Anda di halaman 1dari 24

AKAD IJARAH

DALAM HUKUM PERJANJIAN ISLAM

DISUSUN OLEH :

DYAH MAHARANI PUTRI [183141014111001]

FRISDA ALVINA NATHALIA T [183141014111003]

EZRA KUSUMANINGRUM H [183141014111011]

DESINTA ARVIANTI [183141014111013]

NABILAH AGASTI WAHYU K [18314101411045]

AHMAD YUWONOSITO [183141014111047]

ALDI SATRIA ABDI [183141014111053]

ADMINISTRASI HUKUM

PROGRAM PENDIDIKAN VOKASI

UNIVERSITAS BRAWIJAYA
A. PENGERTIAN IJARAH DAN DASAR HUKUM

Dalam bahasa Arab, ada beberapa istilah yang berkaitan dengan janji atau
perjanjian, yaitu kata wa‟ad (al-wa‟du), akad (al-„aqdu), „ahd („al-ahdu), dan iltizam.
Lafal akad berasal dari lafal Arab al-aqd yang berarti perikatan, perjanjian, dan
permufakatan al-ittifaq.2 Dengan demikian, pengertian akad secara bahasa adalah
ikatan, mengikat. Dikatakan ikatan (al-rabth) maksudnya adalah menghimpun atau
mengumpulkan dua ujung tali dan mengikatkan salah satunya pada yang lainnya
hingga keduanya bersambung dan menjadi seperti seutas tali yang satu3.

Para ahli hukum Islam mendefinisikan akad sebagai hubungan antara ijab dan
qabul sesuai dengan kehendak syariat yang menetapkan adanya pengaruh (akibat)
hukum pada objek perikatan4. Dalam Pasal 1 ayat (13) Undang-Undang Nomor 21
Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah disebutkan bahwa akad adalah kesepakatan
tertulis antara Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah (UUS) dan pihak lain yang
memuat adanya hak dan kewajiban bagi masing-masing pihak sesuai dengan prinsip
Syariah.

Secara umum, pengertian akad dalam arti luas adalah segala sesuatu yang
dikerjakan oleh seseorang berdasarkan keinginannya sendiri, seperti wakaf, talak,
pembebasan, atau sesuatu yang pembentukannya membutuhkan keinginan dua
orang seperti jual beli, perwakilan, dan gadai 6. Pengertian akad dalam arti khusus
yang dikemukakan ulama fiqih adalah perikatan yang ditetapkan dengan ijab kabul
berdasarkan ketentuan syara yang berdampak pada objeknya atau pengaitan ucapan
salah seorang yang akad dengan yang lainnya secara syara pada segi yang tampak
dan berdampak pada objeknya7.

Dalam pengertian terminologi, yang dimaksud dengan ijarah adalah akad


pemindahan hak guna atas barang dan jasa, melalui pembayaran upah sewa, tanpa
diikuti dengan pemindahan kepemilikan (ownership atau milkiyyah) atas barang itu
sendiri. Dalam konteks perbankan syariah, ijarah adalah lease contract di mana
suatu bank atau lembaga keuangan menyewakan peralatan (equipment) kepada salah
satu nasabahnya berdasarkan pembebanan biaya yang sudah ditentukan secara pasti
sebelumnya (fixed charge). charge).
Transaksi ijarah dilandasi adanya perpindahan manfaat atau sewa. Transaksi ini
dapat menjadi transaksi leasing sebagai pilihan kepada penyewa/nasabah untuk
membeli aset tersebut pada akhir masa penyewaan. Dalam perbankan syariah
transaksi ini dikenal dengan ijarah muntahhiyah bittamlik (sewa yang diikuti
dengan berpindahnya kepemilikan). Dalam menyalurkan pembiayaan ijarah,
Undang-Undang Perbankan Syariah memberikan penjelasan bahwa yang dimaksud
dengan akad ijarah adalah akad penyediaan dana dalam rangka memindahkan hak
guna atau manfaat dari suatu barang atau jasa berdasarkan transaksi sewa, tanpa
diikuti dengan pemindahan kepemilikan barang itu sendiri.

Ijarah yang lazimnya dijelaskan dalam kitab fikih hanya melibatkan dua pihak,
yaitu penyewa dan yang menyewakan. Metode pembayarannya dapat dilakukan
tunai (naqdan) atau angsuran (bi tsaman ajil atau majjal), Adapun dalam perbankan
syariah sebenarnya terdapat dua akad ijarah yang melibatkan tiga pihak. Ijarah
pertama dilakukan secara tunai antara bank (sebagai penyewa) dengan yang
menyewakan jasa. Ijarah yang kedua dilakukan secara cicilan antara bank (sebagai
yang menyewakan) dengan nasabah bank.

Secara umum, proses ijarah yang dilaksanakan oleh bank syariah mencakup
langkah sebagai berikut:

a. Tahap 1, bank dan nasabah bersepakat atas syarat-syarat penyewaan yang


dibuat bersama.
b. Tahap 2, bank membeli aset dari penjual.
c. Tahap 3, nasabah menyewa aset dari bank dengan membayar.
d. Tahap 4, nasabah membeli aset dari bank di akhir periode sewa

Dasar hukumnya akad ijarah antara lain terdapat dalam al-Qur’an surat al-
Baqarah ayat 233: Artinya: “Dan, jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang
lain, tidak dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang
patut. Bertakwalah kamu kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha
.Melihat apa yang kamu kerjakan” (QS. al-Baqarah)
B. SYARAT DAN RUKUN IJARAH

Adapun syarat akad ijarah dikaitkan dengan beberapa rukunnya diantaranya:

1.) Syarat yang terkait dengan akid (pihak yang berakad/mu'jir dan musta'jir):
a. Menurut Madzhab Syafi'i dan Hambali, kedua orang yang berakad telah
berusia akil baligh, sementara menurut madzhab Hanafi dan Maliki, orang yang
berakad cukup pada batas mumayyiz dengan syarat mendapatkan persetujuan
wali. Bahkan golongan syafi'iyah memasukkan persyaratan pada akid termasuk
rusyd. Yaitu mereka mampu melakukan sesuatu atas dasar rasionalitas dan
kredibilitasnya. Maka, menurut Imam Syafi'i dan Hambali seorang anak kecil
yang belum baligh, bahkan Imam Syafi'i menambahkan sebelum rusyd tidak
dapat melakukan akad ijarah. Berbeda dengan kedua Imam tersebut, Imam Abu
Hanifah membolehkan asalkan dia sudah mumayyiz dan atas seizin orang
tuanya.

b. Ada kerelaan pada kedua belah pihak atau tidak ada paksaan. Orang yang
sedang melakukan akad ijarah berada pada posisi bebas untuk berkehendak,
tanpa ada paksaan salah satu atau kedua belah pihak oleh siapapun.

2.) Syarat yang terkait dengan ma'qud alaih (obyek sewa):


a. Obyek sewa bisa diserah terimakan; artinya barang sewaan tersebut adalah
milik sah mu'jir (orang yang menyewakan) dan jika musta'jir (orang yang
menyewa) meminta barang tersebut sewaktu-waktu mu'jir dapat menyerahkan
pada waktu itu.
b. Mempunyai nilai manfaat menurut syara'; Manfaat yang menjadi obyek ijarah
diketahui sempurna dengan cara menjelaskan jenis dan waktu manfaat ada di
tangan penyewa. Berkaitan dengan "waktu manfaat', ada beberapa pandangan.
c. Upah diketahui oleh kedua belah pihak (mu'jir dan musta'jir).
d. Obyek ijarah dapat diserahkan dan tidak cacat. Jika terjadi cacat, ulama' fiqh
sepakat bahwa penyewa memiliki hak khiyar (memilih) untuk melanjutkan
atau membatalkannya.
e. Obyek ijarah adalah sesuatu yang dihalalkan syara'.
f. Obyek bukan kewajiban bagi penyewa.
C. Mekanisme Pembiayaan Berdasarkan Akad Ijarah

Dalam transaksi pembiayaan berdasarkan akad ijarah, bank bertindak sebagai


penyedia dana dalam kegiatan transaksi ijarah dengan nasabah. Dalam pembiayaan ini
bank wajib menyediakan dana untuk merealisasikan penyediaan objek sewa yang
dipesan nasabah. Pengembalian atas penyediaan dana bank oleh nasabah dapat
dilakukan baik dengan angsuran maupun sekaligus. Pengembalian atas penyediaan
dana bank tersebut tidak dapat dilakukan dalam bentuk piutang maupun dalam bentuk
pembebasan utang.

Tentang Pembiayaan Ijarah tidak menyatakan adanya agunan terhadap


pembiayaan berdasarkan akad tersebut, namun mengingat penyaluran dana oleh
bank syariah berdasarkan akad tersebut juga harus layak, maka bank wajib
berpedoman kepada ketentuan Pasal 23 UU Perbankan Syariah. Dalam Pasal 23
tersebut antara lain ditegaskan bahwa bank wajib melakukan penilaian yang
saksama terhadap watak, kemampuan, modal, agunan, dan prospek usaha calon
nasabah penerima fasilitas. Selanjutnya dalam penjelasan Pasal 23 UU Perbankan
Syariah antara lain ditegaskan bahwa dalam melakukan penilaian terhadap agunan,
bank syariah dan/atau UUS (Unit Usaha Syariah) harus menilai barang, proyek atau
hak tagih yang dibiayai dengan fasilitas pembiayaan yang bersangkutan dan barang
lain, surat berharga atau garansi risiko yang ditambahkan sebagai agunan tambahan,
apakah sudah cukup memadai sehingga apabila nasabah penerima fasilitas tidak
dapat melunasi kewajibannya, agunan tersebut dapat digunakan untuk menanggung
pembayaran kembali pembiayaan dari bank syariah dan/atau UUS yang
bersangkutan33. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa dalam
pembiayaan ijarah, berdasarkan ketentuan Pasal 23 UU Perbankan Syariah tentang
Kelayakan Penyaluran Dana, adanya agunan tambahan pada dasarnya diwajibkan.

D. Jenis-jenis Ijarah

Akad ijarah diklasifikasikan menurut objeknya menjadi dua macam, yaitu ijarah
terhadap manfaat benda-benda nyata yang dapat diindera dan ijarah terhadap jasa
pekerjaan. Jika pada jenis pertama ijarah bisa dianggap terlaksana dengan penyerahan
barang yang disewa kepada penyewa untuk dimanfaatkan, seperti menyerahkan rumah,
toko, kendaraan, pakaian, perhiasan, dan sebagainya untuk dimanfaatkan penyewa 35.
Jika pada jenis pertama ijarah bisa dianggap terlaksana dengan penyerahan barang
yang disewa kepada penyewa untuk dimanfaatkan, seperti menyerahkan rumah, toko,
kendaraan, pakaian, perhiasan, dan sebagainya untuk dimanfaatkan penyewa.

Sedangkan pada jenis kedua, ijarah baru bisa dianggap terlaksana kalau pihak
yang disewa (pekerja) melaksanakan tanggung jawabnya melakukan sesuatu,
Seperti membuat rumah yang dilakukan tukang, memperbaiki komputer oleh teknisi
komputer, dan sebagainya. Dengan diserahkannya barang dan dilaksanakannya
pekerjaan tersebut, pihak yang menyewakan dan pihak pekerja baru berhak
mendapatkan uang sewa dan upah.

Pada ijarah tenaga kerja berlaku hukum harga/upah, dan pada ijarah benda
berlaku hukum jual beli. Terdapat berbagai jenis ijarah, antara lain ijarah 'amal,
ijarah 'ain/ijarah muthlaqah, ijarah muntahiya hittamlik, dan ijarah multijasa.

a. Ijarah 'Amal.
Ijarah 'amal digunakan untuk memperoleh jasa dari seseorang dengan membayar
upah atas jasa yang diperoleh. Pengguna jasa disebut mustajir dan pekerja disebut
ajir, dan upah yang dibayarkan kepada ajir disebut ujrah. Dalam bahasa Inggris dari
ujrah adalah fee.

b. Ijarah 'Ain atau Ijarah Muthlaqah (Ijarah Murni)


Ijarah 'ain adalah jenis ijarah yang terkait dengan penyewaan aset dengan tujuan
untuk mengambil manfaat dari aset itu tanpa harus memindahkan kepemilikan dari
aset itu. Dengan kata lain, yang dipindahkan hanya manfaat (usufruct).

c. Ijarah Muntahiya Bittamlik

ijarah muntahiya bittamlik adalah sewa-menyewa antara pemilik objek sewa dengan
penyewa untuk mendapat imbalan atas objek sewa yang disewakan dengan opsi
perpindahan hak milik objek sewa baik dengan jual beli atau pemberian (hibah)
pada saat tertentu sesuai akad sewa.

d. Ijarah Multijasa

Berdasarkan Fatwa Dewan Syariah Nasional No. 44/DSN-MUI/VII/2004 tentang


Pembiayaan Multijasa, yang dimaksud dengan pembiayaan multijasa, yaitu
pembiayaan yang diberikan oleh Lembaga Keuangan Syariah (LKS) kepada
nasabah dalam memperoleh manfaat atas suatu jasa.
E. Ijarah sebagai Jenis Pembiayaan di Lembaga Keuangan Syariah

Ijarah adalah akad pemindahan hak guna atas barang atau jasa, melalui
pembayaran upah sewa, tanpa diikuti oleh pemindahan kepemilikan
(ownership/milkiyyah) atas barang tersebut.43 Jadi inti dari transaksi ijarah ini
adalah adanya perpindahan manfaat (hak guna/pakai) dalam jangka waktu tertentu,
bukan perpindahan kepemilikan (hak milik).44 Orang yang menyewakan tetap
sebagai pemilik aset dan penyewa menguasai serta menggunakan aset tersebut
dengan membayar uang sewa tertentu untuk suatu periode waktu tertentu. Dengan
cara pendanaan ini, bank-bank membeli peralatan atau mesin-mesin dan
menyewakannya kepada nasabah mereka yang pada akhirnya boleh memilih untuk
membeli barang-barang tersebut. Pembayaran cicilan bulanannya terdiri atas dua
komponen yaitu uang sewa untuk penggunaan peralatan dan cicilan untuk harga
pembelian. Harga sewa asal untuk aset yang di-leasing-kan harus ditetapkan
sebelumnya, tetapi dapat ditambahkan semacam intensif dari keberhasilan bisnis.
Nasabah juga dapat melakukan negosiasi untuk pembelian aset pada akhir periode.
Dalam kasus demikian maka uang sewa yang dibayarkan sebelumnya akan
merupakan bagian dari harga dikurangi imbalan bank. Rukun dari akad ijarah ada
empat, yaitu sighat (akad/ijab qabul), ujrah (fee), manfa'ah (jasa yang disewakan)
dan 'aqid (para pihak yang melakukan akad).

Dalam penerapannya di LKS, akad ijarah tidak berdiri sendiri melainkan


dibarengi dengan akad lain semisal jual beli, 45 untuk kepentingan pengabsahan
kepemilikan nasabah terhadap barang yang disewa, sehingga kemudian produk
ijarah ini akan diakhiri dengan perpindahan kepemilikan, yang semula milik LKS
menjadi milik nasabah. Produk itupun dikenal dengan nama ijarah muntahiyyah bit
tamlik (akad sewa yang diakhiri dengan perpindahan kepemilikan). Karena itu pula,
dalam kesempatan ini yang akan kami bahas dalam sub bab ijarah ini adalah ijarah
muntahiyyah bit tamlik (IMBT).

Dalil pengesahan ijarah yang berakhir dengan perpindahan hak milik 46 tersebut
adalah QS. al-Qashas: 26
:‫تسا تََِبأ َاي‬
ْ
‫جَأ‬
ِ
ْ ‫هر‬
ْ ُ ‫خ َنإ‬
ِ
َ ْ‫ر ي‬
َ ‫م‬
َ ‫تسا ِن‬
ْ َْ ‫ صصقال( يُمَِاْل ُيِو َْقال تَ ْر‬...
‫جَأ‬

Artinya: …Wahai bapak ku, ambillah ia sebagai orang yang bekerja (pada
kita), karena sesungguhnya orang yang paling baik yangkamu ambil untuk bekerja
(pada kita) ialah orang yang kuat lagi dapat dipercaya " (QS. al-Qashas: 26).

Dari sumber hukum Islam di atas, kiranya masih bersifat umum yaitu dasar
syar'i dari praktek ijarah. Sedangkan hadits memang merekam sebuah transaksi
sewa dan juga jual beli yang dilakukan oleh para sahabat, namun sekali lagi dua
akad tersebut (yaitu akad sewa dan jual beli) dilakukan secara terpisah, sewa sendiri
dan akad membeli sendiri, keduanya tidak berada dalam satu akad. Oleh karena itu
kiranya tidak.ada halangan bagi kita untuk mencoba mengkritisi pelaksanaan akad
ijarah muntahiyyah bit tamlik yang diterapkan di LKS ini.

Dalam akad IMBT di atas, ada beberapa hal yang belum tergambarkan secara
jelas, semisal tentang kepemilikan barang yang akan disewakan serta tentang akad
wakalah yang menyertainya. Kedua hal tadi mempunyai kemiripan dengan apa yang
dipolemikkan dalam akad murabahah yaitu berkisar tentang kepemilikan barang
oleh yang menyewakan (LKS) saat akad IMBT ini dilakukan serta akad wakalah
yang diberikan kepada pihak penyewa (nasabah) untuk membeli barang yang akan
disewa tersebut kepada pihak suplier. Intinya adalah kepemilikan semu dari LKS
sebagai pihak yang menyewakan terhadap barang yang disewakan. Padahal
sebagaimana dalam jual beli, kepemilikan barang yang akan disewakan merupakan
syarat mutlak yang harus dipenuhi oleh pihak yang menyewakan.

Di sisi lain, dalam akad IMBT terjadi multi akad (al-'aqd al murakkabah) yakni
antara akad sewa dengan akad jual beli. Multi akad itu digunakan sebagai solusi dari
sistem kredit/leasing (khususnya leasing kendaraan, baik motor atau mobil) di
berbagai perusahaan finance yang jelas-jelas hukumnya haram sebab berbasis kredit
berbunga. Namun, skema kredit bisa dirubah skenarionya lewat akad IMBT,
sehingga secara legal-formal menjadi akad yang sah, sebab baik sewa maupun jual
beli merupakan dua akad yang masing-masing dibolehkan dalam syar'i.

Dalam kesempatan lain, akad IMBT ini yang terjadi bukan multi akad, namun
hanya satu akad saja yaitu sewa ditambah dengan wa'd (janji) dari nasabah untuk
membeli komoditi yang disewa setelah masa sewanya selesai. Dalam kasus ini,
kalau wa'd. itu benar adanya, tidak mengikat dan bukan merupakan hillah ribawi
maka tidak ada larangan dalam melakukan akad IMBT ini, hanya saja akan terjadi
kerancuan dengan nama akad nya sebagai akad Ijarah Muntahiyyah Bit Tamlik
(=sewa yang diakhiri dengan kepemilikan barang sewa), sebab jika pada akhirnya si
nasabah (penyewa barang) tidak jadi membeli, maka tentu akadnya bukan IMBT
lagi, namun ijarah (sewa) mumi.

F. Contoh Akad Ijaroh

AKAD IJARAH MUNTAHIYAH BITTAMLIK


UNTUK MEMPEROLEH MANFAAT GUNA USAHA DENGAN HAK MEMILIH
(OPSI)
No. 10

Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku”
(QS. Adz-Dzaariyaat: 56)

“…Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan kebajikan dan takwa, dan jangan
tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada
Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya.” (QS. Al-Maa-idah: 2)

“…Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada
Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.”
(QS. Al-Maaidah: 8)

“Sesungguhnya Kami telah menurunkan Kitab kepadamu dengan membawa kebenaran,


supaya kamu mengadili antara manusia dng apa yang telah Allah wahyukan kepadamu …”
(QS An-Nisaa’: 105)

“…Dan hendaklah kamu memutuskan perkara di antara mereka menurut apa yang
diturunkan Allah, dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka …”
(QS Al-Maaidah: 49)
"Dan Allah SWT telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba"
(QS. Al-Baqarah: 275).

"Hai orang-orang beriman, janganlah kamu makan harta sesama kamu dengan jalan bathil,
kecuali melalui perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka di antara kamu" (QS. An-
Nisaa: 29).

"Dan orang-orang yang memelihara amanah-amanah (yang dipikulnya) dengan janjinya"


(QS. Al-Mu'minun: 8).

"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul dan juga
janganlah kamu mengkhianati amanah-amanah yang dipercayakan kepada kamu, sedang
kamu mengetahui" (QS. Al-Anfaal: 27).

Pada hari ini Jum’at, tanggal lima Bulan April Tahun dua ribu sembilan belas (05-04-2019)
Pukul 09.00 Wib, kami yang bertandatangan di bawah ini :

1. Nama : Nabilah Agasti Wahyu Khansa dalam hal yang diuraikan di bawah ini
bertindak dalam kedudukannya selaku Direktur Utama dari, dan karenanya berdasarkan
kewajibannya bertindak untuk dan atas nama serta mewakili Bank Syariah beralamat di Jalan
Laks. Martadinata No. 84 Malang.
Untuk selanjutnya disebut : PIHAK PERTAMA, atau disebut BANK
2. Nama : Desinta Arvianti dalam hal yang diuraikan di bawah ini bertindak untuk diri
sendiri / dalam kedu-dukannya selaku Komisaris dari, dan karenanya berdasarkan kewajiban
dan tanggung jawabnya bertindak untuk dan atas nama CV. Citra Budaya beralamat di Jalan
Palmerah No. 76 Malang. Untuk selanjutnya disebut : PIHAK KEDUA , atau disebut
NASABAH
Bahwa Nasabah telah mengajukan permohonan kepada Bank untuk menyewa manfaat
atau guna usaha dengan hak opsi pada akhir masa sewa (Ijarah Muntahiyah Bittamlik) atas
barang modal, yang atas dasar permohonan Nasabah itu Bank bersedia membeli dan
menyediakan barang modal tersebut dari pihak ketiga dengan ketentuan serta syarat-syarat
sebagai ditetapkan dalam pasal-pasal berikut ini:

Pasal 1

DEFINISI

Dalam Perjanjian ini yang dimaksud dengan :


a. “Syariah”
adalah Hukum Islam yang bersumber dari Al Quran dan As Sunnah.
b. “Ijarah Muntahiyah Bittamlik”
adalah perjanjian sewa-menyewa untuk jangka waktu tertentu dengan membayar uang sewa
antara Bank sebagai pemilik barang modal dan Nasabah sebagai penyewa, yang pada akhir
masa sewa, Nasabah sebagai penyewa memiliki hak opsi untuk membeli barang modal
tersebut dengan harga yang disepakati oleh kedua belah atau meneruskan sewa dengan harga
sewa yang disepakati oleh kedua belah pihak.
c. “Mua’jjir”
adalah Bank sebagai pemilik barang modal.
d. “Musta’jjir.”
adalah Nasabah sebagai pihak yang menyewa barang modal dari Bank ( Mua’jjir)
e. “Ma’ jur.”
adalah objek atau barang modal yang dipersewakan.
f. “Ajran atau Ujrah”
adalah sewa barang modal yang harus dibayar penyewa ( Musta’jjir).
g. “Pengakuan Sewa - Piutang Sewa”
adalah Surat Pengakuan Nasabah Berkewajiban Membayar Sewa kepada Bank yang dibuat
dan ditandatangani Nasabah dan diterima serta diakui oleh Bank dan oleh karenanya berlaku
dan bernilai sebagai bukti sah tentang adanya kewajiban pembayaran dari Nasabah kepada
Bank sebesar jumlah sewa barang modal yang terhutang.
h. “Dokumen Jaminan”
adalah segala macam dan bentuk surat bukti tentang kepemilikan atau hak-hak lainnya atas
barang yang dijadikan jaminan guna menjamin terlaksananya kewajiban Nasabah terhadap
Bank berdasarkan Perjanjian ini.
i. Jangka Waktu Sewa-Menyewa Manfaat atas Barang Modal
adalah masa berlakunya Perjanjian ini sesuai dengan yang ditentukan dalam Pasal 4
Perjanjian ini.
j. “Hari Kerja Bank”
adalah Hari Kerja Bank Indonesia
k. “Pembukuan Ijarah Muntahia Bittamlik”
adalah pembukuan atas nama Nasabah pada Bank yang khusus mencatat seluruh transaksi
Nasabah sehubungan dengan Pembiayaan dalam Perjanjian ini, yang merupakan bukti sah
dan mengikat Nasabah atas segala kewajiban pembayaran, sepanjang tidak dapat dibuktikan
sebaliknya dengan cara yang sah menurut hukum.
l. “Cidera Janji”
adalah keadaan tidak dilaksanakannya sebahagian atau seluruh kewajiban Nasabah yang
menyebabkan Bank dapat menghentikan seluruh atau sebahagian pembayaran atas harga beli
barang termasuk biaya-biaya yang terkait, serta sebelum berakhirnya jangka waktu perjanjian
ini menagih dengan seketika dan sekaligus jumlah kewajiban Nasabah kepada Bank.

Pasal 2
MANFAAT GUNA USAHA DENGAN HAK OPSI

a. Bank sepakat dan dengan ini berjanji serta mengikatkan diri untuk memenuhi permohonan
yang telah diajukan oleh Nasabah kepada Bank sebagaimana permohonan yang dilampirkan
pada dan karenanya menjadi satu kesatuan yang tidak terpisahkan dari Surat Perjanjian ini,
untuk membeli dari pihak ketiga (supplier) dan menyediakan barang (barang-barang modal)
yang dimohon Nasabah berupa : Mobil PickUp guna disewa Nasabah selama dua tahun (2)
atau duapuluh empat bulan (24) terhitung sejak tanggal satu bulan Mei Tahun dua ribu
duapuluh (1-5-2020) sampai dan berakhir pada tanggal satu bulan Mei Tahun dua ribu
duapuluh dua (1-5-2022) dengan harga sewa sebesar Rp 2.000.000 (dua juta rupiah) tiap-tiap
bulan, dan pada akhir masa sewa Nasabah memiliki hak opsi untuk membeli barang modal
tersebut atau meneruskan sewanya dengan harga jual atau harga sewa yang disepakati kedua
belah pihak.
b. Untuk pengadaan/penyediaan "Barang Modal" tersebut, Nasabah wajib memberitahu-kan
secara tertulis terlebih dahulu kepada Bank, dengan memberikan waktu yang cukup bagi
Bank untuk pelaksanaannya.
c. Pemberitahuan tersebut sifatnya tidak dapat dicabut, dan jika karena sesuatu hal pelak-
sanaan pengadaan "Barang Modal" tidak dapat berjalan di luar kesalahan Bank, maka
Nasabah menyetujui untuk menanggung seluruh risiko, berupa biaya-biaya, dan ongkos-
ongkos yang timbul akibat dari tidak terlaksananya pengadaan "Barang Modal" tersebut.
Sebaliknya, bila Bank telah menyetujui permohonan Nasabah, namun ternyata Bank gagal
menyediakan “Barang Modalnya”, dan Nasabah dapat membuktikan telah dirugikan
karenanya, maka Bank berkewajiban membayar besarnya kerugian nyata yang diderita
Nasabah.

Pasal 3
PENYERAHAN BARANG MODAL

a. “Barang Modal” yang disediakan Bank kepada Nasabah diperoleh berdasarkan suatu
perjanjian pembelian Bank dari penjual “Barang Modal”, dan karenanya itu keada-annya
adalah “Sebagaimana Dan Apa Adanya”. Sedangkan saat penyerahannya dari Bank
kepada Nasabah disepakati berlangsung bersamaan dengan saat pelaksanaan per-janjian
pembelian “Barang Modal” oleh Bank, yang dibuat dan ditandatangani dalam suatu
Berita Acara Penerimaan.
b. Jika karena suatu alasan dan oleh sebab apa pun “Barang Modal” musnah setelah pe-
nyerahan, dan Bank telah membayar harga beserta biaya untuk memperoleh “Barang Modal”
tersebut, maka Nasabah wajib membayar ganti rugi karena musnahnya tersebut kepada Bank
dan Bank tidak mempunyai kewajiban-kewajiban kepada Nasabah untuk mengganti “Barang
Modal” tersebut.
c. Apabila barang modal telah diasuransikan, maka klaim asuransi menjadi milik Bank,
sedangkan kekurangan nilai barang modal yang belum tertutup oleh hasil klaim asuransi
menjadi tanggungan Nasabah.

Pasal 4
JANGKA WAKTU

a. Bank berjanji dan dengan ini mengikatkan diri, bahwa jangka waktu untuk memberikan
"Manfaat Guna Usaha" kepada Nasabah atas "Barang Modal" tersebut akan ber-langsung
selama dua tahun (2) atau duapuluh empat bulan (24), terhitung dari saat Surat Perjanjian ini
ditandatangani atau dari saat diserahkannya "Barang Modal" tersebut kepada Nasabah.
b. Nasabah berjanji dan dengan ini mengikatkan diri untuk membayar kepada Bank biaya
sewa pada tiap-tiap bulan sebesar Rp 2.000.000 (dua juta rupiah) sesuai dengan jadwal
pembayaran yang dinyatakan dalam "Surat Sanggup" untuk membayar dan melunasi
pembayaran sewa sesuai dengan jangka waktu yang dibuat dan ditandatangani oleh Nasabah.

Pasal 5
BIAYA DAN PEMBAYARAN

a. Nasabah berjanji dan dengan ini mengikatkan diri untuk menanggung dan membayar
seluruh biaya , asuransi dan biaya-biaya lain untuk pelaksanaan Perjanjian ini.
b. Setiap pembayaran kewajiban Nasabah kepada Bank dilakukan di Kantor Bank, atau di
tempat lain yang ditunjuk Bank, melalui rekening yang dibuka oleh dan atas nama Nasabah
di Bank.
c. Dalam hal pembayaran dilakukan melalui rekening Nasabah di Bank, maka dengan ini
Nasabah memberi kuasa yang tidak berakhir karena sebab-sebab yang ditentukan dalam pasal
1813 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata kepada Bank, untuk mendebet rekening
Nasabah guna pembayaran/pelunasan kewajibannya.
d. Apabila sebelum jangka waktu sewa berakhir ingin melunasi dan menggunakan hak opsi
atas barang modal, kedua belah pihak sepakat untuk menunaikan akad sewa menyewa secara
keseluruhan sedangkan terhadap harga jual barang modal Bank bersedia memberikan
potongan harga yang akan disepakati pada saat membayar.
Pasal 6
TAMBAHAN PERALATAN DAN PENGAWASAN
a. Nasabah setuju dan dengan ini mengikatkan diri, bahwa semua penambahan maupun
perubahan terhadap "Barang Modal", dan setiap perangkat maupun peralatan yang dipasang
atau ditambahkan pada "Barang Modal", segera setelah pemasangan atau penambahan
tersebut menjadi bagian dari "Barang Modal", dengan seketika dan dengan sendirinya
menjadi hak milik Bank, tanpa diperlukan adanya tindakan, perjanjian, pembayaran, ganti
rugi, dan/atau imbalan dalam bentuk apapun juga.
b. Kecuali untuk pemeliharaan, perbaikan atau pemeriksaan secara berkala atau sewaktu-
waktu yang dilakukan dengan izin Bank, pada setiap saat "Barang Modal" harus tetap berada
di bawah pengawasan dan penguasaan Nasabah.
c. Nasabah berjanji dan dengan ini mengikatkan diri untuk memberi izin kepada Bank atau
wakilnya yang ditunjuk, untuk sewaktu-waktu mencoba, memeriksa, mengambil gambar
(foto), membuat fotokopi atas catatan atau keterangan dan/atau mengawasi segala sesuatu
yang berkaitan dengan "Barang Modal" tersebut.
Pasal 7
PENGGUNAAN DAN PUNGUTAN

Nasabah berjanji dan menjamin, serta dengan ini mengikatkan diri untuk :
a. dengan biayanya sendiri akan memperoleh semua izin, persetujuan dan dokumen penting
serupa lainnya berkaitan dengan tujuan penggunaan "Barang Modal", dan dalam
pengoperasian "Barang Modal" akan menggunakan personil yang berwenang dan ca-kap,
sesuai dengan instruksi, petunjuk dan buku pedoman resmi dari pembuat "Barang Modal" ;
b. menanggung sendiri risiko dalam bentuk apapun sehubungan dengan penggunaan "Barang
Modal" serta berjanji dan dengan ini mengikatkan diri untuk membebaskan Bank dari beban
atau kerugian apapun juga yang disebabkan karena kerusakan, gangguan, atau berkurangnya
kemanfaatan "Barang Modal", termasuk dan tidak terbatas yang disebabkan oleh kesalahan
atau kelalaian Nasabah atau orang lain ;
c. menanggung dan bertanggung jawab untuk membayar setiap pajak, retribusi, denda dan
pungutan-pungutan lainnya atas "Barang Modal" tepat pada waktunya.
Pasal 8
KEWAJIBAN PEMELIHARAAN

Nasabah berjanji dan dengan ini mengikatkan diri untuk :


a. atas biayanya sendiri harus merawat "Barang Modal" sedemikian sehingga selalu dalam
keadaan baik dan terpelihara, mematuhi setiap aturan pemeliharaan dan prosedur yang
diwajibkan atau disarankan dari setiap pembuat "Barang Modal" atau orang lain yang
berwenang, menyediakan semua suku cadang dan peralatan serta melakukan servis yang
diperlukan, di samping menggunakan personil yang cakap dan memenuhi syarat dalam
melakukan perbaikan atas "Barang Modal" ;
b. tidak akan melakukan perubahan, penambahan dan/atau pengurangan apapun terhadap
"Barang Modal" yang dapat menimbulkan kerusakan, berkurangnya manfaat, dan/atau
kerugian atas nilai ekonomis "Barang Modal" ;
c. dalam melakukan penggantian atau perbaikan atas "Barang Modal" atau bagian-bagiannya,
perlengkapan, peralatan dan/atau assesor yang ditambahkan bebas dari se-gala tuntutan,
beban dan/atau hak-hak pihak lain, serta menjamin bahwa perlengkapan, peralatan, dan/atau
assesor yang digunakan, sekurang-kurangnya memiliki nilai, kualitas dan kegunaan yang
sama dengan yang digantikannya ;
d. mengakui bahwa semua penggantian berupa perlengkapan, peralatan dan/atau assesor telah
melekat pada dan menjadi bagian yang tak terpisahkan dari "Barang Modal" karenanya
menjadi milik Bank.

Pasal 9

RISIKO

Terhitung sejak tanggal penyerahan "Barang Modal" menurut Perjanjian ini, Nasabah berjanji
dan dengan ini mengikatkan diri untuk :
a. menanggung segala risiko yang disebabkan oleh sebab apapun juga, termasuk karena
keadaan memaksa (force majeur) terhadap kemusnahan, hilangnya dan/atau kerusakan
"Barang Modal" dan/atau bagian-bagiannya ;
b. dalam hal risiko tersebut timbul maka, dalam waktu selambat-lambatnya satu bulan sejak
peristiwanya terjadi, Nasabah wajib membayar kepada Bank sejumlah uang senilai kerugian
yang terjadi.
Pasal 10

ASURANSI

Nasabah berjanji dan dengan ini mengikatkan diri untuk menutup asuransi berdasar Syariah
atas bebannya terhadap seluruh "Barang Modal" dan barang jaminan Pembayaran Sewa
berdasar Perjanjian ini pada perusahaan asuransi yang ditunjuk oleh Bank sebagai pihak yang
berhak menerima pembayaran claim asuransi tersebut (Banker’s Clause).
Pasal 11
PERNYATAAN DAN JAMINAN

Nasabah menjamin dan menyatakan mengaku kepada Bank, sebagaimana Bank menerima
jaminan dan pengakuan Nasabah tersebut, bahwa :
a. nasabah berhak dan berwenang menjalankan usahanya, memiliki kewenangan untuk
menandatangani Perjanjian ini dan seluruh dokumen yang bersangkutan sesuai dengan syarat-
syarat yang ditentukan dalam Perjanjian ini;
b. selama berlangsungnya masa Perjanjian ini akan menjaga semua perizinan, lisensi,
persetujuan dan sertifikat yang harus dimiliki untuk melaksanakan usahanya ;
c. segala dokumen/akta yang ditandatangani oleh Nasabah berkenaan dengan perjanjian ini
adalah sah, memiliki kekuatan hukum dan mengikat Nasabah, sehingga karenanya tidak
bertentangan dengan hukum, Anggaran Dasar perusahaan Nasabah, serta tidak bertentangan
dengan hal-hal yang dapat menghalangi pelaksanaan Perjanjian ini ;
d. pada saat penandatanganan Perjanjian ini para pemegang saham, anggota Direksi, dan para
anggota Komisaris perusahaan Nasabah telah mengetahui dan menyetujui adanya Perjanjian
ini, serta tidak akan mengadakan perubahan apapun tanpa izin tertulis dari Bank ;
e. nasabah berjanji dan dengan ini mengikatkan diri untuk menyerahkan Neraca dan Laporan
Rugi Laba yang diaudit oleh Kantor Akuntan Publik secara Periodik.
Pasal 12
CIDERA JANJI DAN AKIBATNYA

Menyimpang dari ketentuan dalam pasal 4 Perjanjian ini, Bank berhak untuk menuntut/
menagih pembayaran dari Nasabah dan/atau siapapun juga yang memperoleh hak darinya,
atas sebagian atau seluruh jumlah kewajiban Nasabah kepada Bank berdasarkan Perjanjian
ini, untuk dibayar dengan seketika dan sekaligus, tanpa diperlukan suatu surat pemberi-
tahuan, surat teguran, atau surat lainnya apabila Nasabah melakukan cidera janji, yaitu
melakukan salah satu hal atau peristiwa tersebut di bawah ini :
a. nasabah tidak melaksanakan pembayaran atas kewajibannya kepada Bank sesuai dengan
saat yang ditetapkan dalam pasal 4 Perjanjian ini ;
b. dokumen, surat-surat bukti kepemilikan atau hak lainnya atas barang-barang yang dijadikan
jaminan, dan/atau pernyataan pengakuan sebagaimana tersebut pada Pasal 11 Perjanjian ini
ternyata palsu, atau tidak benar isinya, dan/atau Nasabah melakukan perbuatan yang
melanggar atau bertentangan dengan salah satu hal yang ditentukan dalam pasal dalam
Perjanjian ini ;
c. sebagian atau seluruh harta kekayaan Nasabah disita oleh Pengadilan atau pihak yang
berwajib ;
d. nasabah berkelakuan sebagai pemboros, pemabuk, ditaruh di bawah pengampuan,
mendaftarkan permohonan atau dimohon oleh pihak dapat mengakibatkan Nasabah tidak
dapat memenuhi kewajiaban-kewajibannya ;
e. Atau melakukan perbuatan apapun yang menurut pendapat Bank akan dapat mengakibatkan
Nasabah tidak dapat memenuhi kewajiban-kewajibannya.

Pasal 13
HAK OPSI NASABAH UNTUK MEMBELI

a. Dalam waktu selambat-lambatnya 90 (sembilan puluh) hari sebelum masa untuk


memperoleh manfaat guna usaha atas "Barang Modal" berakhir, Nasabah berkewajiban
menegaskan kehendaknya untuk menggunakan atau tidak menggunakan hak opsi yang
diberikan berdasarkan Perjanjian ini untuk membeli "Barang Modal" tersebut kepada Bank
secara tertulis, dengan syarat :
i. nasabah telah membayar lunas seluruh pembayaran manfaat guna usaha dan kewajiban-
kewajiban lainnya atas "Barang Modal" dalam Perjanjian ini dan perjanjian-perjanjian ini dan
perjanjian-perjanjian lainnya yang terkait ;
ii. tidak terjadi peristiwa cedera janji.

b. Apabila syarat tersebut di atas telah terpenuhi, maka Nasabah wajib membayar kepada
Bank, harga pembelian "Barang Modal" seharga sisa nilai kewajiban sisa manfaat guna usaha
yang belum dibayar ditambah jumlah "Simpanan Jaminan" yang ditahan oleh Bank sebagai
uang muka pembayaran hak opsi beli tersebut dalam pasal 5 Perjanjian ini ;
c. Bank berjanji dan dengan ini mengikatkan diri untuk melepaskan hak dan kepentingannya
atas "Barang Modal" untuk menyerahkan sepenuhnya kepada Nasabah.

Pasal 14
BERAKHIRNYA MASA MANFAAT GUNA USAHA

a. Apabila Nasabah tidak memberitahukan kepada Bank tentang keinginannya untuk membeli
"Barang Modal" dalam waktu yang ditentukan dalam pasal 13 Perjanjian ini, atau telah
memberitahukan untuk membeli tetapi lalai untuk melaksanakan pembayaran, maka Bank
bebas untuk melakukan perjanjian-perjanjian dengan pihak ketiga, menjual atau melepaskan
"Barang Modal" pada saat berakhirnya masa manfaat guna usaha.
b. Nasabah berjanji dan dengan ini mengikatkan diri untuk mengembalikan "Barang Modal",
termasuk dan tidak terbatas pada peralatan dan perlengkapan tambahan yang telah menjadi
bagian "Barang Modal" sebagaimana dimaksud pada Pasal 6 Perjanjian ini dalam keadaan
baik kepada Bank, selambat-lambatnya14 (empat belas) hari dari saat berakhirnya masa
manfaat guna usaha.
c. Nasabah juga berjanji dan dengan ini mengikatkan diri untuk membayar lunas nilai sisa
pembayaran manfaat guna usaha serta kewajiban-kewajiban lainnya yang masih terhutang
menurut perjanjian ini, tanpa mengurangi hak Bank untuk memperhitungkannya dengan
"Simpanan Jaminan".
Pasal 15
PENGAWASAN DAN PEMERIKSAAN

Nasabah berjanji dan dengan ini mengikatkan diri untuk memberikan izin kepada Bank atau
petugas yang ditunjuknya, guna melaksanakan pengawasan/ pemeriksaan terhadap "Barang
Modal" dan barang jaminan, serta pembukuan dan catatan-catatan pada setiap saat selama
berlangsungnya Perjanjian ini, dan kepada petugas Bank tersebut diberi hak untuk memuat
fotokopi dari pembukuan dan catatan yang bersangkutan.

Pasal 16
PENYELESAIAN PERSELISIHAN

1. Dalam hal terjadi perbedaan pendapat atau penafsiran atas hal-hal yang tercantum di dalam
Surat Perjanjian ini atau terjadi perselisihan atau sengketa dalam pelaksanaan-nya, maka para
pihak sepakat untuk menyelesaikannya secara musyawarah untuk mufakat.
2. Apabila musyawarah untuk mufakat telah diupayakan namun perbedaan pendapat atau
penafsiran, perselisihan atau sengketa tidak dapat diselesaikan oleh kedua belah pihak, maka
para pihak bersepakat, dan dengan ini berjanji serta mengikatkan diri untuk
menyelesaikannya melalui Badan Arbitrase Muamalat Indonesia (BAMUI) menurut prosedur
beracara yang berlaku di dalam Badan Arbitrase tersebut.
3. Para pihak sepakat, dan dengan ini mengikatkan diri satu terhadap yang lain, bahwa
pendapat hukum (legal opinion) dan/atau Putusan yang ditetapkan oleh badan Arbitrase
Muamalat Indonesia tersebut bersifat final dan mengikat (final and binding)
Pasal 17

DOMISILI DAN PEMBERITAHUAN

1. Alamat para pihak sebagaimana yang tercantum pada kalimat-kalimat awal Surat Perjanjian
ini merupakan alamat tetap dan tidak berubah bagi masing-masing pihak yang bersangkutan,
dan ke alamat-alamat itu pula secara sah segala surat-menyurat atau komunikasi di antara
kedua pihak akan dilakukan.
2. Apabila dalam pelaksanaan perjanjian ini terjadi perubahan alamat, maka pihak yang
berubah alamatnya tersebut wajib memberitahukan kepada pihak lainnya dengan surat
tercatat atau surat tertulis yang disertai tanda bukti penerimaan, alamat barunya.
3. Selama tidak ada perubahan alamat sebagaimana dimaksud pada ayat 2 pasal ini, maka
surat-menyurat atau komunikasi yang dilakukan ke alamat yang tercantum pada awal Surat
Perjanjian dianggap sah menurut hukum.

Pasal 18

PENUTUP

1. Sebelum Surat Perjanjian ini ditandatangani oleh Nasabah, Nasabah mengakui dengan
sebenarnya, dan tidak lain dari yang sebenarnya, bahwa Nasabah telah membaca dengan
cermat atau dibacakan kepadanya seluruh isi Perjanjian ini berikut semua surat dan/atau
dokumen yang menjadi lampiran Surat Perjanjian ini, sehingga oleh karena itu Nasabah
memahami sepenuhnya segala yang akan menjadi akibat hukum setelah Na-sabah
menandatangani Surat Perjanjian ini.
2. Apabila ada hal-hal yang belum diatur atau belum cukup diatur dalam Perjanjian ini, maka
Nasabah dan Bank akan mengaturnya bersama secara musyawarah untuk mufakat dalam
suatu Addendum.
3. Tiap Addendum dari Perjanjian ini merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dari
Perjanjian ini.
Pihak Pertama dan Pihak Kedua sepakat dan dengan ini mengikatkan diri satu terhadap yang
lain, bahwa untuk Perjanjian ini dan segala akibatnya memberlakukan syariah Islam dan
peraturan perundang-undangan lain yang tidak bertentangan dengan syariah.
Demikianlah, Surat Perjanjian ini dibuat dan ditandatangani oleh Bank dan Nasabah di atas
kertas yang bermeterai cukup dalam dua rangkap, yang masing-masing disimpan oleh Bank
dan Nasabah, dan masing-masing berlaku sebagai aslinya.

BANK SYARIAH NASABAH

(Nabilah Agasti ) (Desinta Arvianti)


ANALISIS

Analisa yang dapat kami tuliskan sesuai dengan kasus yang tertera yaitu :

1. ijarah muntahiya bittamlik, adalah sewa-menyewa antara pemilik objek


sewa dengan penyewa untuk mendapat imbalan atas objek sewa yang
disewakan dengan opsi perpindahan hak milik objek sewa baik dengan jual
beli atau pemberian (hibah) pada saat tertentu sesuai akad sewa. Dari kasus
diatas merupakan tindakan sewa-menyewa dari Pihak Nasabah (CV. Citra
Budaya) berupa sebuah Mobil PickUp kepada Bank Syariah. Jika akad ijarah
disertai dengan janji penjualan barang kepada penyewa, maka berarti akad
ijarah al-muntahiyah bi al-tamlik menggunakan akad ijarah ijarah yang
digabung dengan akad jual-beli. Jika akad ijarah disertasi dengan janji
memberikan akan memberikan sewaan kepada penyewanya, maka akad ijarah
al-muntahiyah bi al-tamlik menggabungkan akad ijarah dengan akad ju’alah
atau hibah. Transaksi in menggunakan akad ju’alah jika pemberian barang
disertai syarat tertentu seperti pembayaran sewa tepat waktu. Perjanjian untuk
menjual atau memberikan barang sewaan kepada penyewa sifatnya tidak
mengikat . Hal ini karena janji tersebut termasuk dalam sesuatu yang terjadi di
luar akad ijarah dan termasuk akad baru setelah akad ijarah. Maka, pemilik
barang dapat meneruskan janjinya atau tidak.
2. Berdasarkan syarat dan rukun yang terkait dengan akid (subjek sewa) dalam
perjanjian diatas Kedua Pihak telah sepakat membuat perjanjian tersebut tanpa
ada paksaan dari pihak manapun. Sedangkan berdasarkan syarat ma'qud alaih
(obyek sewa) barang yang diperjanjikan dapat diserahterimakan berupa sebuah
Mobil PickUp, memiliki nilai manfaat bagi penyewa sebagai barang
operasional, upah telah diketahui dan disepakati oleh Kedua Pihak dengan
pembayaran sewa tiap-tiap bulan yaitu Rp 2.000.000, objek menjadi kewajiban
Bank serta saat penyerahan barang tidak cacat dan halal.
3. Dalam perjanjian diatas tidak dinyatakan adanya biaya agunan yang
dibebankan kepada Nasabah, tetapi dalam Pasal 15 tentang Pengawasan dan
Pemeliharaan, dimana Nasabah memberikan izin untuk memeriksa “objek
sewa” (sebuah Mobil Pick Up), catatan-catatan pembukuan, serta barang dan
biaya operasional lainnya. Hal tersebut telah sesuai dengan Pasal 23 UU
Perbankan Syariah. Dalam Pasal 23 tersebut antara lain ditegaskan bahwa bank
wajib melakukan penilaian yang saksama terhadap watak, kemampuan, modal,
agunan, dan prospek usaha calon nasabah penerima fasilitas.
4. Transaksi pembiayaan berdasarkan akad ijarah dalam perjanjian ini Bank
telah bersedia menyediakan objek yang disewakan dan Nasabah bersedia
menyediakan sejumlah pembayaran terhadap objek yang disewa (sebuah Mobil
PickUp).
5. Akan tetapi dalam praktik perbankan, model akad ijarah almuntahiyah bi
al-tamlik adalah akad ijarah yang dipadukan dengan akad jual beli. Di mana
pihak bank telah menghitung harga jual suatu barang pada saat akad dilakukan.
Untuk itu, pola kegiatan seperti contoh kasus diatas belum dapat dikategorikan
kepada jual beli karena biasanya jual beli memerlukan serah terima
kepemilikan yang segera. Dalam melaksanakan akad ijarah ini, bank menjadi
pihak pemilik asset dan menyewakan asset tersebut kepada nasabah.
Sedangkan dalam bentuk sewa beli bank terlebih dahulu membeli objek yang
akan disewakan kemudian menyewakannya kepada nasabah dengan perjanjian
sewa beli dimana sesuai kesepakatan diakhir masa penyewaan akan beralih
kepemilikan dari pihak pertama kepada pihak kedua.

Anda mungkin juga menyukai