Anda di halaman 1dari 10

AKAD ALQARD, PENGERTIAN, RUKUN DAN DALILNYA, SERTA FATWA

MUI TENTANG AL-QARD

(Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Muqoronatul Mazahib Fil
Mu‟amalat dan dalam rangka memberikan penjelasan yang komprehensif terkait
dengan akad AlQard)

Dosen Pengampu:

Ahmad Bisyri Abd. Shomad, M.A.

Disusun Oleh Kelompok 12 Muqoronatul Mazahib Fil Mu‟amalat

Alif Fachrul Rachman 11180430000118

Ahmad Rif‟at Mathar 11180430000116

Nurakbaruddin Aziz 11180430000124

PROGRAM STUDI PERBANDINGAN MAZHAB

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

1442 H/ 2020 M

1
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Dalam ajaran agama islam hal terpenting yang selalu diajarkan salah satunya
ialah perihal budaya tolong menolong sesama makhluk hidup1. Ajaran yang demikian
mungkin juga diajarkan oleh agama-agama lain selain islam, pentingnya
mensosialisasikan budaya tersebut secara sekuensial tidak terlepas dari pandangan
agama islam yang menjadi agama rahmatan lil‟alamin bagi seluruh umat. Islam
mengatur sedemikian kompleks perihal tolong menolong yang salah satunya
diejawantahkan melalui akad Alqard (memberi pinjaman).2
Akad Alqard yang demikian secara afirmatif dipandang menjadi kebutuhan
bagi manusia bilamana hal tersebut memang diperlukan, mengingat manusia adalah
makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri, melainkan selalu membutuhkan
bantuan dari orang lain, maka secara sistematis sangat dimungkinkan akad Alqard ini
menjadi bagian yang tidak terpisahkan didalam kehidupan sehari-hari.
Mengingat pentingnya dan masifnya manusia menggunakan akad Alqard ini
dalam bermu‟amalah, perlu kiranya kita memahami secara utuh baik dari segi teoritis,
normative maupun nash-nash tentang Alqard yang terdapat di dalam Alqu‟ran
maupun Alhadis. Beberapa pandangan mungkin perlu dimunculkan untuk mendukung
hal tersebut (dalam memandang pentingnya akad alqard ini didalam bermu‟amalah),
seperti pandangan dari kalangan ulama syafi‟iyyah yang mengatakan bahwa dalam
akad Alqard tersebut tidak lain adalah untuk menolong sesama saudara, dalam arti
meminjamkan sebagian harta kepada orang lain, tanpa adanya imbalan3.
Bahkan dalam hal ini Allah SWT berfirman dalam surat Al-Baqarah ayat 280:
‫َو إ ِ ْى ك َا َى ذ ُ و ع ُ سْ َر ة ٍ ف َ ٌ َ ِظ َر ة ٌ إ ِ ل َ ًٰ َه ي ْ س َ َر ة ٍ ۚ َو أ َ ْى ت َصَ دَّ ق ُ ىا َخ ي ْ ٌر ل َ ك ُ نْ ۖ إ ِ ْى ك ُ ٌ ْ ت ُ ْن ت َ ع ْ ل َ وُ ى َى‬

1
Seruan untuk tolong-menolong yang diajarkan oleh islam salah satunya dapat kita lihat
secara explisit tertuang dalam ayat Al-qur‟an surat Al-Maidah ayat yang berbunyi: ‫َو ت َ ع َ ا َو ن ُ وا ع َ ل َ ي ال ْ ب ِ ِّر‬
ِ ‫اْل ِ ث ْ ِم َو ال ْ ع ُ د ْ َو ا ِن ۚ َو ات َّ ق ُ وا َّللاَّ َ ۖ إ ِ َّن َّللاَّ َ ش َ دِ ي د ُ ال ْ ِع ق َ ا ب‬
ْ ‫ َو الت َّ ق ْ َو ٰى ۖ َو ََل ت َ ع َ ا َو ن ُ وا ع َ ل َ ي‬artinya adalah Dan
tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan kwbajikan dan takwa, dan jangan
tolong-menolong dalam berbuat dosa. Dan bertakwalah kamu kepada Allah,
sesungguhnya Allah amat ber at siksanya. Lihat surat Al-Maidah Ayat 2.
2
Dapat dikatakannya Alqard ini sebagai bagian dari tolong menolong karena jika dilihat
secara kasat akad Alqard ini dilakukan ketika salah satu pihak meminta bantuan dalam hal ini meminta
sutau pinjaman kepada ornag lain untuk memeneuhi kebutuhannya. Lihat untuk selengkapnya dalam
Achmad Wardi Muslih, Fiqh Mu’amalat, Jakarta: Amzah, 2010. Halaman 273-274.
3
Mardani, Fiqh Ekonomi Syari’ah Fiqh Mu’amalah, Jakarta: Prenadamedia Group, 2012.
Halaman 331.

2
yang artinya adalah Dan jika (orang yang berhutang itu) dalam kesukaran,
maka berilah tangguh sampai dia berkelapangan. Dan menyedekahkan
(sebagian atau semua utang) itu, lebih ba ik bagimu, jika kamu mengetahui.
Lebih lanjut secara leksikal ketentuan mengenai Al-Qard juga dijelaskan
dalam Hadis Rasulullah SAW yang artinya adalah Dari Ibnu Mas‟ud Bahwa
Rasulullah SAW. Bersabda, tidak ada seorang muslim yang mengutangi muslim
lainnya dua kali kecuali yang satunya seperti sedekah. Hal senada juga diungkapkan
oleh para ulama melalui ijma‟ ulama yang telah menyepakati bahwa AlQard boleh
dilakukan. Kesepakatan yang demikian didasari pada tabi‟at manusia yang tidak dapat
hidup tanpa pertolongan dan bantuan manusia lainnya (saudaranya). Oleh karenanya
pinjam-meminjam sudah menjadi bagain dari kehidupan sehari-hari, dan karenanya
islam adalah agama yang sangat memperhatikan segenap kebutuhan umatnya.4
Berdasarkan kerangka argumentasi yang telah dipaparkan, penting kiranya
untuk mengkaji dan menelaah secara mendalam serta komprehensif terkait dengan
akad AlQard baik mempelajarinnya dari segi teoritis maupun normative. Oleh
karenanya dalam kesempatan kali ini kami dari kelompok 12 pada mata kuliah
Muqoronatul Mazahib Fil Mu‟amalat hendak mempersentasikan dan menuliskan
makalah yang berjudul Akad AlQard, Pengertian, Rukun dan Dalilnya, Serta
Fatwa MUI Tentang Al-Qard.

Rumusan Masalah
1. Bagaimana pengertian, rukun dan syarat serta dalil mengenai akad Al-Qard?
2. Bagaimana penjelasan Fatwa Dewan Syariah Nasional No: 19/DSN-
MUI/IV/2001 tentang Al-Qardh?

Tujuan Penulisan
1. Untuk memberikan pemahaman kepada mahasiswa/I terkait dengan Al-Qard
dalam Muqoronatul Mazahib Fil Mu‟amalat
2. Untuk mengathui penjelasan dari fatwa MUI mengenai Alqard
3. Serta dalam rangka membuka cakrawala pemikiran dan wawasan
pengetuahuan mengenai Al-Qard yang ditinjau dari segi teoritis maupun
normative serta dalil-dalil yang terdapat dalam Al-Qur‟an dan As-Sunnah.

4
Imam Mustofa, Fiqih Mu’amalah Kontemporer, Jakarta: Rajawali Pers, 2016. Halaman 132-
133.

3
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Al-Qard
Al Qordh Secara Bahasa berarti Pinjaman-Peminjaman.5 Atau Al Qordh
berarti Al Qoth’ yang berarti potongan. Dalam Konteks Al Qordh yang dimaksud
dengan potongan adalah harta yang memberikan Pinjaman (Kreditur) dipinjamkan
kepada orang yang meminjam (Debitur).6Lebih Lanjut Sayyid Sabiq dalam Kitabnya
Fiqhu Sunnah memberikan defines Al Qordh sebagai Harta yang diberikan oleh
Pemberi pinjaman (Kreditur) kepada Peminta Pinjaman (Debitur) untuk kemudian
dikembalikan setalah mampu.7
Sedangkan Al Qordh menurut Istilah sebagaimana yang dikemukakan Ulama
dari kalangan Hanafiyyah adalah harta yang memiliki kesepadanan yang diberikan
untuk ditagih kembali. Atau dengan Istilah lain yang dimaksud dengan Al Qordh
adalah suatu transaksi khusus yang dimaksudkan untuk memberikan suatu harta yang
memiliki kesepadanan kepada orang lain untuk dikembalikan dengan yang sepadan
itu.8
Adapun Al Qordh dalam Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah (KHES) adalah
penyediaan dana atau tagihan antara lembaga keuangan Syari‟ah dengan pihak
peminjam yang mewajibkan pihak peminjam untuk melakukan pembayaran secara
tunai atau cicilan dalam waktu tertentu.9
Menurut Hukum Syara‟, para ahli fikih mendefinisikan Qordh sebagai berikut:
a. Menurut pengikut Madzhab Hanafi, Ibn Abidin mengatakan bahwa qardh
adalah suatu pinjaman atas apa yang dimiliki satu orang lalu diberikan kepada
yang lain kemudian dikembalikan dalam kepunyaannya dalam baik hati;
b. Menurut Madzhab Maliki, Qordh adalah pembayaran dari sesuatu yang
berharga untuk pembayaran kembali tidak berbeda atau setimpal;

5
Ahmad Warson Munawwir, Kamus Al Munawwir: Arab-Indonesia,
6
Wahbah Az Zuhaili, Al Fiqh Al Islamiy wa Adillatuhu, Vol. 4, Cet. Ke-1, (Damaskus: Dar Al
Fikr, 2008) Hal. 509
7
Lihat: Sayyid Sabiq, Fiqhu Sunnah, Vol. 3, (Kairo: Al Fath lil A‟lam „Arobiy, T.Th) Hal.
128
8
Wahbah Az Zuhaili, Al Fiqh Al Islamiy wa Adillatuhu, Vol. 4, Cet. Ke-1, (Damaskus: Dar Al
Fikr, 2008) Hal. 509
9
Lihat: Pasal 20 Ayat (36) Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah, Mahkamah Agung Republik
Indonesia: Direktorat Jenderal badan Peradilan Agama. 2001. Hal. 14.

4
c. Menurut Madzhab Hanbali, Qordh adalah pembayaran uang ke seseorang
siapa yang akan memperoleh manfaat dengan itu dan kembalian sesuai dengan
padanannya;
d. Menurut Madzhab Syafi‟i, Qordh adalah memindahkan kepemilikan sesuatu
kepada seseorang, disajikan ia perlu membayar kembali kepadanya.10
Dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa, Akad Al-Qardh adalah
perikatan atau perjanjian antara kedua belah pihak, dimana pihak pertama
menyediakan harta atau memberikan harta dalam arti meminjamkan kepada pihak
kedua sebagai peminjam uang atau orang yang menerima harta yang dapat ditagih
atau diminta kembali harta tersebut, dengan kata lain meminjamkan harta kepada
orang lain yang mebutuhkan dana cepat tanpa mengharapkan imbalan

B. Dalil-dalil (dasar hukum) Tentang Al-Qard


1. Al-Qur‟an
‫ع ِعفَهُ لَهُ َولَهُ أَجْ ٌرك َِر ْي ٌن‬
َ ُ‫س ًٌا فَي‬
َ ‫ض هللاَ َق ْرظًا َح‬
ُ ‫َه ْي ذَالَّرِي يُ ْق ِر‬
Artinya: “Siapakah yang mau meminjamkan kepada Allah pinjaman yang
baik, Allah akan melipatgandakan (balasan) pinjaman untuknya dan dia akan
memperoleh pahala yang banyak.”11

ُ ‫ص‬
َ‫ط َواِلَ ْي ِه ت ُْر َج ُع ْىى‬ ُ ‫ظعَافا ً َكثِي َْرةً َوهللاُ َي ْق ِب‬
ُ ‫ط َويَ ْب‬ َ ُ‫س ًٌا فَي‬
ْ َ ‫ع ِعفَهُ لَهُ ا‬ َ ‫ض هللاَ َق ْرظًا َح‬
ُ ‫َه ْي ذَالَّرِي يُ ْق ِر‬

Artinya: “Siapakah yang mau memberi pinjaman kepada Allah, pinjaman yang
baik , maka Allah akan meperlipat gandakan pembayaran kepadanya dengan lipat
ganda yang banyak. Dan Allah menyempitkan dan melapangkan (rezeki) dan kepada-
Nya-lah kamu dikembalikan.”12
2. Al-Hadis

ًَ‫عل‬
َ ‫س َر‬ ِ ‫ع ٌْهُ ك ُْربَ ًت ِه ْي ك َُر‬
َّ َ‫ َو َه ْي ي‬،‫ب يَ ْى ِم ا ْل ِقيَا َه ِت‬ َ ُ‫س هللا‬ ِ ‫س ع َْي ُهؤْ ِه ٍي ك ُْربَ ًت ِه ْي ك َُر‬
َ ‫ ًَ َّف‬،‫ب ال ُّد ًْيَا‬ َ ‫َه ْي ًَ َّف‬
.‫ َوهللاُ فِ ْي ع َْى ِى ا ْلعَ ْب ِد َها كَاىَ ا ْلعَ ْب ُد فِي ع َْى ِى أ َ ِخ ْي ِه‬،‫علَ ْي ِه فِي ال ُّد ًْ َيا َو ْاْل ِخ َر ِة‬
َ ُ‫س َر هللا‬
َّ َ‫ُه ْعس ٍِر ي‬
Artinya: “Barangsiapa menghilangkan suatu kesusahan dari seorang muslim
dari kesusahan-kesusahan dunia, niscaya Allah akan menghilangkan darinya
kesusahan dari kesusahan-kesusahan akhirat. Dan barangsiapa yang memberi
kemudahan kepada orang yang mu‟sir (kesulitan membayar hutang), niscaya Allah

10
Abdurahman Al Jaziry, Fiqh ‘Ala Mazahibil ‘Arba’ah (Kitab Fiqh 4 Mazhab), Vol. 2, Cet.
Ke-2, (Beirut: Dar Kotob Al „‟Ilmiyyah, 2003). Hal. 304-305
11
Q.S. Al-Hadid : 11.
12
Q.S. Al-Baqarah : 245.

5
akan memudahkannya di dunia dan di akhirat. Dan Allah selalu menolong hamba-Nya
selama hamba tersebut menolong saudaranya.”13

ً‫ص َدقَتِهَا َه َّرة‬


َ ‫س ِل ًوا قَ ْرظًا َه َّرتَي ِْي إِالَّ كَاىَ َك‬ ُ ‫س ِل ٍن يُ ْق ِر‬
ْ ‫ض ُه‬ ْ ‫َها ِه ْي ُه‬
Artinya: “Tidaklah seorang muslim memberi pinjaman kepada muslim yang
lain dua kali kecuali ia seperti menyedekahkannya sekali.”14

C. Rukun dan Syarat Al-Qard


Rukun dan Syarat Al-Qardh dalam fiqh mu‟amalah ada tiga yaitu:15
 Shighat
Yang dimaksud dengan shighat adalah ijab qabul. Tidak ada perbedaan
diantara fuqaha bahwa ijab qabul itu sah dengan lafaz utang dan dengan semua lafaz
yang menunjukkan maknanya, seperti kalimat, “aku memberimu utang”, atau “aku
mengutangimu”. Demikian pula qabul sah dengan semua lafaz yang menunjukkan
kerelaan, seperti “aku berutang” atau “aku menerima” atau “aku ridha” dan lain
sebagainya.
 „Aqidain
Yang dimaksud dengan „aqidain (dua pihak yang melakukan transaksi) adalah
pemberi utang dan pengutang. Adapun syarat bagi pengutang adalah merdeka, balig,
berakal sehat, dan pandai (rasyid, dapat membedakan baik buruk).
 Harta yang diutangkan
Rukun harta yang diutangkan adalah sebagai berikut:
1) Harta berupa harta yang ada padannya, maksudnya harta yang satu sama lain
dalam jenis yang sama tidak banyak berbeda yang mengakibatkan perbedaan
nilai, seperti uang, barang-barang yang dapat di takar, ditimbang, ditanam, dan
dihitung.
2) Harta yang diutangkan disyaratkan berupa benda, tidak sah mengutangkan
manfaat (jasa).
3) Harta yang diutangkan diketahui, yaitu diketahui kadarnya dan diketahui
sifatnya.

13
Shahih: [Mukhtashar Shahiih Muslim (no. 1888)], Shahiih Muslim (IV/2074, no. 2699),
Sunan at-Tirmidzi (IV/265, no. 4015), Sunan Abi Dawud (XIII/289, no. 4925).
14
Hasan: [Irwaa-ul Ghaliil (no. 1389)], Sunan Ibni Majah (II/812, no. 2430).
15
Mardani, Fiqh Ekonomi Syariah: Fiqh Muamalah, (Jakarta: Kencana Prenadamedia Group,
2013), hal. 335.

6
Sedangkan syarat Al-Qard dalam fiqh Islam ada empat yaitu:16
1. Akad qard dilakukan dengan shighat ijab qabul atau bentuk lainnya yang bisa
menggantikannya, seperti cara mu‟athah(melakukan akad tanpa ijab qabul)
dalam pandangan jumhur ulama, meskipun menurut Syafi‟iyah cara mu‟athah
tidaklah cukup sebagaimana dalam akad-akad lainnya.
2. Adanya kapabilitas dalam melakukan akad. Artinya, baik pemberi maupun
penerima pinjaman adalah orang baligh, berakal, bisa berlaku dewasa,
berkehendak tanpa paksaan, dan boleh untuk melakukan tabarru‟ (berderma),
karena qard} adalah bentuk akad tabarru‟, oleh karena itu, tidak boleh
dilakukan oleh anak kecil, orang gila, orang bodoh, orang yang dibatasi
tindakannya dalam membelanjakan harta, orang yang dipaksa, dan seorang
wali yang tidak sangat terpaksa atau ada kebutuhan. Hal itu karena mereka
semua bukanlah orang yang diperbolehkan melakukan akad tabarru‟.
3. Menurut Hanafiyah, harta yang dipinjamkan haruslah harta mitsli. Sedangkan
dalam pandangan jumhur ulama boleh dengan harta apa saja yang bisa
dijadikan tanggungan, seperti uang, biji-bijian, dan harta qimiy seperti hewan,
barang tak bergerak dan lainnya.
4. Harta yang dipinjamkan jelas ukurannya, baik dalam takaran, timbangan,
bilangan, maupun ukuran panjang supaya mudah dikembalikan, dan dari jenis
yang belum tercampur dengan jenis lainnya seperti gandum yang bercampur
dengan jelai (sejenis padi-padian) karena sukar mengembalikan gantinya.
D. Penjelasan Fatwa Dewan Syariah Nasional No: 19/DSN-MUI/IV/2001
Tentang Al-Qard
Ketentuan-ketentuan mengenai perihal Qardh ini diatur dalam fatwa DSN NO:
19/DSN-MUI/IV/2001 tentang Al-Qardh yang mengatur hal-hal berikut ini:
a) Ketentuan umum al-Qardh
1) Al-Qardh adalah pinjaman yang diberikan kepada nasabah (muqtaridh)
yang memerlukan.
2) Nasabah al-Qardh wajib mengembalikan jumlah pokok yang diterima pada
waktu yang telah disepakati bersama.
3) Biaya administrasi dibebankan kepada nasabah.

16
Wahbah Az-Zuhaili, Fiqih Islam Wa Adillatuhu, (Jakarta: Gema Insani, 2011), 378-379.

7
4) Lembaga Keuangan Syariah (LKS) dapat meminta jaminan kepada nasabah
bilamana dipandang perlu.
5) Nasabah al-Qardh dapat memberikan tambahan (sumbangan) dengan
sukarela kepada LKS selama tidak diperjanjikan dalam akad.
6) Jika nasabah tidak dapat mengembalikan sebagian atau seluruh
kewajibanya pada saat yang telah disepakati dan LKS telah memastikan
ketidakmampuanya, LKS dapat:
i) Memperpanjang jangka waktu pengembalian.
ii) Menghapus (write off) sebagian atau seluruh kewajibanya.
b) Sanksi
1) Dalam hal nasabah tidak menunjukkan keinginan mengembalikan sebagian
atau seluruh kewajibanyaan bukan karena ketidakmampuanya, LKS dapat
menjatuhkan sanksi kepada nasabah.
2) Sanksi yang dijatuhkan kepada nasabah sebagaimana dimaksud butir 1
dapat berupa dan tidak terbatas pada penjualan barang jaminan.
3) Jika barang jaminan tidak mencukupi, nasabah tetap harus memenuhi
kewajibanya secara penuh.
c) Sumber dana
Dana al-Qardh dapat bersumber dari
1) Bagian modal LKS
2) Keuntungan LKS yang disisihkan
3) Lembaga lain atau individu yang mempercayakan penyaluran infaq
lembaga lainya kepada LKS.
d) Ketentuan lain
1) Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibanya atau jika terjadi
perselisihan diantara para pihak, maka penyelesaianya dilakukan melalui
Badan Arbitrasi Syariah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui
musyawarah.
2) Fatwa ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dengan ketentuan jika dikemudian
hari ternyata terdapat kekeliruan, akan diubah dan disempurnakan
sebagaimana semestinya.17

17
Dewan Syariah Nasional, Fatwa Dewan syariah Nasional NO: 19/DSN-MUI/IV/2001
tentang qardh, (Jakarta:Dewan Syariah Nasional,2001).

8
BAB III
PENUTUP
SIMPULAN

Pembahasan mengenai Alqard menjadi hal yang penting untuk dipelajari,


mengingat dalam kehidupan bermasyarakat terkadang manusia yang satu dengan yang
lainnya saling membutuhkan pertolongan termasuk dalam hal utang-piutang /
pinjaman (alqard). Lebih lanjut pada makalah kali ini telah diuraikan secara jelas
mengenai pengertian, dasar hukum, rukun maupun syarat serta penjelasan fatwa MUI
yang membahas terkait dengan Alqard.
Disamping telah mempelajari terkait dengan Al-qard dari segi teoritisnya juga
disajikan oleh pemakalah dari segi normatifnya yakni berupa Fatwa Dewan syariah
Nasional NO: 19/DSN-MUI/IV/2001 tentang Al-qard. Secara subtantif materi
muatanyang terdapat didalam fatwa tersebut memberikan penjelasan tentang tata cara
pelaksanaan Alqard hingga penjatuhan sanksi bagi mereka yang tidak patuh dalam
berakad (alqard). Lahirnya Fatwa yang demikian secara afirmatif dapat dipahami
bahwa akad Al-qard menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari kehiduan manusia,
sehingga dibutuhkan regulasi (fatwa) yang dapat mengatur tentang bermu‟amalah
menggunakan akad Al-qard.

9
DAFTAR PUSTAKA

Buku
Az-Zuhaili, Wahbah, Al Fiqh Al Islamiy wa Adillatuhu, Vol. 4, Cet. Ke-1,
(Damaskus: Dar Al Fikr, 2008)
Fiqh ‘Ala Mazahibil ‘Arba’ah (Kitab Fiqh 4 Mazhab), Vol. 2, Cet. Ke-2, (Beirut: Dar
Kotob Al-Ilmiyyah, 2003)
Mardani, Fiqh Ekonomi Syari’ah Fiqh Mu’amalah, Jakarta: Prenadamedia Group,
2012.
_______, Fiqh Ekonomi Syariah: Fiqh Muamalah, (Jakarta: Kencana Prenadamedia
Group, 2013)
Mustofa, Imam, Fiqih Mu’amalah Kontemporer, Jakarta: Rajawali Pers, 2016.
Sabiq, Sayyid, Fiqhu Sunnah, Vol. 3, Kairo: Al Fath lil A‟lam „Arobiy, 1984.
Wardi Muslih Ahmad, Fiqh Mu’amalat, Jakarta: Amzah, 2010.

Hadis-hadis
Hasan: [Irwaa-ul Ghaliil (no. 1389)
Shahih: [Mukhtashar Shahiih Muslim (no. 1888)
Shahiih Muslim (IV/2074, no. 2699)
Sunan at-Tirmidzi (IV/265, no. 4015)
Sunan Abi Dawud (XIII/289, no. 4925)
Sunan Ibni Majah (II/812, no. 2430)

Lain-lain
Fatwa Dewan syariah Nasional NO: 19/DSN-MUI/IV/2001 tentang qardh,
(Jakarta:Dewan Syariah Nasional,2001).
Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah, Mahkamah Agung Republik Indonesia:
Direktorat Jenderal badan Peradilan Agama. 2001.
Warson Munawwir, Ahamd, Kamus Al Munawwir: Arab-Indonesia.

10

Anda mungkin juga menyukai