Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Studi Al-Qur’an dan Hadis
Dosen Pengampu :
Dr. H. Hamim Ilyas, M.Ag
Disusun Oleh :
A. Sofi Marzuki (23203011124)
A. Sofi Marzuki
23203011124
ii
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL...................................................................................................... i
BAB I PENDAHULUAN
BAB II PEMBAHASAN
A. Kesimpulan ............................................................................................................. 12
DAFTAR PUSTAKA
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Allah SWT menciptakan satu sifat saling membutuhkan antara satu dengan yang
lainnya, sehingga manusia tidak dapat hidup sendiri tanpa adanya bantuan dari orang lain.
Sudah menjadi ketentuan allah SWT, bahwa manusia tidak mungkin mampu memenuhi
kebutuhan mereka sendiri. Oleh karena itu, Allah SWT memberikan inspirasi (ilham) kepada
manusia untuk mengadakan penukaran dalam bidang jual beli, sewa menyewa, maupun
kegiatan muamalah lainnnya. Manusia adalah makhluk sosial yang mempunyai arti bahwa
Bersosialisasi di sini memiliki arti bahwa manusia membutuhkan lingkungan sosial sebagai
habitatnya, maksudnya setiap manusia membutuh kan satu sama lain untuk berinteraksi yang
Dalam memenuhi kebutuhan manusia, suatu hal yang paling mendasar adalah adanya
interaksi sosial dengan manusia lain. Dalam kaitannya dengan ini, Islam datang dengan
dilakukan oleh manusia dalam kehidupan mereka. Jenis dan bentuk muamalah yang
dilaksanakan oleh manusia sejak dahulu sampai sekarang berkembang sejalan dengan
perkembangan kebutuhan dan pengetahuan manusia itu sendiri. Hal tersebut dapat dijumpai
dalam berbagai kalangan masyarakat jenis dan bentuk muamalah yang beragam, yang
tujuannya adalah melakukan interaksi sosial dalam rangka memenuhi kebutuhan mereka.
Muamalah secara etimologi berarti hubungan antar manusia. Dari pengertian tersebut
muamalah berarti perbuatan manusia di luar ibadah. Dengan kata lain, muamalah merupakan
1
Ahmad Azhar Basyir, Asas-Asas Hukum Muamalat (Yogyakarta : Fakultas Hukum UII, 1993), hlm 7.
1
kegiatan manusia dalam menjalin hubungan antar sesama manusia, sedangkan ibadah
merupakan hubungan manusia dengan sang pencipta. Dalam kegiatan muamalah terdapat
banyak akad-akad yang dapat dilakukan oleh manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.
Diantaranya kegiatan ekonomi dalam Islam terdapat berbagai macam akad, yaitu: akad jual
beli, akad mudharabah, akad murabahah, akad sewa menyewa (ijarah), akad musaqah, akad
muzara’ah, akad mukhabarah, dan lain sebagainnya. Diantara akad-akad tersebut dalam
pelaksanaannya di masyarakat, salah satu akad yang sering dilakukan dan diterapkan dalam
kehidupan sehari-hari adalah akad ijarah. Menurut bahasa ijarah berarti upah, ganti, atau
imbalan. Dalam istilah umum dinamakan sewa menyewa, oleh karena itu ijarah mempuyai
pengertian umum yang meliputi upah atau imbalan atas pemanfaatan barang atau suatu
kegiatan.2 Berikut salah satu dalil diperbolehkannya akad ijarah adalah firman Allah SWT
yang berbunyi :
َّ ِ َ ْ ِ ِ َّ ِ ْ ِ ٰ َ ْ ِ َ َ ْ َ ْ َ ْ َ
َّۚف ّان ارضعن لكم فاثوهن اجورهن
berbagai macam objek sewa-menyewa seperti untuk sewa menyewa kendaraan, rumah, jasa,
dan lain sebagainya. Oleh karena itu, makalah ini akan membahas mengenai penerapan akad
B. Rumusan Masalah
2
Helmi Karim, Fiqh Muamalah (Jakarta: Rajawali Press, 1993), hlm 9.
2
BAB II
PEMBAHASAN
Al-Ijarah berasal dari kata al ajru yang berarti al ’iwadhu atau berarti ganti. Dalam
Bahasa Arab, al-ijarah diartikan sebagai suatu jenis akad untuk mengambil manfaat dengan
jalan penggantian sejumlah uang.3 Ijarah menurut arti lughat atau bahasa adalah balasan,
tebusan, atau pahala. Secara terminologi, ada beberapa defenisi al-ijarah yang dikemukakan
“transaksi terhadap suatu manfaat yang dituju, tertentu, bersifat mubah, dan boleh
Definisi mengenai prinsip ijarah juga telah diatur dalam hukum positif indonesia yakni
dalam Pasal 1 ayat 10 Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/46/PBI/2005 yang mengartikan
prinsip al-ijarah sebagai “transaksi sewa-menyewa atas suatu barang dan atau upah
mengupah atas suatu usaha jasa dalam waktu tertentu melalui pembayaran sewa atau imbalan
adalah akad pemindahan hak guna (manfaat) atas suatu barang atau jasa dalam waktu tertentu
3
Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah Jilid 13 (Bandung: PT al Ma’arif, 2007), hlm 15.
4
Al-Kasani, al-Bada’i’u al-Sana’i, Jilid IV (Beirut: Dar al-Fikr, 1996.), hlm 174.
5
Al-Syarbaini al-Khathib, Mugni al- Muhtaj, Jilid II (Beirut: Dar al-Fikr, 1978), hlm 233.
6
Ibnu Qudama, al-Mugni, Jilid V (Jakarta: Pustaka Azzam, 2008), hlm 398.
7
Zulfi Chairi, Pelaksanaan Kredit Perbankan Syariah Manurut UU No. 10 Tahun 1998 (e-usu Repository,
2005.), hlm 12.
3
melalui pembayaran sewa/upah, tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan barang itu
sendiri, dengan demikian dalam akad ijarah tidak ada perubahan kepemilikan, tetapi hanya
Ada perbedaan terjemahan kata ijarah dari bahasa Arab ke bahasa Indonesia, antara
sewa dan upah juga ada perbedaan makna operasional. Sewa biasanya digunakan untuk
benda, seperti seorang mahasiswa menyewa kamar untuk tempat tinggal selama kuliah,
sedangkan upah digunakan untuk tenaga, seperti karyawan yang berkerja di pabrik di bayar
gajinya (upahnya), maka dalam bahasa arab upah dan sewa disebut ijarah.
Jadi dari beberapa pengertian diatas dapat dikatakan bahwa al-ijarah adalah
pemindahan hak guna atau manfaat terhadap suatu barang atau jasa dari seseorang kepada
a. Rukun Ijarah
Menurut Hanafiyah, rukan dan syarat ijarah hanya ada satu, yaitu ijab dan qabul,
yaitu pernyataan dari orang yang menyewa dan meyewakan. 9 Sedangkan menurut jumhur
ulama, rukun dan syarat ijarah ada empat, yaitu Aqid (orang yang berakad), sighat, upah,
dan manfaat. Ada beberapa rukun ijarah di atas akan di uraikan sebagai berikut:
Orang yang melakukan akad ijarah ada dua orang yaitu mu’jir dan mustajir.
Mu’jir adalah orang yang memberikan upah atau yang menyewakan. Sedangkan
Musta’jir adalah orang yang menerima upah untuk melakukan sesuatu dan yang
8
Adiwarman A. Karim, Bank Islam, Analisis Fiqih dan Keuangan (Cet:I Jakarta: Raja Grafindo Persada,
2006), hlm 137.
9
Nasrun Haroen, Fiqih Muamalah (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2000), hlm 230.
4
menyewa sesuatu.10 Bagi yang berakad ijarah disyaratkan mengetahui manfaat
barang yang di jadikan akad sehingga dapat mencegah terjadinya perselisihan, dan
berakal dan dapat membedakan. Jika salah seorang yang berakal itu gila atau anak
kecil yang belum dapat membedakan baik ataupun buruk , maka akad menjadi tidak
sah.11
Yaitu suatu ungkapan para pihak yang melakukan akad berupa ijab dan qabul
adalah permulaan penjelasan yang keluar dari salah seorang yang berakad sebagai
Islam, ijab diartikan dengan suatu pernyataan janji atau penawaran dari pihak
pertama untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu.13 Sedangkan qobul adalah
suatu pernyataan yang diucapkan dari pihak yang berakad pula (musta’jir) untuk
Ujroh yaitu sesuatu yang diberikan kepada musta’jir atas jasa yang telah
Sudah jelas atau sudah diketahui jumlahnya. Karena ijarah akad timbal balik,
karena itu ijarah tidak sah dengan upah yang belum diketahui.
10
Abdullah Muhammad bin Ismail bin Ibrahim bin al-Mughirah al Ja’fai, Shahih Bukhori, Juz VIII (Beirut:
Maktabah Syamilah Isdaar, 2004), hlm 117.
11
Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah jilid 4 (Jakarta: Pena Ilmu dan Amal, 2006.), hlm 205.
12
Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2010), hlm 116.
13
Gemala Dewi, Hukum Perikatan Islam di Indonesia (Jakarta: Prenada Media, 2005), hlm 63.
5
Uang yang harus diserahkan bersamaan dengan penerimaan barang yang
disewa. Jika lengkap manfaat yang disewa, maka uang sewanya harus
lengkap.14
4). Manfaat
ijarah atas pekerjaan atau jasa seseorang.15 Semua harta benda boleh diakadkan ijarah
Manfaat dari objek akad sewa-menyewa harus diketahui secara jelas. Hal ini
Objek ijarah dapat diserah terimakan dan dimanfaatkan secara langsung dan
transaksi ijarah atas harta benda yang masih dalam penguasaan pihak ketiga.
Objek yang disewakan manfaat langsung dari sebuah benda. Misalnya, sewa
Harta benda yang menjadi objek ijarah haruslah harta benda yang bersifat
isty’mali, yakni harta benda yang dapat dimanfaatkan berulang kali tanpa
6
yang bersifat istihlaki adalah harta benda yang rusak atau berkurang sifatnya
karna pemakaian. Seperti makanan, buku tulis, tidak sah ijarah diatasnya.16
b. Syarat Ijarah
Menurut M. Ali Hasan syarat-syarat ijarah adalah ;17
1. Menurut Mazhab Syafi’I dan Hambali syarat bagi kedua orang yang berakad
adalah telah baligh dan berakal. Dengan demikian apabila orang itu belum atau
tidak berakal seperti anak kecil atau orang gila menyewa hartanya, atau diri
mereka sebagai buruh (tenaga dan ilmu boleh disewa), maka Ijarah nya tidak sah.
Berbeda dengan Mazhab Hanafi dan Maliki bahwa orang yang melakukan akad,
tidak harus mencapai usia baligh, tetapi anak yang telah mumayiz pun boleh
melakukan akad Ijarah dengan ketentuan disetujui oleh walinya.
2. Kedua belah pihak yang melakukan akad menyatakan kerelaannya untuk
melakukan akad Ijarah itu, apabila salah seorang keduanya terpaksa melakukan
akad maka akadnya tidak sah.
3. Manfaat yang menjadi objek Ijarah harus diketahui secara jelas, sehingga tidak
terjadi perselisihan dibelakang hari jika manfaatnya tidak jelas. Maka, akad itu
tidak sah.
4. Objek Ijarah itu dapat diserahkan dan dipergunakan secara langsung dan tidak ada
cacatnya. Oleh sebab itu, ulama fiqih sepakat mengatakan bahwa tidak boleh
menyewa sesuatu yang tidak dapat diserahkan, dimanfaatkan langsung oleh
penyewa. Umpamanya rumah atau toko harus siap pakai atau tentu saja sangat
bergantung kepada penyewa apakah dia mau melanjutkan akad itu atau tidak,
sekiranya rumah itu atau toko itu disewa oleh orang lain maka setelah itu habis
sewanya baru dapat disewakan oleh orang lain.
5. Objek Ijarah itu sesuatu yang dihalalkan oleh syara. Oleh sebab itu ulama fikih
sependapat bahwa tidak boleh menggaji tukang sihir, tidak boleh menyewa orang
untuk membunuh (pembunuh bayaran), tidak boleh menyewakan rumah untuk
tempat berjudi atau tempat prostitusi (pelacuran).
16
Ibid, hlm 127.
17
M. Ali Hasan, Berbagai Macam Transaksi dalam Islam, (Jakarta Raja Grafindo Persada)., hlm 227.
7
C. Landasan Hukum Ijarah
Dalam Al-Qur’an, ketentuan tentang upah dari jasa tidak tercantum secara terperinci.
Namun pemahaman upah dari jasa dicantumkan dalam bentuk pemaknaan tersirat, seperti
ِ ِْ َ ِ ْ َ َ َ َ َ َّ َّ ُّ ْ َ َ َ َ ْ َ ْ َ َ ْ َ ْ َ َّ ِ َ َ ْ َ َ ْ ْ ِ ِ ٰ ٰ ْ َ
الرضاعةۗ َوعلى ال َم ْول ْو ّد لٗ ّرزُ َُِّن َو ِّ ْْ َوث َُِّن والو ّلدت ير ّضعن اولادهن حولي ّن ك ّاملي ّن ّلمن اراد ان ي ّجم
َ َ ْ َ َ ٰ ِْ ْ َ َ َ َّ ٌ ِ َ َ َ ٌَ ُ ِ َ َ َّ ْ َ ِ ََّ ِ َ ْ ْ
ّبال َمع ِر ْو ّفۗ لا ثكلف نف ٌس ّالا ِو ْسع َُاَّۚ لا ثض ۤاَّر َوا ّلدة ّۢب َول ّدها َولا َم ْول ْود لٗ ّب َول ّد ٖه َوعلى ال َو ّار ّث ّمثل ذ ّلكَّۚ ف ّان ا َرادا
َ ِ ََ َ َ ِ َ َ ِ َ َ َ ِ ْ َ َ ْ َ ُّ ْ َ ْ َ َ ْ َ َ َ َ ِ َ َ ِ َ َ َ َ ِ ْ َ ْ َ ً ُ
ۗواّ ن ا َردث ْم ان ت ْستد ّضع ْوْٓا ا ْولادِ ْم فلا جناح عَ ْْك ْم ّاذا اض ّمنُما وتشاو ٍر فلا جناح علي ُّما ٍ رَ ث ّفصالا عن
َ ِ ْ َ َ َ ه َ َ ْ َ ِ ْ ََّ ه ِ َّ ْ ْ ِ ْ َٰ ِ َّ
٢٣٣ اّٰلل ّبما ثع َمل ْون َب ّص ْي ٌد َسل ْمج ْم َّمآْ اثيج ْم ّبال َمع ِر ْو ّفۗ َواثقوا اّٰلل واعلموْٓا ان
Artinya : Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi
yang ingin menyempurnakan penyusuan. Dan kewajiban ayah memberi makan dan
pakaian kepada para ibu dengan cara ma'ruf. Seseorang tidak dibebani melainkan
menurut kadar kesanggupannya. Janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan
karena anaknya dan seorang ayah karena anaknya, dan warispun berkewajiban
demikian. Apabila keduanya ingin menyapih (sebelum dua tahun) dengan kerelaan
keduanya dan permusyawaratan, maka tidak ada dosa atas keduanya. Dan jika kamu
ingin anakmu disusukan oleh orang lain, maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu
memberikan pembayaran menurut yang patut. Bertakwalah kamu kepada Allah dan
ketahuilah bahwa Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.18
hendaknya memberikan upahnya. Dalam hal ini menyusui adalah pengambilan manfaat dari
orang yang dipekerjakan yaitu jasa dari diri seorang ibu yang menghasilkan air susu lalu
kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara yang ma’ruf. Hal
itu termakna dari satu kata yaitu al-maulud yang artinya “orang tua laki-laki”.19 Maksudnya
untuk menjelaskan bahwa anak (bayi) tersebut adalah milik ayahnya. Kepada Ayahnya lah ia
18
Departemen Agama RI, Al-Quran dan Terjemahnya, (Semarang CV Toha Putra 1996), hlm 29.
19
Mustafa al-Babi al-Halabi, Tafsir al-Maragi Juz I (Semarang: PT. Karya Toha Putra, 1992), hlm 317.
8
dinasabkan dan dengan nama ayah pula disebut, Sedangkan ibunya berfungsi sebagai
gudangnya anak-anak.
Bila dikaji dari sisi Munasabah Ayat, maka ayat ini memuat aturan terkait dengan
konsekuensi hubungan perceraian suami istri, sedangkan anak masih menyusui dan
membutuhkan pengasuhan ibu maka ibu berhak atas Ujrahnya. Karena anak adalah bagian
dari orang tua sehingga orang tua harus mengusahakan kemaslahatan anaknya ketika si anak
belum mampu memenuhi kebutuhan hidupnya. Begitu sebaliknya, ketika orang tua sudah
tidak mampu bekerja dan memenuhi kebutuhannya, maka anak harus memenuhi semua
Artinya: “Salah seorang dari kedua wanita itu berkata: "Ya bapakku ambillah ia
sebagai orang yang bekerja (pada kita), karena sesungguhnya orang yang paling baik yang
kamu ambil untuk bekerja (pada kita) ialah orang yang kuat lagi dapat dipercaya. (Q.S Al-
Qasas:26).
Ayat ini berkisah tentang perjalanan Nabi Musa as bertemu dengan kedua putri nabi
Ishaq, salah seorang putrinya meminta Nabi Musa as untuk disewa tenaganya guna
menggembala domba. Kemudian nabi Ishaq as bertanya tentang alasan permintaan putrinya
tersebut. Putri Nabi Ishaq mengatakan bahwa Nabi Musa as mampu mengangkat batu yang
hanya bisa diangkat oleh sepuluh orang, dan mengatakan “karena Sesungguhnya orang yang
paling baik yang kamu ambil untuk bekerja (pada kita) ialah orang yang kuat lagi dapat
9
dipercaya”. Cerita ini menggambarkan proses penyewaan jasa seseorang dan bagaimana
Tidak diragukan lagi, perkataan wanita itu termasuk perkataan yang padat dan
mengandung hikmah yang sempurna. Sebab manakala kedua sifat ini yaitu keterpercayaan
dan kemampuan yang terdapat pada seseorang yang mengerjakan suatu perkara, Maka ia
akan mendatangkan keuntungan keberhasilan.21 Begitu pula dengan hal ijarah dimana
seseorang yang ingin memperkerjakan orang untuk dimanfaatkan jasanya harus adanya
kepercayaan terhadap kemampuan orang yang bekerja supaya apa yang diharapkan oleh
Telah menjadi sunnatullah bahwa setiap manusia hidup dalam suatu kegiatan
Kegiatan ekonomi tersebut memerlukan kerja sama. Tanpa adanya kerja sama mustahil bagi
manusia untuk hidup secara normal. Ekonomi Islam adalah merupakan suatu ilmu yang
mempelajari perilaku muslim (yang beriman) dalam suatu masyarakat islam yang mengikuti
sehingga manusia dapat memaksimalkan fungsi hidupnya sebagai hamba Allah untuk
mencapai kedamaian dan kesejahteraan dunia akhirat. Dengan demikian, ilmu ekonomi islam
harus mempunyai sistem ekonomi yang dapat memakmurkan bumi, mampu membahagiakan
20
Dimyauddin Djuwaini, Pengantar Fiqh Muamalah (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010), hlm 155-156.
21
Ibid, hlm 93.
22
Bambang Hermanto, Hukum Perbankan Syariah (Pekanbaru: Suska Press, 2012), hlm 9.
10
manusia baik selama hidup di dunia maupun di akhirat kelak.23 Mewujudkan kesejahteraan
yang hakiki bagi umat manusia merupakan dasar sekaligus tujuan utama dari syariat islam.
Oleh karena itu tujuan akhir dari ekonomi islam adalah sebagaimana tujuan dari syariat islam
Perkembangan dunia bisnis makin pesat dengan di dukung oleh teknologi dan
keilmuan yang semakin berkembang pula. Bisnis yang telah berkembang mempunyai aturan
main yang telah diatur dalam peraturan perundang-undangan, dikenal dengan istilah hukum
2. Sewa (Ijarah) menjadi batal dengan kerusakan pada sesuatu yang disewakan, misal
rumah yang disewakan roboh, namun penyewa harus membayangkan uang sewa
3. Barang siapa mengobati orang sakit kemudian diberi upah, namun sebenarnya ia bukan
ahli pengobatan, kemudian merusak salah satu dari anggota tubuh pasiennya, ia harus
23
H. Ahmad Mujahidin, Ekonomi Islam: Sejarah, Konsep, Instrumen, Negara dan Pasar. (Jakarta: PT: Raja
Grafindo Persada, 2007), hlm 23.
24
H Ismail Nawawi, Fikih Muamalah Klasik Dan Kontemporer (Bogor: Ghalia Indonesia, 2020), hlm 20.
11
tidak dikenal ahli mengobati, ia mengganti (kerusakan yang dilakukannya” (H.R Abu
4. Uang sewa harus dilakukan dengan akad dan penyerahannya dilakukan setelah
selesainya pemanfaatan sesuatu yang disewakan atau selesainya pekerjaan, kecuali jika
disayaratkan uang sewanya harus dibayar pada saat akad, karena Rasulullah Saw
12
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dalam praktik kehidupan bermuamalah ijarah diterapkan pada sewa tenaga kerja dan
sewa barang. Dalam transaksi keuangan, ijarah dibagi menjadi dua yaitu ijarah dan ijarah
muntahiya bittamlik. Penulisan makalah ini berkontribusi pada wacana keilmuan mengenai
ijarah di bidang ekonomi Islam baik yang klasik maupun yang kontemporer. Secara
etimologis, ijarah diambil dari kata ajru yang berarti pengganti. Karena itu, kata tsawab
bermakna ganjaran. Sebuah perbuatan dikenal pula dengan sebutan al-ajru. Menurut istilah,
ijarah adalah akad untuk mengambil manfaat dengan kompensasi upah. Ijarah ada dua bentuk
manfaat yang bisa diambil, yaitu manfaat barang dan manfaat jasa. Ijarah merupakan
kegiatan ekonomi dan bisnis yang bertujuan saling memenuhi kebutuhan dalam menunjang
kehidupan yang baik. Dasar hukum ijarah terdapat dalam beberapa surah di antaranya surah
(sewa menyewa) tidak semua ayatnya terdapat asbabun nuzul, namun ayat tersebut bisa
dikorelasikan dengan melihat kepada munasabahnya dan beberapa kejadian yang terjadi pada
saat itu.
13
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad Azhar Basyir, Asas-Asas Hukum Muamalat Yogyakarta : Fakultas Hukum UII, 1993.
Al-Syarbaini al-Khathib, Mugni al- Muhtaj, Jilid II Beirut: Dar al-Fikr, 1978.
Zulfi Chairi, Pelaksanaan Kredit Perbankan Syariah Manurut UU No. 10 Tahun 1998 e-usu
Repository, 2005..
Adiwarman A. Karim, Bank Islam, Analisis Fiqih dan Keuangan Cet:I Jakarta: Raja Grafindo
Persada, 2006
Abdullah Muhammad bin Ismail bin Ibrahim bin al-Mughirah al Ja’fai, Shahih Bukhori, Juz VIII
Beirut: Maktabah Syamilah Isdaar, 2004.
Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah jilid 4 Jakarta: Pena Ilmu dan Amal, 2006.
Gemala Dewi, Hukum Perikatan Islam di Indonesia Jakarta: Prenada Media, 2005.
Muhammad Rawwas Qal ’Ahji, Ensiklopedi Fiqh Umar bin Khattab Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada, 1999.
M. Ali Hasan, Berbagai Macam Transaksi dalam Islam, Jakarta Raja Grafindo Persada
Departemen Agama RI, Al-Quran dan Terjemahnya, Semarang CV Toha Putra 1996.
Mustafa al-Babi al-Halabi, Tafsir al-Maragi Juz I Semarang: PT. Karya Toha Putra, 1992.
14
Bambang Hermanto, Hukum Perbankan Syariah Pekanbaru: Suska Press, 2012
H. Ahmad Mujahidin, Ekonomi Islam: Sejarah, Konsep, Instrumen, Negara dan Pasar. Jakarta:
PT: Raja Grafindo Persada, 2007.
H Ismail Nawawi, Fikih Muamalah Klasik Dan Kontemporer Bogor: Ghalia Indonesia, 2020.
15