Anda di halaman 1dari 21

AKAD SEWA - MENYEWA

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas


Mata Kuliah : Fiqh Muamalah
Dosen Pengampu : Dr. Maftukhatusolikhah, M.Ag

Disusun Oleh :
Ahmad Vahrizal ( 1930602190 )
Bilah Izzah ( 1930602192 )
Akhdes Realita ( 1930602218 )
Oktarisa ( 1930602270 )
Yogy Syaputra ( 1930602200 )

PROGRAM STUDI EKONOMI SYARIAH


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
UIN RADEN FATAH PALEMBANG
2020
AKAD SEWA - MENYEWA
Disusun oleh :
Ahmad Vahrizal
Bilah Izzah
Akhdes Realita
Oktarisa
Yogi Syaputra

ABSTRAK
Sewa-menyewa dalam bahasa arab diistilahkan dengan al-Ijārah. Menurut
pengertian hukum Islam, sewa menyewa diartikan sebagai suatu jenis akad untuk
mengambil manfaat dengan jalan penggantian. Manusia adalah makhluk sosial
yang tidak dapat hidup sendiri tanpa orang lain, masing-masing berhajat kepada
orang lain, bertolong-tolongan, tukar menukar untuk memenuhi kebutuhan
hidupnya baik dengan cara jual beli, sewa menyewa, pinjam meminjam atau suatu
usaha yang lain yang bersifat pribadi maupun untuk kemaslahatan umat.
Tujuan dibuatnya makalah ini adalah untuk mengetahui dan memahami ap
aitu sewa-menyewa, dasar hukum sewa, rukun dan syarat, macam-macam sewa,
pembayaran upah dan sewa, serta pembatalan dan berakhirnya sewa.
Hukum sewa-menyewa adalah mubah (dibolehkan) dalam islam
berdasarkan sifat kemanfaataannya yaitu dari Al-Quran dan Hadist terdapat dalil
tentang kebolehan transaksi al-ijarah dapat dipahami dari nash AL-Qur’an pada
QS.at-Talāq:6 menjadi dalil dari ayat tersebut adalah ungkapan “berikanlah
kepada mereka upahnya, ungkapan tersebut menunjukan adanya jasa yang
diberikan sehingga berkewajiban membayar upah (fee) secara patut. Dalam hal ini
termasuk di dalamnya jasa penyewaan atau leasing. Upah dalam ayat ini
disebutkan dalam bentuk umum, mencakup semua jenis sewa-menyewa (ijarah).
Kata Kunci: Sewa-Menyewa (Ijarah)

1
Renting in Arabic is termed al-Ijārah. According to the understanding of
Islamic law, leasing is defined as a type of contract to benefit by means of
compensation. Humans are social beings who cannot live alone without other
people, each has a degree to others, helps, exchanges to meet their daily needs
either by way of buying and selling, leasing, borrowing and borrowing or other
personal business. as well as for the benefit of the people.
The purpose of this paper is to know and understand what a lease is, the
legal basis for the lease, terms and conditions, types of rent, payment of wages
and rent, and cancellation and expiration of the lease.
The law of renting is permissible (permissible) in Islam based on its
usefulness, namely from the Al-Quran and Hadiths there are arguments about the
permissibility of al-ijarah transactions that can be understood from the text of the
Qur'an in QS.at-Talāq: 6 becomes the argument of the verse it is the expression
"give them, the wages, this expression shows that there is a service rendered so
that one is obliged to pay a fee properly. This includes leasing or leasing services.
The wages in this verse are stated in a general form, covering all types of leases
(ijarah).
Keywords: Rent-Renting (Ijarah)

2
PENDAHULUAN
A. KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan tugas makalah tentang Sewa-
Menyewa ini tepat pada waktunya. Adapun tujuan dari penulisan dari makalah
ini adalah untuk memenuhi tugas pada mata Fiqh Mualamalah. Selain itu,
makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan tentang sewa-menyewa
atau ijarah para pembaca dan juga bagi penulis.
Kami mengucapkan terima kasih kepada Ibu Dr. Maftukhatusolikhah,
M.Ag selaku dosen mata kuliah Fiqh Muamalah, yang telah memberikan tugas
ini sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan
bidang studi yang ditekuni.
Terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi sebagian
pengetahuannya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini. Kami
menyadari, makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik
dan saran yang membangun akan kami nantikan demi kesempurnaan makalah
ini.

B. LATAR BELAKANG
Manusia adalah makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri tanpa orang
lain, masing-masing berhajat kepada orang lain, bertolong-tolongan, tukar
menukar untuk memenuhi kebuatuhan hidupnya baik dengan cara jual beli,
sewa menyewa, pinjam meminjam atau suatu usaha yang lain yang bersifat
pribadi maupun untuk kemaslahatan umat.
Dalam pergaulan sehari-hari ada kalanya kita sebagai manusia dihadapkan
pada suatu permasalahan keluarga yang mau tidak mau harus dihadapi. Ada
kalanya keberadaan kitab suci umat Islam sering kita abaikan, padahal Al-
Quran dan As-sunnah merupakan pedoman hidup bagi umat Islam karena
didalamnya telah diatur sedemikian lengkapnya tentang kehidupan dan tata
cara beribadah baik itu berhubungan dengan Allah SWT sebagai Maha

3
Pencipta juga didalam Al-Qur’an pun telah diuraikan bagaimanana cara kita
berhubungan dengan sesama makhluk hidup lainnya.
Selain merupakan satu-satunya agama yang di ridhoi Allah, Islam juga
merupakan sebuah agama yang sangat sempurna karena selain permasalahan
akhirat Islam juga sangat lengkap dalam mengatur semua kehidupan
umatnya di dunia seperti Muamalah. Secara bahasa kata Muamalah adalah
masdar dari kata asmala-yu’amilu mu’amalatan yang berarti saling bertindak,
saling berbuat, dan saling beramal. Muamalah dalam arti luas adalah aturan
allah yang mengatur hubungan manusia dengan manusia dalam usahanya
untuk mendapatkan alat-alat keperluan jasmaninya dengan cara yang paling
baik (Idris Ahmad), sedangkan secara sempit muamalah adalah tukar
menukar barang atau sesuatu yang sangat bermanfaat dengan cara-cara yang
telah ditentukan (Rasyid Ridho).
Muamalah merupakan bagian dari rukun Islam yang mengatur hubungan
antara seseorang dengan orang lain. Contoh hukum Islam yang termasuk
muamalah salah satunya adalah Ijarah atau sewa-menyewa.

C. RUMUSAN MASALAH
1. Apa itu akad sewa menyewa ?
2. Bagaimana dasar hukum akad sewa menyewa ?
3. Bagaimana rukun dan syarat dari akad sewa menyewa ?
4. Apa saja macam-macam akad sewa menyewa ?
5. Bagaimana pembayaran upah dan sewa dalam akad sewa menyewa ?
6. Bagaimana pembatalan dan berakhirnya sewa ?

D. TUJUAN
1. Mengetahui pengertian akad sewa-menyewa
2. Mengetahui dasar hukum pada akad sewa menyewa
3. Mengetahui rukun dan syarat dalam akad sewa menyewa
4. Mengetahui macam-macam dari akad sewa-menyewa
5. Memahami sistem pembayaran upah dan sewa dalam akad sewa-menyewa

4
6. Memahami pembatalan dan berakhirnya sewa

E. KERANGKA TEORI
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) sewa diartikan sebagai
pemakai sesuatu yang membayar uang atau uang yang dibayarkan karena
memakai sesuatu atau meminjam sesuatu sebagai ongkos atau biaya.
Sedangkan menyewa diartikan sebagai memakai (meminjam, menampung dan
sebagainya) dengan membayar uang sewa.
Menurut KUH Perdata Islam Pasal 404, sewa menyewa adalah “Harga
yang dibayarkan untuk menggunakan manfaat suatu barang”.
Dalam KUH Perdata Pasal 1548, menjelaskan bahwa sewa menyewa
sebagai suatu persetujuan, dengan mana pihak yang satu mengikat dirinya
untuk memberikan manfaat atau kegunaan suatu barang kepada pihak lain
selama waktu tertentu, dengan pembayaran suatu harga yang disanggupi oleh
pihak yang terakhir itu.
Dalam Fatwa Dewan Syari’ah Nasional, konsep ijarah diartikan sebagai
akad sewa antara mu’jir dengan musta’jir atau antara musta’jir dengan ajir
untuk mempertukarkan manfa’ah (manfaat) dan ujrah (upah), baik manfaat
barang maupun jasa.
Secara etimologi al-Ijarah berasal dari kata al-Ajru yang berarti al-
‘Iwadhu/penggantian, dari sebab itulah ats-Tsawabu dalam konteks pahala
disebut juga alAjru/ upah.
Adapun secara terminologi, para ulama fiqh berbeda pendapatnya antara
lain :
a. Menurut Sayyid Sabiq, al-ijarah adalah suatu jenis akad atau transaksi
untuk mengambil manfaat dengan jalan memberi penggantian.
b. Menurut Ulama Syafi’iyah, al-ijarah adalah suatu jenis akad atau
transaksi terhadap suatu manfaat yang dituju, tertentu, bersifat mubah
dan boleh dimanfaatkan dengan cara memberi imbalan.
c. Menurut Amir Syarifuddin, al-ijarah secara sederhana dapat diartikan
dengan akad atau transaksi manfaat atau jasa dengan imbalan tertentu.

5
PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN SEWA MENYEWA


Sewa-menyewa dalam bahasa arab diistilahkan dengan al-Ijārah.
Menurut pengertian hukum Islam, sewa menyewa diartikan sebagai suatu
jenis akad untuk mengambil manfaat dengan jalan penggantian.
Adapun menurut ulama’ madzhab, ijārah di definisikan dengan artian
sebagai berikut:
1. Menurut Madzhab Hanafīyah
“Ijārah adalah sesuatu perjanjian yang mempunyai faedah, memiliki
manfaat yang diketahui dan disengaja dari benda yang disewakan dengan
ada imbalan pengganti”.1

2. Menurut Madzhab Malikīyah


“Nama bagi akad-akad untuk kemanfaatan yang bersifat manusiawi dan
untuk sebagian yang dapat dipindahkan”.2

3. Menurut Madzhab Syafi’īyah


“Ijārah adalah suatu perjanjian atas manfaat yang diketahui,
disengaja, yang bisa diserahkan kepada pihak lain secara mubāh} dengan
upah yang diketahui”.3

4. Menurut Madzhab Hanābilah


“Ijārah adalah suatu perjanjian atas manfaat yang mubāh}, yang
diketahui, yang diambil secara berangsur-angsur dalam masa yang
diketahui dengan upah yang diketahui”.4

1
Abdur Rahman al-Jazīrī, al-Fiqh ‘alā al-Madhāhib al- Arba’ah, (Beirut: Dār al-Kutub al-
‘Ilmīyah,
2003),III: 86.
2
Abdur Rahman al-Jazīrī, al-Fiqh ‘alā, 88.
3
Abdur Rahman al-Jazīrī, al-Fiqh ‘alā, 89.
4
Abdur Rahman al-Jazīrī, al-Fiqh ‘alā, 90.

6
Dari pengertian tersebut terlihat bahwa yang dimaksud dengan sewa
menyewa adalah pengambilan manfaat suatu benda. Jadi yang
berpindah hanyalah manfaatnya sedangkan bendanya tidak berkurang
sama sekali.

B. DASAR HUKUM SEWA MENYEWA


Hukum sewa-menyewa adalah mubāh (boleh) berdasarkan sifat
kemanfaatannya
1. Al-Qur’an
Dalil tentang kebolehan transaksi al-ijarah dapat dipahami dari nash al-
Qur’an
di antaranya :
a. QS.at - Talāq : 6

َ ‫ض ْعنَ لَ ُك ْم فَآتُوه َُّن أ ُ ُج‬


‫وره َُّن‬ َ ‫فَإِ ْن أَ ْر‬

Artinya: “...kemudian jika mereka menyusukan (anak-anak) mu


untukmu maka
berikanlah kepada mereka upahnya.”
Yang menjadi dalil dari ayat tersebut adalah ungkapan “berikanlah
kepada mereka,upahnya, ungkapan tersebut menunjukan adanya jasa
yang diberikan sehingga berkewajiban membayar upah (fee) secara
patut. Dalam hal ini termasuk di dalamnya jasa penyewaan atau leasing.
Upah dalam ayat ini disebutkan dalam bentuk umum, mencakup semua
jenis sewa-menyewa (ijarah).5

b. QS.al - Qashas : 26

5
Rosita Tehuayo 2018. “Sewa Menyewa (Ijarah) dalam Sistem Perbankan Syariah”.
Tahkim, Vol. XIV, No. 1. Diunduh pada tanggal 20 Desember 2020.
https://core.ac.uk/download/pdf/229360175.pdf

7
‫ت ا سْ ت َأ ْ ِج ْر ه ُ إ ِ َّن َخ ي َْر َم ِن‬ ِ َ ‫ت إ ِ ْح د َ ا ه ُ َم ا ي َ ا أ َب‬
ْ َ‫قَال‬
‫اْل َ ِم ي ُن‬
ْ ‫ي‬ ُّ ‫ت الْ ق َ ِو‬ َ ‫ا سْ ت َأ ْ َج ْر‬
Artinya:“Salah seorang dari kedua wanita itu berkata: "Ya bapakku
ambillah ia sebagai orang yang bekerja (pada kita), karena
Sesungguhnya orang yang paling baik yang kamu ambil untuk bekerja
(pada kita) ialah orang yang kuat lagi dapat dipercaya”.(QS.al-
Qashas:26).
2. Hadits
“Diriwayatkan dari Umar ra, bahwasanya Nabi Muhammad saw
bersabda,“Berikanlah upah atau jasa kepada orang yang kamu
pekerjakan sebelum kering keringat mereka” (Hadis riwayat Ibnu
Majah).”6

C. RUKUN DAN SYARAT SEWA MENYEWA (IJARAH)


1. Rukun Sewa-menyewa
Menurut Jumhur Ulama, ijarah mempunyai tiga rukun, yaitu:
a. Sighat (ucapan) ijab (penawaran) dan qabul (penerimaan).
b. Pihak yang berakad (berkontrak), yang terdiri atas pemberi sewa
(pemilik aset).
c. Objek kontrak yang terdiri atas pembayaran (sewa) dan manfaat
dari pengguna aset.
d. Maka dari rukun sewa-menyewa yang dipaparkan diatas hanya
terpenuhi 2 rukun saja, akan tetapi dari segi objek atas manfaaat
barang belum terpenuhi karena objek sewa-menyewa belum
memenuhi rukun ijarah. 7

6
Al Hafidh Ibnu Hajar Al Asqalani, Terjemahan Bulughul Maram,
Surabaya:MutiaraIlmu, 1995, hlm 389
7
Siti Nur Fatoni, Pengantar Ilmu Ekonomi, Bandung; CV Pustaka Setia, 2014, hlm 216.

8
2. Syarat Sewa-menyewa8
Untuk sahnya sewa-menyewa, pertama kali harus dilihat terlebih
dahulu orang yang melakukan perjanjian sewa-menyewa tersebut, yaitu
apakah kedua belah pihak telah memenuhi syarat untuk melakukan
perjanjian pada umumnya. Sedangkan untuk sahnya perjanjian sewa-
menyewa harus terpenuhi syarat-syarat sebagai berikut :9
a. Syarat terjadinya akad (syarat in’iqad)
Syarat terjadinya akad berkaitan dengan ‘aqid, akad, dan objek
akad. Syarat yang berkaitan dengan aqid adalah berakal, dan
mumayyiz menurut Hanafiyah, dan baligh menurut Syafi’iyahdan
Hanabilah.

b. Syarat kelangsungan akad


Untuk kelangsungan akad ijarah disyaratkan terpenuhinya hak
milik atau wilayah kekuasaan. Apabila si pelaku (aqid) tidak
mempunyai hak kepemilikan atau kekuasaan wilayah, maka
menurut Syafi‟iyah dan Hanabilah akadnya tidak bisa
dilangsungkan dan hukumnya batal.

c. Syarat sahnya ijarah


Untuk sahnya ijarah harus dipenuhi beberapa syarat yang
berkaitan dengan aqid (pelaku), ma’qud alaih (objek), sewa atau
upah (ujrah) dan akadnya sendiri. Syarat-syarat tersebut adalah
sebagai berikut :
1) Persetujuan kedua belah pihak, sama seperti dalam jual beli.
Dasarnya

8
Latifah 2016. BAB II, “Konsep Umum tentang Sewa Menyewa (Ijarah)”. Diunduh pada
tanggal 20 Desember 2020. Dari http://eprints.walisongo.ac.id/6835/3/BAB%20II.pdf
9
Chairuman Pasaribu, Hukum Perjanjian Dalam Islam, Jakarta: Sinar Grafika, 1994,
hlm. 53-54.

9
adalah Qur’an Surat An-Nisa’ ayat 29. Ijarah termasuk
kepada perniagaan, karena didalamnya terdapat tukar-
menukar harta.
2) Objek akad yaitu manfaat harus jelas, sehingga tidak
menimbulkan
perselisihan.
3) Objek akad ijarah harus dapat dipenuhi, baik hakiki maupun
syar‟i.
4) Manfaat yang menjadi objek akad harus manfaat yang
dibolehkan oleh
Syara’.
5) Pekerjaan yang dilakukan itu bukan fardhu dan bukan
kewajiban orang yang disewa (ajir) sebelum dilakukannya
ijarah.
6) Orang yang disewa tidak boleh mengambil manfaat dari
pekerjaannya untuk dirinya sendiri.
7) Manfaat ma’qud alaih harus sesuai dengan tujuan
dilakukannya akad ijarah, yang biasa berlaku umum.

d. Syarat mengikatnya akad ijarah


Agar akad ijarah itu mengikat, diperlukan dua syarat:
1) Benda yang disewakan harus terhindar dari cacat (‘aib) yang
menyebabkan terhalangnya pemanfaatan atas benda yang disewa
itu. Apabila terjadi cacat (‘aib) yang demikian sifatnya, maka
orang yang menyewa (musta’jir) boleh memilih antara meneruskan
ijarah atau membatalkanya.
2) Tidak terdapat udzur (alasan) yang dapat membatalkan akad
ijarah.13

Sewa adalah sesuatu yang dijanjikan dan dibayar penyewa


sebagai kompensasi/ pembayaran manfaat yang dinikmatinya.
Setiap sesuatu yang layak dianggap dalam jual beli dianggap layak

10
pula sebagai sewa dalam ijarah. Kebanyakan ulama mengatakan
“syarat yang berlaku untuk harga juga berlaku pada sewa”. Selain
itu, sewa/ upah haruslah sesuatu yang bernilai dan diperbolehkan
oleh syara‟ dan harus diketahui jumlahnya.

D. MACAM – MACAM SEWA MENYEWA (IJARAH)10


Macam-macam sewa menyewa (ijārah) ada dua, diantaranya adalah sebagai
berikut:
1. Ijārah atas manfaat
Disebut juga dengan sewa menyewa. ijārah yang pertama ini objek
akadnya adalah manfaat dari suatu benda. Akad sewa menyewa
dibolehkan atas manfaat yang mubah, seperti rumah untuk tempat tinggal,
toko dan kios untuk tempat berdagang, mobil untuk kendaraan atau
angkutan. Adapun manfaat yang diharamkan maka tidak boleh disewakan,
karena barangnya diharamkan. Dengan demikian tidak boleh mengambil
imbalan untuk manfaat yang diharamkan ini, seperti bangkai dan darah.

2. Ijārah atas pekerjaan


Disebut juga upah mengupah. Dalam ijarah bagian ini, objek akadnya
adalah amal atau pekerjaan seseorang. Misalnya utuk membangun rumah,
menjahit pakaian, mengangkat barang di suatu tempat, dan lainnya. Orang
yang melakukan pekerjaan tersebut disebut ajir (tenaga kerja). Ajir atau
tenaga kerja ada dua macam, yaitu
a) Ajir atau (tenaga kerja) khusus, yaitu orang yang bekerja pada satu
orang untuk
masa tertentu. Dalam hal ini ia tidak boleh bekerja untuk orang lain
selain orang yang telah mempekerjakannya. Contohnya orang yang
bekerja sebagai seorang pembantu di orang tertentu.

1010 Afanda Leliana Sari, Abdul Wahab A. Khalil, Faridatul Fitriyah 2020. “Tinjauan
Hukum Islam Terhadap Praktik Sewa Menyewa Pohon Mangga di Kalangan Masyarakat
Dusun Patuk”. Vol. 4 No. 1.Diunduh pada tanggal 21 Desember 2020. Dari
https://jurnal.iainkediri.ac.id/index.php/qawanin/article/download/2005/930

11
b) Ajir (tenaga kerja) mushtarak, yaitu orang yang bekerja untuk lebih dari
satu orang,
sehingga mereka bersekutu didalam memanfaatkan tenaganya.
Contohnya tukang jahit, notaris, pengacara. Hukumnya ia (ajir
mushtarak) boleh bekerja untuk semua orang dan orang yang menyewa
tenaganya tidak boleh melarangnya untuk bekerja kepada orang lain.11

E. PEMBAYARAN UPAH DAN SEWA


Sistem pengupahan dalam islam juga diatur di dalam fatwa Dewan Syari’ah
Nasional No. 09/DSN-MUI/IV/2000 yang menjelaskan tentang pembiayaan
ijarah, Dewan Syari’ah Nasional setelah menimbang:
1. Bahwa kebutuhan masyarakat untuk memperoleh manfaat sering
memerlukan pihak lain melalui akad ijarah, yaitu pemindahan hak guna
(manfaat) atas suatu barang dalam waktu tertentu dengan pembayaran
sewa (ujrah), tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan barang itu
sendiri.
2. Bahwa masyarakat sering juga memerlukan jasa pihak lain guna
melakukan pekerjaan tertentu dengan pembayaran upah (ujrah/fee) melalui
akad ijarah.
3. Bahwa kebutuhan akad ijarah kini dapat dilayani oleh lembaga keuangan
syariah (LKS) melalui akad pembiayaan ijarah.
4. Bahwa agar akad tersebut sesuai dengan ajaran islam, DSN memandang
perlu menentukan fatwa tentang akad ijarah untuk dijadikan pedoman oleh
LKS.
Mengingat:
1. Firman Allah QS. Al-Zukhruf: 32
“Apakah mereka yang membagi-bagi rahmat Tuhanmu? Kami telah
menentukan antara mereka penghidupan mereka dalam kehidupan dunia,

11
Oni Sahroni dan M. Hasanuddin, Fikih Muamalah (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2016),
56.
Fatwa DSN MUI, Himpunan Fatwa Dewan Syari’ah Nasional, Cet. 4, Ciputat:
Gaung Persada, 2006, hal. 55-61

12
dan Kami telah meninggikan sebahagian mereka atas sebagian yang lain
beberapa derajat, agar sebagian mereka dapat mempergunakan sebagian
yang lain. dan rahmat Tuhanmu lebih baik dari apa yang mereka
kumpulkan.”
2. Firman Allah QS. Al-Baqarah: 233
“…Dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, Maka tidak
ada dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang
patut. bertakwalah kamu kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha
melihat apa yang kamu kerjakan.”
3. Firman Allah QS. Al-Qashash: 26
“Salah seorang dari kedua wanita itu berkata: "Ya bapakku ambillah ia
sebagai orang yang bekerja (pada kita), karena Sesungguhnya orang yang
paling baik yang kamu ambil untuk bekerja (pada kita) ialah orang yang
kuat lagi dapat dipercaya.”
4. Hadis riwayat ‘Abd Ar-Razzaq dari Abu Hurairah dan Abu Sa’id Al-
Khudri, Nabi Saw bersabda: “Barang siapa mempekerjakan pekerja,
beritahukanlah upahnya.”
5. Hadis riwayat Abu Daud dari Sa’d Ibn Abi Waqqash, ia berkata:
“Kami pernah menyewakan tanah dengan (bayaran) hasil pertanian; maka,
Rosulullah melarang kami melakukan hal tersebut dan memerintahkan
agar kami menyewakannya dengan emas atau perak.”
6. Hadis Nabi riwayat Tirmidzi dari ‘Amr Bin ‘Auf
“Perdamaian dapat dilakukan diantara kaum muslimin kecuali perdamaian
yang mengharamkan yang halal atau menghalallkan yang haram, dan
kaum muslimin terikat dengan syarat-syarat kereka kecuali syarat yang
mengharamkan yang halal atau mengharamkan yang haram.
7. Ijma’ ulama tentang kebolehan melakukan akad sewa-menyewa.
8. Kaidah fiqh: “Pada dasarnya, semua bentuk muamalah boleh dilakukan
kecuali ada dalil yang mengharamkannya.” “Menghindarkan mafsadat
(kerusakan, bahaya) harus didahulukan atas mendatangkan kemaslahatan.”
Memperhatikan:

13
Pendapat peserta rapat pleno Dewan Syari’ah Nasional pada hari kamis,
tanggal 8 Muharram 1421/13 April 2000 menetapkan fatwa tentang
pembiayaan ijarah. Rukun dan syarat ijarah: 12
1. Sighat Ijarah, yaitu ijab dan qobul berupa pernyataan dari kedua belah
pihak yang berkontrak, baik secara verbal atau dalam bentuk lain. 13
2. Pihak-pihak yang berakad (berkontrak): terdiri atas pemberi sewa/pemberi
jasa, dan peyewa/pengguna jasa.
3. Obyek akad ijarah, yaitu manfaat barang dan sewa, atau manfaat jasa dan
upah
Selanjutnya dalam fatwa tersebut juga mengatur mengenai ketentuan obyek
ijarah, diantaranya adalah:
1. Obyek ijarah adalah manfaat dari penggunaan barang dan atau jasa.
2. Manfaat barang atau jasa harus yang bisa dinilai dan dapat dilaksanakan
dalam kontrak.
3. Manfaat barang atau jasa harus yang bersifat dibolehkan (tidak
diharamkan).
4. Kesanggupan memenuhi manfaat harus nyata dan sesuai dengan syariah.
5. Manfaat harus dikenali secara spesifik sedemikian rupa untuk
menghilangkan jahalah (ketidaktahuan) yang akan mengakibatkan
sengketa.
6. Spesifikasi manfaat harus dinyatakan dengan jelas, termasuk jangka
waktunya. Bisa juga dikenali dengan spesifikasi atau identifikasi fisik.
7. Sewa atau upah adalah sesuatu yang dijanjikan dan dibayar au upah
nasabah kepada LKS sebagai pembayaran manfaat. Sesuatu yang dapat
dijadikan harga (tsaman) dalam jual-beli dapat pula dijadikan sewa atau
upah dalam ijarah.
8. Pembiayaan sewa atau upah boleh berbentuk jasa (manfaat lain) dari jenis
yang sama dengan obyek kontrak.

Fatwa DSN MUI, Himpunan Fatwa Dewan Syari’ah Nasional, Cet. 4, Ciputat:
Gaung Persada, 2006, hal. 55-61

14
9. Kelenturan (fleksibility) dalam menentukan sewa atau upah dapat
diwujudkan dalam ukuran waktu, tempat dan jarak.
Ketentuan mengenai kewajiban LKS dan nasabah dalam pembiayaan ijarah:
1. Kewajiban LKS sebagai pemberi manfaat barang atau jasa:
• Menyediakan barang yan disewakan atau jasa yang diberikan.
• Menanggung biaya pemeliharaan barang.
• Menjamin bila terdapat cacat pada barang yang disewakan.
2. Kewajiban nasabah sebagai penerima manfaat barang atau jasa:
• Membayar sewa atau upah dan bertanggung jawab untuk menjaga
keutuhan barang serta menggunakannya sesuai akad (kontrak).
• Menanggung biaya pemeliharaan barang yang sifatnya ringan (tidak
materiil).
• Jika barang yang disewa rusak, bukan karena pelanggaran dari
penggunaan yang dibolehkan dalam menjaganya, ia tidak bertanggung
jawab atas kerusakan tersebut.
Adapun ketentuan lain mengenai pembiayaan ijarah adalah: Jika salah
satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika terjadi perselisihan
diantara para pihak, maka penyelesaiannya dilaksanakan melalui badan
arbitrasi syari’ah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah

F. PEMBATALAN DAN BERAKHIRNYA SEWA


Prosedur pembatalan perjanjian yaitu, terlebih dahulu para pihak yang
bersangkutan dalam perjanjian sewa tersebut diberitahu, bahwa perjanjian
yang telah dibuat dibatalkan, disertai dengan alasanya. Pemberian waktu yang
cukup dimaksudkan untuk salah satu pihak yang membuat akad, bertujuan
untuk memberikan waktu kepada mereka untuk bersiap-siap menghadapi
risiko pembatalan. Hal ini berdasarkan firman Allah SWT dalam QS. Al-Anfal
ayat 58:
Artinya:“Dan jika kamu khawatir akan (terjadinya) pengkhianatan dari suatu
golongan, Maka kembalikanlah Perjanjian itu kepada mereka dengan cara

15
yang jujur. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang
berkhianat.”(QS. Al-Anfal: 58)14
Suatu akad dipandang berakhir apabila telah tercapai tujuannya. Dalam akad
jual beli misalkan, akad dipandang telah berakhir apabila barang telah
berpindah milik kepada pembeli dan harganya telah menjadi milik penjual.
Selain telah tercapai tujuannya, akad akan dipandang berakhir apabila terjadi
fasakh (pembatalan) atau telah berakhir waktunya. Fasakh terjadi dengan
sebab-sebab sebagai berikut:
1. Di-fasakh (dibatalkan), karena adanya hal-hal yang tidak dibenarkan
syara‟, seperti yang disebut dalam dalam akad rusak.
2. Sebab adanya cacat.
3. Salah satu pihak dengan persetujuan pihak lain membatalkan karena
merasa tidak cocok dengan apa yang diperjanjikan.
4. Karena habis waktunya, seperti dalam akad sewa- menyewa berjangka
waktu tertentu dan tidak dapat diperpanjang.
5. Kerena tidak mendapatkan izin pihak yang berwenang.
Sementara itu, menurut Sayyid Sabiq, ijarah akan menjadi batal dan berakhir
bila ada hal-hal sebagai berikut:
1. Terjadinya cacat pada barang sewaan ketika di tangan penyewa.
2. Rusaknya barang yang disewakan, seperti ambruknya rumah, dan
runtuhnya bangunan gedung.
3. Rusaknya barang yang diupahkan, seperti bahan baju yang diupahkan
untuk dijahit.
4. Telah terpenuhinya manfaat yang diakadkan sesuai dengan masa yang
telah ditentukan dan selesainya pekerjaan.
5. Menurut Hanafiyah salah satu pihak dari yang berakad boleh membatalkan
ijarah jika ada kejadian- kejadian yang luar biasa, seperti terbakarnya
gedung, tercurinya barang-barang dagangan, dan kehabisan modal

14 A. Soenarjo dkk, al-Quran dan Terjemahnya,h.73


9 Gemala Dewi dkk, Hukum Perikatan Islam Di Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2005), h.
101-102.

16
Ijarah merupakan suatu akad yang lazim, yaitu suatu akad yang tidak
boleh ada pembatalan pada salah satu pihak, baik orang yang menyewakan
barang atau penyewa, kecuali ada sesuatu hal yang yang menyebabakan ijarah
itu batal yaitu:
1. Menurut Ulama Hanafiyah berakhir dangan meninggalnya salah seorang
dari dua orang yang berakad ijarah hanya hak manfaat, maka hak ini tidak
dapat diwariskan karena warisan berlaku untuk benda yang dimiliki,
sedangkan Jumhur Ulama berpendapat ijarah tidak batal karena kematian
salah satu pihak yang berakad. Sifat akad ijarah adalah akad lazim
(mengikat para pihak) seperti halnya dengan jual beli. Ijarah merupakan
milik al-manfaah (kepemilikan manfaat) maka dapat diwariskan.
2. Pembatalan akad ijarah dengan iqalah, yaitu mengakhiri suatu akad atas
kesepakatan kedua belah pihak. Di antara penyebabnya adalah terdapat aib
pada benda yang disewa yang menyebabkan hilang atau berkurangnya
manfaat pada benda itu.
3. Sesuatu yang disewakan hancur, rusak atau mati misalnya hewan sewaan
mati, rumah sewaan hancur. Jika barang yang disewakan kepada penyewa
musnah, pada masa sewa, perjanjian sewa menyewa itu gugur demi hukum
dan yang menanggung resiko adalah pihak yang menyewakan
4. Waktu perjanjian akad ijarah telah habis, kecuali ada uzur atau halangan.
Apabila ijarah telah berakhir waktunya, maka penyewa wajib
mengembalikan barang sewaan utuh seperti semula. Bila barang sewaan
sebidang tanah sawah pertanian yang ditanami dengan tanaman padi, maka
boleh ditangguhkan padinya bisa dipetik dengan pembayaran yang
sebanding dengan tenggang waktu yang diberikan. Dalam hal ini ijarah
belum dianggap selesai. Apabila ijarah telah berakhir, maka penyewa
wajib menyerahkan kunci rumah dan toko kepada orang yang
menyewakan setelah habis masa sewa. Penyewa berkewajiban
mengembalikan barang sewaan, jika barang itu dapat dipindahkan, maka
penyewa wajib menyerahkan kepada pemilkiknya, dan jika bentuk barang
sewaan itu adalah benda tetap, maka penyewa wajib menyerahkan dalam

17
keadaan kosong, jika barang sewaan itu berupa sawah maka wajib bagi
penyewa untuk menyerahkan kepada pemiliknya dalam keadaan kosong
dari tanaman, kecuali bila ada kesulitan dalam menghilangkan tanaman
tersebut.15

15 Abdul Rahman Ghazaly dkk, Fiqh Muamalat Edisi Pertama, (Jakarta: Kencana, 2010),
h. 284
Ahmad Wardi Muslich, Fiqh Muamalah, (Jakarta: Amzah, 2013) h. 338.
Wahbah az-Zuhaili, Fiqih Islam wa Adillatuhu, terj. Abdul Hayyie dkk, h.416

18
PENUTUP

Kesimpulan
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) sewa diartikan sebagai
pemakai sesuatu yang membayar uang atau uang yang dibayarkan karena
memakai sesuatu atau meminjam sesuatu sebagai ongkos atau biaya.
Sedangkan menyewa diartikan sebagai memakai (meminjam, menampung dan
sebagainya) dengan membayar uang sewa.
Sewa-menyewa dalam bahasa arab diistilahkan dengan al-Ijārah. Menurut
pengertian hukum Islam, sewa menyewa diartikan sebagai suatu jenis akad
untuk mengambil manfaat dengan jalan penggantian.
Hukum sewa-menyewa adalah mubah (dibolehkan) dalam islam
berdasarkan sifat kemanfaataannya yaitu dari Al-Quran dan Hadist terdapat
dalil tentang kebolehan transaksi al-ijarah dapat dipahami dari nash AL-
Qur’an pada QS.at-Talāq:6 menjadi dalil dari ayat tersebut adalah ungkapan
“berikanlah kepada mereka upahnya, ungkapan tersebut menunjukan adanya
jasa yang diberikan sehingga berkewajiban membayar upah (fee) secara patut.
Dalam hal ini termasuk di dalamnya jasa penyewaan atau leasing. Upah dalam
ayat ini disebutkan dalam bentuk umum, mencakup semua jenis sewa-
menyewa (ijarah).
Macam-macam sewa menyewa (ijārah) ada dua, diantaranya adalah sebagai
berikut:
1. Ijārah atas manfaat
Disebut juga dengan sewa menyewa. ijārah yang pertama ini objek
akadnya adalah manfaat dari suatu benda.
2. Ijārah atas pekerjaan
Disebut juga upah mengupah. Dalam ijarah bagian ini, objek akadnya
adalah amal atau pekerjaan seseorang.

19
DAFTAR PUSTAKA

Latifah 2016. BAB II, “Konsep Umum tentang Sewa Menyewa (Ijarah)”.
Diunduh pada tanggal 20 Desember 2020. Dari
http://eprints.walisongo.ac.id/6835/3/BAB%20II.pdf

Chairuman Pasaribu, Hukum Perjanjian Dalam Islam, Jakarta: Sinar


Grafika, 1994, hlm. 53-54.

Al Hafidh Ibnu Hajar Al Asqalani, Terjemahan Bulughul Maram,


Surabaya:MutiaraIlmu, 1995, hlm 389

Siti Nur Fatoni, Pengantar Ilmu Ekonomi, Bandung; CV Pustaka Setia,


2014, hlm 216.

Rosita Tehuayo 2018. “Sewa Menyewa (Ijarah) dalam Sistem Perbankan


Syariah”. Tahkim, Vol. XIV, No. 1. Diunduh pada tanggal 20
Desember 2020. https://core.ac.uk/download/pdf/229360175.pdf

Fatwa DSN MUI, Himpunan Fatwa Dewan Syari’ah Nasional, Cet. 4,


Ciputat: Gaung Persada, 2006, hal. 55-61

Abdul Rahman Ghazaly dkk, Fiqh Muamalat Edisi Pertama, (Jakarta:


Kencana, 2010), h. 284
Ahmad Wardi Muslich, Fiqh Muamalah, (Jakarta: Amzah, 2013) h. 338.
Wahbah az-Zuhaili, Fiqih Islam wa Adillatuhu, terj. Abdul Hayyie dkk,
h.416.
http://repository.uinbanten.ac.id/3585/5/BAB%20III%20WAHYU.pdf

20

Anda mungkin juga menyukai