Anda di halaman 1dari 15

FIQIH MUAMALAH

IJARAH

Disusun oleh Kelompok VII

Nama Kelompok :

1. Kiki Suryani (190105045)


2. Salsa Dwiyanti Tawainell (190105061)

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI AMBON

FAKULTAS SYARIAH DAN EKONOMI ISLAM

JURUSAN EKONOMI SYARIAH

Tahun 2020-2021
KATA PENGANTAR

Dengan rahmat Allah yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat, hidayah dan
kemudahan sehingga kami selaku kelompok VII (Tujuh) dapat menyelesaikan makalah ini
dengan baik dan tepat dengan waktunya. Makalah dengan judul ‘’Ijarah” Makalah ini disusun
sebagai bentuk pemenuhan tugas pada Mata Kuliah Fiqih Muamalah. Selain itu, makalah ini juga
disusun agar bisa menambah pengetahuan serta pemahaman para pembaca dan juga kami sebagai
penulis. Tak lupa terima kasih kami ucapkan kepada seluruh teman-teman kelompok dan pihak-
pihak yang telah berkontribusi dalam menyelesaikan makalah ini.

Kami menyadari, bahwa makalah ini masih banyak kekurangan serta, apabila nanti para
pembaca menemukan kesalahan-kesalahan kecil baik dari sisi penulisan, titik koma dan yang
lainnya, kami selaku penulis meminta maaf dan memohon pengertiannya, karena walau
bagaimanapun kebenaran hanya datang dari Allah SWT dan kesalahan datangnya dari manusia.
Oleh karena itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran dari teman-teman pembaca guna
dapat menjadi motivasi serta acuan kepada kami agar bisa lebih baik kedepannya.

Ambon, 01 Februari, 2021

Penulis.
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Ijarah


2.2 Dasar Hukum dan Kaidah-kaidah dalam Ijarah
2.3 Rukun dan Syarat Ijarah
2.4 Jenis-jenis Akad Ijarah
2.5 Pembatalan dan Berakhirnya Akad Ijarah
2.6 Pembayaran dan Sewa
2.7 Tanggung jawab orang yang digaji/diberi

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan

3.2 Saran

DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Ijarah merupakan salah satu bentuk transaksi muamalah yang banyak dilakukan manusia
untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Yang menjadi objek dalam transaksi ijarah ini adalah
manfaat. Manusia merupakan makhluk social yang tak dapat hidup tanpa bantuan orang lain.
Dalam hidupnya, manusia bersosialisi dalam upaya untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, yang
termasuk di dalamnya merupakan kegiatan ekonomi salah satunya (Ijarah).

Selain dipandang dari sudut ekonomi, sebagai umat muslim, kita juga perlu mengetahui
kegiatan ekonomi dari sudut pandang Islam. Ketentuan-ketentuan yang harus ada dalam kegiatan
ekonomi sebaiknya harus didasarkan pada sumber-sumber hukum islam, yaitu Al’Qur’an dan Al-
Hadits.
Islam telah mengatur aturan-aturan dalam transaksi ijarah, untuk itu dalam pelaksaannya
harus sesuai dengan aturan-aturan dalam Syariah.

B. Rumusan Masalah
1. Mengetahui Pengertian Ijarah?
2. Dasar Hukum dan Kaidah-kaidah dalam Ijarah?
3. Rukun dan Syarat Ijarah?
4. Jenis-jenis Akad Ijarah?
5. Berakhirnya Akad Ijarah?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui Pengertian Ijarah.
2. Untuk mengetahui Dasar Hukum dan Kaidah-kaidah dalam Ijarah.
3. Untuk mengetahui rukun dan Syarat Ijarah.
4. Untuk mengetahui Jenis-jenis Akad Ijarah.
5. Mengetahui berakhirnya Akad Ijarah.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Ijarah


Menurut bahasa kata ijarah berasal dari kata “al-ajru”yang berarti “al-iwadu”(ganti) dan
oleh sebab itu “ath-thawab”atau (pahala) dinamakan ajru (upah). 1
Lafal al-ijarah dalam bahasa arab berarti upah, sewa, jasa, atau imbalan. Al-ijarah
merupakan salah satu bentuk muamalah dalam memenuhi keperluan hidup manusia, seperti
sewa-meyewa, kontrak, atau menjual jasa perhotelan dan lain-lain.2
Ijarah menurut arti lughat adalah balasan, tebusan, atau pahala. Menurut syara’ berarti
melakukan akad mengambil manfaat sesuatu yang diterima dari orang lain dengan jalan
membayar sesuai dengan perjanjian yang telah ditentukan dengan syarat-syarat tertentu pula.3
Secara terminology, ada beberapa definisi al-ijarah yang dikemukakan para ulama fiqh.
Menurut ulama Syafi‟iyah, ijarah adalah akad atas suatu kemanfaatan dengan pengganti. 4
Menurut Hanafiyah bahwa ijarah adalah akad untuk membolehkan pemilikan manfaat yang di
ketahui dan di sengaja dari suatu zat yang disewa dengan imbalan. 5Sedangkan ulama Malikiyah
dan Hanabilah, ijarah adalah menjadikan milik suatu kemanfaatan yang mubah dalam waktu
tertentu dengan pengganti. Selain itu ada yang menerjemahkan ijarah sebagai jual beli jasa
(upah-mengupah), yakni mengambil mengambil manfaat tenaga manusia, yang ada manfaat dari
barang.6
Dalam istilah fikih ijarah ialah pemberian hak pemanfaatan (menjual manfaat/kegunaaan)
dengan syarat ada imbalan. Sedangkan secara istilah: “akad untuk mendapatkan manfaat dengan
pembayaran”

1
Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah 13, Pena Pundi Aksara, Jakarta, 2006, h .203
2
Nasrun Haroen, Fiqih Muamalah, Gaya Media Pratama, Jakarta, 2000, h. 228
3
Syaifullah Aziz,Fiqih Islam Lengkap, Asy-syifa, Surabaya, 2005, h .377
4
Rahmat Syafei, Fiqih Muamalah, Pustaka Setia, Bandung, 2001, h. 121
5
Hendi Suhendi, Fiqih Muamalah, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2010, h. 114
6 Rahmat Syafei, Op.cit.,h. 122
2.2 Dasar Hukum dan Kaida-kaidah Ijarah
Hukum ijarah dapat diketahui dengan mendasarkan pada teks-teks al-Qur‟an, hadist-hadist
Rasulullah, dan Ijma‟ ulama fikih sebagai berikut:
a.Berdasarkan Al-quran Dalam al-Qur‟an ketentuan tentang upah tidak tercantum secara
terperinci.Akan tetapi pemahaman upah dicantumkan dalam bentuk pemaknaan tersirat, seperti
ditemukan dalam QS al-Baqarah:233, an-Nahl:97, al-Kahfi:30, az-Zukhruf:32, at-Thalaq:6 dan
al-Qasas:26.
➢ Dalam Qs At-Thalaq (6) menjelasakan :

Artinya :

Tempatkanlah mereka (para isteri) di mana kamu bertempat tinggal menurut


kemampuanmu dan janganlah kamu menyusahkan mereka untuk menyempitkan
(hati) mereka. dan jika mereka (isteri-isteri yang sudah ditalaq) itu sedang hamil,
Maka berikanlah kepada mereka nafkahnya hingga mereka bersalin, kemudian jika
mereka menyusukan (anak-anak)mu untukmu Maka berikanlah kepada mereka
upahnya, dan musyawarahkanlah di antara kamu (segala sesuatu) dengan baik; dan
jika kamu menemui kesulitan Maka perempuan lain boleh menyusukan (anak itu)
untuknya.” (QS ath-Thalaq:(65) :6)7

➢ Selanjutnya dalam QS. Al-Qashsas:26 Allah SWT berfirman:


Artinya :
salah seorang dari kedua wanita itu berkata: "Ya bapakku ambillah ia sebagai orang
yang bekerja (pada kita), karena Sesungguhnya orang yang paling baik yang kamu
ambil untuk bekerja (pada kita) ialah orang yang kuat lagi dapat dipercaya".(QS al-
Qashas:(28) :26)8

Berkaitan dengan ayat di atas Rasulullah Saw. bersabda: “Berilah upah buruh sebelum
kering keringatnya”. (H.R. Abu Ya’la, Ibnu Majah, Tabrani dan Tirmidzi).

7 Departemen Agama RI, Op.cit.,h.446


8
Ibid.,Hal.310
Demikian pula dalam hadis berikut ini Rasulullah bersabda: Sesungguhnya Rasulullah
Saw. berbekam dan memberikan upah kepada pembekamnya.”(H.R Bukhori, Muslim dan
Ahmad).

Pada prinsipnya, terdapat kesepakatan di kalangan para sahabat sebelum kedatangan


beberapa orang seperti Hasan Basri dan Abu Bakar al-Ashom, Ibnu Kisan, Ismail bin Aliyah,
Qosyani dan Nahroni. Ijarah ini dibolehkan karena manusia memerlukan akad semacam ini
dalam kehidupan muamalah mereka.

➢ Kaidah-kaidah Ijarah
1) Semua barang yang dapat dinikmati manfaatnya tanpa ,mengurangi subtansi barang
tersebut, maka barang tersebut dapat disewakan.
2) Semua barang yang pemanfaatannya dilakukan sedikit demi sedikit, tetapi tidak
mengurangi subtansi barang itu, seperti susu pada unta dan air dalam sumur dapat juga
disewakan.
3) Uang dari emas atau perak dan tidak dapat disewakan karena barang-barang ini setelah
dikonsumsi menjadi hilang atau habis.
2.3 Rukun dan Syarat Ijarah

a) Rukun Ijarah

a.Rukun Ijarah Menurut Hanafiyah, rukUn dan syarat ijarah hanya ada satu, yaitu ijab dan
qabul, yaitu pernyataan dari orang yang menyewa dan meyewakan. 9Sedangkan menurut jumhur
ulama, Rukun-rukun dan syarat ijarah ada empat, yaitu Aqid (orang yang berakad), sighat, upah,
dan manfaat.Ada beberapa rukunijarahdi atas akan di uraikan sebagai berikut:

1) Aqid (Orang yang berakad)

Orang yang melakukan akad ijarah ada dua orang yaitu mu’jir dan mustajir. Mu’jir
adalah orang yang memberikan upah atau yang menyewakan. Sedangkan Musta’jir adalah orang
yang menerima upah untuk melakukan sesuatu dan yang menyewa sesuatu. 10 Bagi yang berakad
ijarah di syaratkan mengetahui manfaat barang yang di jadikan akad sehingga dapat mencegah
terjadinya perselisihan.

9
Nasrun Haroen, op.Cit.,h.230
10 Ibid.,h. 117
Untuk kedua belah pihak yang melakukan akad disyaratkan berkemampuan, yaitu kedua-
duanya berakal dan dapat membedakan. Jika salah seorang yang berakal itu gila atau anak kecil
yang belum dapat membedakan baik ataupun buruk , maka akad menjadi tidak sah. 11
2) Sighat Akad
Yaitu suatu ungkapan para pihak yang melakukan akad berupa ijab dan qabul adalah
permulaan penjelasan yang keluar dari salahseorang yang berakad sebagai gambaran
kehendaknya dalam mengadakan akad ijarah. 12
Dalam Hukum Perikatan Islam, ijab diartikan dengan suatu pernyataan janji atau
penawaran dari pihak pertama untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu. 13 Sedangkan
qobul adalah suatu pernyataan yang diucapkan dari pihak yang berakad pula (musta’jir) untuk
penerimaan kehendak dari pihak pertama yaitu setelah adanya ijab. 14
Syarat-syaratnya sama dengan syarat ijab-qabul pada jual beli, hanya saja ijab dan qabul
dalam ijarahharus menyebutkan masa atau waktu yang ditentukan. 15
3) Ujroh (upah)
Ujroh yaitu sesuatu yang diberikan kepada musta’jir atas jasa yang telah diberikan atau
diambil manfaatnya oleh mu’jir. Dengan syarat hendaknya:
a.Sudah jelas/sudah diketahui jumlahnya. Karena ijarah akad timbalbalik, karena itu
iijarah tidak sah dengan upah yang belum diketahui.
b.Pegawai khusus seperti hakim tidk boleh mengambil uang dari pekerjaannya, karenadia
sudah mendapatkan gaji khusus dari pemerintah. Jika dia mengambil gaji dari pekerjaannya
berarti dia mendapat gaji dua kali dengan hanya mengerjakan satu pekerjaan saja.
c.Uang yang harus diserahkan bersamaan dengan penerimaan barang yang disewa. Jika
lengkap manfaat yang disewa, maka uang sewanya harus lengkap.16

11
Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah jilid 4, Pena Ilmu dan Amal, Jakarta, 2006, h. 205
12 Hendi Suhendi, Op.cit., h.116
13 Gemala Dewi, Hukum Perikatan Islam di Indonesia, Prenada Media, Jakarta, 2005, h. 63
14
Hendi Suhendi,Op.cit.,h. 117
15 Syaifullah Aziz, Fiqih Islam Lengkap, Ass-syifa, Surabaya, 2005, h. 378
16 Muhammad Rawwas Qal „Ahji, Ensiklopedi Fiqh Umar bin Khattab, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1999, h.

178
4) Manfaat
Di antara cara untuk mengetahui ma’qud alaih (barang) adalah dengan menjelaskan
manfaatnya, pembatasan waktu, atau menjelaskan jenis pekerjaan jika ijarah atas pekerjaan atau
jasa seseorang.17
Semua harta benda boleh diakadkan ijarah diatasnya, kecuali yang memenuhi persyaratan
sebagai berikut:
a.Manfaat dari objek akad sewa-menyewa harus diketahui secarajelas. Hal ini dapat
dilakukan, misalnya dengan memeriksa atau pemilik memberikan informasi secara transparan
tentang kualitas manfaat barang.
b.Objek ijarah dapat diserahterimakan dan dimanfaatkan secara langsung dan tidak
mengandung cacat yang menghalangi fungsinya. Tidak dibenarkan transaksi ijarah atas harta
benda yang masih dalam penguasaan pihak ketiga.
c.Objek ijarah dan manfaatnya tidak bertentangan dengan Hukum Syara‟. Misalnya
menyewakan VCD porno dan menyewakan rumah untuk kegiatan maksiat tidak sah.
d.Objek yang disewakan manfaat langsung dari sebuah benda. Misalnya,sewa
rumahuntuk ditempati, mobil untuk dikendarai, dan sebagainya. Tidak dibenarkan sewa-
menyewa manfaat suatu benda yang sifatnya tidak langsung. Seperti, sewa pohon mangga untuk
diambil buahnya, atau sewa-menyewa ternak untuk diambil keturunannya, telurnya, bulunya
ataupun susunya.
e.Harta benda yang menjadi objek ijarah haruslah harta benda yang bersifat isty’mali,
yakni harta benda yang dapat dimanfaatkan berulangkali tanpa mengakibatkan kerusakan zat dan
pengurusan sifatnya. Sedangkan harta benda yang bersifat istihlaki adalah harta benda yang
rusak atau berkurang sifatnya karna pemakaian. Seperti makanan, buku tulis, tidak sah ijarah
diatasnya.18

17
Rachmat Syafe‟I, Op.cit., h. 126
18 Ibid.,h.127
b) Syarat Ijarah
Menurut M. Ali Hasan syarat-syarat ijarah adalah :19
1) Syarat bagi kedua orang yang berakad adalah telah baligh dan berakal (Mazhab
Syafi‟i Dan Hambali). Dengan demikian apabila orang itu belum atau tidak berakal
seperti anak kecil atau orang gila menyewa hartanya, atau diri mereka sebagai buruh
(tenaga dan ilmu boleh disewa), maka Ijarahnya tidak sah. Berbeda dengan Mazhab
Hanafi dan maliki bahwa orang yang melakukan akad, tidak harus mencapai usia
baligh , tetapi anak yang telah mumayiz pun boleh melakukan akad Ijarah dengan
ketentuan disetujui oleh walinya.
2) Kedua belah pihak yang melakukan akad menyatakan kerelaannya untuk melakukan
akad Ijarah itu, apabila salah seorang keduanya terpaksa melakukan akad maka
akadnya tidak sah.
3) Manfaat yang menjadi objek Ijarah harus diketahui secara jelas, sehingga tidak terjadi
perselisihan dibelakang hari jika manfaatnya tidak jelas. Maka, akad itu tidak sah.
4) Objek Ijarah itu dapat diserahkan dan dipergunakan secara langsung dan tidak ada
cacatnya. Oleh sebab itu, ulama fiqih sepakat mengatakan bahwa tidak boleh
menyewa sesuatu yang tidak dapat diserahkan, dimanfaatkan langsung oleh penyewa.
Umpamanya rumah atau took harussiap pakai atau tentu saja sangat bergantung
kepada penyewa apakah dia mau melanjutkan akad itu atau tidak, sekiranya rumah itu
atau toko itu disewa oleh orang lain maka setelah itu habis sewanya baru dapat
disewakan oleh orang lain.
5) Objek Ijarah itu sesuatu yang dihalalkan oleh syara. Oleh sebab itu ulama fikih
sependapat bahwa tidak boleh menggaji tukang sihir, tidak boleh menyewa orang
untuk membunuh (pembunuh bayaran), tidak boleh menyewakan rumah untuk tempat
berjudi atau tempat prostitusi (pelacuran). Demikian juga tidak boleh menyewakan
rumah kepada non-muslim untuk tempat mereka beribadat. 20

19 M. Ali Hasan, Berbagai Macam Transaksi dalam Islam, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2003, h.227
20 M. Ali Hasan, Op.,Cit, h. 231
2.4 Jenis-jenis Ijarah
1. Ijarah ‘Ala Al-Manfi’
Yaitu ijarah yang obyek akadnya adalah manfaat atau benda. Seperti contoh, menyewakan
mobil atau kendaraan, menyewakan rumah dan lain-lain, Yang perlu di perintahkan adalah tidak
boleh menjadikan obyek sebagai tempat yang manfaatnya dilarang oleh syara’
2. Ijarah ‘Ala Al-‘Amal ijarah
Yaitu ijarah yang obyek akadnya adalah jasa atau pekerjaan. Contohnya adalah penjahit atau
jasa insiyur dalam pembangunan dan lain-lain. Dan tentunya manfaat yang diberikan tidak keluar
atau dilarang oleh syara’. Akad ijarah ini, terkait erat dengan masalah upah mengupah. Ajir dapat
dibedakan menjadi 2 macam, yaitu :
➢ Ajir Khass (pekerjaan khusus) : pekerja atau buruh yang melakukan suatu pekerjaan
secara individual dalam waktu yang telah ditentukan. Contoh : pembantu rumah tangga.
Menyusui anak (seperti zaman Rasulullah).
➢ Ajir Musytarak : orang yang bekerja dengan profesinya dan tidak terkait oleh orang
tertentu. Dia mendapatkan upah karena profesinya, bukan penyerahan dirinya terhadap pihak
lain. Contoh insiyur atau pengacara.
2.5 Pembayaran dan Sewa
Jika Ijarah itu suatu pekerjaan maka kewajiban pembayaran upahnya pada waktu
berakhirnya pekerjaan. Bila tidak ada pekerjaan lain, jika akad sudah berlangsung dan tidak
disyaratkan mengenai pembayaran dan tidak ada ketentuan penangguhannya, menurut Abu
Hanifah wajib diserahkan upahnya secara berangsur sesuai dengan manfaat yang diterimanya.

Menurut Imam Syafi’i dan Ahmad, sesungguhnya ia berhak dengan akad itu sendiri. Jika
mu’jir menyerahkan zat benda yang disewa kepada musta’jir (penyewa), ia berhak menerima
bayarannya karena musta’jir sudah menerima kegunaannya. Hak menerima upah musta’jir
adalah sebagai berikut :

1. Ketika pekerjaan selesai dikerjakan


Rasulullah Saw bersabda, “Berikanlah upah sebelum keringat pekerja itu mengering”. (HR.
Ibnu Majah)
2. Jika menyewa barang, uang sewaan dibayar ketika akad sewa terjadi kecuali bila
dalam akad ditentukan lain, manfaat barang yang diijarahkan mengalir selama penyewaan
berlangsung.

2.7 Tanggung jawab orang yang digaji/diberi


Pada dasarnya semua yang dipekerjakan untuk pribadi dan kelompok (serikat) harus
mempertanggungjawabkan pekerjaan masing-masing. Sekiranya terjadi kerusakan atau
kehilangan, maka dilihat dahulu permasalahannya apakah ada unsur kelalaian/kesengajaan atau
tidak. Jika tidak maka tidak perlu diminta penggantinya dan jika ada unsur kelalaian atau
kesengajaan, maka dia harus mempertanggungjawabkannya, apakah dengan cara mengganti atau
sanksi lainnya yang disepakati kedua belah pihak.
Sekiranya menjual jasa itu untuk kepentingan orang banyak seperti tukang jahit dan tukang
sepatu, maka ulama berbeda pendapat.
Imam Abu Hanifah dan Syafi’i berpendapat bahwa apabila kerusakan itu bukan karena
unsur kesengajaan dan kelalaian maka pekerja itu tidak dituntut ganti rugi.
Abu Yusuf dan Muhammad bin Hasan asy-Syaibani (murid Abu Hanifah) berpendapat
bahwa pekerja itu ikut bertanggung jawab atas kerusakan tersebut, baik disengaja ataupun tidak.
Berbeda tentu kalau terjadi kerusakan di luar batas kemampuannya seperti banjir, kebakaran,
gempa dll.
Menurut madzhab Maliki, apabila sifat pekerjaan itu membekas pada barang itu seperti
binatu, juru masak dan buruh angkut (kuli) maka baik sengaja maupun tidak, segala kerusakan
menjadi tanggung jawab pekerja itu dan wajib ganti rugi.
2.7 Pembatalan dan Berakhirnya Akad Ijarah
Para ulama fiqih berbeda pendapat tentang sifat akad ijarah, apakah bersifat mengikat kedua
belah pihak atau tidak. Ulama Hanafiah berpendirian bahwa akad ijarah itu bersifat mengikat,
tetapi boleh dibatalkan secara sepihak apabila terdapat udzur dari salah satu pihak yang berakad
seperti salah satu pihak sudah wafat atau kehilangan kecakapan bertindak dalam hukum.
Adapun jumhur ulama dalam hal ini mengatakan bahwa akad ijaraj itu seperti mengikat
kecuali ada cacat atau barang itu tidak boleh dimanfaatkan. Akibat berbeda pendapat ini dapat
diamati dalam kasus apabila seorang meninggal dunia.
Menurut ulama Hanafiah, apabila salah seorang meninggal dunia maka akad ijarah batal
karena manfaat tidak boleh diwariskan. Akan tetapi jumhur ulama mengatakan, bahwa manfaat
itu boleh diwariskan karena termasuk harta (al-mal). Oleh sebab itu kematian salah satu pihak
yang berakad tidak membatalkan akad ijarah. 21
Selanjutnya sampai kapankah akad ijarah itu berakhir?. Menurut al-kasani dalam kitab al-
Bada’iu ash-shanaa’iu, menyatakan bahwa akad ijarah berakhir bila ada hal-hal sebagai berikut:
1. Objek ijarah hilang atau musnah
2. Tenggang waktu yang disepakati dala akad ijarah telah berakhir
3. Wafatnya salah seorang yang berakad
4. Apabila ada udzur dari salah satu pihak
Sementara itu, menurut Sayyid sabiq, ijarah akan menjadi batal dan berakhir bila ada hal-hal
sebagai berikut:
1. Terjadinya cacat pada barang sewaan ketika ditangan penyewa
2. Rusaknya barang yang disewakan
3. Rusaknya barang yang diupahkan
4. Telah terpenuhinya manfaat yang diakadkan sesuai dengan masa yang telah ditentukan
dan selesainya pekerjaan
5. Menurut Hanafi salah satu pihak dari yang berakad boleh membatalkan ijarah jika ada
kejadian-kejadian yang luar biasa.

21
Prof.Dr.H.Abdul Rahman Ghazaly,M.A dkk. FIQH Muamalat hlm.283
BAB III

PENUTUPAN

3.1 Kesimpulan

Ijarah adalah akad yang mengatur hak guna tanpa terjadi pemindahan kepemilikan.Ijarah
merupakan salah satu bentuk transaksi muamalah yang banyak dilakukan manusia untuk
memenuhi kebutuhan hidupnya. Yang menjadi objek dalam transaksi ijarah ini adalah manfaat.
Manusia merupakan makhluk social yang tak dapat hidup tanpa bantuan orang lain. Dalam
hidupnya, manusia bersosialisi dalam upaya untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, yang
termasuk di dalamnya merupakan kegiatan ekonomi salah satunya (Ijarah). Dalam pelaksaannya
Ijarah harus sesuai dengan aturan Syariah.

3.2 Saran

Dalam pembuatan makalah ini baik dari segi penyusunan dan materi yang dijelaskan
masih sangat kurang. Sehingga kami sangat berharap mendapatkan saran dan kritik yang bersifat
membangun dari teman-teman semua.
DAFTAR PUSTAKA

Rivai,H.Veithzal.2010.Islamic Financial Management Jilid I.Bogor:Ghalia Indonesia.

http://baihaqi-annizar.blogspot.com/2017/08/makalah-fikih-muamalah-tentang-al-ijarah.html

http://nugascepat.blogspot.com/2018/05/ijarah.html

http://repository.radenintan.ac.id/1280/4/BAB_II.pdf

Anda mungkin juga menyukai