Disusun Oleh :
Kelompok 11
FAKULTAS TARBIYAH
1
KATA PENGANTAR
Kami tentunya menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata
sempurna dan masih banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di
dalamnya. Untuk itu, kami mengharapkan segala bentuk saran serta
masukan bahkan kritik yang membangun dari berbagai pihak. Kami juga
berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaaat bagi
perkembangan dunia pendidikan.
2
DAFTAR ISI
3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
4
j. Bagaimana pengambilan manfaat Qardh (utang piutang)?
C. Tujuan Penulisan
5
BAB II
PEMBAHASAN
1
Wahbah al-juhaili, al-Fiqh al-Islami Wa adilatuhu (Damaskus:Dar al-Fiqr al-
Mua’sshim,2005), Jilid V, cet. 8, hlm. 4035.
2
Abi Bakr Muhammad Taqiyyudin, Kifayat al-Akhyar, (Bandung:Al-Maarif,tt). Hlm. 291.
3
Wahbah al-Juhaili. Op. cit., hlm. 4036
4
Amir Syarifuddin, Garis-Garis Besar Fiqh, (Jakarta: Kencana, 2005), cet. 11, hlm. 219.
6
berbeda pula dengan ijarah, sebab pada ijarah, barang yang
dimanfaatkan tersebut harus diganti dengan imbalan tertentu.
Sebagai salah satu bentuk akad atau transaksi ‘ariyah dapat berlaku
pada seluruh jenis tingkat masyarakat. Ia dapat berlaku pada masyarakat
tradisional maupun masyarakat modern, dan oleh sebab itu dapat
diperkirakan bahwa jenis akad dan transaksi ini sudah sangat tua, yaitu sejak
manusia satu berhubungan dengan yang lainnya.
B. Dasar Hukum ‘Ariyah
Adapun dasar hukum dibolehkannya ‘ariyah sebagaimana yang
terdapat dalam ayat-ayat Al-Qur’an sebagai berikut:
ۤ ( اونُوْ ا َعلَى ااْل ِ ْث ِم َو ْال ُع ْد َوان
)2 :5/المائدة َ اونُوْ ا] َعلَى ْالبِرِّ َوالتَّ ْق ٰو ۖ]ى َواَل تَ َع
َ َؤ تَ َع
ِ
Tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan
dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa
dan permusuhan. (Al-Maidah:2)
ۤ
)58 :4/النساء ( ت اِ ٰلٓى اَ ْهلِهَا هّٰللا
ِ اِ َّن َ يَْأ ُم ُر ُك ْ]م اَ ْن تَُؤ ُّدوا] ااْل َمٰ ٰن
Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanah
kepada yang berhak menerimanya (An-Nisa'/4:58)
C. Hukum ‘Ariyah
7
Hanabilah, mereke berpendapat bahwa hukum asal dari ‘ariyah adalah
sunnah (nadb).5
5
Enang Hidayat, Transaksi Ekonomi Syariah, (Bandung: Remaja Rosdakarya Offset, 2016),
hlm. 55
6
Muhammad Abdul Wahab, Fiqh Peminjaman, (Jakarta: Rumah Fiqh Publishing, 2018),
hlm. 7-8
7
Sulaiman Rasjid, Fiqih Islam (Hukum Fiqih Lengkap), Cet. 42, (Bandung: Sinar Baru
Algesindo, 2009), hlm. 323
8
Menurut ulama Hanafiyah rukun ‘ariyah terdiri dari ijab dan qabul.
Ijab qabul tidak wajib diucapkan, tetapi cukup dengan menyerahkan
pemilikan barang kepada peminjam barang yang dipinjam, namun demikian
juga boleh ijab qabul tersebut disampaikan dengan ucapan.8
1. Dua orang berakad (mu’ir dan mustair). Mu’ir ialah orang yang
meminjam barang, sedangkan musta’ir adalah orang yang meminjam
barang. Meraka harus memenuhi syarat sebagai orang cakap
melakukan perbuatan hukum, untuk itu mereka harus sudah baligh
dan berakal sehat. Di samping terdapat syarat yang berlaku secara
umum, juga ada syarat yang bersifat khusus bagi mereka. Untuk
mu’ir disyaratkan, bahwa dia adalah pemilik benda yang
dipinjamkan, sedangkan bagi musta’ir syaratnya orangnya
(peminjam) harus jelas.
2. Mu’ar atau musta’ar, yaitu barang yang dipinjamkan. Dalam hal ini,
barang yang dipinjam harus mempunyai unsur manfaaat dan
dibolehkan oleh syara’. Selain itu, benda yang dipinjamkan harus
tidak mengalami kerusakan karena dipinjamkan. Dengan kata lain,
manfaat benda yang dipinjamkan itu tidak akan rusak benda yang
dipinjamkan.
8
Abd. Ar-Rahman al-Jaziri, Kitab al-Fiqh ‘ala al-Madhahib al-Arba’ah, juz 3, hlm. 239
9
khianat”. Karena itu, peminjam tidak wajib mengganti barang yang rusak
atau hilang yang disebabkan bukan karena kelalaian peminjam.
A. Pengertian Qardh
Qardh dalam arti bahasa berasal dari kata: qaradha yang sinonimnya:
qatha’a artinya memotong. Diartikan demikian karena orang yang
memberikan utang memotong sebagian dari hartanya untuk diberikan
kepada orang yang memberikan utang (muqtaridh).
9
Ibid., h. 244-248. Lihat Fathur. Djamil, “Fiqh Mu’amalah”, h. 152.
10
a. Menurut Sayid Sabiq qadh adalah harta yang diberikan oleh pemberi
hutang (muqridh) kepada penerima hutang (muqtaridh) untuk
kemudian dikembalikan kepadanya (muqridh) seperti yang
diterimanya, ketika ia telah mampu membayarnya.10
b. Adapun Hanafiah mendefinisikan qardh adalah harta yang diberikan
kepada orang lain dari mal mitsli untuk kemudian dibayar atau
dikembalikan. Atau dengan ungkapan lain, qardh adalah suatu
perjanjian yang khusus untuk menyerahkan harta (mal mitsli) kepada
orang lain untuk kemudian dikembalikan persis seperti yang
diterimanya.11
c. Hanabilah sebagaimana yang dikutip oleh Ali Fikri qardh adalah
memberikan harta kepada orang yang memanfaatkannya dan
kemudian mengembalikan gantinya.12
10
Sayid Sabiq, Fiqh As-Sunnah, Juz 3, Dar Al-Fikr, Beirut, Cet, III, 1981, hlm. 182.
11
Wahbah Zuhaili, Al-Fiqh Al-Islamy wa Adillatuh, Juz 4, Dar Al-Fikr, Damaskus, cet.III,
1989, hlm. 720.
12
Ali Fikri, Al-Mua’malat Al-Maddiyah wa Al-Adabiyah, Musthafa Al-Babiy Al-Halabiy,
Mesir, 1356 H, hlm. 346.
11
B. Dasar Hukum Qardh
ۖ
طُ َواِلَ ْي ِه ُۣ ُض ِعفَهٗ لَهٗ ٓ اَضْ َعافًا َكثِي َْرةً ۗ َوهّٰللا ُ يَ ْقبِضُ َويَب
] ْص ً َْم ْن َذا الَّ ِذيْ يُ ْق ِرضُ هّٰللا َ قَر
ٰ ضا َح َسنًا فَي
)245 :2/تُرْ َجعُوْ نَ ( البقرة
Siapakah yang mau memberi pinjaman yang baik kepada Allah, Dia akan
melipatgandakan (pembayaran atas pinjaman itu) baginya berkali-kali
lipat. Allah menyempitkan dan melapangkan (rezeki dan Kepada-Nya-lah
kamu dikembalikan (Al-Baqarah/2:245)
)11 :57/ُض ِعفَهٗ لَهٗ َولَهٗ ٓ اَجْ ٌر َك ِر ْي ٌم ( الحديد ً َْم ْن َذا الَّ ِذيْ يُ ْق ِرضُ هّٰللا َ قَر
ٰ ضا َح َسنًا فَي
Jika kamu meminjamkan kepada Allah pinjaman yang baik, niscaya Dia
akan melipatgandakan (balasan) untukmu dan mengampunimu. Allah Maha
Mensyukuri lagi Maha Penyantun.
12
C. Rukun dan Syarat Qardh
Seperti halnya jual beli, rukun qardh juga diperselisihkan oleh para
fuqaha. Menurut Hanafiah, rukun qardh adalah ijab dan qabul. Sedangkan
menurut jumhur fuqaha, rukun qardh adalah
1. ‘Aqid
2. Ma’qud ‘Alaih
13
Syamsuddin bin Qudamah Al-Maqdisi, Asy-Syarh Al-Kabir, Juz2, Dar Al-Fikr. hlm. 479.
13
berang yang dihitung. Atau dalam kata lain, setiap barang yang boleh
dijadikan objek jual beli, boleh juga dijadikan objek akad qardh.
Qardh adalah suatu akad kepemilikan atas harta. Oleh karena itu,
akad tersebut tidak sah kecuali dengan adanya ijab dan qabul, sama seperti
akad jual beli dan hibah.
14
BAB III
PENUTUPAN
KESIMPULAN
15
DAFTAR PUSTAKA
16