Disusun Oleh:
Nandita Sabella Audrey Putri Dany
NIM. 1804140160
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan rahmat
dan hidayah-Nya kepada kita semua, dan tak lupa shalawat serta salam kita hanturkan kepada
Nabi besar Muhammad SAW, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah pada mata
kuliah Tafsir Ayat Ekonomi dan Akuntansi ini tepat waktu. Makalah dengan judul “ Ijarah
(sewa-menyewa) dan Rahn (gadai)” ini kami susun untuk memenuhi nilai tugas mata kuliah
Tafsir Ayat Ekonomi dan Akuntansi yang diberikan oleh Drs. Hajaji, M.pdi. Saya mengucapkan
terima kasih kepada Drs. Hajaji, M.pdi. selaku dosen Tafsir Ayat Ekonomi dan Akuntansi, serta
pihak-pihak yang telah banyak membantu dalam penyusunan makalah ini. Kami menyadari
masih banyak kekurangan dalam makalah ini. Dengan kerendahan hati, kami memohon maaf.
Semoga makalah ini dapat berguna dan bermanfaat bagi pembaca sekalian.
Penulis
DAFTAR ISI
2
KATA PENGANTAR..................................................................................................................................2
DAFTAR ISI...............................................................................................................................................3
BAB I..........................................................................................................................................................4
PENDAHULUAN.......................................................................................................................................4
A. Latar Belakang.................................................................................................................................4
B. Rumusan Masalah............................................................................................................................4
C. Tujuan Masalah...............................................................................................................................5
BAB II.........................................................................................................................................................6
PEMBAHASAN.........................................................................................................................................6
A. Pengertian Sewa-menyewa (Ijarah).................................................................................................6
B. Dasar Hukum Syariat tentang Sewa-menyewa................................................................................7
D. Pengertian Rahn (Gadai)................................................................................................................10
E. Dasar Hukum Gadai (Rahn)...........................................................................................................11
F. Rukun dan Syarat Gadai................................................................................................................12
BAB III......................................................................................................................................................14
PENUTUP.................................................................................................................................................14
3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Manusia adalah mahluk sosial yang tidak bisa hidup sendiri tanpa berinteraksi
dengan dengan orang lain. Dalam istilah di atur segala tingkah laku manusia yang
mengharuskan adanya interksi dengan sesama yakni dalam kajian fiqh muamalah,
yang mana didalamnya juga membahas aturan sewa-menyewa dan gadai. Dalam
masalah sewa-menyewa dan gadai ini, adanya suatu rukun dan syarat yang harus
dipenuhi antara kedua belah pihak yang mengadakan suatu interaksi tersebut baik itu
sewa-menyewa dan gadai. Adapun syarat secara umum bagi pihak yang melakukan
sewa-menyewa dan gadaiitu harus mesti orang yang sudah memiliki kecakapan
betindak sempurna, sehingga perbuatan yang dilakukannya dapat
dipertanggungjawabkan secara hukum. Para ulama berpendapat tentang kecakapan
bertidak didalam lapangan muamalahini ditentukan oleh hal-hal yang bersifat pisik
dan kejiwaan sehingga segala tindakanyang dilakukanny dapat dipandang sebagai
sutu perbuatan yang sah sesuai dengan syariat islam. Dalam makalah ini akan dibahas
tentang pengertian sewa-menyewa dan gadai, hukum sewa-menyewa dan gadai,
syarat dan rukun sewa-menyewa dan gadai, serta jenis-jenis sewa-menyewa dan
gadai. sekaligus sebagai tugas dari dosen mata kuliyah fiqih muamalah abad klasik
dan menengah. Semoga dapat memberikan manfaat bagi semua pihak yang membaca
makalah ini.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian ijarah(sewa menyewa) dan rahn(gadai) ?
2. Bagaimana dalil tentang ijarah(sewa menyewa) dan rahn(gadai)?
3. Bagaimana akad ijarah(sewa menyewa) dan rahn(gadai)?
4
C. Tujuan Masalah
1. Untuk mengetahui apa pengertian ijarah(sewa menyewa) dan rahn(gadai).
2. Untuk mengetahui bagaimana dalil tentang ijarah(sewa menyewa) dan
rahn(gadai).
3. Untuk mengetahui bagaimana akad ijarah(sewa menyewa) dan rahn(gadai).
5
BAB II
PEMBAHASAN
- Menurut Hanafiyah bahwa ijarah adalah akad untuk memolehkan pemilikan manfaat
yang diketahui dan disengaja dari suatu zat yang disewa dengan imbalan.
- Menurut Malikiyah ijarah adalah suatu akad yang memberikan hak milik atas manfaat
suatu barang yang mubah uantuk masa tertentu dengan imbalan yang bukan berasal
dari manfaat.
- Menurut Syfi’iyah ijarah adalah suatu akad atas manfaat yang dimaksud dan
tertentu yang bisa diberikan dan dibolehkan dengan imbalan tertentu.
- Menurut Hanabilah ijarah adalah suatu akad atas manfaat yang bisa sah dengan lafal
ijarah dan kara’ dan semacamnya.
- Menurut Sayyid Sabiq bahwa ijarah adalah suatu jenis akad untuk mengambil manfaat
dengan jalan penggantian.
- Menurut Sulaiman rasjid, mempersewakan adalah akad atas manfaat (jasa) dengan
maksudyang diketahui, dengan tukaran yang diktahui menurut syarat-syarat yang akan
dijelakan kemudian.
6
menyewa adalah akad atas manfaat dengan imbalan. Dengan demikian, objek sewa
menyewa adalah manfaat atas suatu barang (bukan barang).
ت لخيذتتخخذذ ك نذعحهن قذذسعمذناَ بذعينذههعم ذمخعيذشتذههعم خفيِ اعلذحذياَخة الددعنذياَ ذوذرفذععذناَ بذعع ذ
ضههعم فذعو ذ
ق بذعع ت
ض ذدذرذجاَ ت أذههعم يذعقخسهموذن ذرعحذمةذ ذربب ذ
ضاَ هسعخخريياَ ذوذرعحذمةه ذربب ذ
ك ذخعيرْر خمتماَ يذعجذمهعوذن ضههعم بذعع ي
بذعع ه
Artinya :Salah seorang dari kedua wanita itu berkata: "Ya bapakku ambillah ia
sebagai orang yang bekerja (pada kita), karena sesungguhnya orang yang paling baik
7
yang kamu ambil untuk bekerja (pada kita) ialah orang yang kuat lagi dapat
dipercaya."( QS; Al Qashash ayat 26).
c. QS Alkahfi ayat 94
Artinya: Tempatkanlah mereka (para isteri) di mana kamu bertempat tinggal menurut
kemampuanmu dan janganlah kamu menyusahkan mereka untuk menyempitkan
(hati) mereka. Dan jika mereka (isteri-isteri yang sudah ditalaq) itu sedang hamil,
maka berikanlah kepada mereka nafkahnya hingga mereka bersalin, kemudian jika
mereka menyusukan (anak-anak)mu untukmu maka berikanlah kepada mereka
upahnya, dan musyawarahkanlah di antara kamu (segala sesuatu) dengan baik; dan
jika kamu menemui kesulitan maka perempuan lain boleh menyusukan (anak itu)
untuknya.(Q.S.Atthalaq:6).
Secara garis besar, syarat ijarah ada empat macam, yaitu syarat terjadinya akad
(syurut al-I’iqad), syarat pelaksanaan ijarah(syurut al-nafadz), syarat sah (syurut al-
3 Ibid,h.120.
8
Sihhah), dan syarat mengikat (syurut al-luzum). Adanya syarat-syarat in dimaksudkan
untuk menjamin bahwa ijarah yang dilakukan akan membawa kebaikan bagi para pihak
yang melakukannya.
Pertama, syarat terjadinya akad (syurut al-in’iqad).Syarat ini berkaitan dengan pihak
yang melaksanakan akad.Syarat yang berkaitan dengan para pihak yang melakukan akad
yaitu berakal.Dalam akad ijarah tidak dipersyaratkan mumayyiz.Dengan adanya syarat ini
maka transaksi yang dilakukan oleh orang gila maka tidak sah.Menurut Hanafiyah dalam
hal ini tidak disyaratkan baligh, transaksi yang dilakukan anak kecil yang sudah
mumayyizhukumnya sah. Menurut Malikiyah, mumayyiz adalah syarat bagi pihak yang
melakukan akad jual beli dan ijarah. Sementara baligh adalah syarat bagi berlakunya
akibat hukum ijarah (syuruh al-nafadz).Sementara kalangan Hanfiyah dan Hanbaliyah
menjelaskan bahwa syarat bagi para pihak yang melakukan akad adalah baligh dan
berakal.
Kedua, syarat pelaksanaan ijarah (syuruh al-nafadzh). Akad ijarah dapat terlaksana
bila ada kepemilikan dan penguasaan, karena tidak sah akad ijarah terhadap barang milik
atau sedang dalam penguasaan orang lain. Tanpa adanya kepemilikan atau penguasaan,
maka ijarah tidak sah.
Ketiga, syarat sah (syuruh al-sihhah).Syarat ini ada terkait dengan para pihak yang
berakad, objek akad dan upah.
Keempat, syarat-syarat yang mengikat dalam ijarah (syurut al-luzum). Syarat yang
mengikat ini ada dua syarat, yaitu :
1. Barang atau orang yang disewakan harus terhindar dari cacat yang dapat
menghilangkan fungsinya. Apabila sesudah transaksi terjadi cacat pada barang,
sehingga fungsinya tidak maksimal, atau bahkan tidak berfungsi, maka penyewa
berhak memilih untuk melanjutkan atau menghentikan akad sewa.Bila suatu ketika
barang yang disewakan mengalami kerusakan maka akad ijarah fasakh atau rusak dan
tidak mengikat kedua belah pihak
2. Terhindarnya akad dari udzur yang dapat merusak akad ijarah Udzur ini bisa terjadi
pada orang atau pihak yang berakad atau pada objek akad ijarah.
9
D. Pengertian Rahn (Gadai)
Gadai atau al-rahn ( )الرهههنsecara bahasa dapat diartikan sebagai (al stubut,al
habs) yaitu penetapan dan penahanan. Azhar Basyir memaknai rahn (gadai) sebagai
perbuatan menjadikan suatu benda yang bernilai menurut pandangan syara’ sebagai
tanggungan uang, dimana adanya benda yang menjadi tanggungan itu di seluruh atau
sebagian utang dapat di terima. Dalam hukum adat gadai di artikan sebagai menyerahkan
tanah untuk menerima sejumlah uang secara tunai, dengan ketentuan si penjual
(penggadai) tetap berhak atas pengembalian tanahnya dengan jalan menebusnya kembali.
Ar-Rahn secara bahasa artinya ats-Tsubuut atau ad-Dawaam (tetap),
dikatakan, “maa’un raahinun (air yang diam, menggenang, tidak mengalir),” “haalatun
raahinatun (keadaan yang tetap), atau ada kalanya berarti al-Habsu dan al-Luzuum
(menahan). Allah Swt. Berfirman:
Tiap-tiap diri tertahan (bertanggung jawab) oleh apa yang telah diperbuatnya. (QS. Al-
Muddatstsir: 38).
Namun jika diperhatikan, kata al-Habsu secara zhahir juga mengandung
arti ats-Subuut dan ad-Dawaam (tetap). Maka oleh karena itu, salah satu arti di atas
merupakan pengembangan arti yang satunya lagi. Namun zhahirnya, makna kata ar-Rahn
yang utama adalah al-Habsu (menahan), karena ini adalah arti yang bersifat materi.
Namun walau bagaimanapun juga, yang terpenting adalah bahwa arti ar-Rahnu menurut
istilah memiliki keterkaitan yang erat dengan arti secara bahasa. Sedangkan definisi akad
ar-Rahn menurut istilah syara adalah menahan sesuatu disebabkan adanya hak yang
memungkinkan hal itu bisa dipenuhi dari sesuatu tersebut. Maksudnya, menjadikan
al-‘Ain(barang, harta yang barangnya konkrit, kebalikan dari ad-Dain atau utang) yang
memiliki nilai menurut pandangan syara’, sebagai watsiiqah (pengukuhan, jaminan)
utang, sekiranya barang itu memungkinkan untuk digunakan membayar seluruh atau
sebagian utang yang ada. Ulama Syafi’iyah mendifinisikan
akad ar-Rahn seperti berikut, menjadikan al-‘Ain (barang) sebagai watsiiqah (jaminan)
utang yang barang itu digunakan untuk membayar utang tersebut (al-Marhuun bihi) ketika
pihak al-Madiin (pihak yang berutang, ar-Raahin) tidak bisa membayar utang tersebut.
10
Ulama Hanabilah mendifinisikan ar-
Rahn seperti berikut, harta yang dijadikan sebagai watsiiqah utang yang ketika pihak
yang menanggung utang tidak bisa melunasinya, maka utang tersebut dibayar dengan
menggunakan harta hasil penjualan harta yang dijadikan watsiiqah tersebut.
Ulama Malikiyah mendifinisikan ar-Rahn
seperti berikut, sesuatu yang mutamawwal (berbentuk harta dan memiliki nilai) yang
diambil dari pemiliknya untuk dijadikan watsiiqah utang yang lazim (keberadaannya
sudah positif dan mengikat) atau yang akan menjadi lazim.
Dapat disimpulkan bahwa ar-Rahn adalah
akad watsiiqah (penjaminan) harta, yang mana sebuah akad berdasarkan atas pengambilan
jaminan berbentuk harta yang konkrit atau barang yang nyata, dapat dilihat dan diraba
bukan jaminan dalam bentuk tanggungan seseorang.
Artinya: “Jika kamu dalam perjalanan (dan bermu’amalah tidak secara tunai) sedang
kamu tidak memperoleh seorang penulis, maka hendaklah ada barang tanggungan yang
dipegang (oleh yang berpiutang). Akan tetapi jika sebagian kamu mempercayai sebagian
yang lain, maka hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya (hutangnya) dan
hendaklah ia bertakwa kepada Allah Rabb-nya; dan janganlah kamu (para saksi)
menyembunyikan kesaksian. Dan barangsiapa yang menyembunyikannya, maka
sesungguhnya ia adalah orang yang berdosa hatinya; dan Allah Maha-mengetahui apa
yang kamu kerjakan.” (QS. Al-Baqarah: 283).
Diriwayatkan oleh Ahmad, Bukhari, Nasai, dan Ibnu Majah dari Anas r.a berkata:
ى ذوأذذخذذ خمعنهه
لذقذعد ذرهذذن النتبخدىَ – صل ا عليه وسلم – خدعريعاَ لذهه خباَعلذمخدينذخة خععنذد يذههوخد ى: س – رضىَ ا عنه – قاَل
ذععن أذنذ ت
ى ذشخعييرا
11
Artinya: " Rasullulah SAW, telah merungguhkan baju besi beliau kepada seorang Yahudi
di Madina, sewaktu beliau menghutang syair (gandum) dari orang Yahudi itu untuk
keluarga itu untuk keluarga beliau". (HR. Ahmad, Bukhari, Nasai, dan Ibnu Majah).
12
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
13
Ijarah atau sewa-menyewa adalah akad atas manfaat dengan imbalan. Dengan
demikian, objek sewa menyewa adalah manfaat atas suatu barang (bukan barang). Dari
segi imbalannya, ijarah ini mirip dengan jual beli, tetapi kedunya berbeda, karena dalam
jual beli obyeknya benda, sedangkan dalam ijarah, obyeknya adalah manfaat dari benda.
Oleh karena itu, tidak diperbolehkan menyewa pohon untuk diambil buahnya karena
buah itu benda, buakan manfaat. Demikian pula tidak diperbolehkan menyewa sapi untuk
diperah susunya karena susu bukan manfaat, melainkan benda. Gadai (rahn) adalah
menjadikan suatu barang sebagai jaminan atas utang, dengan ketentuan bahwa apabila
terjai kesulitan dalam pembayarannya maka utang tersebut bisa dibayar dari hasil
penjualan barang yang dijadikan jaminan itu.
DAFTAR PUSTAKA
14
4. Tafsir Al ahkam
6. Tafsir jalalain
7. Tafsir Al Ahkam
15