat) negara diwujudkan dengan pembentukan


sistem hukum nasional dalam suatu tertib hukum dimana Pancasila menjadi
norma dasarnya,pancasila adalah dasar negara dari NKRI. Apabila dikaitkan
dengan teori Hans Kelsen dan Hans Nawiasky untuk norma hukum diIndonesia,
maka Pancasila berkedudukan sebagai Grundnorm menurut Hans Kelsen atau
Staatsfundamentalnorm menurut Hans Nawiasky.Secara yuridis Pancasila diakui
sebagai Dasar Negara dengan tafsir terhadap kata “berdasarkan” pada Alinea
keempat Pembukaan UUD NRI 1945 yang secara historis sudah tidak dapat
dibantah lagi bahwa BPUPKI pada sidang pertamanya sudah membahas soal
Dasar Negara Indonesia merdeka yang kemudian dimuat dalam Piagam Jakarta.

18
B. Saran
Demikian makalah ini kami susun. Terima kasih atas antusias dari
pembaca yang sudi menelaah isi makalah ini,tentunya masih banyak kekurangan
dan kelemahannya,karena terbatasnya pengetahuan pemakalah. Kami mohon maaf
apabila ada kekeliruan dalam ejaan atau kalimat yang ada. Kiranya pembaca dapat
menambah sedikit pengetahuan dengan membaca makalah yang kami rangkum
dengan seringkasnya,semoga dapat meningkatkan keingin tahuan pembaca dan
seluruh penerus bangsa agar mengetahu tata hukum ataupun tata negara kita
Indonesia. Segala kurang dan kekeliruan kami ucapkan mohon maaf atas dasar
kesalahan pemakalah dan segala kelebihan kami bersumber dari Allah yang Maha
Esa. Terima kasih.

19
DAFTAR PUSTAKA

Maspuk Alhamdani MAKALAH Pancasila Sebagai Dasar Negara

Sholikul Hadi, EKSISTENSI PANCASILA SEBAGAI SUMBER SEGALA


SUMBER HUKUM DALAM KONSTITUSI INDONESIA, vol.3 No.2 (2021)

Tengku Erwinsyahbana & Tengku R.F Syahbana Perspektif Negara Hukum


Indonesia Berdasarkan Pancasila

Diyaul,dkk Kepastin Yuridis Pancasila Sebagai Staatsfundamentalnorm


Dalam Negara Hukum Republik Indonesia vol.28,No 7,Januari 2022

Yusron Pahlevi Analisis Yuridis Pancasila Sebagai Norma Fundamental


Negara

20

Anda mungkin juga menyukai